Selasa, 30 April 2024

TUAN BECKSTER

[[Perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya adalah seperti buah apel emas di pinggan perak. ]] (Amsal 25:11)

Dalam sebuah adegan film anak-anak Barney: Good Manners , Barney bersama beberapa temannya berkunjung ke rumah Vera Gult, seorang penulis buku. Sebelum bertemu dengannya, mereka terlebih dulu berjumpa dengan Tuan Beckster, asisten di rumah itu. Saat Tuan Beckster memperkenalkan dirinya, salah seorang teman Barney berkata dengan semangat, “Oh , nama anjingku juga Beckster!” Jawaban lugu itu spontan mengubah raut wajah Tuan Beckster.

Becermin dari cerita ini, rupanya pemikiran yang jujur dan tulus perlu diimbangi dengan cara berhikmat dalam mengungkapkan kata-kata. Anak tadi tidak berbohong. Anjingnya memang bernama Beckster. Namun, agaknya kata-kata itu menyinggung Tuan Beckster.

Hendaknya kita peka terhadap keadaan sekitar tatkala berbicara. Sesuatu yang benar namun diucapkan pada saat yang tidak tepat akan menuai hasil yang tidak baik. Sebaliknya, perkataan yang diucapkan pada saat yang tepat, akan sangat bermanfaat. Apel emas melambangkan sesuatu yang sangat bernilai dan indah. Keindahan itu disempurnakan dengan penyajiannya di pinggan perak (Amsal 25:11). Artinya, perkataan yang berharga seharusnya disampaikan dengan cara yang tepat untuk menyempurnakan keindahan maknanya.

Mulailah peka terhadap keadaan di sekitar kita. Adakah orang yang butuh dorongan semangat, atau butuh dikuatkan dan dihibur? Adakah hati yang merasa kesepian dan butuh sapaan atau kata-kata apresiasi? Inilah saatnya kita menjadi saksi Tuhan melalui perkataan yang benar, yang disampaikan pada waktu dan situasi yang tepat (Helen Aramada).

Sumber: Amsal Hari Ini 

Senin, 29 April 2024

SYUKUR ADA KUTU

Bacaan: 1 Tesalonika 5:12-18

NATS: Mengucap syukurlah dalam segala hal (1 Tesalonika 5:18)

Corrie ten Boom telah memberikan inspirasi dan tantangan bagi ribuan orang setelah Perang Dunia II berakhir. Banyak hati tergetar dan hidup diubahkan, ketika dengan bersahaja namun menggugah, ia bercerita bagaimana Allah telah mencukupi kebutuhannya, bahkan sebagai seorang tawanan di kamp konsentrasi Nazi.

Kamp itu tidak saja jorok, tetapi juga banyak kutu. Saudara perempuan Corrie, Betsie, yang juga ditawan bersamanya, menekankan bahwa 1 Tesalonika 5:18 merupakan kehendak Allah bagi mereka: "Mengucap syukurlah dalam segala hal." Namun, bersyukur atas tempat yang penuh dengan kutu rasanya tidak masuk akal bagi Corrie, sampai kemudian ia sadar mengapa para penjaga tidak datang ke barak mereka untuk melarang mereka berdoa dan dan bernyanyi. Ternyata para penjaga itu menghindari kutu! Itu sebabnya para tawanan bebas beribadah dan mempelajari Alkitab di situ. Kutu-kutu itu, ya, bahkan kutu pun, menjadi alat untuk menyatakan kasih karunia Allah, dan merupakan sesuatu yang harus disyukuri.

Apakah "kutu-kutu" yang ada dalam hidup kita? Bukan masalah-masalah yang besar, melainkan gangguan-gangguan kecil. "Kutu-kutu" adalah pencobaan-pencobaan kecil yang tidak dapat kita hindari. Mungkinkah "kutu-kutu" itu justru merupakan salah satu cara Tuhan untuk mengajarkan pelajaran rohani kepada kita dan untuk membantu kita meningkatkan daya tahan terhadap ujian?

Ketika kita tergoda untuk bersungut-sungut, marilah kita ingat kutu-kutu tadi dan ucapkanlah syukur -VCG

JIKA ANDA BERHENTI UNTUK BERPIKIR SEJENAK ANDA AKAN MENEMUKAN ALASAN UNTUK BERSYUKUR

Sumber: Renungan Harian

Minggu, 28 April 2024

MELAYANGKAN MATA


Bacaan: Mazmur 121


NATS: Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku? Pertolonganku ialah dari TUHAN (Mazmur 121:1,2)


Seorang wanita yang karena pekerjaannya harus terus-menerus membaca, mulai mengalami masalah dengan matanya. Ia pun berkonsultasi pada dokter. Setelah diperiksa dokter berkata, "Mata Anda hanya lelah; Anda perlu mengistirahatkan mata Anda."


"Tapi, pekerjaan saya tidak memungkinkan hal itu" kata si wanita .


Selang beberapa saat dokter bertanya, "Apakah tempat kerja Anda ada jendelanya?"


"Iya," jawabnya dengan bersemangat. "Dari jendela depan saya dapat melihat kemegahan puncak Blue Ridge Mountains, dan dari jendela belakang saya dapat melihat pesona kaki bukit Allegheny."


Dokter menjawab, "Nah, itulah yang sesungguhnya Anda butuhkan. Ketika mata Anda terasa lelah, pandanglah pegunungan itu selama 10 menit, lebih baik lagi 20 menit. Dengan memandang kejauhan mata Anda akan beristirahat!"


Kebenaran dalam hal kesehatan jasmani ini juga dapat berlaku dalam hal rohani. Mata jiwa kita sering kali juga kelelahan karena kita banyak memfokuskan diri pada masalah dan kesulitan. Namun dengan memandang ke atas, memandang jauh, perspektif rohani kita akan dipulihkan.


Ada kalanya kita merasa tercengkeram oleh persoalan hidup. Namun ketika kita memandang kepada Tuhan melalui firman dan doa, Dia akan menolong kita memandang permasalahan dengan cara pandang yang benar dan memperbarui kekuatan kita.


Mari kita layangkan mata kita kepada Allah! (Mazmur 121:1) -Henry G. Bosch


UNTUK MENDAPATKAN FOKUS ROHANI YANG BENAR

ARAHKAN MATA ANDA KEPADA TUHAN


Sumber: Renungan Harian

Sabtu, 27 April 2024

Hubungan dan Alasan


Bacaan: YOHANES 21:1-19


Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya, "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Petrus pun merasa sedih karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya, "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada-Nya, "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, (Yohanes 21:17)


Sekitar tahun 2009, Ibu kami dirawat di rumah sakit dan butuh transfusi darah 2 kantong. Saya cari di PMI, stok darah yang sama dengan golongan darah beliau kosong. Sehingga saya harus mencari dua orang pendonor yang golongan darahnya cocok. Saya mencoba menelepon beberapa orang, mendatangi rumah saudara dan kawan, bertanya apa golongan darahnya, dan apakah mereka bersedia untuk menjadi donor. Akhirnya, dua orang yang golongan darahnya cocok bersedia, dan saat dicek di PMI, mereka memenuhi syarat dan darahnya diambil. Ibu tertolong berkat darah pemberian mereka.


Hubungan dan alasan membuat kita rela berbuat apa saja demi seseorang. Karena hubungan ibu dan anak, alasan agar ibu sehat, saya rela berbuat apa saja untuk ibu. Kenapa kita tak mau mengasihi seseorang padahal kita mampu? Bisa jadi karena kita tidak punya hubungan dan tidak ada alasan buat mengasihinya. Perhatikan Yesus, meski semua murid-Nya meninggalkan-Nya saat Dia ditangkap, meski Petrus menyangkal-Nya tiga kali, Yesus tetap mengasihi mereka. Yesus menemui mereka saat sedang kembali ke kehidupan lamanya (ay. 3). Yesus mengajak mereka makan bersama di tepi pantai (ay. 12). Yesus membangun kembali hubungan antara mereka yang sudah terputus dan rusak.


Jika kita bisa mengasihi orang-orang yang kita kenal dan mengasihi kita, mari melakukan hal yang sama kepada mereka yang belum kita kenal dan belum mengasihi kita. Mari membangun hubungan dan menemukan alasan untuk kita bisa mengasihi orang-orang yang perlu kasih, yang sedang susah, yang Tuhan kirimkan kepada kita. --RTG/www.renunganharian.net


KALAU HUBUNGAN KITA ERAT DENGAN TUHAN, KITA SELALU

MENEMUKAN ALASAN UNTUK MENGASIHI SESAMA.

Jumat, 26 April 2024

Melekat Dengan Sumber Kekuatan Kita


Ayat Renungan: 

Yakobus 4:8a, “Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu.”


Roma 15: 13, “Semoga Allah, sumber pengharapan, memenuhi kamu dengan segala sukacita dan damai sejahtera dalam iman kamu, supaya oleh kekuatan Roh Kudus kamu berlimpah-limpah dalam pengharapan.”

 

Pagi ini kita akan belajar tentang bagaimana seseorang bisa tangguh dan menang atas persoalannya. Kuncinya adalah melekat dengan sumber kekuatan itu sendiri. 

Kita pasti pernah bepergian, baik itu jarak jauh maupun jarak dekat. Tahukah Anda apa yang tidak pernah lupa untuk kita bawa selain uang dan berbagai hal yang identik dengan kita? Yaitu charger-an! Kenapa harus bawa charger-an? Karena chargeran yang menghubungkan handphone kita kepada sumber listrik. Tanpa charger-an, handphone kita akan lowbat dan kita tidak akan bisa melakukan berbagai kegiatan online kita, apakah itu berkomunikasi dengan orang lain atau bahkan mengerjakan banyak hal. Ada banyak sekali hal-hal penting yang akan kita lewatkan dan kita akan mengalami banyak sekali kerugian. 


Lalu apa sebenarnya kabel penghubung dalam kehidupan kita? Yaitu komunikasi! Komunikasi adalah penghubung kita dengan sumber kehidupan kita yaitu Allah. Bisa bayangkan bagaimana kita punya Allah tetapi kita tidak pernah berkomunikasi dengan Dia? Atau Dia mau berkomunikasi dengan kita tapi kita tidak bisa terkoneksi dengan Dia. Semudah itu kita menggambarkan komunikasi dengan Tuhan. Yakobus 4:8a, sendiri berkata, “Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu.”


Melekat dengan Tuhan, artinya setiap waktu kita mengisi hidup kita dengan bimbingan Tuhan, janjinya Tuhan, perkataan Tuhan ataupun juga kasih Tuhan. Karena dengan itulah hidup kita bisa beroperasi dengan baik. Suatu ketika seseorang berkata demikian, “Kamu pernah melihat mayat berjalan di mall, di jalan raya, di bus atau di hotel?” Saya tidak mengerti apa artinya sampai saya dijelaskan bahwa orang yang tidak punya komunikasi dengan Tuhan, mereka itu ibarat mayat berjalan. Karena mereka gak punya Roh Allah.


Seperti kita tahu Roh Allah itu menghidupkan, memberi semangat, mengampuni, menerima orang lain, punya kekuatan untuk bertahan di dalam penderitaan apapun bahkan yang memberikan kekuatan orang-orang yang lemah. Kita hanya bisa mengalaminya ketika kita terkoneksi dengan Allah di dalam komunikasi kita, doa kita dan di aktivitas kehidupan kita. Dia adalah sumber yang bisa memberikan kita arahan dan bimbingan. 


Karena itu, mari pakai kesempatan yang berharga ini selagi kita diberi waktu dan hari depan untuk kita bisa tersambung dengan Allah Juruslamat kita yaitu Tuhan Yesus. Kita tahu bahwa di kolong langit ini tidak ada jalan keselamatan, sumber damai sejahtera dan kekuatan kecuali di dalam Yesus. Karena Dia telah mati dan bangkit dari alam maut dan telah menang atas segala dosa. 


Jadi kalau Tuhan Yesus sendiri telah melewati semua perjalanan penderitaan karena dosa kita dan Dia telah menang atasnya, lalu kenapa kita tidak bertanya kepada sang pemenang itu sendiri? Mari kembali mengingat bahwa jalan untuk kita bisa menjadi pribadi yang kuat dan punya keberanian untuk hidup di dalam kebenaran adalah dengan kita membangun hubungan dengan Tuhan.


Saat kita merasa kosong, kesepian dan terus merasa kurang dalam hidup kita, mungkin perangkat hubungan kita dengan Tuhan sedang terputus. Sehingga berkat dari Allah yaitu kedamaian dan sukacita tidak bisa mengalir dalam hidup kita (Roma 15: 13).


Hari ini kita mau kembali mengingat pentingnya komunikasi dengan Tuhan untuk semakin melekat kepada Dia dan mengalami berkatnya. Mari mengalami Tuhan dengan terus memupuk hubungan kita dengan Dia. Tuhan Yesus Memberkati!

 

Ayat Hafalan: Ibrani 11: 1, “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.”


Hak cipta @Maria Kaesmetan


Sumber: Jawaban.com 


Kamis, 25 April 2024

BUKALAH TOPENGMU!

[[“Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka.” ]] (Matius 6:1)

Topeng adalah benda yang berfungsi menutupi rupa atau bentuk wajah asli seseorang. Orang memakai topeng dengan beragam tujuan. Untuk kesenian, misalnya topeng Cirebonan, kesenian topeng yang sering dipentaskan di pesisir utara Jawa Barat di sekitar kota Cirebon. Topeng bisa juga untuk tujuan kejahatan bila jatuh ke tangan penjahat atau perampok. Wajah mereka disembunyikan di balik topeng sehingga sukar diidentifikasi saat melakukan aksi mereka.

Matius 6 berbicara tentang kewajiban agama yang dijalankan oleh orang-orang Yahudi di masa itu (ayat 1). Memberi sedekah, berdoa, dan berpuasa itu baik, tetapi jika disalahgunakan akan menjadi topeng. Itulah yang dikritik oleh Yesus (ayat 2). Sebagai contoh, orang memberi sedekah dengan tujuan agar dipuji orang, berdoa di tengah orang banyak dengan gerakan tubuh yang demonstratif (ayat 6), berpuasa dengan memperlihatkan raut wajah muram (ayat 16). Mereka mengenakan topeng-topeng keagamaan supaya orang menyebut mereka kudus dan saleh.

Bagaimana dengan kita? Mungkinkah kita mempraktikkan hal yang sama dalam kehidupan pribadi dan pelayanan kita? Melalui firman-Nya, Yesus mengingatkan kita untuk membuka dan membuang topeng-topeng kemunafikan itu. Itu tidak berkenan di hadapan-Nya dan kita takkan mendapatkan upah (ayat 1). Yesus menginginkan hati yang tulus dan murni yang selalu diperbarui setiap waktu oleh Roh dan kuasa-Nya. Selanjutnya, keberadaan kita akan dibuat-Nya memancarkan spiritualitas Kristus.

(Tjetjep Gunawan)

Sumber: Amsal Hari Ini

Rabu, 24 April 2024

Dalam Pelukan Allah


Aku akan menyertai dia dalam kesesakan. –Mazmur 91:15


Ayat Bacaan & Wawasan :

Mazmur 91:1-2, 14-16


Suara bor sempat membuat takut Sarah yang masih berusia lima tahun. Ia melompat dari kursi dokter gigi dan tidak mau duduk di sana lagi. Sambil mengangguk penuh pengertian, si dokter gigi meminta kepada Jason, ayah Sarah, “Papa, duduklah di kursi ini.” Jason mengira si dokter bermaksud menunjukkan kepada putrinya betapa mudah melakukan hal itu. Namun, kemudian dokter gigi berpaling kepada gadis kecil itu dan berkata, “Nah, sekarang kamu duduk di pangkuan Papa.” Setelah dipangku dan dipeluk sang ayah, Sarah pun tenang, dan dokter gigi dapat melanjutkan pekerjaannya.


Hari itu, Jason menerima pelajaran penting mengenai penghiburan yang diperoleh dari kehadiran Bapa Surgawinya. “Terkadang, Allah memilih untuk tidak mengambil alih apa yang harus kita lalui,” katanya. “Namun, Dia sedang menyatakan kepada saya, ‘Aku akan menyertaimu.’”


Mazmur 91 berbicara tentang kehadiran dan kuasa Allah yang membawa penghiburan, yang memberi kita kekuatan untuk menghadapi ujian-ujian kehidupan. Kita mempunyai ketenangan yang luar biasa karena tahu bahwa kita dapat bersandar dalam dekapan tangan-Nya yang teguh, begitu pula pada janji-Nya bagi mereka yang mengasihi Dia: “Bila ia berseru kepada-Ku, Aku akan menjawab, Aku akan menyertai dia dalam kesesakan” (ay. 15).


Ada banyak tantangan dan ujian yang tak terelakkan dalam hidup ini, dan kita pasti akan mengalami beragam rasa sakit dan penderitaan. Namun, dalam dekapan tangan Allah yang menenangkan, kita akan sanggup melewati berbagai krisis dan keadaan kita, dan mengizinkan Dia menguatkan iman kita sementara kita bertumbuh melalui semua pengalaman itu.


Oleh:  Leslie Koh


Renungkan dan Doakan

Ujian apa yang tengah Anda lalui saat ini? Bagaimana Anda dapat mengingatkan diri Anda bahwa Allah selalu menyertai Anda?


Allah Pengasih, terima kasih atas kehadiran-Mu yang menenangkanku dalam segala situasi yang kuhadapi. Tolonglah aku melewati semua itu, karena aku tahu, Engkau selalu menyertaiku.


Sumber: Our Daily Bread

Selasa, 23 April 2024

KEGAGALAN YANG SUKSES


Bacaan: 1Yohanes 1:5-2:2


NATS: Jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai seorang pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang adil (1Yohanes 2:1)


Seorang penemu bernama Charles Kettering menyarankan agar kita belajar untuk gagal secara arif. Ia berkata, “Saat Anda gagal, analisalah permasalahannya, dan temukan jawabannya, karena setiap kegagalan adalah satu langkah maju menuju puncak kesuksesan. Jika Anda takut gagal, Anda tidak akan pernah mencoba.”


Kettering memberikan tiga nasihat untuk mengubah kegagalan menjadi kesuksesan: (1) Jujurlah dalam menghadapi kekalahan; jangan berpura-pura sukses. (2) Manfaatkan kegagalan kita; jangan membuangnya begitu saja. Ambillah semua pelajaran dari kegagalan itu. (3) Jangan jadikan kegagalan sebagai alasan untuk tidak mencoba lagi.


Nasihat bijak Kittering yang praktis itu mengandung makna yang dalam bagi orang kristiani. Roh Kudus terus-menerus bekerja di dalam kita untuk menyelesaikan pekerjaan “menurut kerelaan-Nya” (Filipi 2:13), jadi kita pun tahu bahwa kegagalan bukan akhir dari segalanya. Kita memang tidak dapat meminta kembali waktu yang hilang. Kita pun tidak dapat selalu berbuat benar, meski kita harus selalu mengusahakannya. Sebagian akibat dosa kita tidak dapat ditarik kembali. Namun, kita masih dapat memulai lagi dari awal karena Yesus telah mati untuk menanggung segala dosa kita dan Dia adalah “pengantara pada Bapa” (1 Yohanes 2:1).


Tahu bagaimana harus mengambil hikmah dari kegagalan adalah kunci untuk terus bertumbuh dalam kasih karunia. Dan 1 Yohanes 1:9 mengingatkan bahwa kita perlu mengaku dosa. Itulah langkah pertama untuk mengubah kegagalan menjadi kesuksesan --Dennis De Haan


KEGAGALAN BUKANLAH AKHIR DARI SEGALANYA BAGI ORANG YANG MAU MEMULAI LAGI BERSAMA ALLAH


Sumber: Renungan Harian

Senin, 22 April 2024

ALLAH MEMPEDULIKANMU


Bacaan: Matius 14:1-14


NATS: Yesus ... melihat orang banyak yang besar jumlahnya, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka (Matius 14:14)


Yohanes Pembaptis dihukum mati sebagai martir oleh Raja Herodes. Yohanes adalah sepupu dan sahabat Yesus, jadi kematiannya tentu sangat menyentuh hati Yesus. Saya yakin karena itulah Dia menyingkir dari kerumunan orang. Matius menulis, "Dia pergi dari sana [kampung halaman dan tempat pelayanan-Nya] ..." (14:13).


Yesus ingin menyendiri untuk berkabung, tetapi orang banyak mendesak Dia dengan membawa kebutuhan mereka dan tidak membiarkan-Nya pergi (ayat 13). Melihat penderitaan mereka, Yesus tergerak oleh belas kasihan. Walaupun Dia sendiri sedang sedih, Dia mau menyembuhkan penyakit mereka (ayat 14). Yesus tidak membiarkan kesedihan-Nya menjadi alasan untuk tidak melayani mereka.


Mungkin Anda seorang pekerja dalam pelayanan masyarakat: pendeta, guru, perawat, atau konselor. Mungkin Anda adalah seorang ibu dengan anak-anak yang masih kecil atau pasangan yang tak berdaya karena sakit. Anda harus berkutat sendiri dengan pergumulan, kekecewaan, dan kepedihan hati Anda tanpa seorang pun tampak peduli kepada Anda.


Namun ada seseorang yang peduli. Allah peduli. Dia memahami kesedihan Anda lebih dari siapa pun, dan Dia mengerti dalamnya penderitaan Anda. Anda dapat menyerahkan kehawatiran Anda kepada-Nya (1 Petrus 5:7) dan dalam hadirat-Nya Anda dapat menemukan kasih, penghiburan, dan kekuatan yang Anda butuhkan untuk beranjak dari kesedihan dan peduli pada kesedihan orang lain. Anda dapat mempedulikan orang lain karena Allah mempedulikan Anda -DHR


KARENA ALLAH MEMPEDULIKAN KITA, KITA DAPAT MEMPEDULIKAN SESAMA


Sumber: Renungan Harian

Minggu, 21 April 2024

BEBAS DARI RUTINITAS


Bacaan: Markus 1:32-39


NATS: Dan setelah orang banyak itu disuruh-Nya pulang, Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri (Matius 14:23)


Kapan terakhir kali Anda membaca Alkitab sembari duduk di bawah rindangnya pohon ek? Pernahkah Anda berdoa di tepi sungai kecil sambil merasakan sejuknya air yang mengalir membasahi kaki Anda? Bukankah suatu hal yang menyenangkan apabila kita merenungkan firman Allah sambil memandangi matahari yang terbit di balik cakrawala?


Mungkin tidak semua orang dapat melakukan hal-hal di atas. Namun, kita semua dapat membebaskan diri dari cara rutin saat teduh kita bersama Allah. Kadang kala, kebiasaan kita dalam bersaat teduh dapat membantu untuk bertumbuh lebih dekat kepada Allah. Namun, kebiasaan itu terkadang bisa menjadi kering dan membosankan.


Sebenarnya tidak ada alasan bagi kita untuk merasa bosan karena Allah menciptakan dunia yang begitu indah dan penuh keanekaragaman. Tak ada sukacita yang berkurang sewaktu kita menyembah Sang Juruselamat yang rela menderita dan mati bagi kita demi membayar hukuman dosa kita. Tak ada alasan untuk merasa jemu didiami oleh Roh Kudus yang memberi kita kekuatan untuk memenuhi kehendak Allah.


Jadi, bagaimana caranya supaya saat teduh kita tidak menjadi kering? Caranya adalah dengan membebaskan diri dari rutinitas yang biasa dilakukan dan membuat variasi saat teduh kita bersama Allah.


Ketika hendak melakukan penyembahan, Yesus mencari tempat yang sunyi, jauh dari keramaian orang-orang dan kesibukan pelayanan (Markus 1:35). Kita pun perlu melakukan hal yang sama. Kita perlu membebaskan diri dari rutinitas --Dave Branon


WAKTU YANG DIHABISKAN BERSAMA TUHAN

MERUPAKAN WAKTU YANG DIHABISKAN DENGAN BAIK


Sumber: Renungan Harian

Sabtu, 20 April 2024

Pengakuan Dosa


Bacaan: 1 YOHANES 1:5-10


Jika kita mengaku dosa kita, Ia setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan. (1 Yohanes 1:9)


Tidak mudah mengakui kesalahan. Kain adalah contoh nyata. Ketika TUHAN mengingatkan bahwa ia sedang dipenuhi oleh iri hati yang tecermin dari wajahnya yang muram, Kain menyangkalnya (Kej 4:6-7). Akibatnya, Kain tidak dapat mengendalikan diri lagi dan membunuh adik kandungnya sendiri, Habel.


Rasul Yohanes mendesak orang percaya agar mengakui dosanya di hadapan Allah. Tidak mengakui dosa berarti menipu diri dan tidak menghormati Tuhan. Padahal Tuhan Yesus telah mengorbankan diri-Nya dengan harga yang mahal. Kita perlu menyucikan diri dengan darah-Nya, namun itu tidak mungkin terjadi bila kita tidak mengakui dosa kita. Pengakuan itu hendaknya tulus dan mendalam agar Tuhan menolong kita melihat dosa-dosa kita yang masih tersembunyi. Untuk itu dibutuhkan kerendahhatian dan keterbukaan. Kerendahhatian berarti mengakui bahwa kita tidak baik dan tidak layak. Sedangkan keterbukaan berarti kesediaan untuk mengakui bahwa ada hal-hal yang masih tersembunyi sekalipun pengakuan itu menyakitkan. Pengakuan yang sungguh-sungguh akan menghasilkan pertobatan.


Ketika kita berdosa, kita perlu secepatnya datang ke hadapan Allah untuk mengakuinya secara spesifik. Penundaan akan berdampak buruk. Dosa yang tidak diakui membuat kita mengulangi kembali dosa yang sama. Kita tidak lagi hidup dalam terang. Relasi kita dengan Tuhan dan sesama pun terganggu. Sebaliknya, pengakuan dosa yang dilakukan segera membuat pertumbuhan rohani kita semakin pesat. Tuhan pun berkenan mengampuni dosa kita. --HEM/www.renunganharian.net


DOSA YANG SEGERA DIAKUI MENGHINDARKAN KITA JATUH DALAM DOSA YANG SAMA. TUHAN BERKENAN MENGAMPUNI DAN MENYUCIKAN KITA.

Jumat, 19 April 2024

Mereka Kurang Berdoa


Bacaan: Markus 9:14-29


Jawab-Nya kepada mereka: “Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa.”- Markus 9:29


John Piper menulis satu buku berjudul, Brothers, We Are Not Professionals, yang diperuntukkan bagi para hamba Tuhan. John sebagai seorang pendeta menasihatkan rekan hamba Tuhan agar jangan mengandalkan profesionalisme dalam melayani Tuhan. Semakin profesional seorang hamba Tuhan, semakin mati rohaninya. Yang profesional tidak akan memiliki iman seperti anak kecil, yang selalu bersandar dan berharap pada Allah (Mat. 18:3-6). Pelayanan bersandar pada profesionalisme tidak memiliki kuasa dari Allah.


Ketika Yesus beserta ketiga murid-Nya turun dari gunung, Ia mendapati orang banyak mengerumuni murid-murid yang lain (ay. 14). Apa yang terjadi? Rupanya seorang bapak membawa anaknya yang kerasukan roh jahat, meminta bantuan untuk disembuhkan. Namun, kali ini murid-murid gagal mengusir roh jahat tersebut (ay. 17-18). Yesus menegur mereka sebagai angkatan yang tidak percaya dan meminta anak tersebut dibawa kepada-Nya (ay. 19). Si bapak memohon kepada Yesus dan berkata, “… jika Engkau dapat” (ay. 22) tolong sembuhkanlah anaknya. Ini adalah bahasa orang tidak beriman maka Yesus menegurnya, “Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang percaya.” (ay. 23). Menyadari kesalahannya, si bapak segera menimpali, “Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!” (ay. 24). Anak tersebut pada akhirnya disembuhkan Yesus.


Murid-murid Yesus kemudian bertanya mengapa mereka tidak seperti biasanya dapat mengusir roh jahat tersebut. Yesus menjawab, “Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa” (ay. 29). Jawaban Yesus adalah teguran keras kepada murid-murid-Nya. Pelayanan mereka telah mempraktikkan keprofesionalan, yaitu mengandalkan keahlian dan kebiasaan. Mereka lupa untuk berdoa maka gagal mengusir roh jahat tersebut. Pelayanan mereka kehilangan kuasa dari Allah karena tidak lagi berdoa.


Perenungan ini bukan hanya berbicara kepada para hamba Tuhan. Kita semua juga pelayan Tuhan yang bisa terjebak dalam profesionalisme dan kehilangan kuasa Allah dalam pelayanan. Pelayan Tuhan bisa melakukan pelayanan bersandarkan kebiasaan, keahlian, permainan psikologis, dan dukungan berbagai teknologi canggih. Doa tidak lagi menjadi keniscayaan, tetapi kebiasaan, mekanisme, dan formalitas. Jika ini terjadi, pelayan Tuhan kehilangan kuasa ilahi. Panggilan bagi setiap orang Kristen adalah kembali pada dua fokus pelayanan, yakni doa dan firman (Kis. 6:4).


Refleksi Diri:

Apakah yang menjadi andalan utama Anda dalam melakukan pelayanan?


Apa komitmen Anda sebagai pelayan Tuhan agar memiliki kehidupan doa yang sehat?


Sumber: Renungan GII Hok Im Tong

Kamis, 18 April 2024

Beribadah Bersama di dalam Yesus


Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati. –Ibrani 10:25


Ayat Bacaan & Wawasan :

Ibrani 10:19-25


Ketika saya sedang menghadapi masa-masa penderitaan dan pergumulan emosional serta spiritual yang berkepanjangan karena beragam kesulitan hidup, mudah saja bagi saya untuk menarik diri dari gereja. (Bahkan adakalanya saya bertanya-tanya, untuk apa repot-repot ke gereja?) Namun, saya tetap terdorong untuk beribadah ke gereja setiap Minggu.


Meski bertahun-tahun situasi saya tidak juga berubah, beribadah dan bersekutu bersama saudara-saudari seiman dalam kebaktian, persekutuan doa, dan pendalaman Alkitab memberi saya dorongan yang dibutuhkan untuk terus bertahan dan berharap. Sering kali saya bukan hanya mendengar pesan atau pengajaran yang membangkitkan semangat, tetapi juga menerima penghiburan, telinga yang bersedia mendengarkan, atau pelukan yang saya butuhkan dari orang lain.


Penulis Kitab Ibrani menuliskan: “Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati” (Ibr. 10:25). Penulis mengetahui bahwa di tengah masa-masa sukar, kita akan membutuhkan penghiburan dari orang lain—dan orang lain juga membutuhkan dukungan kita. Maka, sang penulis mengingatkan para pembacanya untuk “berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita,” dan mencari cara untuk dapat “saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik” (ay. 23-24). Itulah artinya memberikan dorongan semangat, dan itulah sebabnya Allah memimpin kita untuk tetap beribadah bersama. 


Seseorang mungkin sedang membutuhkan dorongan yang dapat Anda berikan dalam kasih, dan bisa jadi Anda akan dikejutkan oleh apa yang Anda terima sebagai balasannya.


Oleh:  Alyson Kieda


Renungkan dan Doakan

Kapan Anda pernah merasa dikuatkan setelah menghadiri sebuah kebaktian? Penguatan seperti apa yang Anda terima? Siapa yang membutuhkan dukungan dan dorongan Anda saat ini?


Allah Mahakasih, tolonglah aku untuk tidak meninggalkan persekutuan dengan umat-Mu, tetapi semakin rindu mengalami damai dan kasih-Mu bersama-sama.


Sumber: Our Daily Bread

Rabu, 17 April 2024

MENATA PIKIRAN


Bacaan: Filipi 4:4-9


NATS: Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! (Filipi 4:4)


Beberapa tahun yang lalu saya membaca sebuah kisah tentang seorang wanita kristiani berusia 92 tahun yang buta. Meskipun memiliki keterbatasan fisik, ia selalu berpakaian rapi. Rambutnya selalu tersisir rapi dan ia berdandan dengan sangat cantik. Setiap pagi ia menyambut hari yang baru dengan penuh semangat.


Setelah suaminya meninggal pada usia 70 tahun, wanita itu merasakan perlunya pindah ke panti wreda supaya mendapatkan perawatan yang layak. Pada hari kepindahannya itu, seorang tetangga yang baik hati mengantarkannya ke panti wreda dan menuntunnya menuju ruang tunggu. Karena kamarnya belum disiapkan, maka ia menunggu di ruang tunggu dengan sabar selama beberapa jam.


Ketika akhirnya seorang petugas datang menjemputnya, ia tersenyum manis sembari mengarahkan alat bantu jalannya menuju lift. Petugas itu menggambarkan keadaan kamarnya kepadanya, termasuk gorden-gorden baru yang dipasang di jendela kamarnya. “Saya menyukainya,” sahut wanita buta itu. “Tapi Bu Jones, Anda kan belum melihat kamar Anda,” sahut petugas itu. “Hal itu tidak ada pengaruhnya bagi saya,” timpalnya. “Kebahagiaan adalah sebuah pilihan. Entah saya menyukai kamar saya atau tidak, hal itu tidak tergantung pada bagaimana penataan kamar saya. Itu tergantung pada bagaimana saya menata pikiran saya.”


Alkitab mengatakan, “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan!” (Filipi 4:4). Ingatlah selalu akan semua yang telah dilakukan Yesus bagi Anda dan bersyukurlah. Demikianlah seharusnya Anda menata pikiran Anda --David Roper


KEBAHAGIAAN HIDUP ANDA

TERGANTUNG PADA KUALITAS PIKIRAN ANDA


Sumber: Renungan Harian

Selasa, 16 April 2024

Mengampuni Sekalipun Tidak Melupakan


Bacaan: Matius 18:21-22


Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?”- Matius 18:21


Kita mungkin sering mendengar nasihat demikian, “Kalau mengampuni itu harus melupakan juga.” Apakah benar bisa seperti itu? Kenangan yang menyakitkan biasanya membekas, sulit dilupakan.


Beata Mukarubuga wanita asal Rwanda, Afrika, melihat suami dan kelima anaknya dibunuh dalam suatu peristiwa peperangan. Ia terpaksa lari ke hutan, menggendong anak bungsunya dan hidup terkatung-katung selama tiga bulan. Beata berkata, “Kalau ada orang yang berbicara kepada saya tentang pengampunan, saya akan pergi.” Seorang bernama Mannaseh mengirim surat dari penjara mengakui dirinya yang membunuh suami dan anak-anak Beata. Ia memohon maaf. Beata menimpali, “Setelah pembunuhan massal itu, saya tidak mau memaafkan lagi.”


Petrus merasa pengampunan ada batasnya. Ia bertanya harus berapa kali seseorang mengampuni, apakah tujuh kali? Petrus sudah menaikkan standar yang ditetapkan para rabi, yaitu tiga kali menjadi tujuh kali. Luar biasa! Petrus bukan orang yang tidak mau mengampuni, tetapi kalau mengampuni harus dilakukan, ia merasa harus ada batasnya. Tidak ada orang yang siap disakiti terus menerus. Namun, jawaban Yesus mengagetkan sekali, “… Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.” Ini berarti pengampunan tiada batasnya. Sebagai anak Tuhan, kita harus mengampuni terus menerus sekalipun tidak bisa melupakan. Alasannya, kita adalah orang yang paling berdosa, yang tidak layak diampuni, tetapi Yesus mengampuni kita. Bahkan setelah menjadi percaya, seringkali kita jatuh ke dalam dosa, Dia tetap mengampuni lagi dan lagi.


Kembali ke kisah Beata. Beberapa tahun setelah menerima surat, ia mengunjungi si pembunuh di penjara dan mengampuninya. Dalam satu wawancara ia ditanya, “Apa alasanmu memberikan pengampunan?” Jawabnya, “Pengampunan saya didasarkan pada apa yang Yesus lakukan. Dia mengambil hukuman untuk setiap tindakan jahat sepanjang waktu. Salib-Nya adalah satu-satunya tempat kita menemukan kemenangan!”


Jika Anda masih menyimpan dendam dan kebencian, ingatlah salib Kristus yang telah mengampuni Anda. Pengampunan membutuhkan proses. Karena itu, mulailah melangkah dengan bersandar kepada Kristus untuk mengampuni. Mengampuni memang tidak menghapus kenangan buruk masa lalu, tetapi dengan mengampuni, Anda tidak terjebak ke dalam emosi dan perasaan benci karena sudah selesai dengannya.


Refleksi Diri:

Siapa orang yang masih Anda sulit ampuni sampai hari ini?


Apakah Anda mau mulai mendoakan supaya dimampukan Tuhan untuk mengampuni orang yang telah melukai Anda?


Sumber: Renungan GII Hok Im Tong

Senin, 15 April 2024

TOKSIN

[[Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan. ]] (Amsal 4:23)


Toksin adalah racun yang mengendap di dalam tubuh kita. Keberadaan toksin sering kali tidak kita sadari, padahal toksin dapat menyebabkan penyakit mulai dari yang ringan seperti batuk sampai yang mematikan seperti kanker. Masuknya toksin ke dalam tubuh juga sering tidak kita sadari karena bisa lewat makanan, minuman, dan udara.

Dosa juga seperti toksin. Masuknya ke dalam hati sering kali tidak kita sadari, tiba-tiba saja dosa sudah menguasai hati kita dan merusak hidup kita. Itulah yang dialami oleh Raja Saul (1 Samuel 18:6-11). Bermula dari mendengar rakyat memuji Daud, hati Saul langsung dikuasai rasa iri hati yang berubah menjadi kebencian. Kebencian inilah yang mengubah arah hidup Saul. Sebagai raja, ia tak lagi mengarahkan hatinya untuk memimpin rakyat sesuai kehendak Allah. Sisa hidupnya dipenuhi ambisi untuk membunuh Daud.

Ada banyak dosa yang sering kali tidak kita sadari keberadaannya seperti halnya kesombongan rohani, iri hati, ketidakpuasan, rasa frustrasi, keegoisan, dll. Semua itu harus kita sadari sedini mungkin dan dibereskan sebelum menjadi besar dan menghancurkan hidup kita. Seperti toksin yang harus kita keluarkan dari dalam tubuh lewat program detoksifikasi, demikian pula dengan dosa yang harus kita singkirkan dari hati kita lewat firman Tuhan. Setiap kali kita membaca firman Tuhan, mintalah Tuhan untuk menyelidiki hati kita dan menyingkapkan semua dosa yang tersembunyi yang tidak kita sadari (Vonny Thay).

Sumber: Amsal Hari Ini

Minggu, 14 April 2024

Jadilah Menurut Kehendak-Mu


Bacaan: Matius 26:36-46


“Ya Bapa-Ku jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu!” -Matius 26:42b


Senin 11 April 2022, terjadi demonstrasi mahasiswa di berbagai daerah, termasuk di ibukota Jakarta. Satu peristiwa mengenaskan dan menyedihkan terjadi pada diri seorang pegiat kebhinekaan, Ade Armando. Ia berniat hadir untuk memantau demonstrasi yang sedang berlangsung, tetapi malah menjadi bulan-bulanan massa. Ade dipukuli oleh oknum yang tidak suka kepadanya sampai mukanya babak belur. Ia juga ditelanjangi, celananya diperosoti. Jika berandai-andai, seumpama sehari sebelumnya Ade mengetahui bahwa dirinya bakalan dihajar bertubi-tubi, dipermalukan dan ditelanjangi, apakah ia tetap akan pergi memantau demonstrasi? Kemungkinan besar ia tidak akan jadi datang, lebih baik menghindar. Atau kemungkinan kedua, ia tetap datang ke sana dengan pengawalan ketat, supaya terhindar dari bahaya tersebut. Intinya, secara insting manusia jika sudah tahu akan celaka maka ia akan menghindar. Manusia cenderung menghindari hal yang merugikan dirinya.


Pernahkah Anda memikirkan perasaan Tuhan Yesus saat berada di taman Getsemani? Dia mengetahui semua yang akan terjadi kepada diri-Nya saat turun ke dunia. Yesus tahu akan jadi bulan-bulanan manusia yang berdosa. Dia akan disiksa, dipermalukan, ditelanjangi, bahkan dibunuh. Betapa sakit dan memalukan, apalagi harus terpisah dengan Allah Bapa. Yesus sangat bisa untuk menyelamatkan diri-Nya sendiri, demi kenyamanan diri. Dia sebetulnya sangat gentar untuk menghadapi salib. Doa Yesus di Getsemani adalah permohonan sekaligus penundukan diri. Yesus di dalam kemanusiaan-Nya memohon jika sekiranya mungkin Dia tidak menjalani salib, tetapi di saat bersamaan Dia menundukkan diri kepada Bapa. Dia akhirnya tetap berkata, “Jadilah kehendak-Mu” sampai tiga kali. Jika diperhatikan, kalimat serupa muncul dalam perikop ini dengan pergerakan: dari kegentaran pada ketaatan, dari ketaatan pada keteguhan.


Saat berdoa pasti kita menyatakan kehendak kita. Di dalam doa yang sama, kita juga sering menyatakan, “Jikalau Engkau kehendaki… jadilah menurut kehendak-Mu.” Namun, apakah kita menyadari bahwa “jadilah menurut kehendak-Mu” tidak selalu enak buat kita. Terkadang kita bisa dibuat terkejut dengan kehendak-Nya. Adakalanya sangat bertolak belakang dengan kehendak kita, bahkan mengganggu kenyamanan kita. Apakah kita siap mengatakan “Jadilah menurut kehendak-Mu?" Ikutilah kehendak Allah tanpa keraguan karena kehendak-Nya tidak pernah salah.


Refleksi Diri:

Mengapa Anda harus taat pada kehendak Bapa, bukan kehendak diri sendiri?


Apa komitmen nyata Anda untuk mengikuti kehendak Tuhan dalam hidup?


Sumber: Renungan GII Hok Im Tong