Kamis, 31 Agustus 2023

Pelajaran Terbesar dalam Hidup Membutuhkan Waktu

Bacaan Hari ini:
Filipi 2:4 “Dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. “

Sikap tidak mementingkan diri memunculkan yang terbaik dalam diri orang lain. Itu membangun hubungan.

Lalu, apa artinya tidak mementingkan diri sendiri? Itu berarti Anda kurang memikirkan diri sendiri dan lebih memikirkan orang lain.

Kebalikan dari tidak mementingkan diri sendiri adalah keegoisan—dan itu adalah penyebab konflik dan pertengkaran nomor satu. Alkitab mengatakan, “Dari manakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu? Bukankah datangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam tubuhmu? Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh; kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi. Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa” (Yakobus 4:1-2).

Keegoisan menghancurkan hubungan.
Suatu malam saya naik ke tempat tidur tiga detik sebelum istri saya, Kay, tidur. Ketika dia naik ke tempat tidur, dia bertanya apakah saya sudah mengunci semua pintu. Namun dalam tiga detik itu, saya berpura-pura hampir tertidur sambil menjawab, “Tidak.” Tapi pada akhirnya Kay bangun dan mengunci semua pintu. Ada satu kata untuk menggambarkan apa yang saya lakukan: Saya egois.

Tapi masalahnya, menjadi egois adalah sifat manusia. Kita secara alami memikirkan kepentingan kita sendiri, rasa sakit kita, penampilan kita, dan perasaan kita. Bahkan budaya memberi tahu kita, "Lakukan apa yang menurutmu terbaik untukmu." Tetapi Alkitab berkata, “Dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga” (Filipi 2:4).

Apa yang terjadi jika Anda memperhatikan kepentingan orang lain; bukan hanya kepentingan Anda sendiri? Tidak hanya itu akan mengubah hubungan Anda, tetapi juga akan mengubah orang lain. Itu menyebabkan orang lain berubah karena Anda bukan orang yang sama lagi sehingga memungkinkan mereka berhubungan dengan Anda dengan cara yang berbeda.

Saya telah melihatnya berkali-kali: Ketika Anda memperlakukan orang yang rewel dan tidak disukai dengan kebaikan, alih-alih memperlakukan mereka dengan cara yang pantas, mereka sering kali berubah menjadi orang yang baik

Pelajaran terbesar dalam hidup ialah belajar untuk tidak mementingkan diri sendiri—tetapi itu tidak akan terjadi dalam waktu semalam. Itu akan berlangsung seumur hidup.

Kabar baiknya adalah, “Tuhan tidak meninggalkan Anda sendirian untuk belajar bagaimana menjadi tidak mementingkan diri sendiri. Roma 8:26 mengatakan, “Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara.”

Roh Tuhan menyertai Anda untuk membantu Anda memutus siklus keegoisan! Ketika Anda melakukannya, Anda akan melihat transformasi dalam semua hubungan Anda.

Renungkan hal ini:
- Pikirkan tentang satu hubungan penting dalam hidup Anda. Bagaimana Anda bertindak dengan tulus, tanpa pamrih dalam hubungan tersebut?
- Pernahkah seseorang bertindak tanpa pamrih terhadap Anda ketika Anda tidak pantas mendapatkannya? Bagaimana pengaruhnya terhadap Anda?
- Apa yang akan Anda doakan ketika Anda membutuhkan Roh Kudus untuk membantu Anda bertindak tanpa pamrih dan memikirkan orang lain sebelum diri Anda sendiri?

Jangan pernah berhenti berusaha untuk menjadi lebih tanpa pamrih. 

(Diterjemahkan dari Daily Devotional by Rick Warren)


Rabu, 30 Agustus 2023

IBADAH TIDAK BERBUAH

[[Maka kata-Nya kepada pohon itu: "Jangan lagi seorang pun makan buahmu selama-lamanya!" Dan murid-murid-Nya pun mendengarnya. ]] (Markus 11:14)

Suatu hari Minggu, seorang bapak bergegas menuju ke gereja. Ia berpakaian rapi dengan Alkitab digenggam di tangannya. Ia sudah agak terlambat. Ketika sampai di gerbang gereja, karena sangat terburu-buru, ia menabrak pak tua tukang parkir. Tabrakan itu menyebabkan bajunya kotor dan Alkitabnya terpental jatuh. Bapak itu sangat marah. Ia mengeluarkan sumpah serapah dan hampir memukul si pak tua.

Sambil membungkuk dengan hormat, pak tua tukang parkir berkata, "Pak, saya tidak tahu siapakah di antara kita yang bersalah, tapi saya tidak mau membuang waktu untuk menyelidikinya. Jika saya yang menabrak Anda, saya minta maaf yang sebesar-besarnya; jika Anda yang menabrak saya, tidak apa-apa, saya memaafkan." Kemudian, sambil tersenyum ia beranjak pergi dan menjalankan tugasnya kembali sebagai tukang parkir di depan gereja.

Pertama-tama, ibadah bukan berbicara tentang menjalankan serentetan aturan keagamaan, melainkan juga tentang menjalani kehidupan sehari-hari dalam tindakan dan tutur kata. Sungguh percuma jika seseorang itu tekun menjalankan aturan-aturan keagamaan namun praktek kehidupannya sehari-hari penuh tipu daya; di mulut senang menyebut nama Tuhan dan mengutip ayat Alkitab, tetapi di dalam hatinya penuh iri dengki dan sumpah serapah; rajin ke gereja namun tingkah polahnya tidak lebih baik dari preman jalanan.

Orang demikian di dalam bacaan Alkitab hari ini digambarkan seperti pohon ara yang berdaun lebat namun tidak berbuah. Reaksi Tuhan Yesus terhadap pohon ara itu sangat keras. Semoga kita dijauhkan dari sikap serupa itu (Ayub Yahya).

Sumber: Amsal Hari Ini 

Selasa, 29 Agustus 2023

PEMBERI MAKAN TUPAI

Bacaan: Mazmur 65

NATS: Engkau memahkotai tahun dengan kebaikan-Mu, jejak-Mu mengeluarkan lemak (Mazmur 65:12)

Beberapa tahun lalu, saya memasang sebuah tempat untuk memberi makan tupai di pohon cemara beberapa meter dari rumah. Wadah itu cukup sederhana -- dua papan dan sebuah paku untuk menancapkan tongkol jagung. Setiap pagi, seekor tupai datang dan menikmati makanannya. Tupai itu sangat cantik -- bulunya hitam dan perutnya yang gendut berwarna abu-abu. 

Saya duduk di teras belakang rumah setiap pagi dan melihatnya makan. Tupai itu memipil setiap biji dari tongkolnya, memegang dan memutar dengan cakarnya, lalu makan dengan rakus. Di ujung hari, tak ada lagi biji yang tersisa. Yang ada hanyalah sisa makanan yang tertumpuk di bawah pohon. 

Meski saya memerhatikannya, tupai itu takut kepada saya. Ketika saya mendekat, ia akan lari, bersembunyi di pohon, dan mencicit memperingatkan kalau saya terlalu dekat. Ia tak tahu bahwa sayalah yang menyediakan makanannya. 

Sebagian orang bersikap seperti itu terhadap Allah. Mereka lari ketakutan dari-Nya. Mereka tak tahu bahwa Dialah yang mengasihi mereka dan menyediakan segalanya dengan berlimpah untuk kesenangan mereka (Mazmur 65:12). 

Henry Scougal, seorang menteri Skotlandia abad ke-17, menulis, "Tak ada yang jauh lebih kuat untuk menggetarkan hati kita selain kesadaran bahwa kita (dikasihi oleh) Pribadi yang penuh kasih.... Seharusnya ini membuat kita takjub dan bersukacita; seharusnya ini mengalahkan (ketakutan) dan meluluhkan hati kita." Kasih Allah adalah kasih sempurna yang "melenyapkan ketakutan" (1 Yohanes 4:18) --DHR 

BAPA SURGAWI ANDA YANG PENUH KASIH TIDAK PERNAH BERPALING DARI ANDA

Sumber: Renungan Harian

Senin, 28 Agustus 2023

KELOMPOK PENINJU DINDING

Bacaan: Yakobus 1:1-8

NATS: Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan (Yakobus 1:2)

Saya tak akan pernah lupa suatu kejadian saat kuliah dan tinggal di asrama. Setelah selesai menulis laporan penting yang harus dikumpulkan esok harinya, saya mendengar kericuhan di ruang seberang aula. Rekan sebelah kamar saya sangat panik sehingga melemparkan barang-barangnya saat mencari kertas laporannya. Karena frustrasi, ia meninju lemari dan berteriak, "Terima kasih, Allah. Kau menciptakan hidup yang sangat konyol!" 

Mungkin saya akan memberinya nilai A+ untuk bidang teologi -- setidaknya ia tahu bahwa Allah-lah yang memegang kendali. Namun, saya akan memberinya nilai F atas tanggapannya terhadap masalah tersebut. 

Bila kita marah kepada Allah karena hidup berjalan dengan tidak menyenangkan, kita perlu menjalani terapi alkitabiah secara teratur. Jadi, selamat datang dalam "Kelompok Peninju-Dinding" -- untuk mempelajari program 2-langkah tentang menanggapi penderitaan secara positif dan menghormati Allah. 

Langkah pertama: Pikirkan masalah itu. Tidak hanya tak terelakkan, masalah juga tidak pandang bulu. Masalah datang dalam berbagai bentuk dan ukuran. "Berbagai-bagai pencobaan" (Yakobus 1:2) memengaruhi kesehatan, karier, dan hubungan kita. Saat kita mampu memahami kenyataan, kita mulai dapat menghargai nilai penting permasalahan itu dalam kehidupan kita. 

Langkah kedua: Buanglah penolakan dan amarah, gantilah dengan sikap menerima dan bersukacita. "Anggaplah sebagai kebahagiaan" (ayat 2). Sukacita ini muncul bukan karena adanya rasa sakit, melainkan karena kita sadar Allah memakai rasa sakit itu untuk memurnikan dan menjadikan kita lebih baik, bukan lebih pahit --JMS 

ALLAH MEMILIH APA YANG HARUS KITA LALUI, KITA MEMILIH BAGAIMANA KITA MELALUINYA

Sumber: Renungan Harian

Minggu, 27 Agustus 2023

Pelukan Bapa

Bacaan: Lukas 15:11-24

Maka berangkatlah ia pulang kepada ayahnya. Masih jauh dari rumah, ia sudah dilihat oleh ayahnya. Dengan sangat terharu ayahnya lari menemuinya, lalu memeluk dan menciumnya - Lukas 15:20 (BIS)

Salah satu momen indah dalam hidup saya adalah ketika kedua anak saya berkata kepada saya, “Pah, peluk!” Saya lalu memeluk mereka dan mereka hanya membaringkan kepalanya di dada saya dengan nyaman. Entah apa yang ada di pikiran mereka saat meminta dipeluk, tetapi sepertinya suatu ketenangan dan kenyamanan bagi mereka. Dipeluk orang yang mengasihi kita begitu indahnya, tetapi pernahkah Anda berpikir bagaimana memeluk dengan penuh kasih seseorang yang sudah menyakiti kita?

Kalau melihat judul perikop bacaan, penekanannya adalah anak yang hilang itu kembali. Namun, menilik perumpamaannya kita bisa melihat bahwa sebetulnya yang menjadi pusat adalah kasih bapanya. Dari sisi kelayakan, sebenarnya anak ini tidak layak diterima kembali. Ia anak yang kurang ajar, hidup semaunya, tidak peduli akan keluarganya. Sampai anak itu habis-habisan hidupnya, melarat, dan sengsara, di sana ia baru ingin kembali ke rumah bapanya. Jika anak itu tidak sampai di titik nadir tersebut, ia tidak akan kembali. Salah satu niatan ia kembali adalah tidak mau mati kelaparan dan ingin dilayakkan (Luk.15:17-19). Ia mengakui kesalahannya, dan ingin kembali hidup di samping bapanya meski sebagai budak. Tindakan paling mengejutkan tampak dari sikap sang bapa yang sudah disakiti, ditinggalkan, dan dianggap mati saat dimintai harta warisan oleh anaknya. Namun, saat anak yang bungsu ini pulang, tindakan pertamanya bukan menginterogasi atau memarahinya, tetapi memeluk dan menciumnya. Kasihnya tidak menuntut anak itu untuk melakukan sesuatu terlebih dulu kepadanya. Kasihnya tidak pudar meskipun anaknya pernah jahat kepadanya.

Pelukan Bapa di Surga adalah pelukan penuh pengorbanan, bahkan pengorbanan terbesar melalui Yesus Kristus. Allah-lah yang berlari dan memeluk kita, Dia tahu kita terlalu lemah dan tidak berdaya. Pelukan Tuhan adalah pelukan terindah dan paling mengharukan sepanjang zaman karena kita dipeluk Bapa dalam keadaan yang paling tidak layak, kotor, menjijikan. Pelukan Bapa menandakan kita selamanya adalah anak-Nya, betapa Dia mengasihi kita dan tidak pernah membuang kita. Jika Anda merasa jauh dari Tuhan saat ini, kembalilah, Bapa akan selalu memeluk Anda.

Refleksi Diri:

Apa hal yang paling berkesan dari tindakan sang bapa dalam perumpamaan ini? Mengapa?

Apa respons yang mau Anda lakukan sebagai orang yang sudah “dipeluk Bapa” dalam menjalani hidup?

Sumber: Renungan GII Hok Im Tong

Sabtu, 26 Agustus 2023

SUMBER PENGHARAPAN

Bacaan: Ratapan 3:19-41

NATS: Tak habis-habisnya rahmat-Nya (Ratapan 3:22)

Apa gunanya iman jika semuanya tampak sia-sia? Saya telah melontarkan pertanyaan yang mendalam itu dalam hidup saya, dan belum lama ini saya menerima surat dari seorang ibu yang menanyakan hal yang sama. 

Ia menceritakan bahwa ia dan suaminya memulai pernikahan mereka dengan mencari kehendak Allah bagi hidup mereka dan memercayakan masa depan mereka kepada-Nya. Kemudian anak kedua mereka terlahir dengan sindrom Down. Respons awal mereka atas hal itu adalah sedih, terkejut, dan tak percaya. Namun pada hari kelahiran anak itu, Allah memakai Filipi 4:6,7 untuk meletakkan kedamaian di dalam hati mereka dan memberikan kasih yang abadi bagi anak mereka yang istimewa itu. Ayat itu berbunyi: Nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah .... Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal akan memelihara hati. 

Namun, hari-hari yang mereka lalui di gurun belum usai. Sembilan tahun kemudian, anak mereka yang keempat didiagnosa mengidap kanker. Sebelum usianya genap tiga tahun, ia meninggal. Keterkejutan, kesakitan, dan kesedihan menyeruak sekali lagi ke dalam kehidupan mereka. Dan sekali lagi, mereka menemukan pertolongan di dalam Allah dan firman-Nya. Ketika kesengsaraan mengimpit kami, kata ibu ini, kami kembali kepada firman Allah dan anugerah hidup kekal melalui Yesus Kristus. 

Ketika persoalan hidup menghantam kita seperti gelombang pasang, kita dapat mengingat bahwa belas kasih Allah tak pernah meninggalkan kita (Ratapan 3:22). Dia dapat memberikan pengharapan yang kita perlukan JDB 

PERASAAN TAK BERPENGHARAPAN AKAN MENGINGATKAN KITA BAHWA KITA TAK BERDAYA TANPA ALLAH

Sumber: Renungan Harian

Jumat, 25 Agustus 2023

Terkecoh Arus

Bacaan: ULANGAN 8:11-20

"Maka janganlah kaukatakan dalam hatimu: Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini." (Ulangan 8:17)

Seorang teman menceritakan pengalamannya saat berenang di sebuah pantai. Kondisi air begitu tenang sehingga ia begitu mudah berenang mengarungi pantai itu. Merasa hebat, timbul keinginannya untuk berenang lebih jauh lagi. Kali ini ia berniat berenang menjauhi teluk menuju lautan lepas. Ia pun berhasil mencapainya. Tetapi waktu ia memutuskan untuk berenang kembali menuju pantai, ternyata ia susah payah bergerak maju. Ia baru sadar telah dikecoh oleh arus air. Ternyata apa yang membuatnya berenang menjauhi pantai dengan mudah bukanlah kekuatannya, melainkan arus air yang tidak dilihatnya.

Jangan terkecoh arus. Inilah peringatan Musa kepada bangsa Israel yang sebentar lagi akan memasuki negeri Kanaan. Musa mewanti-wanti agar mereka tidak lupa diri dengan menganggap semua pencapaian itu adalah hasil kekuatan mereka. Mereka harus selalu ingat bahwa semua itu pemberian Tuhan semata. Jika mereka terkecoh arus kenyamanan kemudian melupakan Tuhan, berubah tinggi hati, dan mengikuti allah lain, mereka pasti binasa (ay. 19-20).

Disadari atau tidak, ketika kehidupan berjalan seolah tanpa masalah, serba lancar, dan aman-aman saja, jika tidak diwaspadai situasi ini berpotensi mengubah hati kita. Bak "arus air" yang tidak nampak namun dapat membawa kehidupan kita jauh dari Tuhan. Bahaya "arus kenyamanan" inilah yang disadari penulis kitab Amsal sehingga dalam doanya ia memohon, "Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku" (Ams 30:8-9). --SYS/www.renunganharian.net

DALAM SETIAP PENCAPAIAN, INGAT BAHWA TUHANLAH
YANG MEMBERI KEKUATAN UNTUK MEMPEROLEH SEMUANYA.

Kamis, 24 Agustus 2023

Butuh Anugerah Ekstra

Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; . . . itu bukan hasil pekerjaanmu. –Efesus 2:8-9

Ayat Bacaan & Wawasan:
Efesus 2:1-10

Sewaktu kami mendekor untuk sebuah acara gereja, wanita yang menjabat sebagai ketua tim dekorasi mengeluhkan pengalaman saya yang masih kurang. Setelah ia pergi, seorang wanita lain menghampiri saya. “Tidak usah dimasukkan ke hati. Ia kami juluki sebagai B.A.E.—Butuh Anugerah Ekstra.”

Saya tertawa. Sejak itu, setiap kali berkonflik dengan seseorang, saya akan menggunakan label tersebut. Bertahun-tahun kemudian, saya duduk di gereja yang sama dan mendengarkan eulogi bagi mendiang wanita yang dijuluki B.A.E. tadi. Pendeta bercerita bagaimana selama hidupnya, wanita itu sangat murah hati dan setia melayani Allah dari balik layar. Saya pun memohon ampun kepada Allah karena telah menghakimi dan bergosip tentang wanita itu serta semua orang yang pernah saya juluki B.A.E. di masa lalu. Saya sadar, saya sendiri pun membutuhkan anugerah ekstra, sama seperti semua orang percaya lainnya.

Dalam Efesus 2, Rasul Paulus menyatakan bahwa “pada dasarnya [semua orang percaya] adalah orang-orang yang harus dimurkai” (ay. 3). Namun, Allah menganugerahkan bagi kita keselamatan, anugerah yang tak layak kita terima, dan yang takkan pernah mampu kita peroleh sendiri, supaya “jangan ada orang yang memegahkan diri” (ay. 9). Tidak seorang pun.

Ketika kita berserah kepada Allah dalam setiap momen di sepanjang perjalanan kehidupan ini, Roh Kudus akan berkarya untuk mengubahkan karakter kita sehingga kita dapat mencerminkan karakter Kristus. Sesungguhnya, setiap orang percaya membutuhkan anugerah ekstra. Namun, kita bersyukur bahwa kasih karunia Allah cukup bagi kita (2 Kor. 12:9) - Xochitl Dixon

Renungkan dan Doakan
Pernahkah Anda menghakimi orang lain karena ia membutuhkan anugerah ekstra? Dalam hal apakah Anda memerlukan kasih karunia Allah saat ini?

Allah Bapa, mampukanlah aku untuk meneruskan anugerah kepada sesamaku dengan cuma-cuma dan berlimpah, seperti Engkau telah mencurahkan kasih karunia-Mu yang melimpah ruah kepadaku.

Sumber: Our Daily Bread

Rabu, 23 Agustus 2023

KEMAKMURAN DAN KEMALANGAN

Bacaan: Amsal 30:1-9

NATS: Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku (Amsal 30:8)

Kemakmuran dan kemalangan merupakan penghancur yang setara. Kerasnya hidup dapat membahayakan karena orang yang kaya dapat menemui kesulitan yang sama dengan orang yang tak berpunya. 

Agur, penulis Amsal 30, semestinya sudah merasakan bahaya ini ketika ia berdoa, "Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa Tuhan itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku" (Amsal 30:8,9). 

Permohonan yang sama terdapat di dalam kidung pujian yang indah karya Benjamin Harlan: 

Tuliskanlah nama-Mu yang kudus, 

Di hatiku, ya Tuhan, 

Terukir di sana tak terhapuskan 

Sehingga kemakmuran maupun kemalangan 

Takkan menjauhkanku dari kasih-Mu. 

Fokus dari Amsal 30 adalah keadaan sekitar, sementara kidung pujian di atas mengacu pada keadaan hati kita. Mungkin kita perlu berdoa agar Allah melindungi kita di kedua area kehidupan kita itu. 

Mendiang Dr. Carlyle Marney, seorang pendeta ternama, kerap berkata bahwa kebanyakan kita perlu mencukupkan "keinginan kita yang semakin bertambah". Daripada selalu meminta, kita seharusnya mencari keseimbangan yang diungkapkan dalam Amsal 30. 

Saat kita mengundang Tuhan agar memiliki hidup kita, berarti kita mengakui pemeliharaan-Nya yang penuh kasih dan berhikmat bagi seluruh kebutuhan kita --DCM 

KEPUASAN ADALAH MENYADARI BAHWA ALLAH TELAH MENCUKUPI SEMUA YANG SAYA BUTUHKAN

Sumber: Renungan Harian

Selasa, 22 Agustus 2023

Hidup Seturut Kehendak Tuhan

Ayat Renungan:
Efesus 5: 15-16, “Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.”

1 Korintus 10: 23, “Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. "Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun.”

Kita punya waktu hidup yang terbatas di dunia. Orang-orang hanya akan hidup di dunia dalam waktu rata-rata 72 tahun atau 26.000 hari. Kita mungkin berpikir bahwa kita masih punya banyak sisa masa hidup, tetapi jika kita berusia di atas 27 tahun, kita sudah melewatkan sebanyak 10.000 hari. Hari yang sudah berlalu tidak akan bisa kembali, yang bisa kita lakukan hanyalah menjalani waktu yang tersisa di depan.

Di dalam Efesus 5: 15-16 disampaikan, “Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.” Apakah kita sudah memperhatikan cara hidup kita? Kita sering mendengar bahwa waktu adalah hidup. Jadi penting untuk kita bertanya, “Apakah aku sudah menggunakan waktu dengan baik?”

Paulus menyampaikan pesan pagi ini untuk membantu kita membuat pilihan yang tepat dalam hidup. Dia menegaskan kepada kita supaya kita berhati-hati dengan bagaimana kita berpikir dan bertindak. Dan dia juga meminta kita untuk memanfaatkan waktu sebaik-baiknya.

Tanpa kita sadari, kita mungkin sering menyia-nyiakan waktu dan energi kita untuk mengejar sesuatu yang sia-sia tanpa memikirkan apa kehendak Allah atas hidup kita. Kita harus mempertimbangkan setiap pilihan kita "apakah berguna untuk membawa kita kepada kehendak Tuhan atau justru menghalangi tujuan Tuhan terjadi atas kita".

1 Korintus 10: 23 menyampaikan, “Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. "Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun.” Menonton Netflix sepanjang hari memang tidak dilarang, tetapi pilihan itu bisa jadi bukan yang terbaik untuk penggunaan waktu kita. Tuhan mau kita berjalan dengan bijaksana sehingga kita bisa menikmati setiap manfaat luar biasa dari janji Tuhan yang ingin Dia genapi atas hidup kita. Mari berkomitmen untuk mendedikasikan waktu kita setiap hari untuk mengejar kehendak Tuhan atas kita.

Action: Buat daftar prioritas yang bisa kamu lakukan setiap hari, minggu maupun bulan. Mulai singkirkan hal-hal yang kurang penting, yang justru merampas waktumu dan menghalangimu untuk mengerjakan hal-hal yang jauh lebih penting. 

Ayat Hafalan: Roma 12: 11, “Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.” 

Sumber: Jawaban.com

Senin, 21 Agustus 2023

DISIPLIN DIRI

Bacaan: Titus 1:1-9

NATS: Orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya (Amsal 25:28)

Sebuah peribahasa lama berbunyi demikian: "Lain waktu jika Anda menginginkan kue, makanlah wortel." Peribahasa itu dapat menjadi nasihat yang baik bagi orang yang menjalani diet. Namun, orang-orang yang menyusun peribahasa ini mungkin hendak berbicara kepada kita. Dengan mendisiplinkan keinginan kita saat tidak ada prinsip moral yang sedang dipertaruhkan, sebenarnya kita sedang mempersiapkan diri jika kelak menghadapi godaan dosa. 

Disiplin semacam inilah yang dimaksudkan oleh Paulus ketika ia memakai istilah penguasaan diri dalam daftar persyaratannya bagi pemimpin gereja (Titus 1:8). Kita perlu diingatkan tentang hal ini di zaman sekarang. Banyak orang mengira mereka dapat hidup secara tidak bermoral saat ini dan menghentikan ketidakbermoralan itu sekehendak hati mereka. Karena tidak memikirkan kekuatan dosa yang mampu membuat orang ketagihan, mereka mendapati bahwa hidup dengan tujuan baik itu jauh lebih sulit daripada yang diperkirakan. 

Amsal 25:28 menyatakan bahwa apabila kita tidak dapat mengendalikan diri, maka kita akan menjadi tidak berdaya seperti kota yang roboh temboknya. Disiplin diri yang terus-menerus dilakukan akan dapat membangun sistem pertahanan rohani dalam melawan kekuatan jahat. 

Tatkala mendisiplinkan diri untuk mengekang hasrat-hasrat kita pada umumnya, berarti kita menjalankan kebiasaan hidup yang baik dan mempraktikkan realitas perkataan Paulus dalam Roma 6:18, "Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran" --HVL 

UNTUK DAPAT MENGENDALIKAN DIRI BERIKAN KENDALI KEPADA KRISTUS

Sumber: Renungan Harian

Minggu, 20 Agustus 2023

MENGENDALIKAN KEMARAHAN

Bacaan: Daniel 3:8-25

NATS: [Janganlah] mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama daripada dirinya sendiri (Filipi 2:3)

Orlando, Florida mempunyai beberapa taman hiburan luas bertema khusus yang menarik ribuan keluarga untuk berlibur di sana setiap tahun. Namun tahun lalu, sebuah majalah kesehatan menjuluki Orlando sebagai "Kota Paling Pemarah di Amerika". Mereka memberikan julukan itu karena hal-hal yang terjadi di sana seperti berbagai serangan ganas, kemarahan di jalanan, dan persentase orang yang menderita penyakit darah tinggi. 

Raja Nebukadnezar, "dalam marahnya dan geramnya" memerintahkan agar Sadrakh, Mesakh, dan Abednego dibawa menghadap kepadanya, sebab mereka tidak mau menyembah patung emas yang telah didirikannya (Daniel 3:13). Ketika kehendaknya tidak mereka taati, "meluaplah kegeraman Nebukadnezar, air mukanya berubah" terhadap ketiga orang itu (ayat 19). 

Kita semua bergumul dengan kemarahan. Akan tetapi, kemarahan tidak selalu salah. "Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa" (Efesus 4:26). Kita semestinya marah saat melihat ketidakadilan di dunia. Namun, kebanyakan kemarahan kita, seperti Nebukadnezar, berasal dari niat yang kurang mulia, yaitu kepentingan diri sendiri dan keangkuhan. Apabila kita dikuasai oleh kemarahan, kita akan lepas kendali terhadap apa yang kita katakan dan lakukan. Paulus menantang kita, "[Janganlah] mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama daripada dirinya sendiri" (Filipi 2:3). 

Jika kita mulai mendahulukan orang lain, kita akan tahu bahwa kita membuat langkah awal untuk mengendalikan kemarahan --CHK 

JIKA SESEORANG TIDAK DAPAT MENGENDALIKAN KEMARAHAN 
IA AKAN MENYINGKAPKAN SISI TERBURUK DARI DIRINYA 

Sumber: Renungan Harian

Sabtu, 19 Agustus 2023

99 Koin Emas Raja

Alkisah, hiduplah seorang raja yang sangat kaya. Akan tetapi, ia merasa ada yang kurang dalam hidupnya, meskipun memiliki banyak koin emas. Dari hari ke hari sang raja merasa hidupnya kian hampa. Repotnya, dia sendiri tak tahu apa yang menjadi penyebabnya.

Suatu pagi ketika bangun dari tidur, raja mendengar suara seseorang yang sedang bernyanyi. Karena penasaran dia pun bergegas mendekati asal suara tersebut. Ternyata suara itu berasal dari salah seorang pelayan kerajaan yang sedang membersihkan ruangan. Pelayan itu terlihat sangat menikmati hidupnya. Dengan penasaran sang raja bertanya, "Wahai pelayan, rahasia apa yang engkau miliki sehingga bisa begitu bahagia?" Pelayan itu pun menjawab, "Tuanku raja, hamba tidak memiliki apa-apa, kecuali keluarga yang bahagia dan penuh syukur."

Karena merasa penasaran dengan penuturan si pelayan, sang raja pun memanggil penasihat kerajaan yang bijaksana untuk dimintai saran. Sang penasihat berkata, "Yang Mulia, saya yakin bahwa si pelayan itu belum masuk kelompok koin 99! Untuk menjelaskannya, mohon beri hamba koin emas sejumlah 99 keping. Nanti, koin emas ini akan hamba masukkan ke dalam tas, dan hamba letakkan di depan pintu rumah si pelayan."

Singkat cerita, tas yang sudah berisi koin 99 itu kemudian diletakkan di depan rumah si pelayan. Sang raja sendiri dengan perasaan ingin tahu, ikut menantikan bagaimana kira-kira reaksi si pelayan.

Pada saat si pelayan membuka pintu rumah, dia terkejut dan berteriak kegirangan karena menemukan tas besar berisi kepingan uang emas. Dengan tak sabar, si pelayan pun mulai menghitungnya. Ternyata, hanya ada 99 keping uang emas, yang berarti tidak genap 100 keping. Lalu, pelayan itu pun mencarinya ke seluruh penjuru istana. Tetapi sia-sia saja, karena ia tetap tidak menemukannya. Jadi, dia bertekad akan bekerja lebih keras supaya dapat membeli 1 lagi koin uang emas sehingga jumlah uang emasnya bisa genap menjadi 100.

Karena begitu fokus akan ambisi dan pekerjaannya, berbeda dengan hari-hari sebelumnya, si pelayan tak lagi bernyanyi dan bersiul gembira. Wajahnya terlihat begitu serius dan murung. Terlihat perubahan yang sangat drastis dalam diri si pelayan.

Sang penasihat pun menjelaskan hal ini kepada raja, "Tuanku, itu artinya pelayan itu telah bergabung dengan kelompok koin 99. Yaitu mereka yang memiliki banyak hal, tetapi merasa tidak bahagia. Mereka fokus bekerja untuk mengejar satu koin lagi supaya genap menjadi 100. Celakanya, dalam mengejar 1 koin ini, mereka lupa pada hal-hal lainnya. Mereka kekurangan waktu tidur, kekurangan waktu untuk keluarga, untuk lingkungan, serta kekuarangan waktu untuk kebahagiaan mereka sendiri. Terkadang, dalam mengejar satu koin emas ini, mereka rela mencelakai orang lain. Itulah yang hamba maksud dengan kelompok koin 99, Yang Mulia."

"Wahai engkau penasihat yang bijak, sekarang aku memahami maksudmu," jawab sang raja. "Mulai sekarang kuputuskan, untuk menghargai setiap apa pun yang aku miliki."

Mungkin perjalanan hidup kita tidaklah mudah, begitu banyak pergumulan yang harus kita hadapi. Namun bukan berarti kita harus kehilangan sukacita dan kebahagiaan. Kuncinya adalah bersyukur. Kita dapat bersyukur dalam segala hal dan segala keadaan apabila kita menjauhkan hati dan pikiran kita dari hal-hal negatif dan selalu mengisinya dengan hal-hal yang positif, dan ketika sadar bahwa kita tidak bergumul sendirian dalam menghadapi persoalan, karena ada Tuhan yang menyertai.

"Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18)

Sumber: Renungan Kristen

Jumat, 18 Agustus 2023

Dipenuhi Roh

Janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh. –Efesus 5:18

Ayat Bacaan & Wawasan:
Kisah Para Rasul 1:1-8

Penulis Scot McKnight bercerita tentang pengalamannya “dipenuhi Roh” ketika ia masih duduk di bangku SMA. Pada suatu acara retret, pembicara menantangnya untuk menjadikan Yesus sebagai raja dalam hidupnya dengan berserah kepada Roh Kudus. Kemudian, Scot duduk di bawah sebatang pohon dan berdoa, “Bapa, ampunilah dosa-dosaku. Roh Kudus, tinggallah di dalamku dan penuhilah aku.” Sesuatu yang besar terjadi, kata Scot. “Sejak saat itu hidupku benar-benar berbeda. Tidak sempurna, tetapi berbeda.” Ia pun mempunyai kerinduan besar untuk membaca Alkitab, berdoa, bersekutu dengan orang percaya lainnya, dan melayani Allah.

Sebelum Yesus yang telah bangkit itu naik ke surga, Dia melarang sahabat-sahabat-Nya untuk “meninggalkan Yerusalem, dan menyuruh mereka tinggal di situ menantikan janji Bapa” (Kis. 1:4). Mereka akan “menerima kuasa” untuk menjadi saksi-Nya “di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi” (ay. 8). Allah mengaruniakan Roh Kudus untuk tinggal di dalam hati semua orang percaya. Hal itu terjadi pertama kalinya pada hari Pentakosta (lihat Kis. 2); kini pengalaman itu terjadi setiap kali seseorang percaya kepada Kristus.

Roh Allah juga terus memenuhi kita yang percaya kepada Tuhan Yesus. Dengan pertolongan Roh Kudus, hidup kita juga akan menghasilkan buah-buah berupa karakter dan keinginan yang diubahkan (Gal. 5:22-23). Marilah kita menaikkan pujian dan bersyukur kepada Allah yang telah menghibur, menguatkan, mendampingi, dan mengasihi kita (Amy Boucher Pye).

Renungkan dan Doakan
Perubahan apa yang telah dihasilkan Roh Kudus dalam diri Anda? Bagaimana Anda dapat mengizinkan Roh Allah untuk bekerja lebih lagi di dalam dan melalui diri Anda? 

Allah Mahakasih, terima kasih atas anugerah Roh-Mu yang kudus. Mampukanlah aku agar lebih mengasihi-Mu dan sesamaku hari ini. 

Sumber: Our Daily Bread

Kamis, 17 Agustus 2023

JALAN-NYA

Bacaan: Matius 26:36-46

NATS: Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki (Matius 26:39)

Sebuah pertanyaan mengenai judul sebuah pujian membuat saya teringat lagu kuno yang indah, yang saya nyanyikan saat bertumbuh di gereja. Nyanyian itu berjudul Biarlah Kehendak-Nya yang Terjadi dalam Hidupmu. Refrein lagu itu berbunyi: Kuasa-Nya dapat membuatmu menjadi engkau yang seharusnya; Darah-Nya dapat menyucikan hati dan memerdekakanmu; Kasih-Nya dapat memenuhi jiwamu, dan akan kaulihat hal yang terbaik adalah ketika kehendak-Nya yang terjadi dalam hidupmu. 

Bahkan ketika kita tahu bahwa jalan Allah adalah yang terbaik bagi kita, kita mungkin masih bergumul untuk mematuhi-Nya. Ketika Kristus Juruselamat kita menghadapi kenyataan mengerikan menanggung dosa-dosa kita di kayu salib, Dia sangat menderita dalam doa-Nya, Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki (Matius 26:39). Yesus, yang hidup untuk melakukan kehendak Bapa-Nya, bergumul dan berdoa, kemudian mematuhi dengan rela. Dan Dia dapat menolong kita saat bergumul dengan pilihan sukar dalam hidup kita. 

C.S. Lewis menulis: Pada akhirnya hanya ada dua macam orang: orang-orang yang berkata pada Allah, Jadilah kehendak-Mu, dan orang-orang yang kepadanya Allah berkata, pada akhirnya, Jadilah kehendakmu. Jika kita senantiasa memilih jalan kita sendiri, akhirnya Dia akan membiarkan kita menderita sebagai akibatnya. 

Yang terbaik adalah berserah kepada Allah sekarang. Jika kita melakukannya, kita akan mendapat jaminan bahwa jalan-Nya adalah yang terbaik bagi kita DCM 

ADA KEMENANGAN DALAM PENYERAHAN JIKA PENAKLUKNYA ADALAH KRISTUS

Sumber: Renungan Harian

Rabu, 16 Agustus 2023

Di Balik Kebetulan

Bacaan: RUT 2:1-7

Pergilah ia, lalu sampai di ladang dan memungut jelai di belakang penyabit-penyabit; kebetulan ia berada di tanah milik Boas, yang berasal dari kaum Elimelekh. (Rut 2:3)

Rut mengalami sebuah peristiwa yang unik. Demi mendapatkan sedikit makanan untuk hidup bersama Naomi, ia siap berlelah-lelah mencari sisa-sisa bulir gandum yang tercecer di sebuah ladang. Ladang milik siapa? Rut pun tidak tahu sebelumnya. Baru ketika ia bertemu dengan Boas, tahulah Rut bahwa ladang itu milik Boas. Kalimat yang menarik di ayat yang kita baca adalah, "kebetulan ia berada di tanah milik Boas" (ay. 3). Rut tidak merencanakan sebelumnya untuk pergi ke ladang Boas. Rut hanya mencari belas kasihan di ladang seseorang agar diizinkan memungut ceceran bulir gandum, itu saja rencana awalnya.

Bagi kita, tentu ada banyak hal yang terjadi secara kebetulan di luar rencana kita. Begitulah mungkin kita melihat tentang peristiwa yang dialami Rut. Siapa yang menyangka jika akhirnya Rut menjadi istri Boas? Namun seperti apa pun perspektif kita tentang sebuah peristiwa, apa yang nampak sebagai kebetulan, ternyata Tuhan sedang bekerja di baliknya. Tuhanlah yang menempatkan Rut dalam ladang Boas, bahkan berjumpa dengan Boas sendiri.

Dari kisah pertemuan Rut dan Boas ini kita diingatkan bahwa apa yang kita anggap sebagai suatu kebetulan, sebenarnya bukanlah suatu kebetulan (peristiwa tanpa sebab), tetapi Tuhan memang sedang mengerjakan sesuatu dalam hidup kita (bdk. Rm 8:28). Oleh karena itu, kiranya dalam setiap rencana, kita meminta pimpinan Tuhan. Dengan demikian, apa pun peristiwa yang kita alami kita dapat belajar memahami kehendak Tuhan. --SYS/www.renunganharian.net

BAHKAN DI BALIK SETIAP "KEBETULAN-KEBETULAN" YANG KITA ALAMI PUN
TUHAN BEKERJA UNTUK MENYATAKAN KEHENDAK-NYA.

Selasa, 15 Agustus 2023

Melewati Proses Penajaman

Baca: Amsal 27:1-27

"Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya." 
(Amsal 27:17)

Ketika mengalami masalah, penderitaan, tekanan, himpitan, dan berbagai gesekan yang terjadi umumnya kita meresponsnya secara negatif: menyalahkan keadaan, orang lain, bahkan berani menyalahkan Tuhan. Padahal adakalanya Tuhan memakai situasi dan orang-orang di sekitar kita sebagai sarana memproses, membentuk, dan mendewasakan kita.

Alkitab menggambarkan proses ini seperti besi menajamkan besi. Ketika besi menajamkan besi pasti akan menimbulkan sebuah gesekan yang melukai dan menimbulkan api. Api berbicara tentang emosi, kemarahan, sakit hati, kepahitan, kejengkelan, kebencian, dan berbagai luka yang menyakitkan. Melalui peristiwa atau hubungan dengan orang-orang di sekitar sesungguhnya Tuhan sedang menggarap kita karena Dia adalah Sang Penjunan, yang tahu persis cara membentuk hidup seseorang. "Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya." (Yeremia 18:4).

Tujuan Tuhan menajamkan kita adalah supaya kita semakin matang, semakin sempurna, semakin berkenan, dan semakin serupa dengan Kristus. Karena itu kita patut bersyukur untuk setiap masalah atau peristiwa yang terjadi dalam hidup ini, termasuk kehadiran orang-orang di sekitar kita. Jangan pernah menyalahkan keadaan atau mengkambinghitamkan orang lain ketika harus melewati proses ini. Yusuf tidak pernah menyalahkan saudara-saudaranya meski mereka telah menyakiti dan membuat hidupnya menderita, bahkan bisa berkata, "Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar." (Kejadian 50:20).

Sering kali kita berpikiran bahwa dengan membaca Alkitab atau mendengarkan khotbah saja secara otomatis dapat membuat kita dewasa rohani, lalu kita mengeksklusifkan diri dan tidak mau bergaul dengan orang lain untuk menghindari gesekan dengan sesama. Itu salah! Karakter kita justru terbentuk ketika kita membangun hubungan dengan orang lain, saat itulah kita mengalami penajaman.

Proses penajaman bisa terjadi di mana pun, kapan pun, dan melalui siapa pun!

Sumber: Renungan Kristen

Senin, 14 Agustus 2023

Ketika Hidup Ini Terasa Runtuh, Jujurlah Kepada Tuhan

Bacaan Hari ini:
Ratapan 3:4-6, 8 “Ia menyusutkan dagingku dan kulitku, tulang-tulangku dipatahkan-Nya. Ia mendirikan tembok sekelilingku, mengelilingi aku dengan kesedihan dan kesusahan. Ia menempatkan aku di dalam gelap seperti orang yang sudah lama mati. Walaupun aku memanggil-manggil dan berteriak minta tolong, tak didengarkan-Nya doaku.”

Kita semua mengalami saat-saat ketika hidup kita seolah runtuh. Kita kehilangan pekerjaan. Kita putus hubungan. Seseorang yang kita kasihi meninggal. Kesehatan kita memburuk.

Di masa-masa itu, kita tergoda untuk berpikir bahwa Tuhan telah meninggalkan kita.

Dia tidak.

Nabi Yeremia mengalami hal yang sama ketika menulis kitab Ratapan. Bangsanya, Yehuda, sudah lama mengalami kesulitan ekonomi dan diteror oleh bangsa asing. Dia menyaksikan tindakan yang sangat tidak manusiawi yang dilakukan terhadap bangsanya. Orang-orang kehilangan pekerjaan dan mati kelaparan.

Dari mana Yeremia memulai perjuangannya? Dengan memberi tahu Allah apa yang ia rasakan: “Ia menyusutkan dagingku dan kulitku, tulang-tulangku dipatahkan-Nya. Ia mendirikan tembok sekelilingku, mengelilingi aku dengan kesedihan dan kesusahan. Ia menempatkan aku di dalam gelap seperti orang yang sudah lama mati. Walaupun aku memanggil-manggil dan berteriak minta tolong, tak didengarkan-Nya doaku” (Ratapan 3:4-6, 8).

Apakah Anda terkejut kata-kata ini ada dalam Alkitab? Yeremia—seperti beberapa orang saat ini—merasa Tuhan telah melupakannya. Namun bedanya, Yeremia tidak mengabaikan apa yang ia rasakan. Dia tidak menutup-nutupi situasi, dia memberi tahu Tuhan apa yang ada di hatinya. Bahkan, Yeremia menuliskan lima bab untuk memberi tahu Tuhan apa yang dia pikirkan tentang situasi tersebut. Dia berseru kepada Tuhan, "Ini parah!”

Mengapa Tuhan memasukkan pasal itu ke dalam Alkitab? Dia ingin Anda tahu bahwa Dia dapat mengatasi kemarahan Anda, keluhan Anda, dan kesedihan Anda. Bila Tuhan cukup besar untuk mengatasi rasa sakit Yeremia, maka Dia juga cukup besar untuk mengatasai rasa sakit Anda.

Bila Anda menelan emosi Anda, Anda hanya akan menyakiti diri sendiri. Akan ada banyak penyakit yang hinggap!

Waktu anak-anak saya masih kecil, mereka sering mengamuk. Tapi kemarahan mereka tidak membuat saya kurang mencintai mereka. Mereka tidak membuat saya meragukan keputusan saya. Mereka tidak membuat saya merasa gagal sebagai seorang ayah.

Mereka mengingatkan saya bahwa anak-anak saya belum dewasa. Mereka tidak tahu apa yang saya tahu.

Tuhan tidak akan kurang mengasihi Anda ketika Anda marah. Pun Dia tidak berutang penjelasan pada Anda. Dan Dia tidak pernah takut dengan apa yang Anda katakan.

Maka, jujurlah pada-Nya. Ini akan menjadi awal dari penyembuhan.

Renungkan hal ini:
- Apa yang sedang terjadi dalam hidup Anda yang membuat Anda takut untuk membicarakannya dengan Tuhan?
- Mengapa terkadang sulit untuk jujur kepada Tuhan tentang pergumulan Anda?
- Cobalah menulis surat kepada Tuhan tentang pergumulan Anda. Anda mungkin merasa lebih mudah mengekspresikan perasaan Anda lewat tulisan daripada mengucapkannya dengan kencang.

Rencana Tuhan selalu yang terbaik untuk Anda.
Saat ini mungkin belum Anda mengerti, Tuhan juga tidak berhutang untuk harus membuat Anda mengerti.
Percayalah saja padaNya!

(Diterjemahkan dari Daily Devotional by Rick Warren)

Minggu, 13 Agustus 2023

Arahkan Mata pada TUHAN

Bacaan Alkitab hari ini:
Bilangan 20

Bayangkan bila Anda adalah Musa yang baru saja kehilangan kakak perempuan yang Anda kasihi. Saat itu, Musa sedang berusaha move on dari perasaan duka yang mendalam. Bayangkan pula bahwa Anda telah sekian puluh tahun terus-menerus menanggung beban memimpin dan melayani dua juta orang yang sulit dipimpin. TUHAN sendiri berkomentar, "Semua orang yang telah melihat kemuliaan-Ku dan mukjizat- mukjizat yang Kubuat di Mesir dan di padang gurun, namun telah sepuluh kali mencobai Aku dan tidak mau mendengarkan suara-Ku, ..." (14:22). Sekuat apa pun Musa, dia adalah manusia biasa yang memiliki kelemahan. Dalam bacaan Alkitab hari ini, Musa dipersalahkan lagi untuk kesekian kalinya (20:4). Bisa dimengerti bila Musa menjadi sangat frustrasi terhadap bangsanya sendiri yang begitu keras hati dan lemah iman, sehingga kesabarannya habis dan ia meluapkan kemarahannya dengan memukul bukit batu (20:10-11), padahal TUHAN hanya memerintahkan Musa untuk berkata kepada bukit batu (20:8). Apakah saat itu, Musa teringat pada peristiwa saat TUHAN memerintahkan dia untuk memukul bukit batu (Keluaran 17:6)? Jika benar demikian, berarti Musa bersandar pada pengalamannya, bukan bersandar pada TUHAN. Setiap kali Musa beralih fokus dari Tuhan, dia rugi. Saat pertama kali berusaha membantu bangsanya dengan bertindak sendiri, Musa harus menghabiskan 40 tahun berikutnya di padang belantara menggembalakan domba (Keluaran 2:11-15). Kali ini, perilakunya membuat ia kehilangan kesempatan untuk memasuki Tanah Perjanjian (20:12).

Kekesalan terhadap bangsanya membuat Musa melakukan dosa yang sama, yaitu secara terang-terangan melanggar perintah Allah. Hal ini terjadi karena Musa mengalihkan perhatiannya ke perilaku orang lain, bukan tetap berfokus pada rencana Allah. TUHAN menempatkan orang-orang yang perlu dilayani di sekitar Anda. Namun, bila Anda tidak mengarahkan pandangan Anda pada TUHAN, Anda tidak akan bisa membantu mereka dengan baik. Berkonsentrasi pada kelemahan, ketidaktaatan, kurangnya keyakinan, dan sikap keras kepala mereka akan membuat Anda frustrasi. Sebaliknya, mengarahkan pandangan pada Allah yang kudus akan membuat Anda makin menyerupai Dia—murah hati, pengampun, panjang sabar, dan benar. Saat Anda kecewa, hampirilah Tuhan. Kenalilah rencana-Nya terhadap teman Anda dan jangan memusatkan perhatian Anda pada dosa atau kelemahan teman Anda agar Anda mendapat kekuatan, kebijaksanaan, dan kesabaran yang Anda butuhkan untuk membantu teman Anda dengan cara yang Tuhan kehendaki. Saat menghadapi masalah, apakah Anda mengarahkan pandangan Anda kepada Tuhan? [GI Mario Novanno]

Sumber: Renungan GKY

Sabtu, 12 Agustus 2023

Menyimpan Bom Waktu

Bacaan: MATIUS 18:21-35

"Demikian juga yang akan diperbuat oleh Bapa-Ku yang di surga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu." (Matius 18:35)

Banyak orang bisa berkata maaf. Banyak orang mudah berkata tidak apa-apa, lupakan saja. Dibandingkan anak-anak, orang dewasa cenderung lebih sulit untuk mengampuni. Sebagian besar orang dewasa masih menyimpan rasa kesal, jengkel, dendam setelah meminta maaf dan memaafkan orang lain. Kenyataan memang tidak semudah itu. Luka batin, perasaan dikecewakan atau dibohongi, pengalaman ditinggalkan seorang yang terkasih, keteledoran orang lain sering kali membuat hati sangat sulit melepaskan pengampunan. Kesalahan-kesalahan yang terjadi masih saja terpatri di benak hati.

Sebagai anak Tuhan kita perlu meminta Roh Kudus untuk memimpin kita dan mengubah cara pandang kita dalam mengampuni kesalahan orang lain. Yohanes 8:12 mengingatkan saat kita lupa akan standar pengampunan yang diperintahkan Tuhan. Tuhan menegur kita bahwa kita harus hidup sebagai terang, termasuk dalam hal mengampuni orang lain. Setiap orang yang mengaku mengikut Tuhan, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan akan memiliki terang hidup.

Menyimpan kesalahan orang lain sama dengan menyimpan bom waktu. Hati kita bisa menjadi pahit, tidak murni dalam mengasihi, dan sewaktu-waktu bisa melukai orang-orang di sekitar. Adakah saat ini kita menyimpan kesalahan-kesalahan orang lain? Pertimbangkanlah hal ini: Menyimpan kesalahan bukanlah sebuah solusi. Hal itu akan semakin melukai hati. Ketika seseorang berbuat kesalahan, mari belajar memberikan pengampunan dan tidak menyimpan kesalahannya. Sebagaimana Paulus dalam 1 Korintus 4:12b-13a menulis, "Kalau kami dimaki, kami memberkati; kalau kami dianiaya, kami sabar; kalau kami difitnah, kami tetap menjawab dengan ramah." --YGP/www.renunganharian.net

MENYIMPAN KESALAHAN ORANG LAIN SAMA DENGAN MENYIMPAN BOM WAKTU.

Jumat, 11 Agustus 2023

Iman Tidak Sembrono

Bacaan: KELUARAN 2:1-10

... sebab itu diambilnya sebuah peti pandan, ... diletakkannya bayi itu di dalamnya dan ditaruhnya peti itu di tengah-tengah teberau di tepi sungai Nil. (Keluaran 2:3)

Begitu mendapat gaji, seorang pemuda sudah langsung menghabiskan hampir separuh gajinya. "Boros sekali, " komentar temannya, "Begini caranya bagaimana kau nanti memenuhi kebutuhan menjelang akhir bulan?" "Tenang saja, " jawab pemuda itu dengan santai. "Aku beriman Tuhan pasti mencukupkan kebutuhanku." "Bagus kita beriman, tetapi kau harus mengerti iman tidak sembrono, " nasihat temannya.

Iman tidak sembrono. Bukan berarti karena percaya kepada Tuhan, kita bisa melakukan tindakan sekehendak hati dan tanpa pikir panjang. Faktanya, iman yang benar justru penuh pertimbangan. Contoh iman yang benar dapat kita lihat dari pengalaman Yokhebed. Tidaklah dapat lagi ia menyembunyikan bayinya sesudah tiga bulan lamanya. Bayi sudah bertumbuh besar. Maka Yokhebed meletakkan bayi itu dalam sebuah peti pandan, lalu menaruh peti itu di tengah-tengah teberau di tepi sungai Nil (ay. 3). Tampaknya sembrono, tetapi sesungguhnya, tindakan tersebut berasal dari pemikiran yang matang. Saat bayi ditaruh ialah saat putri Firaun mandi (ay. 5). Pula Yokhebed menempatkan Miryam, kakak si bayi sebagai penjaga (ay. 4). Apabila nanti arus sungai membahayakan si bayi, si kakak segera datang menolong.

Tuhan membekali kita manusia dengan akal budi untuk menimbang setiap tindakan yang hendak kita lakukan. Maka jangan lagi kita bertindak sekehendak hati (seperti pemborosan, kebut-kebutan atau makan berlebihan), mengira tidak ada akibat buruk terjadi karena kita beriman kepada Tuhan. Selalu ingat iman tidak sembrono, sebaliknya, penuh pertimbangan. Walaupun berkata, "Aku beriman kepada Tuhan, " konsekuensi akan kita tanggung apabila tindakan kita selalu sembarangan. --LIN/www.renunganharian.net

KITA BERIMAN TUHAN MAMPU MELAKUKAN SEGALANYA, NAMUN BUKAN BERARTI KITA MELAKUKAN SEGALANYA SECARA SEMBARANGAN.

Kamis, 10 Agustus 2023

TAK ADA KABAR BURUK

Bacaan: Ester 1:1-9

NATS: Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu (Matius 11:28)

Ketidaksediaan mendengar kabar buruk telah terbukti mengakibatkan hal-hal lebih buruk. Mulai dari bencana pesawat ulang alik, kebangkrutan perusahaan, hingga tersebar luasnya terorisme. Tak perlu mengadakan penelitian panjang untuk menentukan mengapa hal ini terjadi. Berita buruk itu menyingkapkan masalah; masalah memerlukan pemecahan; pemecahan masalah memerlukan waktu, uang, dan tenaga yang lebih baik kita gunakan untuk merayakan kesuksesan masa lampau. 

Ini bukan hal baru di zaman kita. Pada abad kelima sebelum Masehi, Raja Ahasyweros dari Persia tak mengizinkan orang-orang berkabung memasuki gerbangnya (Ester 4:1,2). Seorang penafsir Alkitab memberi kesan bahwa raja itu lebih senang dikelilingi orang-orang yang kagum dengan kekayaannya dan senang sekali hadir dalam pesta yang mewah (1:4). Keengganannya untuk diganggu oleh berita buruk hampir saja mengakibatkan pemusnahan orang Ibrani. 

Kepemimpinan Yesus bertentangan dengan kepemimpinan Ahasyweros. Dia berkata, Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu (Matius 11:28). Ahasyweros memerintah kerajaan dengan mengizinkan orang-orang yang gembira memasuki istananya. Sedangkan Yesus membangun kerajaan-Nya dengan menyambut orang-orang yang berbeban berat dan sedih untuk memasuki hadirat-Nya. Lebih lagi, Yesus tidak saja mengundang kita untuk menyampaikan hal buruk tentang diri kita, tetapi Dia juga memiliki kemauan dan kuasa untuk mengubah keadaan kita yang terburuk menjadi perayaan yang penuh puji-pujian JAL 

INJIL ADALAH KABAR BURUK BAGI ORANG YANG MENOLAKNYA DAN KABAR BAIK UNTUK ORANG YANG MENERIMANYA

Sumber: Renungan Harian

Rabu, 09 Agustus 2023

KESAN YANG SALAH

Bacaan: Yosua 22:10-34

NATS: Inilah saksi antara kita, bahwa Tuhan itulah Allah (Yosua 22:34)

Novel Jane Austen, Pride and Prejudice (Keangkuhan dan Prasangka), mengisahkan seorang wanita Inggris dari kelas menengah-atas bernama Lizzy Bennet yang disukai oleh Tuan Darcy, seorang pria kaya raya yang pendiam dan berkarakter rumit. Pertama kali bertemu, Lizzy memiliki kesan bahwa Tuan Darcy adalah pria yang sombong, tertutup, dan hanya memikirkan diri sendiri. Jadi, ketika Tuan Darcy menyatakan cinta kepadanya, Lizzy menolaknya. Lalu, ketika Lizzy tahu rahasia tentang banyaknya perbuatan baik yang dilakukan Tuan Darcy secara diam-diam bagi orang lain, Lizzy pun mengakui bahwa ia telah salah sangka terhadap Tuan Darcy dan akhirnya ia bersedia menikah dengannya. 

Yosua 22 mencatat hal lain tentang kesan pertama yang salah. Bani Ruben, Gad, dan Manasye telah membangun mezbah di dekat Sungai Yordan. Ketika suku-suku Israel lain mengetahui hal itu, mereka marah (ayat 9-12) sebab Allah telah memerintahkan bahwa hanya Dialah yang patut disembah dan persembahan hanya dapat dilakukan di Kemah Pertemuan (Keluaran 20:3; Imamat 17:8,9). Mereka memandang pembangunan mezbah yang dilakukan ketiga suku tersebut sebagai tindakan murtad. Untunglah, Imam Pinehas mengirimkan utusan untuk menyelidiki alasan ketiga suku itu membangun mezbah (Yosua 22:13-33). Mereka kemudian menjelaskan kepada utusan itu bahwa mezbah yang mereka bangun tersebut merupakan peringatan akan persatuan semua suku yang mengakui adanya satu Allah Israel (ayat 34). 

Acap kali kesan-kesan pertama kita salah. Meskipun demikian, komunikasi yang terbuka dapat memperbaiki kesalahpahaman yang disebabkan oleh keangkuhan dan prasangka kita --HDF 

KESAN PERTAMA SERING MEMBUAT KITA MENGAMBIL KESIMPULAN YANG KELIRU 

Sumber: Renungan Harian

Selasa, 08 Agustus 2023

MENGATASI KEGAGALAN

[[Dengarkanlah didikan, maka kamu menjadi bijak; janganlah mengabaikannya.]] (Amsal 8:33)

Failure does not shape you. The way you responds to failure shapes you (Kegagalan tidak membentuk Anda. Cara Anda merespons kegagalanlah yang membentuk Anda). Kalimat ini berasal dari seorang penulis buku laris bernama John Ortberg. Lewat kalimat ini kita belajar tentang pentingnya menentukan pilihan sikap dalam menghadapi dinamika kehidupan, khususnya kegagalan. Sekali lagi, yang terpenting bukan apa yang terjadi, melainkan bagaimana kita menyikapinya.

“Dengarkanlah didikan, maka kamu menjadi bijak; janganlah mengabaikannya” (Amsal 8:33). Amsal ini menegaskan tentang pentingnya mendengarkan didikan. Didikan dapat berasal dari pelbagai sumber: mulai dari ruang kelas, publikasi media massa, dan pengalaman kehidupan. Mendengarkan didikan berarti memproses sumber-sumber pengetahuan sehingga bermanfaat untuk masa depan. Mendengarkan didikan berarti belajar. Belajar akan menghasilkan kepandaian dan kebijaksanaan.

Salah satu penghalang utama untuk belajar adalah sikap sok tahu. Orang sok tahu merasa diri sudah tahu dan tidak perlu diberitahu. Orang-orang sok tahu akan mempermalukan diri sendiri. Pengetahuan mereka lambat laun tertinggal, kontribusi mereka tak lagi berarti.

Kehidupan memberikan banyak sumber pengajaran. Langkahkan kaki dan nikmatilah sumber-sumber pengajaran itu agar hidup ini menjadi lebih tegar lewat proses belajar.
(Wahyu Pramudya)

Sumber: Amsal Hari Ini 

Senin, 07 Agustus 2023

Hancur, Tapi Tidak Binasa

Bacaan Hari ini:
Yesaya 43:2 “Apabila engkau menyeberang melalui air, Aku akan menyertai engkau, atau melalui sungai-sungai, engkau tidak akan dihanyutkan; apabila engkau berjalan melalui api, engkau tidak akan dihanguskan, dan nyala api tidak akan membakar engkau.”

Anda akan mengalami masa-masa sulit dan kehilangan dalam kehidupan. Mengapa? Sebab tidak ada pertumbuhan tanpa perubahan; tidak ada perubahan tanpa kehilangan; tidak ada kehilangan tanpa rasa sakit; dan tidak ada rasa sakit tanpa kesedihan.

Selama 27 tahun, saya berdoa setiap hari agar Tuhan menyembuhkan penyakit mental putra saya. Selama hidupnya, Matthew menjalani kehidupan yang begitu menyiksa dan menyakitkan. Kami sudah pergi ke dokter terbaik di negara ini dan sudah mendapatkan pengobatan yang terbaik. Ada ribuan orang yang mendoakan anak kami. Kami mempunyai keluarga yang kuat dan suportif yang penuh dengan iman.

Namun, doa saya untuk kesembuhan Matthew tidak pernah terkabul di Bumi. Tapi saya yakin dan percaya dia telah disembuhkan begitu dia masuk ke dalam hadirat Tuhan di surga. Tetapi kenapa tidak di sini? Mengapa dia harus begitu menderita di dunia? Itu tidak masuk akal.

Setelah Matthew meninggal, saya menulis dalam jurnal saya, "Saya lebih suka berjalan dengan Tuhan tanpa satu pun pertanyaan saya terjawab daripada harus menjalani hidup tanpa Dia dan mengetahui semua jawabannya."

Setiap kali kita mengalami suatu kehilangan yang begitu dahsyat, biasanya kita segera mencari sebab atau alasan atau penjelasan: Mengapa dia meninggalkan saya? Mengapa saya kehilangan pekerjaan? Mengapa saya terkena kanker? Mengapa, mengapa, mengapa?

Ketika terluka, penjelasan tidak akan membantu. Anda tidak butuh penjelasan. Anda butuh Tuhan. Anda membutuhkan penghiburan dan kehadiran-Nya.

Allah berfirman, “Apabila engkau menyeberang melalui air, Aku akan menyertai engkau, atau melalui sungai-sungai, engkau tidak akan dihanyutkan; apabila engkau berjalan melalui api, engkau tidak akan dihanguskan, dan nyala api tidak akan membakar engkau” (Yesaya 43: 2).

Api tidak akan menghanguskan Anda karena Tuhan menyertai Anda dalam kesakitan dan kesedihan Anda.

Apabila orang terdekat Anda tiba-tiba besok tiada, mengetahui alasannya tidak akan mengurangi rasa sakit Anda sedikitpun. Jadi, berhentilah mencari penjelasan. Anda tidak membutuhkannya!

Tuhan tidak menjanjikan akan memberikan penjelasan mengapa segala sesuatu terjadi di dunia ini. Tetapi bagi setiap orang yang percaya pada-Nya, Dia berjanji tidak akan membiarkan mereka melewati setiap kesedihan sendirian.

Renungkan hal ini:

- Pertanyaan apa yang terus-menerus Anda tanyakan kepada Tuhan yang tak kunjung terjawab? Setelah membaca renungan hari ini, apa yang akan Anda lakukan dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut?

- Bagaimana Tuhan memperlihatkan kepada Anda bahwa Dia berada dekat dengan Anda?

- Renungkan bagaimana Tuhan membantu Anda melewati kehilangan dan rasa sakit di masa lalu. Bagaimana pemeliharaan Tuhan tersebut membantu Anda untuk percaya bahwa Dia akan juga menyatakan kasih karunia dan kasih setia-Nya kepada Anda di masa depan?

Anda mungkin hancur, tetapi Anda tidak akan binasa, karena Tuhan selalu menyertai Anda.

(Diterjemahkan dari Daily Devotional by Rick Warren)

NB: Matthew adalah anak dari Rick Warren yang mengalami depresi sejak kecil dan akhirnya bunuh diri pada tahun 2013 dalam usia 27 tahun.

https://news.detik.com/internasional/d-2213453/anak-pendeta-ternama-amerika-serikat-bunuh-diri

Minggu, 06 Agustus 2023

Tidak Minder Lagi

Bacaan: YAKOBUS 2:1-13

Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka. (Yakobus 2:1)

Seorang pria paruh baya yang datang dari kampung merasa minder saat hendak mendampingi anaknya yang akan diwisuda di salah satu hotel di kota besar. Ia membayangkan akan bertemu orang-orang hebat, bahkan kabarnya akan ada wali kota yang akan hadir juga. Namun, saat di lokasi rasa rendah dirinya mendadak sirna, justru karena perlakuan baik dari pejabat daerah yang menerimanya dengan ramah. "Sejak itu kepercayaan diri saya muncul saat bertemu dengan siapa saja, semua dimulai dari perlakuan pejabat daerah yang sangat baik dan berkesan, " ujarnya saat bercerita kepada saya.

Orang yang mengaku percaya kepada Kristus seharusnya menjadi pribadi yang mengerti cara memperlakukan sesama. Setidaknya, harus berbeda dengan "cara dunia", yang kerap memandang muka dalam memperlakukan orang lain. Kondisi yang juga nampak pada zaman para rasul, sehingga Yakobus perlu mengingatkan agar umat Allah jangan memperlakukan orang lain berdasarkan status sosial atau ekonomi mereka (ay. 2-3). Rasa hormat maupun perlakuan yang baik, seharusnya diterapkan pada semua orang, tak hanya bagi mereka yang kaya, terpandang, atau berpengaruh!

Membiasakan diri untuk memperlakukan sesama dengan sebaik mungkin, dapat membawa kita pada pengalaman yang mengejutkan. Mungkin pengalaman pria paruh baya pada ilustrasi hari ini dapat pula kita alami. Kalau sampai hal itu terjadi, karena kita menerapkan firman Allah, bukankah hal itu akan sangat membahagiakan karena kita dipakai untuk mengubah hidup orang lain dengan cara yang sederhana? --GHJ/www.renunganharian.net

PERLAKUAN KEPADA SESAMA MENUNJUKKAN SEJAUH MANA KASIH ALLAH BEKERJA DALAM DIRI KITA.

Sabtu, 05 Agustus 2023

TIDAK HORMAT

Bacaan: Kisah 12:20-24

NATS: Lalu rakyatnya bersorak membalasnya, "Ini suara dewa dan bukan suara manusia!" Seketika itu juga ia ditampar malaikat Tuhan (Kisah 12:22,23)

Raja Herodes, dengan mengenakan pakaian kerajaan, berpidato di hadapan rakyat karena ia ingin mereka berpihak kepadanya. Ia senang mendengar sanjungan rakyatnya. "[Ini] suara dewa dan bukan suara manusia!" sorak rakyatnya (Kisah Para Rasul 12:22). Rasa takut dan hormat kepada satu-satunya Allah yang sejati seharusnya membuat Herodes menyanggah sanjungan itu, tetapi ia tidak melakukannya. Karena ia tidak bersedia "memberi hormat kepada Allah", Herodes segera ditampar oleh malaikat Tuhan. Ia mengalami kematian yang mengerikan karena telah bersikap tidak hormat kepada Allah. 

Di lain pihak, Paulus dan Barnabas sangat menghormati Allah, sehingga mereka panik ketika orang-orang memuja mereka (Kisah Para Rasul 14:14,15). Ketika orang banyak melihat Rasul Paulus secara ajaib menyembuhkan orang yang sudah menderita lumpuh sejak lahir, mereka pun berseru, "Dewa-dewa telah turun ke tengah-tengah kita dalam rupa manusia!" Lalu, mereka mempersiapkan diri untuk mempersembahkan korban kepada Paulus dan Barnabas (ayat 11-13). Ketika mendengar hal itu, keduanya lalu "mengoyakkan pakaian mereka, lalu menerobos ke tengah-tengah orang banyak itu sambil berseru, 'Hai kamu sekalian, mengapa kamu berbuat demikian?'" (ayat 14,15). 

Dari kedua kisah Alkitab yang kontras ini, kita menemukan panggilan yang sungguh-sungguh untuk menghormati Allah di dunia yang tidak menghormati-Nya. Hanya Dia yang patut kita muliakan, kita puji, dan kita hormati. Dialah satu-satunya yang patut kita sembah --HVL 

BUKAN KEPADA KAMI, YA TUHAN, BUKAN KEPADA KAMI TETAPI KEPADA NAMA-MULAH BERI KEMULIAAN -- MAZMUR 115:1 

Sumber: Renungan Harian

Jumat, 04 Agustus 2023

TAK MEMEDULIKAN TUHAN

Bacaan: Mazmur 63:1-9

NATS: Hanya, lakukanlah ... mengasihi Tuhan, Allahmu, hidup menurut segala jalan yang ditunjukkan-Nya, tetap mengikuti perintah-Nya (Yosua 22:5)

Sebagai mantan guru SMA dan dosen tidak tetap di universitas, saya sering berpikir seperti ini: Alangkah tidak menyenangkan berdiri di depan kelas dan tak diperhatikan oleh seorang siswa pun -- berbicara tetapi tidak didengarkan oleh siapa pun, mengajar tetapi tidak dipedulikan para siswa. 

Tak seorang pun suka apabila dirinya diabaikan. Pada saat kita sedang berbicara dengan seorang teman, sakit hati rasanya apabila kata-kata kita tidak diperhatikan. Ketika kita di toko dan sedang membutuhkan bantuan, sakit hati rasanya apabila para pegawai toko tidak memedulikan kita. Kalau kita sedang berjuang menghadapi masalah, sakit hati rasanya apabila tak seorang pun menawarkan bantuan. 

Jadi, bayangkan betapa berdukanya Allah bila kita tidak memedulikan-Nya. Coba pikirkan bagaimana hati-Nya yang penuh kasih itu akan merasa sedih apabila kita bersikap seolah-olah Dia tidak ada, padahal sebenarnya Dia tinggal di dalam hati kita melalui Roh Kudus. Pikirkan bagaimana perasaan-Nya apabila kita mengabaikan petunjuk-petunjuk-Nya yang terdapat di dalam Kitab Suci, yang diberikan-Nya kepada kita. 

Marilah kita berhati-hati untuk tidak mengabaikan Allah! Dalam segala hal, besar maupun kecil, biarlah Dia tetap ada di pikiran kita setiap saat. Kita dapat melakukannya dengan membaca Kitab Suci yang Dia berikan kepada kita; dengan menyediakan waktu untuk berdoa dan mendengarkan suara-Nya yang lembut dan tenang; dengan menikmati kehadiran-Nya; dengan melayani sesama di dalam nama-Nya. Sama seperti pemazmur, marilah kita bersama-sama berkata, "Jiwaku melekat kepada-Mu" (Mazmur 63:9) --JDB 

HANYA ORANG BEBAL YANG TIDAK MEMEDULIKAN ALLAH 

Sumber: Renungan Harian

Kamis, 03 Agustus 2023

Lakukanlah Itu Sekarang!

Segeralah berdamai dengan lawanmu ... (Matius 5:25)

Intro: Hak adalah hak, walaupun setiap orang menentangnya, demikian kata bijak. Akan tetapi, renungan hari ini bukan berbicara soal mempertahankan hak, tetapi bagaimana hal itu dilihat dari sudut kehendak Tuhan. Bersikeras menuntut hak, bersiteguh bahwa kitalah yang benar hampir selalu merupakan petunjuk ketidaktaatan pada kehendak Tuhan, dan selama masih ada ketidaktaatan, kita akan berhadapan terus dengan desakan Roh Tuhan untuk tinggal dalam terang.

Renungan:
Dalam ayat ini, Yesus Kristus meletakkan sebuah prinsip yang sangat penting dengan mengatakan, “Lakukanlah hal yang kau tahu harus kau lakukan -- sekarang. Lakukanlah segera. Jika tidak, suatu proses yang tidak terelakkan akan mulai berlangsung sebelum engkau membayar utangmu sampai lunas (Matius 5:26) dalam kesakitan, penderitaan dan kesedihan”. Hukum Allah tidak berubah dan tidak seorang pun dapat meluputkan diri darinya. Ajaran-ajaran Yesus selalu menembus sampai ke hati kita.

Keinginan untuk memastikan bahwa lawan saya memberikan hak-hak saya adalah hal yang wajar. Akan tetapi, Yesus berkata bahwa merupakan hal yang tidak terelakkan dan penting sekali bagi saya agar saya melunasi utang saya kepada lawan saya.

Dan sudut pandang Tuhan tidaklah menjadi soal apakah saya ditipu atau tidak, tetapi yang penting ialah saya tidak menipu orang lain. Apakah saya bersikeras untuk menuntut hak-hak saya sendiri ataukah saya melunasi utang saya ditinjau dari sudut pandang Yesus Kristus?

Lakukanlah segera -- hadapkan dirimu dengan kata nuranimu sekarang. Dalam urusan moral dan rohani, Anda harus bertindak dengan segera. Jika tidak, maka proses yang tidak terelakkan dan tidak kenal ampun akan mulai berlangsung.

Allah bermaksud agar anak-Nya menjadi suci, bersih dan putih seperti salju, dan selama masih ada ketidaktaatan terhadap setiap titik ajaran-Nya, Dia akan membiarkan Roh-Nya menggunakan proses apa pun yang akan menuntun kita pada ketaatan. Kenyataan bahwa kita tetap teguh untuk membuktikan bahwa kita benar adalah hampir selalu merupakan petunjuk bahwa ada suatu unsur ketidaktaatan (pada Tuhan) dalam diri kita. Tidaklah mengherankan bila Roh Allah sedemikian kuatnya mendesak kita agar tetap tinggal di dalam terang (lihat Yohanes 3:19-21).

“Segeralah berdamai dengan lawanmu ...” Apabila dalam hubungan Anda dengan seseorang, tiba-tiba mendapati bahwa Anda mempunyai kemarahan di dalam hati Anda, akui dan bereskanlah hal itu secepatnya di hadapan Tuhan, berdamailah dengan orang tersebut -- lakukanlah sekarang!

Ayat Alkitab: Matius 5:25
Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara.

Sumber: Renungan Oswald Chambers

Rabu, 02 Agustus 2023

Diet vs Puasa

Bacaan: Zakharia 7:1-7

Hari itu harus menjadi sabat, hari perhentian penuh, bagimu dan kamu harus merendahkan diri dengan berpuasa. Itulah suatu ketetapan untuk selama-lamanya — Imamat 16:31

Seorang teman non-Kristen pernah bertanya kepada saya, “Kenapa kamu juga berpuasa? Kan tidak diwajibkan di agamamu?” Saya yang saat itu masih belum menjadi hamba Tuhan, menjawab setengah bercanda, “Sekalian diet.” Apa sebenarnya tujuan berpuasa? Di bagian ini, orang-orang Israel yang telah mendengar penglihatan-penglihatan Zakharia, bertanya kepada Tuhan, “Apakah kami perlu berpuasa untuk menunjukkan pertobatan kami?” Jawaban Tuhan pada ayat 5-7 bernada sarkastik sekali. Tuhan seolah bertanya balik, “Memangnya selama ini kamu benar-benar berpuasa?”

Puasa bukanlah untuk mengurangi kalori, tetapi untuk merendahkan diri. Demikianlah yang dikehendaki Tuhan. Coba saja baca perintah Tuhan di dalam Imamat 16:29, 31; 23:27, 29, 32 dan sebagainya. Frasa yang banyak digunakan pada ayat-ayat tersebut adalah “merendahkan diri dengan berpuasa”. Yang penting adalah sikap merendahkan diri di hadapan Tuhan. Puasa hanyalah ekspresi sikap tersebut.

Namun kenyataannya, puasa yang selama ini dilakukan umat Tuhan hanyalah rutinitas rohani belaka. Tidak ada kesungguhan hati untuk bertobat. Apa bedanya dengan diet?

Orang Kristen zaman Perjanjian Baru seperti kita memang tidak diwajibkan untuk berpuasa. Namun, esensinya tetap berlaku, yakni bahwa kita harus merendahkan diri di hadapan Tuhan. Itulah sebabnya Imamat 16:31 mengatakan bahwa merendahkan diri adalah ketetapan untuk selama-lamanya.

Malah, tuntutan kepada kita lebih tinggi. Meski tidak ada puasa wajib, Tuhan meng-hendaki kita agar senantiasa merendahkan diri di hadapan-Nya, tidak hanya satu kali se-tahun atau sebelum Perjamuan Kudus saja, tetapi setiap saat ketika kita memikirkan atau melakukan dosa. Sayangnya, seringkali kita sudah menyiapkan seribu satu alasan untuk berdalih di hadapan Tuhan. “Kenapa kamu marah kepada istrimu?” “Karena dia terlambat menyiapkan makan, padahal aku sudah lapar sehabis pulang kerja.” “Kenapa kamu mendiamkan suamimu?” “Karena dia lupa memperbaiki pipa ledeng.” Kita selalu bisa berdalih di hadapan Tuhan.

Bagian ini tidak hanya mengajarkan tentang puasa, tetapi prinsip tentang merendahkan diri. Merendahkan diri berarti sadar bahwa dosa adalah dosa. Sudahlah, tidak perlu mencari seribu satu alasan seolah-olah Tuhan tidak tahu keadaan kita. Tuhan Yesus memang mengerti keadaan kita, tetapi ini tidak berarti Dia memberi lampu hijau untuk dosa.

Refleksi Diri:

• Cobalah menghitung dosa yang Anda lakukan dalam sehari. Bandingkan berapa kali Anda secara jujur merendahkan diri dan berapa kali Anda berdalih kepada Tuhan.

• Mana yang lebih banyak? Maukah Anda belajar merendahkan diri di hadapan Tuhan?

Sumber: Renungan GII Hok Im Tong

Selasa, 01 Agustus 2023

Buka Telingamu!

Bacaan: YAKOBUS 1:19-27

Saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: Setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah; sebab kemarahan manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah. (Yakobus 1:19-20)

Ada nasihat, "Janganlah mengambil keputusan ketika kamu sedang marah!" Ketika sedang emosional (marah) akan menghalangi seseorang untuk bisa berpikir dengan jernih, akibatnya keputusan yang dihasilkan tidak tepat sasaran, atau bahkan bisa melahirkan persoalan baru.

Yakobus terlebih dahulu mengingatkan bahwa hidup kita adalah pemberian Allah. Kesadaran ini akan melahirkan sebuah sikap hidup yang sesuai dengan kehendak Allah. Yakobus menggunakan pengalaman keseharian yang bisa dengan mudah kita pahami, yaitu tentang "cepat mendengar" yang artinya membuka telinga dan pemahaman selebar-lebarnya; "lambat berkata-kata" artinya membuka cakrawala berpikir sedalam-dalamnya; "lambat untuk marah" artinya mengolah emosi. Orang yang cakap mendengar adalah orang yang mampu berpikir, mengelola dan mencerna informasi dengan bijaksana. Dari sana akan terlahir respons yang bijaksana pula. Namun fakta yang terjadi adalah sebaliknya. Kita cenderung tergesa-gesa untuk bertindak, enggan mendengarkan terlebih dahulu dan menggunakan akal budi. Akibatnya, kita menjadi emosional, marah-marah dan mencari kambing hitam atas persoalan yang sedang kita hadapi. Padahal sudah jelas, Yakobus berkata orang yang sedang dirundung amarah adalah orang yang tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah.

Lalu, apakah kita tidak boleh marah? Marah adalah bagian dari hidup manusia, Yakobus menggunakan frasa "lambat untuk marah", artinya sisi kemanusiaan seseorang diberi tempat. Namun janganlah "marah" menjadi prioritas pilihan kita. Prioritas pilihan kita tetap pada yang utama, yaitu "hendaklah cepat untuk mendengar". Oleh karenanya mendengar adalah sebuah sikap batin manusia yang perlu dilatih dalam terang sabda Tuhan. --LBG/www.renunganharian.net

MENDENGAR, BERPIKIR, MENGELOLA EMOSI ADALAH TIGA KUNCI UNTUK BERSIKAP TEPAT DALAM MENYELESAIKAN PERSOALAN.