Jumat, 31 Desember 2021

MASIH ADA TUHAN YANG MENYERTAI HARI DEPANMU

Yosua 1: 9 Bukankah telah Kuperintahkan kepadamu: kuatkan dan teguhkanlah hatimu? Janganlah kecut dan tawar hati, sebab TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke manapun engkau pergi.

Setiap tahunnya, ribuan orang berdiri atas Times Square, New York yang sangat dingin. Tidak ada acara spesial yang membuat mereka datang ke sana. Tidak ada event olahraga. Tidak ada konser musik rock. Tapi mereka datang hanya untuk menyaksikan bola lampu besar yang akan meluncur jatuh dari ketinggian. Hal ini menjadi detik-detik dari pergantian tahun.

Kenapa hal ini jadi sesuatu yang menarik perhatian dan bahkan menjadi sumber pendapatan? Ada banyak momen-momen besar yang terjadi sepanjang tahun jauh lebih penting dari hanya sekadar menyaksikan berlalunya waktu di malam Tahun Baru.

Tapi umumnya pergantian tahun ini menjadi momen yang sakral karena hal itu menandakan momen berakhirnya tahun yang lama dan dimulainya awal yang baru.

Masalah, sakit hati, kekecewaan, kegagalan dan beragam beban hidup yang kita lalui di sepanjang tahun seolah sirna dan menjadi kenangan. Kita berpikir bahwa kita masih punya kesempatan untuk memperbaikinya di tahun yang baru.

Tahukah Anda, hal yang sama terjadi kepada orang Israel ketika mereka berdiri bersama Yosua menantikan era baru yang ada di hadapan mereka. Mereka sudah mengembara selama 40 tahun di padang gurun, hingga akhirnya mereka bisa melihat tanah yang melimpah dengan susu dan madu di hadapan mereka. Yang paling berkesan, mereka memperoleh janji Tuhan bahwa Dia tidak akan pernah meninggalkan atau mengabaikan mereka.

Saat Anda beranjak meninggalkan tahun yang lama dan menantikan yang baru, Anda bisa melihat harapan di balik janji-janji Tuhan. Anda pasti akan menghadapi masa-masa sulit dan menyenangkan di masa depan, tetapi Anda bisa yakin bahwa Dia ‘tidak akan pernah meninggalkan atau mengabaikan Anda’ (Yosua 1: 5).

Janji itu cukup untuk meyakinkan kita bahwa tahun yang baru akan jauh lebih baik. Kita percaya bahwa hal-hal yang belum terjadi di tahun sebelumnya masih mungkin terjadi di tahun yang baru.

Mari saat ini, renungkan apa saja hal yang sudah Anda lalui sepanjang tahun 2021 ini. Bawalah semuanya kepada Tuhan dan minta keberanian, kekuatan dan iman supaya Anda bisa menjalani hari-hari baru di depan dengan baik. Juga ucapkan syukur karena kesetiaan Tuhan yang tidak pernah meninggalkan Anda.

Hak cipta Senior Living Ministries, disadur dari Crosswalk.com

Kamis, 30 Desember 2021

PANDANGLAH KE ATAS!

Bacaan: Mazmur 42

NATS: Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku? ...Berharaplah kepada Allah! Sebab aku bersyukur lagi kepada-Nya (Mazmur 42:12)

Kita semua memiliki saat-saat "kelabu" dalam hidup ini yakni saat kita merasa patah semangat dan kesedihan menekan kita. Tak terkecuali Daud, sang pemazmur. Berdasarkan pengalaman hidupnya, ia berseru, "Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku? Dan mengapa engkau gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah" (42:12). Perkataan ini merupakan suatu nasihat yang bijak bagi siapa pun yang sedang berputus asa.

Kitab Kisah Para Rasul menceritakan pengalaman Rasul Paulus saat berlayar ke Roma. Suatu badai yang sangat besar siap menenggelamkan kapal dan para penumpangnya ke dasar samudera.

Namun suatu malam, seorang malaikat Allah menampakkan diri kepada Rasul Paulus dan meyakinkannya bahwa tak seorang pun yang berada dalam kapal itu akan binasa. Paulus mempercayai pesan ini dan menyampaikannya kepada teman-teman seperjalanannya. "Tabahkanlah hatimu saudara-saudara! Karena aku percaya kepada Allah, bahwa semuanya pasti terjadi sama seperti yang dinyatakan kepadaku" (Kisah Para Rasul 27:25). Paulus menaruh harapannya kepada Allah sama seperti yang dilakukan oleh penulis Mazmur 42 di atas.

Walaupun Anda sedang berada dalam ketakutan dan berputus asa, Anda dapat menemukan alasan untuk bersukacita jika Anda memandang ke atas, kepada Bapa di surga. Ingatlah nasihat yang diberikan oleh Daud, "Berharaplah kepada Allah," kemudian berkatalah sama seperti Rasul Paulus, "Aku percaya kepada Allah."

Tatkala Anda sedang berputus asa, ingatlah untuk memandang ke atas! --RWD

Lift up your eyes, discouraged one,
The Lord your help will be;
New strength will come from Him who said,
"For rest, come unto Me." --Anon

TATKALA ANDA TIDAK MENEMUKAN JALAN KELUAR PANDANGLAH KE ATAS!

Sumber: Renungan Harian

Rabu, 29 Desember 2021

Apa yang Harus Saya Katakan?

Dalam hati aku berdoa kepada Allah penguasa di surga, lalu aku berkata kepada raja. –Nehemia 2:4-5 (BIS)

Ayat Bacaan: Nehemia 2:1-6

Ketika melihat-lihat sekotak buku bertulisan “C.S. Lewis” di toko buku bekas, saya dihampiri oleh pemilik toko. Ketika kami membahas buku-buku itu, saya bertanya-tanya apakah ia mungkin tertarik dengan iman yang menginspirasi banyak tulisan Lewis. Saya berdoa dalam hati agar diberi tuntunan. Sepotong informasi dari sebuah biografi terbetik dalam ingatan saya, dan kami pun berdiskusi tentang bagaimana karakter dalam buku C.S. Lewis merujuk kepada Allah. Pada akhirnya, saya bersyukur doa singkat tadi telah mengubah arah pembicaraan kami ke hal-hal rohani.

Nehemia berhenti sejenak untuk berdoa sebelum percakapan pentingnya dengan Raja Artahsasta di Persia. Raja bertanya bagaimana ia dapat membantu Nehemia yang putus asa karena kehancuran Yerusalem. Nehemia adalah hamba raja, tidak mungkin baginya untuk memohon bantuan. Namun, sebenarnya ia butuh bantuan yang sangat besar. Ia ingin memulihkan Yerusalem. Jadi, ia “berdoa kepada Allah penguasa di surga” sebelum mohon diri dari pekerjaannya agar dapat membangun kembali kota itu (Neh. 2:4-5). Raja merestui, bahkan setuju membantu Nehemia mengatur perjalanan dan menyediakan bahan untuk proyek tersebut.

Alkitab mendorong kita, “dalam segala doa dan permohonan [berdoalah] setiap waktu” (Ef. 6:18), termasuk saat kita membutuhkan keberanian, pengendalian diri, atau kepekaan. Berdoa sebelum berbicara berarti memohon Allah memegang kendali atas sikap dan perkataan kita.

Bagaimana Dia ingin mengarahkan perkataan Anda hari ini? Tanyakanlah kepada Dia, dan nantikan jawaban-Nya (Jennifer Benson Schuldt).

Renungkan dan Doakan
Pola bicara seperti apa yang perlu Anda ubah dan membutuhkan pertolongan Allah? Situasi apa dalam hidup Anda yang paling membutuhkan doa?

Ya Bapa, kuserahkan semua perkataanku untuk kemuliaan-Mu. Biarlah perkataanku mengilhami dan menguatkan sesama.

Sumber: Santapan Rohani

Selasa, 28 Desember 2021

HATI YANG MAU MENGAMPUNI

Bacaan: Kisah Para Rasul 16:25-34
NATS: Berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu (Matius 5:44)

Selama berlangsungnya perang di Kosovo pada tahun 1999, tiga tentara Amerika ditangkap dan disandera selama lebih dari satu bulan. Setelah dilakukan negosiasi yang menegangkan, didapatlah suatu kesepakatan dan tawanan pun dibebaskan.

Roy Lloyd adalah seorang utusan yang menjamin pembebasan ketiga tentara itu. Ia melaporkan, "Ketiga tentara muda itu sangat religius. Salah seorang dari mereka, Christopher Stone, tidak bersedia pergi sebelum diizinkan menemui tentara yang menjaganya selama ia ditawan, dan berdoa untuknya."

Tentara muda tersebut memahami prinsip-prinsip yang diajarkan Yesus. Ia bisa saja marah terhadap keadaan yang dialaminya dan membenci orang yang menangkapnya. Ia bisa saja memenuhi hatinya dengan kebencian dan dendam. Ia bisa saja terbakar oleh api kemarahan karena segala kesulitan yang dialaminya. Namun dengan menaati perintah Yesus (Matius 5:44) serta teladan Paulus dan Silas di Filipi (Kisah Para Rasul 16:25-34), ia mengampuni orang yang menawannya bahkan melayaninya.

Di dunia ini, balas dendam merupakan hal yang wajar. Namun orang-orang percaya dipanggil untuk melakukan hal yang berbeda. Kita harus berdoa untuk orang-orang yang menganiaya kita, mengampuni mereka, dan melayani mereka.

Prinsip-prinsip Yesus memang merupakan suatu tantangan bagi para pengikut-Nya, namun dengan pertolongan Roh Kudus yang hidup di dalam kita, kita dapat memilih untuk memiliki hati yang mau mengampuni --DCE

KITA TIDAK AKAN PERNAH MENJADI SERUPA DENGAN KRISTUS JIKA KITA BELUM MAU MENGAMPUNI

Sumber: Renungan Harian

Senin, 27 Desember 2021

NAMA-NYA

Bacaan: Yehezkiel 36:16-28

NATS: Di mana saja mereka datang di tengah bangsa-bangsa, mereka menajiskan nama-Ku yang kudus (Yehezkiel 36:20)

Perusahaan-perusahaan yang bersaing dalam menarik konsumen tahu benar betapa pentingnya menjaga citra dan nama baik perusahaan. Mereka tahu bahwa mutu dan pelayanan yang buruk dapat menyebabkan kerugian besar.

Dalam suatu perjalanan, saya melihat sebuah perusahaan persewaan mobil dengan pelayanan yang sangat buruk. Saat para konsumen tiba di loket untuk mengambil kunci mobil, mereka harus melewati proses yang berbelit-belit, menghadapi para karyawan yang tidak sopan, dan kondisi yang tidak nyaman. Reaksi konsumen pun dapat ditebak: mereka frustrasi dan marah. Saya yakin, para konsumen yang pernah datang tak akan mau menyewa mobil di tempat itu lagi. Akhirnya, nama perusahaan itu menjadi bahan olokan.

Hal ini mengingatkan saya akan tindakan bangsa Israel yang mencemarkan nama Allah. Mereka hidup seperti bangsa-bangsa kafir sehingga Tuhan membuat mereka terserak di antara bangsa-bangsa. Akibatnya, bangsa-bangsa yang tidak percaya kepada Allah menertawakan bangsa Israel dan juga Allah Israel.

Mari kita bawa situasi di atas ke masa kini. Sebagai orang Kristen, kita menyandang nama Juruselamat kita, Yesus Kristus. Bagaimana pandangan dunia tentang Dia saat mereka melihat kita? Mengharumkan nama Tuhan jauh lebih penting daripada mengharumkan nama perusahaan. Hidup kita hanya memiliki satu tujuan, yaitu hidup serupa dengan Tuhan kita. Kita harus selalu waspada agar tidak melakukan hal-hal yang dapat menyebabkan orang lain mencemooh nama-Nya yang kudus --MRDII

Teach us that name to own
While waiting, Lord, for Thee;
Unholiness and sin to shun,
From all untruth to flee. --Cecil

KETIKA ORANG MENGENAL ANDA
ADAKAH MEREKA TERTARIK UNTUK MENGENAL KRISTUS?

Sumber: Renungan Harian

Minggu, 26 Desember 2021

UTUSAN ALLAH

Bacaan: 2 Korintus 5:11-20

NATS: Kami ini adalah utusan Kristus, seakan-akan Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami (2 Korintus 5:20)

Ketika tiba di pos jaga untuk dapat memasuki penjara, ternyata tanda pengenal saya tidak ada. Karenanya petugas jaga harus membuat surat izin kunjungan sementara supaya saya dapat masuk dan mengajar kelas Pendalaman Alkitab untuk beberapa narapidana di sana. Dengan membaca SIM saya, petugas jaga itu mengisi surat izin dan memperbolehkan saya masuk. Saat membaca sekilas surat izin masuk itu, saya terse nyum geli. Pada kolom yang menunjukkan atas nama siapa saya diutus, di situ si petugas menulis "Allah."

Lalu dalam perjalanan pulang, saya memikirkan hal yang lucu itu dengan lebih serius. Petugas tadi mungkin saja hanya bercanda, tetapi sesungguhnya yang ia ungkapkan itu memang benar. Saya memang mewakili komisi pelayanan penjara, tetapi sebenarnya saya mewakili Allah sendiri. Menyadari hal itu, saya senang dengan apa yang dila kukan petugas tersebut.

Kepada jemaat di Korintus Paulus berkata, "Kami ini adalah utusan utusan Kristus" (2 Korintus 5:20). Dengan mengemban predikat yang mulia itu, kita bertanggung jawab untuk "hidup sebagai orang-orang yang sopan di mata orang luar" (1 Tesalonika 4:12). Sebagai pengikut Yesus Kristus, kita senantiasa mewakili Allah ke mana pun kita pergi dan berada, melalui apa pun yang kita lakukan. Baik di tempat kerja, di lingkungan masyarakat tempat kita tinggal, dalam tim softball, maupun di jalan, kita adalah utusan-utusan Allah.

Tuhan, tolonglah kami untuk dapat menjadi utusan-utusan-Mu yang setia dalam setiap segi kehidupan kami. Amin -DCE

KRISTUS MENGUTUS KITA KELUAR
UNTUK MEMBAWA ORANG LAIN KE DALAM KASIH-NYA

Sumber: Renungan Harian

Sabtu, 25 Desember 2021

KISAH NATAL

Bacaan: Filipi 2:5-8

NATS: [Yesus] telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba (Filipi 2:7)

Seandainya seorang raja mencintai pelayannya yang miskin," begitulah seorang filsuf Denmark, Soren Kierkegaard (1813-1855), mengawali perumpamaannya. Bagaimana cara sang raja menyatakan cintanya kepada pelayan itu? Mungkin sang pelayan akan menanggapinya karena takut atau terpaksa, padahal sang raja ingin pelayan itu mencintainya dengan tulus.

Maka kemudian sang raja, yang sadar bahwa ia tidak boleh tampil sebagai raja bila tak ingin menghancurkan kebebasan orang yang dikasihinya, memutuskan untuk menjadi orang biasa. Ia meninggalkan takhtanya, melepas jubah kebesarannya, dan memakai pakaian compang camping. Ia bukan hanya menyamar, tetapi benar-benar memiliki identitas baru. Ia sunguh-sungguh menjadi pelayan untuk memikat hati sang pelayan muda yang dicintainya.

Ini layaknya sebuah taruhan. Pelayan itu mungkin akan mencintainya, atau justru menolaknya habis-habisan sehingga ia tak akan mendapatkan cintanya seumur hidup! Namun begitu jugalah pilihan yang diberikan Allah kepada manusia, dan tentu saja, itulah makna perumpamaan di atas.

Tuhan kita merendahkan diri-Nya untuk memenangkan hati kita. "Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri" (Filipi 2:5-7). Inilah kisah Natal itu: Allah berada di palungan; Dia menjelma dalam wujud yang tidak membuat orang takut.

Sekarang pertanyaannya adalah: Akankah kita mengasihi Dia, atau justru menolak-Nya? -DHR

ALLAH TINGGAL BERSAMA MANUSIA
SUPAYA MANUSIA DAPAT TINGGAL BERSAMA ALLAH

Sumber: Renungan Harian

Jumat, 24 Desember 2021

MEMASUKI WILAYAH MUSUH

Bacaan: Roma 5:6-11

NATS: Kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah (Roma 5:10)

Pertempuran yang terjadi pada hari-hari menjelang Natal saat Perang Dunia I sangatlah hebat. Seorang tentara Jerman muncul dari parit persembunyiannya dan bergerak maju, tetapi ia tertembak dan terluka parah. Ketika hendak kembali berlindung, ia terperangkap kawat berduri. Saat teriakannya berubah menjadi rintihan, seorang tentara Amerika dengan berani memanjat parit persembunyian dan mendekati tentara yang terluka itu.

Ketika kedua komandan dari pasukan yang bermusuhan itu melihat peristiwa tersebut, mereka memerintahkan pasukannya untuk menghentikan tembakan. Dalam keheningan yang mencekam, tentara Amerika itu menenangkan dan membebaskan tentara Jerman yang terluka itu, kemudian membawanya ke teman-teman Jermannya yang telah menanti. Selama itu tidak terjadi tembak-menembak hingga tentara Amerika tersebut kembali ke persembunyiannya.

Cerita di atas sangatlah menyentuh perasaan, tetapi saya punya sebuah kisah yang lebih dramatis. Karena kasih Allah, Yesus telah melangkah masuk ke "wilayah musuh" untuk menyelamatkan kita dari kematian rohani. Walaupun kita layak untuk mati, Dia rela dihina, sengsara, dan mati di atas kayu salib untuk membayar harga bagi dosa-dosa kita. Rasul Paulus menulis, "Pada waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah" (Roma 5:6).

Dalam masa-masa sibuk menjelang Natal tahun ini, marilah kita mengambil waktu untuk mengingat dengan penuh ucapan syukur apa yang telah Yesus lakukan bagi kita. Dia dilahirkan di dunia ini agar kita dapat diselamatkan dari kematian kekal --DCE

Hark! The herald angels sing,
"Glory to the newborn King;
Peace on earth, and mercy mild --
God and sinners reconciled!" --Wesley

KELAHIRAN KRISTUS MEMBAWA ALLAH KEPADA MANUSIA
KEMATIAN KRISTUS MEMBAWA MANUSIA KEPADA ALLAH

Sumber: Renungan Harian
PERUBAHAN RENCANA

Bacaan: Amsal 16:1-9

NATS: Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya (Amsal 16:9)

Saat itu adalah malam Natal, di Oberndorf, Austria, tahun 1818. Pendeta Joseph Mohr telah menulis sebuah lagu untuk kebaktian malam Natal dan Franz Gruber, sang organis, telah siap mengiringinya. Akan tetapi organ di gereja desa itu rusak. Oleh karena itu Gruber mengambil gitar dan mengiringi Mohr membawakan lagu "Silent Night" (Malam Kudus) untuk pertama kalinya.

Kisah tersebut tidak berakhir di situ. Seorang lelaki datang untuk memperbaiki organ. Setelah selesai, Gruber mencobanya dengan memainkan lagu baru itu. Si tukang reparasi sangat menyukai lagu tersebut dan membawa pulang salinannya ke desanya sendiri. Kemudian, empat anak perempuan dari seorang pembuat sarung tangan di desa tersebut mempelajari lagu itu dan menyanyikannya dalam konser-konser di seluruh daerah. Karena organ rusak itu, lagu Natal baru tersebut memberkati semua orang di Austria--bahkan akhirnya di seluruh dunia.

Bagaimana seharusnya tanggapan kita saat segala sesuatunya gagal atau rencana kita ternyata berubah. Kita sering merasa resah dan kuatir karena tidak mampu mengendalikan segala hal seperti yang kita inginkan. Itulah saatnya bagi kita untuk mundur sejenak, mempercayai Allah, dan melihat bagaimana Dia akan memakai keadaan itu untuk menyatakan kemuliaan-Nya. Perubahan dalam hidup kita mungkin tidak mempersembahkan sesuatu yang luar biasa seperti halnya lagu "Malam Kudus". Namun karena Allah berkuasa, kita dapat meyakini bahwa segalanya akan baik-baik saja dan bersinar cemerlang seperti bintang di malam yang kudus itu --JDB

DALAM DRAMA KEHIDUPAN, ALLAH ADALAH SUTRADARA DI BALIK LAYAR

Sumber: Renungan Harian

Kamis, 23 Desember 2021

MAKNA NATAL

Bacaan: Lukas 1:26-38

NATS: Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita (Yohanes 1:14)

Dari tahun ke tahun, sepertinya kelahiran Yesus semakin kurang dihargai selama musim Natal. Lihat saja. Editor sebuah surat kabar Inggris menyatakan, "Kristus tidak lagi menjadi bagian dari Natal, dan musim Natal saat ini hanya merupakan waktu yang disediakan untuk berbuat baik dan untuk menyadari bahwa kita tidak sendiri."

Kita memiliki kesempatan emas untuk menyampaikan kabar baik bahwa Yesus adalah alasan kita merayakan Natal. Ada tiga hal penting tentang makna Natal sejati yang dapat kita sampaikan kepada orang lain :

• Natal adalah perayaan ulang tahun yang diadakan untuk menghormati Yesus. Anak Allah mengambil rupa manusia dan "diam di antara kita" (Yohanes 1:14).

• Yesus datang untuk kita. Dia lahir untuk mati disalib karena dosa kita, dan Dia dibangkitkan untuk memberi kita pengampunan dan hidup kekal (1 Korintus 15:3,4).

• Kita dapat mendorong orang lain untuk menerima Kristus dengan iman, dan menerima tawaran keselamatan-Nya (Yohanes 1:12; 3:16).

Jadikan perayaan Natal tahun ini lebih dari sekadar saat untuk berbuat baik. Natal berbicara tentang Kristus, satu-satunya alasan kita merayakan Natal. Mari kita turut ambil bagian untuk menyampaikan kisah yang ajaib tentang Yesus, Anak Allah. Mari kita berdoa supaya banyak orang akan mencari Dia dan menemukan-Nya tahun ini, seperti orang-orang Majus yang datang untuk menyembah sang Juruselamat yang telah dijanjikan (Matius 2:1,2) -JEY

KANDANG BETLEHEM ADALAH LANGKAH AWAL PERJALANAN KASIH ALLAH MENUJU KEPADA SALIB

Sumber: Renungan Harian

Rabu, 22 Desember 2021

DI MANA BAYINYA?

Bacaan: Yesaya 7:10-14

NATS: Seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel (Yesaya 7:14)

Dua orang wanita berpakaian bagus sedang makan siang bersama di sebuah restoran yang sangat eksklusif. Seorang teman yang melihat kehadiran mereka mendekati meja mereka dan menyapa, "Ada acara istimewa apa ini?" ia bertanya. Salah seorang dari wanita tersebut menjawab, "Kami sedang merayakan ulang tahun seorang anggota keluarga kami yang masih bayi. Ia sudah berumur dua tahun hari ini." "Tapi, mana bayinya?" temannya itu bertanya lagi. Ibu bayi tersebut menjawab, "Oh, saya menitipkannya di rumah Ibu. Beliau akan menjaganya sampai pesta ini selesai. Bila saya membawanya ke sini, pesta ini pasti tidak akan menyenangkan."

Benar-benar menggelikan! Sebuah perayaan ulang tahun seorang anak yang kehadirannya tidak diinginkan pada pestanya sendiri? Namun, jika Anda merenung sejenak, tindakan tersebut ternyata tidak lebih bodoh daripada yang kerap terjadi, yakni merayakan Natal, dengan pesta-pesta tanpa mengingat Pribadi yang kelahiran-Nya seharusnya kita hormati.

Banyak orang merayakan Natal dengan cara seperti itu. Di tengah segala kesibukan mereka, seperti pergi ke pesta, berbelanja aneka hadiah, dan berkumpul bersama keluarga, Pribadi yang kelahiran-Nya mereka peringati justru hampir terlupakan sama sekali.

Saat Anda memasuki musim Natal yang menyenangkan bersama keluarga dan teman-teman, pastikanlah bahwa Anda tidak melupakan Tuhan Yesus. Berikanlah penghormatan yang layak Dia terima --RWD

AKAN SELALU ADA BAHAYA BILA KITA MERAYAKAN NATAL TANPA KRISTUS --Ironside

Sumber: Renungan Harian

Selasa, 21 Desember 2021

Iman Sejati Terwujud dalam Perbuatan

Bacaan Alkitab hari ini:
Yakobus 2

Mahatma Gandi berkata, "Jika bukan karena perilaku orang Kristen, saya sudah menjadi Kristen." Perkataan ini ia kemukakan saat orang-orang Kristen di sebuah gereja di Kalkuta menolak kehadirannya karena ia bukan berasal dari kasta tinggi atau berkulit putih. Gandhi mengagumi Kristus dan ajaran-Nya yang tidak membeda-bedakan orang, tetapi ternyata orang Kristen berlaku sebaliknya. Ironis, bukan?

Sekalipun ironis, perlu kita akui bahwa orang Kristen tidak kebal terhadap kecenderungan untuk melakukan "pembedaan" atau "memandang muka". Apalagi, saat ini, kita hidup di tengah dunia yang memegang konsep "Anda adalah apa yang Anda miliki/pakai/kendarai" (you are what you have/wear/drive). Tanpa kewaspadaan, kita akan mudah terpengaruh oleh pemikiran ini. Ini bukanlah hal baru. Yakobus menemukan masalah ini di tengah komunitas orang percaya pada masa itu. Kepada gereja masa itu serta kepada kita yang hidup pada masa kini, Yakobus mengingatkan bahwa tidak ada tempat bagi sikap penuh kecurigaan di dalam iman. Bukankah Allah yang kita imani adalah Pribadi yang tidak membeda-bedakan? (2:5) Itulah sebabnya, orang percaya tidak boleh memandang muka.

Sebaliknya, orang percaya justru harus bertindak selaras dengan hukum dan dengan mengantisipasi penghakiman yang akan datang (2:12-13).

Jika kita bercermin pada kecenderungan gereja di masa Yakobus serta pengalaman Gandhi, bagaimana bisa kita meyakini bahwa anggota gereja yang bersikap membeda-bedakan adalah orang yang beriman kepada Kristus? Inilah yang ditekankan oleh Yakobus. Yakobus menegaskan bahwa tidak boleh ada pemisahan antara iman dan perbuatan (2:14-26). Bersama dengan Rasul Paulus (lihat Efesus 2:8-9), Yakobus menyatakan bahwa dasar keselamatan hanyalah kasih karunia semata melalui iman sejati kepada Yesus Kristus, dan perbuatan adalah wujud dari iman sejati tersebut. Pengalaman Abraham dan Rahab (2:21-25) merupakan contoh iman kepada Allah yang terlihat dalam perbuatan. Iman yang menyelamatkan adalah iman yang terlihat di dalam perbuatan sehari-hari, misalnya melalui tindakan menolong orang yang perlu pertolongan (2:15-16) dan melalui sikap tidak membeda-bedakan. Apakah Anda sudah menyatakan iman Anda melalui perbuatan nyata dalam kehidupan sehari-hari. [GI Michele Turalaki]

Sumber: Renungan GeMA GKY

Senin, 20 Desember 2021

CARA PANDANG

Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu. 
(Filipi 4:8)

Dua orang wiraniaga sebuah pabrik sepatu dikirim oleh perusahaannya ke sebuah daerah terpencil untuk menjajaki kemungkinan membuka toko sepatu di sana. Tetapi, ternyata di daerah itu para penduduknya tidak ada yang memakai sepatu. Lalu, keduanya pulang memberikan laporan.

Wiraniaga pertama berkata, “Percuma membuka toko sepatu di sana, Pak. Tidak ada yang memakai sepatu, siapa yang akan membeli?” Namun, wiraniaga kedua justru berkata lain, “Prospek bagus, Pak. Di sana tidak ada yang memakai sepatu, ini kesempatan buat kita menciptakan pasar.”

Begitulah. Sebuah kenyataan dilihat dengan dua cara pandang yang berbeda—yang satu negatif yang lain positif—hasilnya tentu berbeda pula. Yang satu melihat sebagai halangan, yang lain melihat sebagai peluang.

Karena berpikir positif itulah Yusuf tidak larut dalam dendam atau rasa sakit kepada saudara-saudaranya yang pernah berbuat buruk terhadapnya (Kejadian 45:1-15). Sebaliknya, ia dapat berkata demikian: “Akulah Yusuf, saudaramu, yang kamu jual ke Mesir. Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu” (Kejadian 45:4-5).

Maka dari itu, memang berpikir positif itu sangat baik dan penting. Bisa saja itu tidak menyelesaikan masalah, tetapi setidaknya tidak akan memperumit keadaan. Sebaliknya, berpikir negatif bukan saja tidak akan menyelesaikan masalah, tetapi bisa-bisa malah memperumit keadaan atau menimbulkan masalah baru.
(Ayub Yahya)

Sumber: Amsal Hari Ini 

Minggu, 19 Desember 2021

Allah itu Kudus

Bacaan: KELUARAN 20:18-21

Mereka berkata kepada Musa: "Engkaulah berbicara dengan kami, maka kami akan mendengarkan; tetapi janganlah Allah berbicara dengan kami, nanti kami mati." (Keluaran 20:19)

Ketika saya belajar tentang ibadah Israel kuno, pikiran saya membayangkan betapa kudusnya Allah sehingga umat-Nya sangat menghormatinya. Jika tidak taat mereka akan mati, sungguh kejam kedengarannya tapi itu semua untuk mengajarkan kepada umat Allah akan arti bertemu dengan Allah yang bukanlah pribadi yang sembarangan. Tiba-tiba saya ingat akan suasana ibadah di beberapa gereja. Orang bebas untuk mengobrol, mengangkat telepon genggam saat ibadah bahkan update status di akun media sosial. Allah seakan-akan tidak dihormati.

Ketika Allah datang, bangsa Israel mulai takut dan tidak berani mendekat (ay. 18). Mereka takut terkena murka Allah jika Allah tahu bahwa mereka melakukan dosa dan mereka menjadi binasa. Musa sebagai hamba-Nya menasihatkan kepada bangsa Israel agar mereka terus memiliki rasa takut akan Allah dan tidak berbuat dosa (ay. 20). Allah ingin bangsa Israel menghargai dan menghormati kekudusan Allah dan tidak sembrono serta sembarangan dalam menjalani kehidupan ini. Allah juga ingin orang percaya hari ini tetap menyadari Allah itu kudus dan layak menerima hormat dan kemuliaan.

Takut akan Tuhan perlu dimiliki oleh setiap orang percaya. Allah itu kudus, biarlah saat beribadah pun kita juga memberikan sikap penyembahan yang baik sehingga kita benar-benar mempersiapkan diri dan serius untuk berjumpa dengan Tuhan. Hati, pikiran dan kehendak kita perlu difokuskan hanya kepada Allah yang kudus. --YDS/www.renunganharian.net

PERSEMBAHKAN SIKAP YANG BAIK SAAT DATANG KE RUMAH TUHAN
SEBAB DIALAH ALLAH YANG KUDUS.

Sabtu, 18 Desember 2021

KETAKUTAN YANG TERSEMBUNYI

Bacaan: 1 Samuel 18:28-19:12

NATS: Kepada Allah aku percaya, aku tidak takut (Mazmur 56:12)

John Matuszak adalah pemain football untuk Oakland Raiders yang memiliki tinggi 182 sentimeter dan berat badan 140 kilogram. Ia dikenal sebagai pemain yang beringas, tangguh, dan seorang pemabuk ulung. Tak heran bila ia selalu menjadi ancaman bagi para lawannya. Namun teman-temannya mengenal "Tooz," begitulah panggilannya, sebagai "anak anjing" bertubuh besar yang haus kasih sayang.

Menurut Mark Heister, seorang kolumnis di Los Angeles Times, John Matuszak "diserang rasa takut yang tidak berani diakuinya." Semasa kecil, ia sering diolok-olok karena penampilannya yang kaku dan tubuhnya yang tinggi kurus. Ia pun memiliki pengalaman pahit karena dua saudara lelakinya meninggal oleh penyakit cystic fibrosis. Penampilan tangguh yang diciptakan Tooz hanya merupakan benteng yang dipakainya untuk bersembunyi. Namun ternyata ia justru terjebak di sana. Setelah bertahun-tahun bergaul dengan minuman keras dan narkoba, akhirnya John meninggal akibat serangan jantung pada usia 35 tahun.

Kisah Raja Saul juga menggambarkan keadaan yang sama. Ia juga dianggap monster, seorang petarung. Namun ternyata ia dikuasai oleh ketakutan (1 Samuel 18:29), dan karena berusaha dengan mengandalkan kekuatannya sendiri tanpa memohon pertolongan Tuhan, maka hidupnya berakhir begitu cepat (31:4).

Ya Bapa, betapapun besar dan kuatnya penampilan luar kami, terkadang kami merasa begitu kecil dan lemah. Ampuni kami karena telah memakai topeng palsu dan menganggap diri kami cukup kuat untuk menghadapi hidup ini dengan kekuatan sendiri. Tolong kami untuk lebih mempercayai-Mu -MRD II

KETAKUTAN LENYAP SAAT IMAN BERTUMBUH

Sumber: Renungan Harian

Jumat, 17 Desember 2021

Tuhan Membantu Anda Tumbuh

Bacaan Hari ini:
Roma 8:29 “Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara.”

Tujuan Tuhan menciptakan Anda ialah untuk menjadikan Anda seperti diri-Nya. Dia ingin Anda menjadi seperti Putra-Nya. Singkat kata, Dia ingin Anda bertumbuh secara rohani.

Alkitab berkata, “Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara” (Roma 8:29).

Sebagai seorang pendeta, pertanyaan nomor satu yang paling sering ditanyakan pada saya adalah: “Mengapa ini terjadi pada saya?” Saya beri tahu Anda alasannya: Untuk membantu Anda bertumbuh. 

Sesungguhnya, segala sesuatu dalam kehidupan dapat membantu Anda tumbuh secara rohani—yang baik, yang buruk, yang jelek, segala sesuatu yang merugikan diri Anda atau yang dilakukan orang lain terhadap Anda. Allah bukanlah sang pencipta yang jahat, tapi sebaliknya, Dia mendatangkan yang baik dari yang buruk. 

Setiap situasi dalam kehidupan akan membuat Anda kepahitan, atau sebaliknya membuat Anda lebih baik. Cara Anda meresponsnya adalah pilihan Anda. Alih-alih bertanya, "Tuhan, mengapa ini terjadi padaku?" bertanyalah, "Tuhan, apa yang Engkau ingin aku pelajari dari perkara ini?"

Setiap masalah punya tujuan: untuk membantu Anda tumbuh secara rohani dan menjadikan Anda semakin serupa seperti Yesus Kristus.

Jadi, bila salah satu tujuan hidup Anda adalah untuk bertumbuh secara rohani dan menjadi seperti Yesus, seperti apakah Yesus itu? Lihat saja buah Roh. Alkitab berkata, “Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu” (Galatia 5:22-23). Inilah kualitas yang Tuhan ingin tumbuhkan dalam diri Anda.

Bagaimana Tuhan menciptakan kualitas-kualitas itu dan membantu Anda tumbuh secara spiritual? Dia mengajarkannya kepada Anda dengan menempatkan Anda dalam situasi-situasi yang berlawanan.

Tuhan mengajari Anda cinta kasih dengan menempatkan Anda di sekitar orang-orang yang tidak menyenangkan. Dia mengajari Anda sukacita di tengah kesedihan. Dia mengajarkan Anda damai sejahtera ketika Anda dikelilingi oleh kekacauan. 

Tuhan akan mengajarkan Anda kualitas-kualitas ini di sepanjang hidup Anda—dan proses itu akan berlangsung hingga akhir hidup Anda. Anda bisa percaya bahwa, apa pun yang Anda hadapi hari ini, Dia akan menggunakannya untuk membantu Anda mengembangkan kedalaman rohani dan menjadikan Anda semakin serupa dengan Kristus.

Renungkan hal ini: 
- Dalam situasi-situasi seperti apa Tuhan membentuk Anda untuk semakin seperti Kristus?
- Menurut Anda mengapa begitu banyak orang Kristen belum dewasa secara rohani?
- Prioritas apa yang yang penting untuk pertumbuhan rohani dalam hidup Anda? Prioritas apa saja yang perlu Anda ubah? 

Tuhan mengajari Anda kesabaran ketika kesukaran datang bertubi-tubi.

(Diterjemahkan dari Daily Devotional by Rick Warren) 

Kamis, 16 Desember 2021

Dirimu Berarti bagi Tuhan

Bacaan: 1 KORINTUS 12:12-31

Malahan justru anggota-anggota tubuh yang tampaknya paling lemah, yang paling dibutuhkan. (1 Korintus 12:22)

Suatu kali ada jemaat yang datang kepada saya sambil menangis, "Kak, saya kok rasanya tidak memiliki talenta apa-apa untuk melayani Tuhan. Saya tidak bisa menyanyi, bicara di depan orang, dll." Saya pun menghiburnya dan membuatnya melihat bahwa selama ini kehadirannya juga banyak memberkati orang lain. Sambil memegang pundaknya saya berkata, "Ibu, ibu sudah melakukan pelayanan. Ibu sudah banyak mengajak jemaat lain untuk beribadah. Tiap kali ada yang tidak datang, ibu rela untuk mendatangi mereka." Banyak orang memandang pelayanan adalah sesuatu yang kelihatan hebat, kita lupa bahwa Tuhan juga dapat membuat orang terberkati meski itu adalah pelayanan yang sederhana.

Paulus menasihatkan kepada jemaatnya di Korintus bahwa orang percaya adalah satu tubuh Kristus dimana semuanya dapat saling melengkapi untuk melayani Tuhan. Anggota tubuh memiliki peran masing-masing dan tidak ada yang merasa penting karena semuanya saling membutuhkan (ay. 14-21), apalagi anggota yang nampaknya tidak mendapat perhatian lebih. Paulus mengajarkan agar jemaat dapat saling menghargai keunikan masing-masing (ay. 23-25) dan menyadari bahwa itu adalah karunia dari Tuhan.

Setiap orang diberikan karunia masing-masing oleh Tuhan, maka kita tidak boleh minder atau sebaliknya merasa sombong. Kita dapat saling melengkapi sebagai tubuh Kristus, karena ada banyak pelayanan yang bisa dikerjakan bersama-sama. Setiap orang berarti bagi Tuhan dan kehadiran diri kita tetap dibutuhkan. --YDS/www.renunganharian.net

KITA TETAP DIBUTUHKAN, JANGAN MINDER DAN TERUS LAYANI TUHAN DENGAN KARUNIA YANG KITA MILIKI.

Rabu, 15 Desember 2021

LIHATLAH KE ATAS!

[[Tetapi ketika dirasanya tiupan angin, takutlah ia dan mulai tenggelam lalu berteriak: “Tuhan, tolonglah aku!” ]] (Matius 14:30)

Di sebuah pelayaran, seorang nahkoda muda melaut untuk pertama kalinya. Di tengah perjalanannya di laut lepas, kapalnya terombang-ambing oleh badai yang hebat di Atlantik Utara. Nahkoda muda tersebut diminta memanjat ke tempat yang lebih tinggi untuk memberikan instruksi agar arah kapal terkendali. Saat mulai memanjat, ia membuat kesalahan dengan melihat ke bawah. Pada saat itu, seorang nahkoda yang lebih tua berteriak, “Lihatlah ke atas, anakku, lihatlah ke atas!” Nahkoda muda itu melihat ke atas dan ia dapat mengembalikan keseimbangannya.

Pengalaman Petrus mengajarkan bahwa ketika dia melihat kepada Yesus dan ia percaya bahwa itu Tuhan—bukannya hantu—maka mukjizat pun terjadi: ia dapat berjalan di atas air. Namun, tatkala ia merasakan tiupan angin, takutlah ia sehingga ia pun tenggelam. Untungnya Petrus masih ingat bahwa di hadapannya berdiri Yesus, maka ia berteriak minta tolong. Yesus pun menolongnya sambil menegur Petrus sebagai murid yang kurang percaya.

Di saat segalanya terlihat buruk, pastikan bahwa Anda tidak sedang menghadap ke arah yang salah. Saat Anda mendongak ke arah matahari, Anda tak akan melihat bayangan Anda. Saat keadaan sekeliling Anda tidak terlihat baik, cobalah melihat ke atas, arahkanlah pandangan kepada Tuhan. Percayalah, jangan bimbang, bahwa Dialah satu-satunya penolong yang dapat diandalkan. Janganlah berfokus kepada masalah, tetapi bawalah masalah Anda kepada-Nya, niscaya segala sesuatunya akan menjadi lebih baik! (Eddy Nugroho)

Sumber: Amsal Hari Ini 

Selasa, 14 Desember 2021

Jangan Hanya Mendengar Alkitab; Ingatlah

Bacaan Hari ini:
Amsal 4:20-22 “Hai anakku, perhatikanlah perkataanku, arahkanlah telingamu kepada ucapanku; janganlah semuanya itu menjauh dari matamu, simpanlah itu di lubuk hatimu. Karena itulah yang menjadi kehidupan bagi mereka yang mendapatkannya dan kesembuhan bagi seluruh tubuh mereka.”

Anda tidak bisa hanya mendengar sesuatu lalu menjadi lebih bijaksana; Anda harus mengingatnya. Pun Anda tidak bisa hanya mengingatnya; Anda harus menekankannya. Sebab jika Anda tidak mengingat dan menekankannya, alhasil Anda harus mempelajari pelajaran yang sama berulang-ulang kali.

Alkitab mengatakan tentang hikmat dalam Amsal 22:17-18: “Pasanglah telingamu dan dengarkanlah amsal-amsal orang bijak, berilah perhatian kepada pengetahuanku. Karena menyimpannya dalam hati akan menyenangkan bagimu, bila semuanya itu tersedia pada bibirmu.” Perhatikan ada empat kata kerja di dalamnya: Mendengarkan, mempelajari, mengingat, dan mengucapkan. Itulah tanda berhikmat. 

Banyak orang berkata, "Tapi saya tidak bisa mengingat apa-apa!" Tentu, Anda bisa. Anda ingat apa yang penting buat Anda. Anda ingat apa yang Anda suka. Anda ingat apa yang berarti buat Anda.

Anda mungkin berkata, “Tapi saya tidak bisa menghafal ayat-ayat Alkitab.” Tetapi kenyataannya Anda bisa ingat statistik pertandingan bisbol atau sepak bola musim lalu. Anda bisa menyanyikan lirik lagu-lagu terkini atau ingat resep masakan favorit Anda. Anda pasti ingat apa yang penting buat Anda.

Alkitab berkata, “Hai anakku, perhatikanlah perkataanku, arahkanlah telingamu kepada ucapanku; janganlah semuanya itu menjauh dari matamu, simpanlah itu di lubuk hatimu. Karena itulah yang menjadi kehidupan bagi mereka yang mendapatkannya dan kesembuhan bagi seluruh tubuh mereka” (Amsal 4:20-22).

Renungkan hal ini: 
- Mengapa menghafal ayat-ayat Alkitab itu penting?
- Menurut Anda mengapa lebih mudah untuk mengingat statistik pertandingan olahraga atau resep favorit Anda daripada mengingat Firman Tuhan?
- Bagaimana pandangan Anda akan Tuhan memengaruhi hasrat Anda untuk mempelajari dan mengingat Firman-Nya?
- Jika Anda merasa tidak begitu punya keinginan untuk membaca Alkitab, mintalah Tuhan untuk menumbuhkan kecintaan yang lebih dalam pada-Nya dan pada Firman-Nya.

Ketika Anda membiasakan diri untuk selalu haus akan Firman Tuhan, maka Firman-Nya akan menjadi penting buat Anda. Anda akan mengingat, mengulang-ulang, meneguhkan, dan mengulasnya kembali. Kemudian, itu akan mengubah hidup Anda.

(Diterjemahkan dari Daily Devotional by Rick Warren) 

Senin, 13 Desember 2021

Di Balik Keluhan, Ada Banyak Hal yang Dapat Kita Syukuri

1 Tawarikh 16:8 Bersyukurlah kepada TUHAN, panggillah nama-Nya, perkenalkanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa!

Saya memulai percakapan sederhana dengan suami saya. Saya berbagi beberapa keluhan yang saya rasakan tentang berbagai proyek yang saya kerjakan. Dia mendengarkan dengan sabar dan kemudian saya menunggu dia setuju dengan semua keluhan saya.

Namun alih-alih setuju, sebaliknya, dia menjawab, “Terkadang saya bertanya-tanya, apakah kamu benar-benar menyukai apa yang kamu lakukan?” Saya bingung dan langsung mengatakan, “Tentu saja! Apa yang membuatmu berpikir seperti itu?”

Nada suaranya lembut, namun kata-katanya memukul keras: “Caramu membicarakannya.”

Sebenarnya, saya menyukai apa yang saya lakukan. Tapi ternyata, kata-kata saya menunjukkan hal yang berbeda. Suami saya lebih banyak mendengarkan hal negatif daripada yang positif. Dia lebih banyak mendengarkan keluhan daripada kepuasan dalam percakapan saya.

Tapi, bukan hanya tentang proyek-proyek itu saja. Terkadang saya mengeluh tentang lalu lintas. Hari berikutnya pekerjaan. Hari berikutnya mengenai jadwal yang padat. Saya mempertanyatakan mengapa ada begitu banyak makanan di rumah yang hanya beranggotakan dua orang. Saya mengerang ketika saya harus meletakkan dudukan toilet (lagi).

Dalam Bilangan 11, kita mendapati orang Israel yang sedang berjalan ke tanah perjanjian. Kehidupan hutan belantara menghadirkan tantangan yang adil, namun Tuhan telah menyediakan setiap langkahnya.

Meski demikian, orang Israel berulang kali mengungkapkan ketidakpuasan mereka, “...orang Israel pun menangislah pula serta berkata: “Siapakah yang akan memberi kita makan daging? Kita teringat kepada ikan yang kita makan di Mesir dengan tidak bayar apa-apa, kepada mentimun dan semangka, bawang prei, bawang merah dan bawang putih. Tetapi sekarang kita kurus kering, tidak ada sesuatu apa pun, kecuali manna ini saja yang kita lihat.”” (Bilangan 11:4-6).

Keinginan mereka meredupkan ingatan mereka. Jika Anda tidak tahu ceritanya, Anda akan mengira Mesir adalah Resor lengkap yang menyediakan banyak hal. Namun ketika bangsa Israel di Mesir, mereka sama sekali tidak liburan. Mereka adalah budak di bawah pemerintahan yang menindas dari firaun yang jahat. Belum lama sejak mereka berseru kepada Tuhan untuk mengeluarkan mereka dari sana (Keluaran 2:23).

Kendati demikian, bangsa Israel bukan satu-satunya yang memilih untuk mengeluh tentang apa yang tidak mereka miliki alih-alih bersyukur atas apa yang mereka miliki. Saya sama bersalahnya seperti mereka.

Ketika memproses pengamatan suami saya, saya menyadari: Bagaimana jika semua yang keluhkan diambil?

Mengeluhkan lalu lintas berarti saya memiliki mobil untuk dikendarai ke berbagai tempat. Ketika saya frustasi terhadap pekerjaan saya, artinya saya memiliki tubuh yang sehat yang memungkinkan untuk melakukan pekerjaan saya. Pekerjaan itu juga memberikan penghasilan untuk membantu saya mengurus keluarga.

Jadwal yang padat menunjukkan orang-orang dalam hidup saya dan tujuan yang saya kejar. Pekerjaan rumah tangga menunjukkan saya memiliki rumah untuk diurus. Piring kotor menunjukkan bahwa saya memiliki makanan. Bahkan dudukan toilet yang harus turunkan menjadi pengingat akan suami saya yang luar biasa yang saya doakan selama bertahun-tahun.

Bahkan jika kita tidak memiliki semua yang kita inginkan, setidaknya selalu ada hal yang bisa kita syukuri. Lain hari, napas lain, keindahan ciptaan Tuhan, dan masih banyak lagi hal-hal lain yang dapat disyukuri.

Tentu saja, kita semua membutuhkan kesempatan untuk menyuarakan rasa frustrasi kita dengan cara yang sehat. Namun, saya tidak ingin hati saya yang bersyukur dibayangi oleh kata-kata keluhan saya. Alkitab menginstruksikan kita demikian: “Bersyukurlah kepada TUHAN, panggillah nama-Nya, perkenalkanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa!” (1 Tawarikh 16:8).

Dalam ayat ini, “mengucap syukur” berarti lebih dari sekedar sikap batin. Ungkapan Ibrani menyiratkan pengakuan terima kasih. Ini sejalan dengan sisa perintah dalam ayat ini untuk “mewartakan” dan “membiarkan seluruh dunia tahu” apa yang telah Tuhan lakukan.

Selain itu kita diharapkan untuk, “Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan, supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia.” (Filipi 2:14-15).

Kesaksian kita sebagai pengikut Kristus terikat pada apa yang kita lakukan dan katakan. Saya masih dalam proses, tetapi doa saya adalah bahwa kata-kata saya akan mencerminkan hati saya dan tidak ada keraguan tentang betapa bersyukurnya saya.

Mari kita berdoa, “Ya Tuhan, saya meminta maaf karena lebih banyak mengeluh daripada menghitung berkat yang saya terima. Bahkan dalam keadaan yang menantang, tolong bantu saya untuk tetap fokus pada kebaikan. Dalam Nama Yesus, Amin.”

Hak cipta oleh Anitha Abraham, disadurkan dari crosswalk.com.

Minggu, 12 Desember 2021

BUKAN URUSANMU

Bacaan: Yohanes 21:15-25

NATS: Ketika Petrus melihat murid itu [Yohanes], ia berkata kepada Yesus: "Tuhan, apakah yang akan terjadi dengan dia ini?" (Yohanes 21:21)

Dalam bukunya The Unchained Soul (Pelepasan Dalam Jiwa), Calvin Miller melukiskan pergumulannya melawan iri hati dan kesombongan. Saat menjadi calon pendeta, ia dan seorang anggota gereja pada waktu yang hampir bersamaan mendaftarkan rumah mereka untuk dijual. Untuk menjual rumah, Miller membutuhkan waktu satu tahun, sedangkan rumah si anggota gereja itu terjual hanya dalam waktu 3 hari. Ketika orang bertanya kepada pria itu mengapa rumahnya dapat terjual dalam waktu singkat, ia selalu menjawab, "Saya hanya menyerahkan rumah itu ke dalam tangan Allah, dan Dia menjualkannya dalam waktu tiga hari."

Miller mengakui bahwa saat pria itu berkata demikian, ia berkata kepada Allah, "Ya, Allah, apa yang telah membuat-Mu menentangku?" Ia bertekad melakukan pembelaan diri terhadap kesombongan orang yang berhasil menjual rumahnya itu. Ia seolah ingin mengingatkan Allah betapa kehidupan rohaninya lebih hebat dibandingkan dengan kedangkalan kehidupan rohani orang tersebut. Lagi pula sudah tak terhitung banyaknya ia mengadakan kelas Pendalaman Alkitab di rumahnya dan membimbing banyak orang kepada Tuhan, sementara orang tersebut tidak mengerjakan apa pun.

Kita bisa menjadi egois saat Allah memberkati orang lain, sementara itu seolah tak mau tahu kepentingan kita. Saat itu, kemarahan dan iri hati biasanya muncul. Ketika Rasul Petrus ingin tahu masa depan Yohanes, Yesus mengatakan bahwa hal itu bukanlah urusan Petrus. Dia berkata kepadanya, "Ikutlah Aku" (Yohanes 21:21,22). Mungkin kita bisa belajar dari pengalaman Petrus dan tetap mengarahkan pandangan mata kepada Kristus -DCE

ANDA AKAN SULIT MENGIKUT KRISTUS BILA MATA ANDA TERTUJU PADA HAL-HAL DI SEKELILING ANDA

Sumber: Renungan Harian

Sabtu, 11 Desember 2021

Menghargai Berkat Tuhan

Bacaan Alkitab hari ini:
Amsal 20

Para orang tua yang kaya raya kadang-kadang sengaja tidak langsung menyerahkan harta dan usaha mereka kepada anak-anak mereka. Anak-anak itu diwajibkan untuk bekerja dan menjadi bawahan orang lain lebih dahulu agar memahami pentingnya kerja keras dan sulitnya mendapat uang, sehingga mereka bisa menghargai setiap rupiah dari harta dan usaha yang mereka warisi. Penulis kitab Amsal berkata, "Milik yang diperoleh dengan cepat pada mulanya, akhirnya tidak diberkati." (20:21). Amsal ini mengajarkan tentang pentingnya kerja keras untuk mendapatkan sesuatu. Sesuatu yang diperoleh dengan kerja keras akan lebih dihargai daripada yang diperoleh secara mudah.

Bagaimana kita bisa menghargai keselamatan di dalam Kristus yang kita peroleh secara cuma-cuma itu? Keselamatan itu kita hargai karena keselamatan dibayar dengan harga yang sangat mahal, yaitu melalui pengorbanan tubuh dan darah Kristus di kayu salib. Oleh karena itu, keselamatan harus kita terima dengan kesadaran bahwa kita tidak layak menerimanya. Tuhan Yesus sengaja turun ke dunia untuk menebus kita dari hukuman dosa dengan mati di kayu salib supaya kita melihat dan menghargai pengorbanan yang sudah Dia lakukan bagi kita.

Kitab Amsal mengajarkan bahwa baik harta duniawi maupun harta sorgawi—yaitu keselamatan jiwa—yang kita terima baru bisa kita hargai bila kita menghayati betapa besarnya pengorbanan atau kerja keras yang telah dilakukan agar kita bisa memperoleh apa yang telah kita terima itu. Sebagai orang tua, apakah Anda sudah mendidik anak-anak Anda untuk menghargai baik harta duniawi maupun harta sorgawi—yaitu keselamatan jiwa—yang mereka terima? Anak tidak akan rusak jika orang tuanya miskin harta, tetapi anak akan rusak jika orang tuanya miskin didikan dan kasih sayang. Warisan terbaik yang bisa diberikan seseorang kepada keturunan selanjutnya bukan hanya harta, tetapi terutama adalah didikan agar generasi selanjutnya hidup dalam kebenaran dan takut akan Tuhan.

Ada anak-anak Tuhan yang hidup tidak bahagia, bukan karena mereka tidak memiliki keselamatan atau harta rohani, tetapi karena mereka tidak menghargai dan tidak mengucap syukur atas berkat yang telah mereka terima. Jika hidup Anda tidak bahagia, jangan-jangan hal itu terjadi karena Anda selalu mengeluh dan jarang mengucap syukur. Belajarlah untuk menghargai berkat Tuhan! [GI Fernandes Lim]

Sumber: Renungan GeMA GKY

Jumat, 10 Desember 2021

Mengapa Kita Sering Kali Lupa Mengucap Syukur? Sudahkah Kita Mengucap Syukur Hari Ini?

Lukas 17:17-18 Lalu Yesus berkata: “Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?”

Dalam Lukas 17, kita membaca kisah tentang 10 orang kusta. Mereka mengidap penyakit yang menakutkan dan membuat seseorang menjadi najis. Mereka tidak layak untuk masyarakat dan mereka hampir tidak manusiawi. Kerugian fisik yang luar biasa ini ditimbulkan oleh penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Mereka mengalami kerugian emosional yang besar karena merasa tidak berharga, keji, dan tidak dapat dicintai.

Ketika mereka melihat Yesus, mereka berteriak, “Yesus, Guru, kasihanilah kami!” (Lukas 17: 13). Yesus menanggapi mereka dengan belas kasihan dan tantangan. Dia menyuruh mereka untuk menunjukkan diri mereka kepada para imam, referensi yang jelas tentang pembersihan penderita kusta: Imamat 14.

Lukas 17:14 mengatakan, “Ketika mereka pergi, mereka menjadi tahir” Anda melihatnya bukan? Ketika mereka pergi, mereka menjadi sembuh. Begitulah cara kerja iman. Anda harus cukup percaya Firman Tuhan untuk menaatinya. Ketika Anda mengambil langkah iman, maka Anda melihat Tuhan melakukan mujizat.

Apakah Anda bisa merasakan kegembiraan yang mereka alami? Kusta mereka telah dibersihkan! Penyakit keji yang telah merampas segala kehidupan mereka kini telah hilang! Mereka bisa kembali ke keluarga mereka. Mereka bisa kembali ke masyarakat. Mereka benar-benar bisa hidup kembali

Sembilan dari sepuluh orang itu bergegas pergi untuk menikmati berkat besar yang mereka alami. Tapi satu orang kembali kepada Yesus, dia adalah orang Samaria yang dibenci. Orang Samaria ini juga diliputi kegembiraan atas kesembuhannya. Dia ingin bersyukur dan memuji Tuhan. Dia tidak bisa bermimpi mengambil langkah lain tanpa memuliakan Tuhan dan mengungkapkan rasa terima kasihnya yang tulus. Dan Tuhan menanggapi ucapan syukurnya dengan menganugerahkan karunia yang jauh lebih besar, yaitu karunia keselamatan.

Menariknya, Yesus bertanya-tanya tentang kesembilan orang lainnya. Dimana mereka, dan mengapa hanya “orang asing” ini yang kembali mengucapkan terima kasihnya?

Pertanyaan yang relevan untuk zaman sekarang, masa kita tinggal saat ini: mengapa begitu banyak orang yang mengalami kebaikan Tuhan dan hanya sedikit yang kembali dengan ucapan syukur?

Biarkan saya menantang Anda saat saya menantang diri saya untuk meniru orang Samaria dalam cerita ini untuk bersyukur. Hidup bisa menjadi kejam dan keras. Keadaan dapat menjatuhkan kita dan membuat kita hancur. Jika kita tidak hati-hati, kita dapat dengan mudah menjadi kecewa, depresi, kritis, sinis, dan pahit. Ucapan syukur bisa menjadi pengorbanan.

Inilah kunci untuk mengatasi keadaan: fokuslah pada apa yang Anda miliki, bukan apa yang tidak Anda miliki. Bersukacitalah di dalam Tuhan! Bersyukurlah untuk salib dan kubur yang kosong! Bersyukurlah atas kasih-Nya yang tak berkesudahan!

Saya benar-benar percaya bahwa saksi terbesar bagi Kristus adalah mereka yang telah mengalami kehidupan terburuk namun memiliki sikap terbaik, terus memuji Tuhan apa pun yang terjadi.

Hak cipta oleh Pastor Jeff Schreve, disadurkan dari crosswalk.com.


Kamis, 09 Desember 2021

ALASAN UNTUK BERSYUKUR

Bacaan: Mazmur 107:1-15

NATS: Sambil memperdengarkan nyanyian syukur dengan nyaring, dan menceritakan segala perbuatan-Mu yang ajaib (Mazmur 26:7)

Pernahkah Anda merenungkan mengapa harus ada hari Pengucapan Syukur pada kalender gerejawi dan bertanya-tanya dalam hati apa sajakah yang harus kita syukuri di dunia ini?

Hal itu dapat terjadi saat Anda kehilangan pekerjaan sehingga kebingungan bagaimana Anda bisa mendapatkan cukup uang untuk bertahan hidup. Atau, saat Anda baru saja mendengar berita buruk dari dokter. Atau, saat seseorang yang Anda percayai melukai hati Anda dan meninggalkan Anda.

Kita dapat menemukan banyak alasan yang membuat kita tidak dapat bersyukur sebanyak masalah yang menyerang kita setiap hari. Ya, kesulitan-kesulitan itu tak kunjung berhenti meski pada hari Pengucapan Syukur.

Namun kita tetap dapat menemukan alasan untuk bersyukur, bahkan pada masa-masa yang paling gelap dalam hidup kita. Tatkala tirai pergumulan tampak menutupi seluruh sukacita yang ada, kita dapat memilih untuk bersyukur.

Caranya adalah dengan menelaah Kitab Suci untuk melihat segala sesuatu yang patut kita syukuri, yang tidak ada hubungannya dengan keadaan sekitar. Meskipun ujian datang, kita tetap dapat bersyukur atas kasih setia Allah (Mazmur 106:1); nama-Nya yang kudus (Mazmur 30:5); pelepasan dari dosa (Roma 7:24-25); kemenangan atas maut (1Korintus 15:56-57); dan penyertaan Allah (Ibrani 13:5).

Tatkala sukacita kita seakan lenyap, kita masih dapat memiliki alasan untuk bersyukur kepada Allah--meskipun ucapan syukur itu dipanjatkan atas sukacita surgawi yang baru akan kita nikmati kelak, sebagai pengganti dari segala kesulitan kita saat ini --JDB

REASONS TO THANK THE HEAVENLY FATHER
The gift of His Son Jesus, who gives eternal life.
The gift of earthly life to serve Him.
The gift of each other, so that we may enjoy community.

JIKA ANDA MAU MERENUNG SEJENAK ANDA AKAN MENEMUKAN ALASAN UNTUK BERSYUKUR

Sumber: Renungan Harian

Rabu, 08 Desember 2021

"KUPASKAN!"

Bacaan: Efesus 5:15-21
NATS: Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa kita (Efesus 5:20)

Ada sebuah kisah tentang seorang ibu dan putrinya yang berusia 4 tahun, yang sedang berjalan-jalan di pasar. Ketika gadis kecil itu memandang setumpuk jeruk, sang penjual yang murah hati mengambil sebuah dan memberikannya kepadanya.

"Ayo, bilang apa ke bapak yang baik ini?" kata sang ibu kepada anaknya. Gadis kecil itu melihat jeruknya, lalu menyodorkannya kembali kepada si penjual sambil berkata, "Kupaskan!"

Berterima kasih adalah sesuatu yang perlu kita pelajari agar dapat dilakukan. Kata-kata di atas dapatlah dimaklumi bila diucapkan oleh anak berusia 4 tahun, tetapi sebaliknya benar-benar tidak sopan dan tidak tahu terima kasih bila diucapkan oleh anak yang lebih tua atau orang dewasa.

Dalam menanggapi pemberian Allah yang besar, kita seringkali mudah jatuh dalam perangkap dengan berpikir, "Ini baik, tapi saya ingin sedikit lebih baik lagi."

Sikap mengucap syukur kepada Allah adalah salah satu usaha mengembangkan kedewasaan rohani. Dalam surat Paulus kepada jemaat di Efesus yang sedang bertumbuh, salah satu tantangannya untuk mengikut Kristus adalah "ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa kita" (Efesus 5:20).

Hari ini, mari kita berlatih untuk bersyukur kepada Allah, daripada mengeluh tentang apa yang tidak kita miliki, atau menggerutu karena ketidakadilan hidup, atau meminta lebih bagi diri sendiri.

Daripada berkata "Kupaskan!", mari kita berkata "Terima kasih" --DCM

Some folks see so many thorns
They scarce can see one rose,
While others count two blossoms
For every thorn that grows. --Garrison

YANG MEMBUAT ANDA BERSYUKUR BUKANLAH APA YANG ADA DI SAKU ANDA MELAINKAN APA YANG ADA DI HATI ANDA

Sumber: Renungan Harian

Selasa, 07 Desember 2021

UCAPAN SYUKUR YANG MENULAR

Bacaan: Mazmur 103

NATS: Pujilah Tuhan, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya (Mazmur 103:2)

Menjadi pelupa biasanya meningkat seiring dengan bertambahnya usia, namun hal itu kini umum dialami oleh kita semua. Bahkan anak-anak pun bisa menjadi pelupa dan kerap mengeluarkan alasan, "Saya lupa!" Namun ada satu jenis kelupaan yang tidak termaafkan dan berlaku untuk semua umur-lupa mengucap syukur kepada Allah. Karena Pemazmur Daud sudah menetapkan untuk tidak mengecewakan Tuhan dalam hal mengucap syukur, maka ia mengajak jiwanya: "Janganlah lupakan segala kebaikkan-Nya" (Mazmur 103:2).

Daud tidak menyembunyikan ucapan syukurnya kepada Allah. Dalam Mazmur 34:3 ia mengungkapkan, "Biarlah orang-orang yang rendah hati mendengar-Nya dan bersukacita." Lalu, siapakah orang-orang yang rendah hati itu? Mereka adalah orang-orang yang mengalami saat-saat yang sulit seperti Daud. Mengapa mereka akan bersukacita bila mendengar pujian Daud? Karena iman mereka dikuatkan ketika Daud memberi kesaksian tentang pertolongan Allah saat ia mengalami ketakutan (ayat 5), kesesakan (ayat 7), kekurangan (ayat 11), remuk jiwa (ayat 19) atau kemalangan (ayat 20).

Kapan terakhir kali Anda secara terbuka dan tanpa rasa malu memuji Allah atas pertolongan-Nya saat Anda mengalami kesulitan? Seseorang pernah berkata, "Jika orang-orang Kristen lebih lagi dalam memuji Allah, keraguan dunia terhadap Dia akan semakin berkurang." Sikap mengucap syukur kepada-Nya atas kebaikan-Nya dan teladan Anda dalam memuji Dia dapat membuat orang lain tidak ragu-ragu untuk beriman kepada-Nya -JEY

SIKAP MAU BERSYUKUR DAPAT MEMBUAT HIDUP ANDA PENUH SUKACITA

Sumber: Renungan Harian

Senin, 06 Desember 2021

MENCABUT ILALANG

Bacaan: Roma 6:1-14

NATS: Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya (Roma 6:12)

Mencabuti ilalang di halaman rumah bisa menjadi pekerjaan yang sulit. Entah itu mencabuti serumpun tanaman menjalar atau bunga-bunga liar, yang jelas kita tak berdaya terhadap kutuk Allah di Taman Eden (Kejadian 3:17-18).

Bila tanah keras dan kering, ilalang tersebut menjadi sulit dicabut. Namun ketika hujan turun dan menggemburkan tanah, ilalang itu pun mudah dicabut. Saya juga memperhatikan bahwa ilalang yang muda lebih mudah disingkirkan daripada yang sudah tua.

Demikian pula halnya dengan kebiasaan buruk. Semakin lama suatu kebiasaan buruk melekat pada diri kita, maka semakin sulit pula untuk dihilangkan. Kita akan dapat mencabutnya dengan lebih mudah jika kita membuangnya lebih awal, yakni ketika hati kita dilembutkan oleh kasih Allah.

Paulus memberitahukan tentang kasih Allah yang besar dan anugerah-Nya yang berlimpah atas kita (Roma 5:20-21). Kebenaran ini dapat melunakkan tanah hati yang keras. Lalu, jika kita mengerti bahwa Yesus mati untuk membebaskan kita dari hukuman dan kuasa dosa (6:1-14), maka kita akan melihat perlunya berperang melawan kebiasaan-kebiasaan yang penuh dosa.

Iman yang pasif tidak akan mematikan kebiasaan buruk. Iman harus menerapkan kebenaran ini secara aktif. "Mencabut ilalang" seringkali merupakan suatu proses yang penuh dengan kegagalan yang menyakitkan sampai akhirnya tercapai keberhasilan dari kegagalan yang terakhir.

Adakah ilalang yang perlu dicabut dalam hidup Anda? --DJD

The sins that would entangle us
Must never be ignored;
If we do not get rid of them
They'll pierce us like a sword. --Sper

KEBIASAAN BURUK IBARAT KURSI YANG EMPUK -- KITA MUDAH DUDUK DI ATASNYA TETAPI SULIT UNTUK BANGKIT DARINYA

Sumber: Renungan Harian

Minggu, 05 Desember 2021

HITUNG KEMBALI JIKA PERLU

Bacaan: Kejadian 24:1-7

NATS: Abraham telah tua dan lanjut umurnya, serta diberkati TUHAN dalam segala hal (Kejadian 24:1)

Setelah berminggu-minggu melakukan penghitungan ulang, bertarung di pengadilan, dan terlibat kontroversi tentang surat-surat suara curang, akhirnya pemilihan presiden Amerika pada tahun 2000 diputuskan. Selama masa itu para politikus dan komedian mengalami masa kejayaannya. Bahkan setelah berdebat panjang mengenai penghitungan suara ulang di Florida, sebuah papan pengumuman sepanjang jalan tol Michigan mengingatkan para pengguna jalan tentang hari-hari pemilihan itu. Papan tersebut memuat pesan bijak berikut: "Hitung berkat-berkatmu. Hitunglah kembali jika perlu."

Dalam Kejadian 24:1, kita membaca bahwa "TUHAN memberkati Abraham dalam segala hal." Luar biasa! Riwayat hidup singkat Abraham selama 175 tahun (11:29-25:8) menyatakan berkat demi berkat yang terjalin melalui semua kesengsaraan, ujian, bahkan melalui kegagalan hidupnya. Ia menerima pimpinan (12:1), janji atas tanah pusaka (13:14-15), kekayaan besar (13:2), sukses dalam pertempuran (14:16), perjanjian kekal dari Allah untuk menjadi Allahnya (17:7), seorang ahli waris pada umurnya yang ke-100 (21:2), perlindungan untuk keluarganya (19:16; 20:2-8). Ini baru sebagian kecil. Masih banyak lagi yang terjadi. Setiap berkat tampaknya menambah satu kerangka untuk membentuk tiang iman yang kokoh.

Dengan melihat kembali tahun-tahun yang telah kita lalui, entah banyak atau sedikit, pasti kita akan melihat adanya perpaduan yang indah antara berkat, janji, dan rahmat yang memenuhi hidup kita, dengan berbagai ujian dan kejatuhan iman yang pernah kita alami. Jika kita tak bisa melihatnya, mungkin kita perlu menghitungnya kembali -DJD

SECARA ALAMI KITA AKAN DAPAT MEMUJI TUHAN SAAT MENGHITUNG BERKAT-BERKAT YANG KITA TERIMA

Sumber: Renungan Harian

Sabtu, 04 Desember 2021

COBALAH MENGUCAP SYUKUR

Bacaan: Mazmur 92:2-10

NATS: Adalah baik untuk menyanyikan syukur kepada Tuhan, dan untuk menyanyikan mazmur bagi-Mu, ya Yang Mahatinggi (Mazmur 92:2)

Ketika mengalami saat-saat yang sulit, kita mungkin tidak dapat mengucap syukur. Namun di masa-masa penderitaan dan ketakutan itu sebenarnya kita masih dapat bersyukur kepada Allah karena janji-janji-Nya yang melimpah dan kebaikan-Nya yang tak pernah berubah. Ketika kita mengucap syukur kepada Allah, suatu perubahan yang mengherankan akan terjadi di dalam diri kita.

Henry W. Frost, seorang mantan utusan Injil yang melayani di Cina, mengalami sendiri hal tersebut. Ia berkata, "Setelah menerima berita buruk dari rumah, bayangan hitam menyelimuti jiwa saya. Saya berdoa tetapi kegelapan itu tidak juga hilang. Saya paksakan diri untuk bertahan, tapi kegelapan itu semakin pekat. Kemudian saya pergi ke rumah misi dan melihat sederet kata-kata tertulis pada dinding rumah itu, berbunyi: Cobalah Mengucap Syukur. Saya mencoba melakukannya dan pada saat itu juga bayangan gelap tersebut lenyap dan tidak kembali. Pemazmur benar. ‘Adalah baik untuk menyanyikan syukur kepada Tuhan.’"

Mungkin akhir-akhir ini Anda merasakan bayangan yang menutupi kehidupan rohani Anda. Atau mungkin Anda sedang bergumul menanggung beban yang berat yang tampaknya tak sanggup Anda pikul. Jika demikian, tundukkanlah kepala dan bersyukurlah kepada Tuhan untuk semua yang telah Dia perbuat bagi Anda. Katakan kepada-Nya bahwa Anda tahu Dia mengasihi Anda dan tidak akan meninggalkan Anda. Ungkapkan rasa syukur Anda atas keselamatan Anda, untuk kehidupan Anda, dan untuk hal-hal baik yang telah Dia berikan kepada Anda. Selanjutnya Anda dapat mulai merasakan berkat dari ucapan syukur tersebut -DCE

BEBAN YANG BERAT AKAN JADI RINGAN KETIKA KETIDAKMAMPUAN UNTUK MENGUCAP SYUKUR DISINGKIRKAN

Sumber: Renungan Harian

Jumat, 03 Desember 2021

PENYEMBAHAN MELALUI DOA

Bacaan: Mazmur 66:1-7

NATS: Bersorak-sorailah bagi Allah, hai seluruh bumi (Mazmur 66:1)

Kapan terakhir kali Anda dan Allah bertemu bersama dalam suatu kebaktian penyembahan? Tanpa ada paduan suara, tanpa terdengar dentingan suara piano, tanpa ada tugas pelayanan. Hanya ada Anda, Allah, dan doa.

Contohnya? Perhatikan apa yang dikatakan pemazmur: "Kepada-Nya aku telah berseru dengan mulutku, kini dengan lidahku aku menyanyikan pujian. Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar. Sesungguhnya, Allah telah mendengar, Ia telah memperhatikan doa yang kuucapkan. Terpujilah Allah, yang tidak menolak doaku dan tidak menjauhkan kasih setia-Nya dari padaku" (Mazmur 66:17-20).

Apakah Anda memperhatikan apa yang ia tuliskan dalam bait-baitnya? Pemazmur berseru kepada Allah disertai pujian. Ia datang dengan hati yang murni, yang ia bersihkan dengan pengakuan. Ia percaya bahwa Allah sedang mendengarkannya. Allah menerima doanya dan melimpahkan kasih-Nya kepada orang yang berdoa. Penyembahan yang dilakukan oleh Pemazmur mencakup pujian-pujian, hati yang murni, komunikasi dengan Allah, hingga kasih dan pernyataan Allah yang dicurahkan. Demikianlah penyembahan yang sejati.

Alangkah indahnya penyembahan seperti itu! Pikirkanlah manfaat rohani yang akan Anda peroleh dan betapa Anda telah memuliakan Allah saat melakukan penyembahan melalui doa. Kapan pun, di mana pun, Anda dapat menyembah Allah dan Dia akan memberkati Anda.

Siapkah Anda untuk melakukan penyembahan? -JDB

ALLAH BERBICARA KEPADA MEREKA YANG PUNYA WAKTU UNTUK MENDENGARKAN DAN DIA MENDENGARKAN MEREKA YANG PUNYA WAKTU UNTUK BERDOA

Sumber: Renungan Harian

Kamis, 02 Desember 2021

Jangan Memberi Harapan Palsu!

Bacaan Alkitab hari ini:
Amsal 13

Pemberi Harapan Palsu atau PHP adalah istilah gaul yang populer bagi orang yang suka memberi harapan atau janji, namun tidak kunjung mewujudkan janji tersebut, sehingga janji itu hanya menjadi harapan palsu. Biasanya, istilah tersebut dipakai dalam relasi pacaran untuk menunjuk kepada pria yang lama berpacaran, tetapi tidak kunjung melamar pacarnya, baik karena tidak mau atau karena tidak mampu menepati janjinya. Sikap PHP ini amat mengecewakan dan membuat hubungan menjadi tidak Jelas.

Penulis Amsal dalam pasal ini mengingatkan kita untuk berhati-hati dalam memberikan janji/harapan kepada orang lain. "Harapan yang tertunda menyedihkan hati, tetapi keinginan yang terpenuhi adalah pohon kehidupan." (13:12). Arti frase "Pohon kehidupan" dalam ayat ini merupakan ungkapan sukacita yang muncul dari dalam hati. Perasaan seperti ini merupakan kebalikan dari orang yang sedih hati karena mengalami harapan yang tertunda. Sebagai anak-anak Tuhan yang berhikmat, kita harus berhati-hati sebelum memberi harapan atau janji. Sebagaimana Allah tidak pernah melanggar janji (Mazmur 89:35), demikian pula anak-anak Allah harus berusaha untuk selalu menepati setiap janji yang kita ucapkan. Selama ini, apakah semua janji atau harapan yang Anda berikan kepada orang lain selalu berusaha untuk Anda penuhi? Jangan sampai kita memberi harapan yang palsu kepada orang lain karena harapan palsu sangat mengecewakan dan membuat hidup kita tidak menjadi berkat.

Contoh yang sederhana adalah mengenai janji bertemu. Sebagai anak-anak Tuhan, apakah Anda selalu menghormati atau menghargai orang lain dengan berusaha datang tepat waktu—atau bahkan datang lebih awal—baik saat rapat atau saat berjanji untuk hang out, supaya orang lain tidak perlu menunggu kedatangan Anda? Orang tua juga perlu berhati-hati saat berjanji kepada anak. Apakah ada janji yang belum Anda tepati, atau yang enggan untuk Anda tepati? Kadang-kadang, bisa saja ada janji yang tidak mampu untuk kita tepati. Saat tidak bisa menepati janji, apakah Anda menjelaskan apa yang terjadi kepada anak-anak Anda? Apakah perkataan Anda bisa dipercaya oleh rekan-rekan di kantor atau di sekolah Anda? Pertimbangkanlah masak-masak sebelum Anda berjanji! Jadilah orang yang selalu berusaha menepati janji! [GI Fernandes Lim]

Sumber: Renungan GeMA GKY

Rabu, 01 Desember 2021

JATUH NAMUN TIDAK TERGELETAK

Bacaan: Mazmur 37:21-29

NATS: Apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya (Mazmur 37:24)

Paul Wylie bermain ski pada Olimpiade musim dingin di Calgary pada tahun 1988. Ia merasa begitu takut ketika hendak memulai penampilannya di hadapan sekitar 20.000 penonton yang memenuhi stadion dan jutaan pemirsa TV. Kemudian, pada lompatannya yang pertama, terjadi suatu kesalahan. Ia menulis, "Saat tangan saya menyentuh es; pisau pada sepatu es saya tidak dapat menancap dengan baik. Saya pun tergelincir dan segera menyadari bahwa saya akan jatuh. Saat saya terjatuh di atas es, terdengar suara erangan bernada empati yang sepertinya berasal dari jutaan suara."

Pada saat itu Wylie dihadapkan pada pilihan yang harus segera diputuskan dalam waktu singkat: menyesali kesalahan yang telah dibuatnya dan menyerah, atau tetap bermain dan melakukan yang terbaik. Tiba-tiba sebuah ayat terlintas di benaknya: "Apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak" (Mazmur 37:24). Ia pun segera bangkit dan memutuskan untuk terus bermain dengan segenap hati seperti untuk Tuhan (Kolose 3:23). Setelah ia mengakhiri penampilannya, terdengarlah tepuk tangan riuh dari penonton karena keberanian dan keteguhan hatinya.

Sebagai pengikut Yesus, kita mungkin diempaskan oleh "tiupan angin" yang begitu kuat. Mungkin kita kehilangan orang yang dikasihi, atau kehilangan pekerjaan, atau kenaikan jabatan kita diabaikan. Atau, kita mungkin takut karena jatuh dalam dosa. Jika kita jatuh; kita tidak perlu menyerah. Bila kita mau bangkit kembali, menguatkan iman di dalam Kristus, dan tetap melayani Dia, kita tidak akan "sampai tergeletak" --DCE

Success is failure turned inside out --
The silver tint of the clouds of doubt,
So stick to the fight when you're hardest hit,
It's when things seem worst that you mustn't quit. --Piggott

KITA AKAN BERHASIL BILA SELALU MAU BANGKIT SETIAP KALI TERJATUH

Sumber: Renungan Harian