Rabu, 31 Januari 2024

Minamata


Bacaan: 2 KORINTUS 6:14-7:1


Saudara-saudaraku yang terkasih, karena kita sekarang memiliki janji-janji itu, marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah. (2 Korintus 7:1)


Pada pertengahan 1950-an, kota Minamata di Jepang mengejutkan dunia karena sebuah penyakit aneh yang muncul di sana. Diawali dengan perubahan perilaku kucing-kucing yang kejang-kejang lalu menerjunkan diri ke laut. Lalu disusul dengan gejala pada penduduk setempat yang mengalami gemetar, kejang, kesulitan berjalan, pendengaran berkurang, mengalami kelumpuhan, hingga kematian. Setelah diteliti, ternyata penyebabnya ialah karena mereka mengonsumsi ikan dan hasil laut yang telah terkontaminasi oleh merkuri yang berasal dari sebuah pabrik kimia yang membuang limbahnya ke laut dalam jumlah besar selama 36 tahun. Puluhan ribu orang mengalami gejala berat dan hampir dua ribu orang meninggal dunia. Penyakit itu pun dinamai sesuai kota asalnya, yakni Minamata.


Suatu polusi atau pencemaran memang sangat berbahaya. Memang dampaknya tidak selalu terlihat seketika, tetapi yang jelas ia akan menimbulkan berbagai hal buruk. Prinsip ini juga berlaku secara rohani. Inilah yang diingatkan Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus, agar mereka tidak berkompromi dengan hal-hal yang bertentangan dengan pengajaran Kristus. Itulah yang menghindarkan mereka dari kecemaran, sehingga tetap menjalani hidup yang kudus.


Lalu bagaimana upaya kita menjaga diri dari pencemaran rohani? Apakah bahan bacaan atau tontonan kita mendorong kita menaati Kristus, ataukah sebaliknya? Apakah lingkungan pergaulan serta kebiasaan-kebiasaan kita menolong kita menjalani hidup yang benar? Mari terus menjadikan firman Tuhan sebagai panduan hidup kita, itulah pelindung kita dari segala kecemaran. --HT/www.renunganharian.net


BERPEGANG TEGUH KEPADA PENGAJARAN KRISTUS YANG BENAR, AKAN MENJAGA KITA DARI SEGALA TINDAKAN YANG CEMAR.

Selasa, 30 Januari 2024

Dosa


Bacaan: 1 RAJA-RAJA 11:1-13


TUHAN pun murka kepada Salomo, sebab hatinya telah berpaling dari Tuhan, Allah Israel, yang telah dua kali menampakkan diri kepadanya. (1 Raja-raja 11:9)


Bagaimana pendapat kita mengenai dosa? Apakah hanya seputar perbuatan kejam, seperti perampokan, penganiayaan, dan pembunuhan? Maka jika kita tidak merampok, kita tidak berdosa. Jika kita tidak menganiaya, kita tidak berdosa. Jika kita tidak membunuh, kita tidak berdosa. Susanna Wesley, ibu dari John dan Charles Wesley, menuturkan sebuah pernyataan yang mengungkap makna dosa dengan lebih mendalam. Kata beliau, "Apa pun yang melemahkan akal sehatmu, merusak kelembutan hati nuranimu, menjauhkanmu dari Tuhan, atau menghapus kecintaanmu terhadap hal-hal rohani-semua itu adalah dosa bagimu."


Tuhan murka terhadap Salomo. Artinya, ia telah berdosa. Terlihat Salomo tidak melakukan perbuatan kejam. Ia tidak berbuat semena-mena pada para pegawainya atau rakyatnya. Murka Tuhan ditujukan karena didapati hatinya telah menyimpang (ay. 9). Atas dorongan istri-istrinya-yang berasal dari bangsa-bangsa asing-Salomo beribadah pada allah lain. Akal sehat melemah, ia memuja patung berhala yang tidak mampu berbuat apa-apa. Kelembutan hati nurani rusak, ia lebih menuruti nafsu duniawi, menyukakan hati para istri. Lalu diikuti hubungan dengan Tuhan yang semakin menjauh. Kecintaan terhadap hal-hal rohani terhapuskan, ia tidak segenap hati beribadah pada Tuhan. Semua itu adalah dosa bagi Salomo.


Belum pantas kita bermegah saat tidak melakukan perbuatan kejam. Perlu kita selidiki akal sehat dan hati nurani. Adakah allah lain (Mamon, pasangan, dll.) kita puja atau kita turuti nafsu duniawi? Lihat juga bagaimana hubungan kita dengan Tuhan. Masihkah dekat atau mulai menjauh? Masihkah kita antusias terhadap hal-hal rohani seperti pelayanan? Hati-hati semua itu menjadi dosa bagi kita. --LIN/www.renunganharian.net


CAKUPAN DOSA LEBIH MENDALAM DARI SEKADAR PERBUATAN KEJAM.

Senin, 29 Januari 2024

NASIHAT YANG BIJAK


Bacaan: Lukas 2:46-52


NATS: Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia (Lukas 2:52)


Saya takkan pernah lupa pada Jake. Kakinya tampak terlalu panjang dan kurus untuk menahan arus sungai. Sepatu botnya yang bertambal-tambal dengan warna yang sudah memudar terlihat lebih tua dari dirinya. Rompi memancingnya yang compang-camping direkatkan dengan peniti. Topi uzurnya telah koyak dan ternoda oleh keringat. Tangkai pancingnya yang kuno tampak carut-marut dan penuh balutan.


Saya mengamatinya saat ia menuju ke hulu air yang tenang dan mulai melemparkan pancingnya. Lihat! Ia memancing di tempat yang sama dengan tempat saya memancing sebelumnya pada hari itu, dan berhasil mendapatkan ikan trout, padahal saya tadi tidak mendapatkannya. Tampaknya ia dapat mengajarkan kepada saya satu atau dua hal. Jadi saya harus bertanya kepadanya.


Kita akan mendapatkan wawasan dengan mendengarkan mereka yang telah berpengalaman dan tahu lebih banyak dari kita, yakni pengetahuan yang tidak kita dapatkan karena terhalang oleh kesombongan kita. Kita dapat belajar dari orang lain bila kita mau merendahkan hati dan mengakui betapa sedikit yang kita ketahui. Kesediaan untuk belajar merupakan tanda orang yang bijaksana.


Renungkan tentang Yesus yang semasa kanak-kanak "duduk di tengah-tengah alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka" (Lukas 2:46). Amsal 1:5 menyatakan bahwa "baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan". Marilah kita bertanya kepada mereka yang hidup dengan mencari hikmat Allah --David Roper


JIKA ANDA BERPIKIR TELAH MENGETAHUI SEGALA SESUATU

SESUNGGUHNYA ANDA MASIH HARUS BANYAK BELAJAR


Sumber: Renungan Harian

Minggu, 28 Januari 2024

Jangan Biarkan Rasa Takut akan Kegagalan Menghalangi Anda


Bacaan Hari ini:

2 Timotius 1:7 “Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban.”


Hanya tiga bulan setelah Kay dan saya menikah, saya mengalami gangguan fisik dan guncangan mental total dan berakhir dirawat di rumah sakit. Karena dipenuhi dengan ketakutan akan kegagalan, saya merasa hidup saya telah berakhir—meski pada saat itu usia saya baru 21 tahun. Psikiater yang menangani saya menyuruh saya untuk mengambil rehat sejenak.


Maka kami pergi ke rumah orang tua saya di California utara. Di situ saya terus merasa gagal total. Saya merasa tidak becus. Segalanya membuat saya gundah dan gelisah.


Kemudian, pada suatu malam, saya bermimpi buruk. Saya terbangun dengan penuh keringat dingin. Saat saya berbaring di tempat tidur, terengah-engah, saya mendengar telepon rumah berdering. Ibu saya mengangkatnya. Pria di ujung telepon itu bertanya, “Apakah ini rumah Rick Warren? Bisakah saya berbicara dengannya?”


Ketika saya menjawab telepon itu, pria itu berkata, “Rick, Anda tidak mengenal saya. Kita tidak pernah bertemu sebelumnya. Tidak masalah bagaimana saya bisa mendapatkan nomor ini. Saya tinggal di San Diego, dan Tuhan menyuruh saya untuk menelepon Anda dan memberikan Anda ayat ini: “Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban” (2 Timotius 1:7). Dan, Rick, dalam Yesus Kristus Anda punya hak untuk memiliki mental yang sehat.” Kemudian dia menutup telepon.


Apakah Anda tak percaya Tuhan menggunakan orang-orang seperti pria itu dalam pekerjaan-Nya? Percayalah. Tuhan bisa menggunakan malaikat-Nya, atau bisa juga Ia berkata kepada seseorang: “Telepon orang itu.” Lalu dengan taat, orang itu melaksanakannya.


Saya berpegang pada ayat itu selama masa depresi saya, ketika saya merasa gagal, di mana sebenarnya hidup saya baru saja dimulai. Ternyata rencana Tuhan atas hidup saya belum usai. Dan semenjak saat itu, Tuhan telah melakukan banyak karya dalam hidup saya.


Tuhan juga belum selesai dengan Anda, terlepas dari apa pun yang sudah Anda lewati. Saya turut berempati dengan segala rasa sakit yang sudah Anda alami, tetapi Anda tak bisa membiarkan rasa takut itu menahan Anda. Dorong diri Anda untuk terus berpegang kepada Tuhan di dalam segala hal yang Anda lakukan. Kemudian hiduplah di dalam iman dan kasih.


Renungkan hal ini:

- Mimpi apa yang telah Tuhan berikan pada Anda yang akan Anda kejar dengan sepenuh hati, seandainya Anda tahu Anda tidak akan gagal?

- Bagaimana 2 Timotius 1:7 dapat diterapkan pada ketakutan Anda akan kegagalan dalam mengejar impian Anda? Bagaimana caranya supaya Anda dapat melangkah maju dengan iman?

- Apakah saat ini Anda membiarkan kegagalan di masa lalu menahan Anda untuk mengejar mimpi Anda? Mintalah Tuhan untuk membantu Anda melihat bahwa Dia tetap mengasihi Anda dan ingin agar Anda menggenapi tujuan-Nya atas Anda.


Tuhan ada dalam kegagalan dan keterpurukan Anda. Tuhan sanggup memulihkan dan mengangkat Anda kembali.


(Diterjemahkan dari Daily Devotional by Rick Warren)

Sabtu, 27 Januari 2024

PERSIAPAN YANG BENAR


Bacaan: Kisah Para Rasul 20:7-12


NATS: Seorang muda bernama Eutikhus duduk di jendela ... tidak dapat menahan kantuknya (Kisah Para Rasul 20:9)


Barangkali Eutikhus bukan orang pertama yang tertidur sewaktu mendengarkan khotbah dalam ibadah (Kisah Para Rasul 20:9), dan tentunya juga bukan yang terakhir. Sebagian faktor kesalahannya mungkin terletak pada kebaktian yang menjemukan dan khotbah yang membosankan. Selain itu bisa juga karena faktor-faktor lain.


Contohnya, semasa kecil saya memperhatikan bahwa mereka yang bekerja di luar gedung pada musim dingin mendapati bahwa kehangatan gedung gereja merupakan tempat yang enak untuk tidur. Beberapa tahun kemudian, setelah bekerja 17 jam setiap Sabtu di pasar daging, saya sendiri harus berjuang untuk tetap terjaga sewaktu mengikuti kebaktian Minggu pagi. Berbagai aktivitas sosial pada Sabtu sore juga dapat membuat orang mengantuk pada Minggu pagi.


Salah satu kunci untuk mengalami perjumpaan yang indah dengan Allah pada Minggu pagi adalah dengan melakukan persiapan sehari sebelumnya. Memang, mereka yang berada pada posisi pemimpin sudah banyak memperhatikan dan berdoa untuk lancarnya kebaktian. Namun kita yang duduk di bangku gereja sebagai jemaat seharusnya juga mengingat ibadah di Minggu pagi saat merencanakan aktivitas di hari Sabtu. Dengan begitu kita akan siap untuk bernyanyi, berdoa, dan memahami semua yang dikatakan, termasuk kebenaran yang disampaikan melalui khotbah.


Kita akan mendapat visi baru tentang kebesaran dan kasih Allah, juga suatu keinginan yang diperbarui untuk melakukan kehendak-Nya, jika kita melakukan persiapan ibadah dengan benar --Herb Vander Lugt


IBADAH PADA MINGGU PAGI

HARUS DIMULAI SEJAK SABTU MALAM


Sumber: Renungan Harian

Jumat, 26 Januari 2024

Tidak Mencari Untung


Bacaan: NEHEMIA 5:14-19


... selama dua belas tahun, aku dan saudara-saudaraku tidak pernah mengambil bahan makanan yang menjadi hak bupati. (Nehemia 5:14)


Memperhatikan dunia saat ini yang begitu mengagung-agungkan materi, tidaklah aneh bahwa segala sesuatu dilakukan atas dasar apakah itu menguntungkan bagiku? Keuntungan tambahan apa yang bisa aku dapatkan dari pekerjaanku? Tidak sedikit pemimpin-pemimpin yang tertangkap karena mengambil keuntungan dari jabatan yang dimiliki. Bahkan, seseorang yang awalnya terlihat baik pun menjadi tidak setia dan akhirnya juga mencari keuntungan bagi dirinya sendiri.


Ketika Nehemia menerima panggilan untuk membangun tembok Yerusalem, ia memahami bahwa Allah akan memelihara hidupnya dalam mengerjakan panggilan itu. Segala hal dilakukannya dengan penuh kesungguhan dan tanggung jawab sampai selesainya tembok dengan baik dalam waktu lima puluh dua hari. Ketika akhirnya Nehemia dipanggil untuk menjadi pemimpin di tanah Yehuda, selama dua belas tahun, ia tetap konsisten bahwa jabatan itu dari Tuhan dan merupakan pelayanan bagi Tuhan. Ia bahkan tidak mengambil bagian yang menjadi haknya sebagai pemimpin (ay. 14). Nehemia tidak menggantungkan hidupnya atas keuntungan-keuntungan yang sebenarnya bisa ia peroleh sebagai pemimpin karena ia takut akan Allah (ay. 15). Kesejahteraannya adalah karena pemeliharaan Allah.


Memperkaya dan mencari keuntungan sendiri tentulah sering menggoda kehidupan kita, sekalipun kita bukan seorang pemimpin. Jika kita terlena, kita bisa saja melakukannya, bahkan juga dalam pelayanan kita. Marilah kita belajar seperti Nehemia yang setia, di mana hidup dan panggilannya terus-menerus didasarkan pada takut akan Allah, itulah yang akan menolong kita bertahan. --ANT/www.renunganharian.net


ADALAH SUKACITA KETIKA KITA TIDAK MENDAPATKAN KEUNTUNGAN SEKALIPUN KARENA TAKUT AKAN ALLAH.

Kamis, 25 Januari 2024

Fomo (Fear Of Missing Out)


Sumber: 1 Samuel 8:1-22 


Tetapi bangsa itu menolak mendengarkan perkataan Samuel dan mereka berkata: 

“Tidak, harus ada raja atas kami; maka kami pun akan sama seperti segala bangsa-bangsa lain; raja kami akan menghakimi kami dan memimpin kami dalam perang.” —1 Samuel 8:19, 20 


FOMO (fear of missing out). Ini singkatan terkenal. Terjemahan bebasnya: gak mau ketinggalan zaman atau perkembangan. Takut kudet (kurang update). Generasi milenial dan Z adalah yang paling takut FOMO. Tak heran, jika ada film baru “meledak”, bioskop diserbu. Jika ada promosi paket makanan dilabeli artis Korea, antrian bejibun. 


Bangsa Israel juga mengalami FOMO. Ketika bangsa-bangsa sekitar diperintah raja, mereka meminta Samuel mengangkat raja bagi mereka. Alasan awalnya adalah anak-anak Samuel tidak becus sebagai hakim. Mungkin alasan ini ada benarnya, tetapi pada akhirnya alasan sebenarnya adalah FOMO (ay. 5). Bangsa Israel ingin sama seperti bangsa-bangsa lain yang memiliki raja (ay. 20). Padahal, mereka sudah punya Tuhan, Raja paling sempurna. Apalagi yang kurang. Nyatanya, mereka memilih raja manusia dan menolak Tuhan. Mereka tidak puas kepada Tuhan karena FOMO. Bahkan sekalipun Tuhan wanti-wanti tentang akibat buruk dari pemerintahan raja, mereka bersikeras (ay. 10-19). 


FOMO adalah gejala sosial yang harus diwaspadai karena jika tidak disikapi dengan hati-hati, bisa berdampak pada kehidupan secara keseluruhan. Orang yang selalu ingin update dapat kejeblos dalam gaya hidup yang salah. Masalahnya bertambah serius jika FOMO mengakibatkan seseorang lebih takut kudet daripada takut Tuhan. Kebenaran Tuhan dinomorduakan. Karena alasan FOMO, kita menjadi terlalu kritis terhadap tren dan budaya kekinian sehingga apa yang banyak diikuti atau dipakai orang atau lagi nge-tren, nge-hype langsung kita anggap bagus dan tiru.


Saya tidak anti tren kekinian atau budaya baru. Saya juga ikuti tren sejauh itu masih wajar dan tidak bertentangan dengan firman Tuhan. Namun, saya selalu berpegang pada prinsip: apakah itu benar? (sesuai firman Tuhan); apakah itu baik? (membangun iman dan bermanfaat bagi kehidupan saya dan sesama dan memuliakan Tuhan?); apakah itu saya butuhkan? (atau hanya keinginan yang tidak penting-penting amat).


Refleksi Diri:

Apakah Anda FOMO? Jika ya, mengapa FOMO?


Apakah Anda sudah berdoa meminta hati yang lebih takut kepada Tuhan daripada takut ketinggalan tren dunia?


Sumber: Renungan GII Hok Im Tong

Rabu, 24 Januari 2024

Tugu Peringatan Virtual


Bacaan: 1 Samuel 7:1-17


Kemudian Samuel mengambil sebuah batu dan mendirikannya antara Mizpa dan Yesana; ia menamainya Eben-Haezer, katanya: “Sampai di sini TUHAN menolong kita.”- 1 Samuel 7:12


Bangsa Israel kuno sering membuat tugu peringatan. Anda bisa menemukan dalam Alkitab beberapa peristiwa penting yang dibuatkan tugu peringatannya. Dalam peristiwa Israel menang perang melawan Filistin, Samuel membuat tugu yang dinamai Eben-Haezer. Eben artinya batu. Ezer artinya penolong. Samuel ingin bangsanya selalu mengingat Tuhan sebagai Penolong mereka dalam kesesakan. Bahwa kemenangan mereka dalam perang bukan karena kesanggupan atau kehebatan mereka, tetapi karena pertolongan Tuhan semata. Selain mengingatkan untuk selalu bersyukur kepada Tuhan, tugu juga berfungsi untuk mengingatkan mereka agar setia beribadah dan menyembah Tuhan.


Zaman sekarang kita jarang membuat tugu peringatan lagi. Boleh-boleh saja kalau Anda ingin melakukannya. Saya pernah mengunjungi rumah jemaat yang memajang alat penggiling terbuat dari batu di ruang tamunya yang mewah. Ia mengatakan alat tersebut digunakan mamanya mencari nafkah dengan menggiling kacang kedelai menjadi susu. Memajang ikon/ benda tertentu bisa menolong kita untuk mengingat jasa orangtua dan kebaikan Tuhan.


Berkaitan dengan tugu peringatan, saya ingin mengajak Anda merenung, mengapa ada orang yang susah sekali mengingat apalagi memeringati kebaikan Tuhan? Kalau bertemu dengannya, selalu yang keluar keluhan. Ada lagi orang yang di depan kita mengucap syukur, tetapi dalam kehidupan sehari-harinya penuh ketamakan, iri hati, dan kecemasan. Yang lain mengatakan, “Hidup saya susah.” Ya, hidup di dunia ini memang susah. Sesenang-senangnya hidup seseorang, pasti ada susahnya juga. Sebaliknya, sesusah-susahnya hidup seseorang, pasti ada senangnya juga. Jadi, jangan tunggu segalanya menjadi baik baru mengucap syukur.


Temukan, ya, coba temukan hal-hal yang bisa membuat Anda bersyukur. Mungkin hal “sepele” seperti bisa makan es krim yang enak. Semakin sering Anda mengingat hal-hal tersebut, semakin Anda bahagia. Anda mungkin tidak membangun tugu seperti Samuel, tetapi Anda bisa membangun tugu peringatan “virtual” di dalam pikiran Anda untuk memeringati kebaikan-kebaikan Tuhan Yesus di dalam hidup Anda. Salam Eben-Haezer!


Refleksi Diri:

Apa kebaikan-kebaikan Tuhan di masa lalu yang bisa Anda ingat dan syukuri?


Bagaimana Anda akan menyatakan syukur sebagai ucapan terima kasih Anda kepada Tuhan Yesus atas kebaikan-kebaikan-Nya?


Sumber: Renungan GII Hok Im Tong

Selasa, 23 Januari 2024

Perintah yang Sederhana


Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: ikutlah Aku. –Yohanes 21:22


Ayat Bacaan & Wawasan :

Yohanes 21:17-24


“Rapikan dulu ruang depan sebelum kamu tidur,” perintah saya kepada salah satu putri saya. “Kenapa adik tidak usah melakukannya?” balasnya langsung, sambil menunjuk adik perempuannya.

Penolakan halus semacam itu sering terdengar di rumah kami waktu putri-putri kami masih kecil. Respons saya selalu sama: “Tidak usah kau urus adikmu; yang Ayah minta itu kamu.”


Dalam Yohanes 21, kita melihat kecenderungan manusiawi itu ditunjukkan oleh para murid. Yesus baru saja memulihkan Petrus yang pernah menyangkal-Nya tiga kali (lihat Yoh. 18:15-18, 25-27). Sekarang, Yesus berkata kepada Petrus, “Ikutlah Aku” (21:19)—suatu perintah yang sederhana tetapi memberi dampak yang serius. Yesus menjelaskan bahwa Petrus akan mengikuti-Nya sampai pada cara ia mati kelak (ay. 18-19).

Belum sempat mencerna perkataan Yesus itu, Petrus langsung bertanya tentang seorang murid yang mengikuti mereka: “Apakah yang akan terjadi dengan dia ini?” (ay. 21) Yesus menjawabnya, “Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: ikutlah Aku” (ay. 22).


Betapa seringnya kita bersikap seperti Petrus! Kita bertanya-tanya tentang perjalanan iman orang lain dan bukan tentang apa yang Allah kerjakan dengan hidup kita. Di masa senja Petrus, ketika kematian yang Yesus nubuatkan dalam Yohanes 21 sudah semakin dekat, ia menerangkan lebih lanjut perintah sederhana dari Kristus: “Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu” (1 Ptr. 1:14-15).


Itu sudah cukup untuk menjaga fokus kita kepada Yesus, dan bukan kepada orang di sekitar kita.


Oleh:  Matt Lucas


Renungkan dan Doakan

Apa yang menggoda Anda untuk membandingkan perjalanan iman Anda dengan orang lain? Bagaimana cara Anda untuk terus menjaga fokus kepada Yesus hari ini?


Bapa Surgawi, bentuklah aku semakin serupa dengan citra Anak-Mu.


Sumber: Our Daily Bread

Senin, 22 Januari 2024

Tuhan Yang Tutup, Tuhan Juga Yang Buka


Bacaan: 1 Samuel 1:1-19


Dia yang mengingat kita dalam kerendahan kita; bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.- Mazmur 136:23


Hana, dalam bahasa Ibrani berarti anugerah. Nama yang indah. Namun, nasib Hana dalam 1 Samuel tidaklah indah. Nama itu tidak sepadan dengan nasibnya. Betapa tidak, ia tidak punya anak. Hana mandul. Keadaan yang hina sekali pada masa itu. Ia sering dirundung oleh Penina, istri Elkana yang lain. Rundungan yang terjadi bertahun-tahun. Suaminya mencoba menghibur, tetapi tidak menyembuhkan luka hatinya. Elkana tidak mengerti luka hati Hana dan hanya memberi penghiburan logis. Penulis kitab Samuel bahkan memberi keterangan, “sebab TUHAN telah menutup kandungannya.” Pernyataan itu diulang sampai dua kali (ay. 5, 6). Kalau Tuhan saja sudah menutup kandungannya, siapa lagi harapannya? Sungguh malang nasib Hana. Ia hanya bisa berdoa dan menangis. Berulang-ulang. Lama sekali. Air matanya pun sudah kering karena menangis. Kesedihannya bertambah lagi ketika Imam Eli, sosok rohaniwan yang mestinya bersimpati kepadanya malah menganggapnya mabuk anggur. Ia dituduh bukan wanita baik-baik. Tuduhan yang tambah melukai hatinya. Hana benar-benar terpuruk.


Manusia boleh menghina, menista, merendahkan kita, tetapi nasib kita tidaklah ditentukan oleh manusia. Nasib manusia ditentukan sepenuhnya oleh Tuhan. Itulah yang terjadi pada Hana. “Ketika Elkana bersetubuh dengan Hana, isterinya, TUHAN ingat kepadanya” (ay. 19b). Ketika Tuhan mengingat manusia maka nasibnya berubah. Tuhan mengingat artinya Dia bertindak. Tuhan datang kepada Hana yang terpuruk dan mengangkatnya. Tuhan mengubah nasibnya dari seorang perempuan mandul menjadi seorang ibu yang melahirkan anak.


Apakah Anda merasa nasib Anda sedang tidak baik-baik saja, seakan Tuhan tidak peduli dengan nasib Anda? Anda bahkan merasa Tuhan “memusuhi” Anda? Anda berdoa sekian lama sambil menangis, rajin ke rumah ibadah seperti Hana, tetapi belum juga melihat titik terang? Belum tampak juga jawaban dan pengabulan doa dari Tuhan? Ingatlah, Tuhan Yesus tidak pernah melupakan Anda. Akan tiba waktunya Tuhan “mengingat” Anda seperti Dia mengingat Hana. Anda percaya?


Refleksi Diri:

Apakah saat ini Anda sedang merasa Tuhan begitu jauh?


Apa dampak renungan hari ini bagi iman Anda? Berdoalah supaya Tuhan meneguhkan iman Anda.


Sumber: Renungan GII Hok Im Tong

Minggu, 21 Januari 2024

Panjang Umur Untuk Apa?


Bacaan: Filipi 1:20-26


Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. Jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu.- Filipi 1:22


Sebagian besar manusia ingin hidup berumur panjang, juga awet muda dan sehat. Mereka berharap umur panjang agar bisa menikmati kekayaan, kesenangan, dan kenikmatan dunia. Itulah sebabnya ketika berulang tahun, selalu dinyanyikan lagi: panjang umurnya, sehat badannya… padahal begitu berulang tahun, umur kita terpotong satu tahun, bukan? Itu berarti setiap tahun, umur kita bukan bertambah, melainkan berkurang.


Mengharapkan umur panjang sah-sah saja, tetapi sebagai orang Kristen, kita perlu bertanya kepada diri sendiri, panjang umur untuk apa dan untuk siapa?

Sebagai orang yang sudah ditebus oleh darah Yesus Kristus seharusnya tujuan hidup kita tidak hanya berfokus pada perkara duniawi, melainkan pada perkara rohani. Perkara jasmaniah hanyalah sementara, sedangkan perkara rohaniah bernilai kekal. Itulah sebabnya Rasul Paulus berkata, “… jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah.” Hidup memberi buah seharusnya menjadi tujuan hidup setiap orang Kristen sejati.

Memberi buah bagi Kristus, bagi Kerajaan Allah adalah buah yang bernilai kekal. Buah bersifat kekal yang bisa kita lakukan bagi Allah dan kebenaran-Nya, seperti melayani Tuhan, memberitakan Injil, memenangkan jiwa, berbuat baik, menolong orang, dan menghasilkan buah-buah Roh lainnya. Semua itu bisa kita bawa serta ketika meninggalkan dunia.

Buah yang bersifat duniawi, seperti materi, harta, dan kekayaan kelak akan kita tinggalkan.


Marilah bertanya kepada diri sendiri, kalau masih hidup di dunia ini, kalau masih ada umur panjang, apa tujuannya? Semoga tujuan hidup saudara sungguh jelas dan fokus pada kekekalan. Bukan hidup untuk makan. Bukan hidup untuk diri sendiri. Bukan pula hidup hanya untuk keluarga, untuk mengejar gelar, untuk harta benda dan uang, untuk dunia, apalagi untuk si iblis. Hiduplah yang utama untuk Tuhan Yesus. Jangan sampai hidup yang singkat ini menjadi percuma dan mati pun sia-sia, membawa penyesalan selama-lamanya.


Karena itu, marilah evaluasi tujuan hidup kita. Jika sudah menyimpang dari tujuan Allah, bertobatlah dan kembali kepada tujuan-Nya. Hiduplah untuk memuliakan Allah dan untuk menikmati Dia selamanya.


Refleksi Diri:

Apa tujuan hidup Anda saat ini? Apakah sesuai dengan kebenaran dan kehendak Tuhan?


Apa yang Anda lakukan, jika tujuan tersebut melenceng dari kebenaran? Bagaimana Anda akan memperbaikinya sesuai kehendak Allah?


Sumber: Renungan GII Hok Im Tong

Sabtu, 20 Januari 2024

Saat Manna Berhenti


Bacaan: YOSUA 5:1-12


Lalu manna berhenti turun pada hari itu ketika mereka makan hasil bumi dari negeri itu.Tidak ada lagi manna bagi orang Israel.Pada tahun itu mereka makan hasil bumi Kanaan. (Yosua 5:12)


Berapakah jumlah orang Israel ketika mereka meninggalkan perbudakan Mesir? Kitab Keluaran mencatat jumlahnya sekitar 600 ribu laki-laki dewasa. Itu belum termasuk anak-anak, remaja, dan perempuan, serta banyak orang dari berbagai bangsa yang menggabungkan diri dengan mereka (Kel 12:37-38). Para ahli memperkirakan totalnya ialah sekitar 2 atau 2, 5 juta orang. Pertanyaannya, bagaimana cara mencukupi kebutuhan orang sebanyak itu dalam pengembaraan selama 40 tahun di padang gurun?


Jawabnya ialah mukjizat. Allah menyediakan mereka manna. Roti dari surga, roti malaikat (Kel 16; Mzm 78:25). Bentuknya tipis seperti sisik, halus seperti embun beku, berwarna putih seperti biji ketumbar, rasanya seperti rasa kue madu. Dapat diolah dengan cara dimasak atau dibakar. Ketika umat Israel tiba di tanah Kanaan, waktunya bertepatan dengan Paskah, yakni peringatan kelepasan dari Mesir. Esoknya, setelah mereka memakan hasil Tanah Perjanjian itu, Allah berhenti menurunkan manna buat mereka. Kini Allah memelihara mereka dengan hasil negeri Kanaan yang melimpah dengan susu dan madu, seperti yang telah Dia janjikan.


Pemeliharaan Allah atas umat-Nya memang hadir dalam beragam cara: melalui hasil usaha dan pekerjaan kita, melalui keluarga serta kemurahan hati orang-orang di sekitar kita, bahkan melalui mukjizat-Nya. Dia menyediakan serta mencukupkan keperluan kita. Karenanya, patutlah kita senantiasa menyadari serta mensyukuri berkat-berkat-Nya. Manna memang berhenti, tetapi penyertaan dan pemeliharaan-Nya atas umat-Nya tetap ada sampai selamanya. --HT/www.renunganharian.net


PENYERTAAN DAN PEMELIHARAAN TUHAN TERJADI DENGAN BERBAGAI CARA

DALAM KEHIDUPAN KITA, MARI MENYADARINYA SERTA MENSYUKURINYA.

Jumat, 19 Januari 2024

JANGAN BERKATA TAKKAN PERNAH


Bacaan: Yohanes 13:1-10


NATS: Petrus menjawab-Nya: "Biarpun mereka semua terguncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak" (Matius 26:33)


Janet membuat pernyataan di Tahun Baru demikian: jangan pernah berkata takkan pernah. Dulu Janet Kirkman berencana takkan pernah menikah, punya anak, bekerja di bidang komputer, dan tinggal di California. Namun pada akhirnya ia menikah, mempunyai dua anak yang manis, bekerja di sebuah perusahaan komputer ternama, dan tinggal di California. Allah mengubah hampir semua rencana "takkan pernah"-nya.


Hal tersebut mengingatkan kita bahwa rencana Allah bisa sangat berbeda dengan rencana kita. Namun itu justru melindungi kita dari kesombongan dan kelemahan dalam menghadapi cobaan.


Ketika Yesus mengajar murid-murid-Nya tentang pelayanan yang sejati dengan membasuh kaki mereka, Petrus berkata kepada-Nya, "Engkau tidak akan membasuh kakiku sampai selama-lamanya" (Yohanes 13:8). Namun setelah Tuhan menjelaskan kepadanya bahwa ia "tidak mendapat bagian" dalam Dia tanpa mempelajari hal itu, Petrus dengan segera menyadari kesalahannya (ayat 8-10).


Beberapa saat kemudian, Petrus kembali jatuh karena kata takkan pernah ini. "Biarpun mereka semua terguncang imannya karena Engkau," kata Petrus kepada Yesus dengan sungguh-sungguh, "Aku sekali-kali tidak" (Matius 26:33-35). Kata sekali-kali tidak tersebut dengan segera berubah menjadi airmata kesedihan dan penyesalan yang mendalam (ayat 69-75).


Janet menyarankan: "Berhati-hatilah dalam menggunakan kata ‘takkan pernah!’ Kata itu hanya berpusat pada ‘aku,’ sementara Allah ingin kita berpusat pada ‘Dia’." Marilah kita memusatkan pikiran kepada Allah, fokus dari segala sesuatu -DJD


MANUSIA MEMIKIR-MIKIRKAN JALANNYA TETAPI TUHAN MENENTUKAN ARAH LANGKAHNYA (AMSAL 16:9)


Sumber: Renungan Harian

Kamis, 18 Januari 2024

AKANKAH KITA LULUS UJIAN?


Bacaan: Kejadian 3:1-19


NATS: Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, ... ia mengambil dari buahnya dan dimakannya (Kejadian 3:6)


Coyote [serigala padang rumput di Amerika Utara bagian barat] takkan mampu menolak santapan daging domba yang lezat. Itulah sebabnya bertahun-tahun silam para ahli melakukan eksperimen dengan menggunakan sekitar 500 bahan kimia yang berbeda untuk mengembangkan suatu larutan yang disemprotkan pada domba sehingga menjadikan mereka "anti-coyote". Sebuah campuran yang rasanya seperti saus pedas tampaknya menjanjikan keberhasilan.


Para ilmuwan berteori bahwa jika ujian ini berhasil, coyote tak akan berselera terhadap domba. Dengan demikian, coyote takkan lagi menjadi gangguan bagi masyarakat di negara yang beternak domba. Manusia pun akan menjadi sahabat terbaik dari anjing liar itu.


Kadang saya bertanya-tanya mengapa Allah tidak melakukan hal yang serupa di Taman Eden. Mengapa Dia tidak membuat pohon pengetahuan baik dan buruk itu berbuah jelek? Mengapa Dia tidak mengelilingi pohon itu dengan pagar berantai dan kawat berduri di atasnya? Bahkan, mengapa Allah menciptakan pohon itu? Saya yakin, sebagian jawabannya adalah bahwa godaan untuk melakukan yang jahat telah membawa Adam dan Hawa berhadapan dengan pertanyaan moral yang paling dasar, yakni: Apakah mereka akan menunjukkan kepercayaan penuh kepada sang Pencipta dan dengan penuh kasih menaati-Nya dengan segenap hati?


Kita menghadapi ujian yang serupa setiap hari. Dan, apakah yang akan kita perbuat? Apakah kita akan gagal dalam ujian itu? Atau, apakah kita akan mempercayai Allah sepenuhnya dan menaati perintah-perintah-Nya? --Mart De Haan II


SETIAP PENCOBAAN ADALAH KESEMPATAN UNTUK PERCAYA KEPADA ALLAH


Sumber: Renungan Harian

Rabu, 17 Januari 2024

Yang Utama: Ketaatan


Bacaan: 1 RAJA-RAJA 6:1-13


"Mengenai rumah yang sedang kaudirikan ini, jika engkau hidup sesuai dengan segala ketetapan-Ku, dan melakukan segala peraturan-Ku, serta memelihara segala perintah-Ku dengan menjalankannya, Aku akan menepati janji-Ku kepadamu yang telah Kufirmankan kepad (1 Raja-raja 6:12)


Apa yang kita harapkan ketika tiba-tiba seseorang datang untuk melihat apa yang sedang kita kerjakan? Tentunya kita berharap orang itu memuji cara kerja dan apa yang telah kita kerjakan, bukan? Salomo bisa jadi berharap demikian. Tuhan memercayainya untuk membangun Bait Allah dan Salomo telah memberikan segalanya, yang terbaik, agar bangunan itu berdiri dengan besar, megah, dan indah. Sebagai manusia yang merasa telah memberikan segalanya, wajar jika ia ingin mendengar Tuhan memujinya.


Tetapi itu tidak terjadi. Di tengah-tengah pembangunan yang sedang berlangsung, tiba-tiba firman Tuhan datang dengan pesan yang jauh dari harapannya. Bukan pujian, tetapi peringatan! Ya, tidak ada kata penghargaan atas cara kerja Salomo atau pujian betapa megahnya rumah itu. Sebaliknya, firman Tuhan mengingatkannya agar ia hidup menurut segala ketetapan-Nya, tetap mengikuti perintah-Nya dengan menjalankannya (ay. 12). Nyatalah bahwa kehadiran Tuhan itu tidaklah ada hubungannya dengan usaha keras Salomo dalam membangun rumah itu. Kehadiran-Nya sama sekali tidaklah ditentukan oleh kemegahan bangunan karya manusia.


Acapkali kita mengerjakan sesuatu dengan segala usaha keras dan mengira bahwa kita telah mengutamakan Tuhan. Merenungkan kembali firman Tuhan kepada Salomo, kita disadarkan bahwa apa yang membuat Tuhan berkenan kepada kita bukanlah sebuah karya atau usaha keras yang kita lakukan. Hal terutama yang menyukakan hati-Nya adalah ketika kita taat melakukan segala perintah-Nya dengan menjalankannya. Tunduk dan taat kepada firman Tuhan jauh lebih menyenangkan hati-Nya. --SYS/www.renunganharian.net


TUHAN TERTARIK KETIKA KITA DIDAPATI-NYA HIDUP TAAT DAN

SETIA KEPADA FIRMAN-NYA, BUKAN DENGAN KARYA HEBAT KITA.

Selasa, 16 Januari 2024

BERGUNA BAGI PERTUMBUHAN


Bacaan: 2 Timotius 3:10-17


NATS: Seluruh Kitab Suci diilhamkan Allah (2 Timotius 3:16)


Kutipan-kutipan manakah yang terdapat dalam Alkitab? 


1. Kebersihan itu bagian dari iman. 


2. Allah menolong orang-orang yang menolong diri mereka sendiri. 


3. Pengakuan itu baik bagi jiwa. 


4. Manusia menimbulkan kesusahan bagi dirinya, seperti bunga-bunga api berjolak tinggi. 


5. Uang adalah akar dari segala kejahatan. 


6. Kejujuran adalah kebijaksanaan terbaik. 


Percaya atau tidak, hanya satu dari kutipan ini yang terdapat dalam Alkitab. Kutipan keempat berasal dari Ayub 5:7. 


George Müller, seorang pendeta dan direktur sebuah rumah yatim piatu pada tahun 1800-an, tidak akan menemui kesulitan untuk mengetahui mana dari kutipan-kutipan ini yang berasal dari Alkitab. Mengapa? Sebab ia sudah membaca semuanya lebih dari 100 kali! Ia berkata: "Saya memandangnya sebagai hari yang hilang jika saya tidak menyediakan waktu untuk merenungkan firman Allah.... Saya selalu membiasakan diri untuk tidak mulai bekerja sebelum saya mengambil waktu bersama Allah dan firman-Nya. Berkat yang saya terima luar biasa." 


Kita tidak perlu merasa bersalah jika kita tidak membaca Alkitab sebanyak yang dilakukan Müller. Namun, pertimbangkanlah untuk membaca seluruh Alkitab bersama saya paling tidak sekali pada tahun yang akan datang ini -- bukan supaya kita dapat menjawab beberapa pertanyaan menjebak mengenai hal ini, tetapi karena Alkitab diberikan kepada kita oleh Allah dan berguna bagi pertumbuhan rohani kita (2 Timotius 3:16-17) --AMC 


BACALAH ALKITAB AGAR BIJAKSANA, 

PERCAYALAH AGAR SELAMAT,

LAKUKANLAH AGAR MENJADI SUCI 


Sumber: Renungan Harian

Senin, 15 Januari 2024

ANDA MAMPU!


Bacaan: Roma 7:15-25


NATS: Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku (Filipi 4:13)


Seorang anak kecil sedang berada di sebuah tempat cukur rambut. Ruangan itu dipenuhi asap cerutu. Si anak memencet hidungnya dan berseru, “Siapa sih yang merokok di sini!” Sang pemangkas rambut dengan malu-malu mengaku, “Saya.” Anak itu bertanya, “Tidakkah Anda tahu bahwa hal itu tidak baik bagi Anda?” “Saya tahu,” kata sang pemangkas rambut. “Saya sudah mencoba untuk berhenti seribu kali, tetapi saya tidak bisa.” Sang anak berkomentar, “Saya mengerti. Saya pun sudah berusaha untuk berhenti mengisap jempol, namun tidak bisa!” 


Kedua orang itu mengingatkan saya pada apa yang terkadang dirasakan orang-orang percaya terhadap pergumulan mereka dengan dosa kedagingan. Paulus meringkasnya dengan baik dengan berseru, “Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini?” (Roma 7:24). Pergulatan rohaninya akan dapat meninggalkan Paulus dalam keputusasaan, seandainya ia tidak menemukan solusinya. Menyambung pertanyaannya yang menyiksa dirinya, ia berseru dengan penuh kemenangan, “Syukur kepada Allah! oleh Yesus Kristus, Tuhan kita” (ayat 25). 


Apakah Anda sedang bergumul untuk berhenti dari kebiasaan-kebiasaan yang sulit dilepaskan? Seperti Paulus, Anda pun bisa menjadi pemenang. Jika Anda mengenal Tuhan Yesus sebagai Juru Selamat Anda, kemenangan itu dimungkinkan melalui kuasa Roh Kudus yang tinggal di dalam kita. Nyatakanlah dengan penuh percaya diri bersama Paulus, “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku” (Filipi 4:13). Anda dapat melakukannya! -RWD 


BERPIKIRLAH LEBIH SEDIKIT TENTANG KUASA YANG MENGALAHKAN ANDA 

DAN BERPIKIRLAH LEBIH BANYAK TENTANG KUASA KRISTUS DI DALAM ANDA


Sumber: Renungan Harian