Selasa, 31 Desember 2024

MENGATASI IRI HATI


Bacaan: 1 Petrus 3:8-12


NATS: Hendaklah kamu semua seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara (1Petrus 3:8)


Dengan bergurau, seseorang mendefinisikan kebahagiaan sebagai "suatu sensasi menyenangkan yang muncul karena membayangkan kesengsaraan orang lain."


Barangkali hanya sedikit dari kita yang mengaku setuju dengan definisi ini. Yang saya khawatirkan adalah bahwa sebenarnya kita semua membenarkan hal itu. Memang dapat dimengerti bila kita menginginkan kesuksesan seperti orang lain. Namun, kita salah jika berpikir, "Jika saya tidak bisa memiliki sesuatu, maka orang lain tidak boleh mendapatkan sesuatu yang saya inginkan itu."


Saat saya berusia 13 tahun, saya mulai sadar bahwa adik saya Len, 10 tahun, lebih berbakat di bidang atletik daripada saya. Awalnya ada sedikit perasaan kesal yang muncul dalam diri saya, tetapi syukurlah perasaan itu tidak sempat berkembang menjadi iri hati. Mengapa? Karena saya mengasihi Len. Tak lama kemudian, saya mulai bangga dengan prestasi atletiknya dan ikut bahagia melihatnya menang dan sedih saat ia kalah.


Pengalaman itu mengajarkan saya bahwa kasih dan iri hati tidaklah mungkin hidup bersama dalam hati manusia. Sekarang, setiap kali iri hati menampakkan wajah buruknya, saya selalu mengingat bagaimana kasih saya kepada Len mampu mengusir perasan itu dari diri saya. Saya juga mengingat nasihat dalam 1 Petrus 3:8 untuk "mengasihi saudara-saudara." Ayat tersebut memampukan saya untuk "bersukacita dengan orang yang bersukacita, dan menangis dengan orang yang menangis" (Roma 12:15).


Tekad untuk mengasihi orang lain adalah rahasia untuk mengatasi rasa iri hati --Herb Vander Lugt


SEDOSIS KASIH SEPERTI KASIH KRISTUS SETIAP HARI

AKAN MENYEMBUHKAN PENYAKIT IRI HATI


Sumber: Renungan Harian

Senin, 30 Desember 2024

DIPENUHI RASA SYUKUR


Bacaan: Roma 1:18-22


NATS: Marilah kita ... senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya (Ibrani 13:15)


Sepanjang sejarah, banyak budaya yang mengkhususkan waktu tertentu untuk mengungkapkan syukur. Di Amerika Serikat, hari Pengucapan Syukur pertama kali dirayakan para pendatang dari Inggris. Di tengah kesukaran yang hebat, kehilangan orang-orang terkasih, dan kekurangan bahan makanan, mereka tetap percaya bahwa mereka diberkati. Mereka memilih untuk merayakan berkat Allah dengan berbagi makanan dengan penduduk asli Amerika yang telah membantu mereka bertahan hidup.


Kita sadar bahwa kita telah kehilangan makna perayaan pengucapan syukur yang sebenarnya. Kita mengeluh bahwa hari Pengucapan Syukur kita “tidak beres” karena cuaca buruk, makanan yang kurang enak, atau flu yang menjengkelkan. Sebenarnya kitalah yang “tidak beres”. Kita terlena oleh berkat-berkat yang seharusnya dapat menjadikan setiap hari sebagai hari pengucapan syukur, bagaimanapun keadaan kita.


Billy Graham menulis, “Tidak mengucap syukur adalah dosa, sama halnya dengan berbohong, mencuri, bertindak amoral, atau melakukan dosa-dosa lain yang disebutkan Alkitab.” Kemudian ia mengutip Roma 1:21, salah satu dakwaan Alkitab terhadap manusia yang memberontak. Dr. Graham menambahkan, “Tak ada satu pun yang dapat lebih cepat membuat kita menjadi orang yang pahit hati, mementingkan diri sendiri, dan tidak puas, selain hati yang tidak bersyukur. Dan tidak ada yang lebih sanggup memulihkan kepuasan dan sukacita akan keselamatan kita selain roh yang tulus untuk mengucap syukur.”


Mana yang menggambarkan keadaan Anda? --Joanie Yoder


MENGUCAP SYUKUR ADALAH SIKAP YANG MEMULIAKAN ALLAH


Sumber: Renungan Harian

Minggu, 29 Desember 2024

TEKANAN ORANG SEKITAR


Bacaan: 1 Raja-Raja 12:1-17


NATS: Lebih baik merendahkan diri dengan orang yang rendah hati daripada membagi rampasan dengan orang congkak (Amsal 16:19)


Keinginan untuk memperoleh persetujuan dari orang lain membuat kita melakukan hal-hal aneh. Kita mengenakan pakaian yang modis entah kita suka atau tidak, mendatangi berbagai undangan yang sebenarnya ingin kita tolak, dan bekerja jauh lebih keras daripada yang kita inginkan untuk mencapai suatu tingkat keberhasilan finansial yang tak kita butuhkan. Namun yang paling disesalkan, kita kerap memilih bergabung dengan suatu kelompok yang mendorong kita melakukan kesalahan.


Dalam 1 Raja-Raja 12, kita membaca kisah Raja Rehabeam, yang juga menyerah terhadap tekanan rakyatnya. Ia menolak nasihat baik dari orang-orang tua bijak, yang telah mengenal Salomo ayahnya, dan kesalahan-kesalahan yang telah diperbuatnya ketika menjadi raja. Sebaliknya, Rehabeam justru mendengarkan nasihat orang sebayanya yang mendampingi dia. Mereka agaknya terdorong oleh kesombongan dan keinginan untuk mendapatkan kedudukan. Selain itu, tampaknya Rehabeam goyah karena pengaruh mereka. Namun, betapa besar harga yang harus ia bayar untuk kesalahannya!


Kita semua dipengaruhi oleh tekanan orang-orang sekitar. Tekanan itu mengimpit dari segala arah. Namun, kita bebas memilih jalan yang akan kita tempuh. Jika kita goyah karena orang-orang sombong, yang mencintai uang, yang hidup untuk kesenangan, atau yang menginginkan kedudukan, maka tekanan mereka akan membuat kita hancur. Namun, jika kita memerhatikan nasihat orang-orang rendah hati, baik, dan saleh, maka kita akan mengikuti jalan yang menyenangkan hati Allah --Herb Vander Lugt


MEREKA YANG MENGIKUTI SUATU KELOMPOK AKAN SEGERA MENJADI BAGIAN DARI KELOMPOK ITU


Sumber: Renungan Harian

Sabtu, 28 Desember 2024

Membagikan Kasih-Nya


Bacaan: KISAH PARA RASUL 9:1-19


Namun, firman Tuhan kepadanya, "Pergilah, sebab orang ini alat pilihan bagi-Ku untuk memberitakan nama-Ku di hadapan bangsa-bangsa lain serta raja-raja dan orang-orang Israel." (KISAH PARA RASUL 9:15)


Sebuah video yang menjadi viral menayangkan seorang polisi bernama Ferdinand bersama para tahanan lain yang dengan tulus merayakan ulang tahun seorang tahanan. Mereka memberikan beberapa kotak piza yang di atasnya dihiasi sebuah lilin. Tahanan yang menerimanya sangat terharu dan bertekad untuk benar-benar bertobat dari masa lalunya yang kelam. Tindakan tersebut sungguh menegaskan bahwa penjahat sekalipun pantas mendapatkan perlakuan baik.


Mungkin hari ini kita ragu untuk berbuat baik kepada seorang yang terkenal sangat jahat, entah karena kita sudah "mengecap" dirinya tidak akan pernah bisa berubah atau kita takut bahwa kita akan memperoleh perlakuan buruk darinya. Hendaknya kita belajar dari Ananias, yang tergugah untuk menghampiri Paulus, menyatakan kasih karunia Allah yang ingin memakai sisa hidupnya selanjutnya untuk kemuliaan-Nya, mengabaikan perasaannya bahwa Paulus sudah terkenal sebagai penganiaya jemaat Allah. Tuhan dapat memakai kita untuk memberikan sentuhan kasih-Nya sehingga penjahat sekalipun dapat kembali ke jalan-Nya dan berguna bagi-Nya di sisa hidupnya.


Mari kita buka hati kita untuk mendengar bimbingan Roh-Nya, sekalipun mungkin di mata orang banyak kita tidak patut untuk mendekati orang yang selama ini sudah menjadi "sampah" di masyarakat. Melalui kasih Tuhan yang kita tunjukkan, orang yang terkenal jahat pun dapat tersentak, yakin bahwa Tuhan masih memberikan kesempatan kepadanya untuk menata hidup yang baru. --KSD/www.renunganharian.net


KASIH KEPADA MEREKA YANG SUDAH DICAP BURUK MEMUNGKINKAN

MEREKA BERTOBAT DAN MEMPERSEMBAHKAN HIDUP BAGI TUHAN.

Jumat, 27 Desember 2024

Jangan Merusak Pekerjaan Allah Gara-Gara Makanan


Bacaan: Roma 14:13-23 


Jemaat mula-mula yang hidup di Roma menjadi tempat pertemuan antara orang Yahudi dan non-Yahudi, sehingga situasi ini memicu perbedaan pemahaman berkenaan dengan kebiasaan makan dan tradisi lainnya, bahkan perselisihan.


Atas perselisihan inilah Paulus mengingatkan mereka untuk tidak saling menghakimi (13), agar mereka tidak menjadi batu sandungan dan menyakiti saudara seiman (15). Ternyata perihal makanan pun bisa menjadi biang kerok dari rusaknya persekutuan umat Allah. Maka, secara tegas Paulus mengingatkan bahwa umat tidak sepatutnya merusak pekerjaan Allah hanya karena makanan (20).


Hati yang tersandung dapat berakibat fatal, yaitu hilangnya kebenaran, damai sejahtera, dan sukacita, padahal inilah inti dari Kerajaan Allah (17). Makanan mungkin terkesan sepele, tetapi dampaknya dapat menjadi besar. Karena makanan, tak sedikit orang menjadi sombong dan merusak kesaksian hidup Kristennya.


Janganlah kita berdosa karena makanan. Perbedaan pendapat tentang aturan makan hanya satu bagian kecil yang tidak perlu menjadi masalah di tengah jemaat. Firman Tuhan mengingatkan kita betapa kita mesti sangat berhati-hati dalam bertutur, bersikap, dan berperilaku. Kekeliruan dalam ini semua dapat menyebabkan rusaknya persekutuan.


Alangkah mulianya jika kita mengendalikan emosi, ego, dan kepentingan diri sendiri demi kebaikan saudara seiman. Kita bisa kecewa dengan pendeta, pengurus, atau jemaat lainnya, namun hendaknya kita tidak melupakan tujuan iman Kristen, yaitu melayani Allah. Perlulah kita memohon kepada Allah agar Ia memperlengkapi diri kita dengan sikap dan perilaku yang menyenangkan Allah dan menghormati sesama demi hangatnya persekutuan.


Marilah kita menjadi orang bijak yang dapat menjaga pikiran, tatapan, kata, dan perlakuan kita. Mari kita selalu menahan dan mengendalikan diri supaya kita menjadi bagian dari jemaat yang bersama-sama mengeratkan persekutuan dan memajukan pekerjaan Allah, turut serta membangun dan menumbuhkan iman sesama, bukan sebaliknya. [MKD]


Sumber: Santapan Harian

Kamis, 26 Desember 2024

Fokus Perhatian


Lihat, seperti mata para hamba laki-laki memandang kepada tangan tuannya, seperti mata hamba perempuan memandang kepada tangan nyonyanya, demikianlah mata kita memandang kepada TUHAN, Allah kita, sampai Ia mengasihani kita. — Mazmur 123:2


Ayat ini menggambarkan ketergantungan sepenuhnya kepada Tuhan. Sebagaimana mata seorang hamba yang terpusat kepada tuannya, demikian pula seharusnya mata kita tertuju dan terpusat kepada Allah. Melalui cara ini, Allah menyatakan diri-Nya kepada kita serta menambahkan pengetahuan-Nya (Yesaya 53:1). Kekuatan rohani kita mulai terkuras ketika kita berhenti mengarahkan pandangan kita kepada Tuhan. Stamina atau daya tahan kita merosot, bukan karena masalah-masalah dari luar diri kita, melainkan lebih banyak karena masalah dalam pikiran kita sendiri. Kita keliru berpikir, “Saya kira selama ini saya terlalu memaksakan diri dan mencoba menjadi seperti Allah, bukan menjadi orang yang biasa-biasa saja.” Kita harus menyadari bahwa tidak ada usaha yang terlalu berat.


Sebagai contoh, Anda mengalami krisis dalam kehidupan Anda, mengambil sikap tetap setia pada Tuhan, bahkan mendapat peneguhan Roh sebagai peneguhan bahwa apa yang Anda perbuat benar. Akan tetapi, sekarang, mungkin setelah sekian minggu atau tahun berlalu, Anda perlahan sampai pada kesimpulan -- “Baiklah, mungkin apa yang dulu saya lakukan hanya karena terlalu sombong atau hanya supaya tampak hebat dari luar. Adakah saya telah mengambil sikap yang terlalu tinggi bagiku?” Kemudian, teman-teman Anda yang “rasional” datang dan berkata, “Jangan bodoh. Kami sudah tahu saat pertama engkau berbicara tentang kebangunan rohani yang terjadi dalam dirimu, itu hanya dorongan hati yang datang sepintas dan hal yang tidak dapat dihindari dalam suasana yang penuh ketegangan. Bagaimanapun juga, Allah tidak mengharapkan engkau bertahan terus-menerus seperti itu.” Anda menanggapinya dengan berkata, “Ya, saya pikir saya berharap terlalu banyak.” Kedengarannya seperti perkataan yang merendah, tetapi sebenarnya menunjukkan bahwa kebersandaran Anda pada Tuhan sudah tidak ada lagi, dan Anda sekarang bersandar pada pendapat dunia ini. Bahayanya ketika tidak lagi bersandar kepada Tuhan, Anda akan mengabaikan pemusatan perhatian kepada-Nya. Biasanya, kita baru sadar bahwa kita telah kalah setelah Allah secara tiba-tiba menghentikan jalan kita. Manakala terjadi kekeringan rohani dalam kehidupan Anda, segeralah perbaiki. Sadarilah bahwa ada sesuatu yang menghalangi hubungan Anda dengan Allah, dan segeralah perbaiki dan singkirkan segala yang menghalanginya.


Sumber: Renungan Oswald Chambers

Rabu, 25 Desember 2024

Perubahan Karakter


Kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan. –2 Petrus 1:5


Ayat Bacaan & Wawasan :

2 Petrus 1:3-11


Dominique Bouhours adalah seorang ahli tata bahasa dari abad ke-17. Menjelang ajalnya, konon ia berkata kepada keluarganya, “Sebentar lagi aku akan mati, atau aku akan segera mati—kedua ungkapan ini sama-sama benar.” Adakah yang peduli dengan tata bahasa dalam keadaannya yang sekarat? Hanya orang yang menggeluti tata bahasa seumur hidupnya.


Saat kita menginjak usia lanjut, sebagian besar kepribadian kita telah terbentuk. Pilihan-pilihan yang kita buat sepanjang hidup telah mengeras menjadi kebiasaan yang membentuk karakter kita—baik menjadi kebaikan atau sebaliknya. Diri kita saat ini adalah pribadi yang kita pilih sendiri, terbentuk dari setiap keputusan yang kita ambil.


Lebih mudah untuk mengembangkan kebiasaan yang saleh saat karakter kita masih muda dan fleksibel. Petrus berkata, “Kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang” (2 Ptr. 1:5-7). Terapkanlah nilai-nilai luhur tersebut dalam hidup Anda, dan “kamu akan dikaruniakan hak penuh untuk memasuki Kerajaan kekal, yaitu Kerajaan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus” (ay. 11).


Dari sifat-sifat yang Petrus sebutkan, manakah yang paling nyata dalam diri Anda? Manakah yang masih perlu ditingkatkan? Kita tidak dapat sepenuhnya mengubah apa yang sudah melekat pada diri kita, tetapi Yesus sanggup. Mintalah Dia untuk mengubah dan memampukan Anda. Mungkin prosesnya berjalan lambat dan sulit, tetapi Yesus sanggup menyediakan apa yang kita perlukan. Mintalah Dia untuk mengubah karakter Anda supaya menjadi semakin serupa dengan-Nya.


Oleh:  Mike Wittmer


Renungkan dan Doakan

Sifat mana yang paling ingin Anda ubah? Bagaimana Anda dapat memohon kuasa dan pertolongan Allah untuk perubahan itu?


Tuhan Yesus, jadikanlah aku semakin serupa dengan-Mu, agar orang-orang dapat melihat-Mu dengan lebih nyata.


Sumber: Our Daily Bread

Selasa, 24 Desember 2024

Hidup Menurut Rencana Allah


Bacaan: Matius 16:21-28


Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.”- Matius 16:23


Orang yang mengaku percaya Tuhan Yesus belum tentu memikirkan apa yang dipikirkan Tuhan dan hidup menuruti rencana-Nya. Hal ini terjadi pada Petrus yang sebelumnya mengaku Yesus adalah Mesias, tetapi ketika Yesus menyatakan bahwa diri-Nya akan ditangkap, disiksa, dan mati di kayu salib, justru Petrus menolak dan menegur Yesus.


Keberadaan Mesias sejati bertolak belakang dengan Mesias dalam konsep pemahaman orang-orang Yahudi. Mereka tidak berpikir Mesias datang untuk membebaskan manusia secara rohani dari kuasa dosa dan Iblis, melainkan untuk membebaskan Israel dari penjajahan Romawi secara politik dan militer. Para murid juga memiliki konsep pemahaman yang sama. Tidak heran, Petrus memprotes pernyataan Yesus bahwa diri-Nya akan didera, dibunuh, dan dibangkitkan (ay. 21). Petrus mengatakan bahwa Allah pasti akan menjauhkan hal tersebut dan melindungi Yesus. Ini bertolak belakang dengan pengakuan Petrus bahwaYesus Kristus adalah Mesias (Mat 16:16). Pengakuan Petrus tidak berbanding lurus dengan hidupnya yang memikirkan dan melakukan kehendak Allah.


Ayat emas di atas merupakan teguran Yesus kepada Petrus. Melalui teguran-Nya, Tuhan memberikan kita prinsip tentang menjalani kehidupan yang sesuai dengan pikiran dan rencana Allah. Seperti perintah Yesus kepada Iblis di Matius 4:10 dalam situasi yang sama, Iblis memakai Petrus sebagai alatnya. Iblis kembali berusaha untuk mengalihkan Yesus dari penderitaan yang harus ditanggung-Nya untuk menjadi penebus bagi dosa manusia.


Sama seperti Petrus, kita sebenarnya memiliki pengenalan akan Tuhan yang sangat miskin. Ini tercermin dari hidup kita yang jauh dari apa yang dipikirkan Tuhan. Kita lebih suka memikirkan apa yang dipikirkan manusia daripada yang dipikirkan Allah. Kita memikirkan hidup nyaman, aman, sukses, jauh dari kesulitan dan penderitaan. Namun, Yesus berkata, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku” (ay. 24). 


Hendaklah kita terus bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan melalui pembacaan Alkitab dan mengalami Tuhan serta hidup dalam rencana-Nya. Hanya orang yang hidup di dalam rencana Allah akan disertai Tuhan dan mengalami Tuhan.


Refleksi Diri:

Bagaimana Alkitab telah mengubahkan hidup Anda selama ini sesuai dengan pikiran dan rencana Tuhan?


Berapa kali Anda membaca dan mendengar firman Tuhan dalam seminggu? Apa yang Anda lakukan untuk bertekun membaca Alkitab?


Sumber: Renungan GII Hok Im Tong

Senin, 23 Desember 2024

PUJIAN SEPENUH HATI


Bacaan: Mazmur 47


NATS: Sebab Allah adalah Raja seluruh bumi, bermazmurlah dengan nyanyian pengajaran! (Mazmur 47:8)


Saya bertanya-tanya apa yang Allah pikirkan mengenai cara kita bernyanyi di gereja. Yang saya maksudkan bukan mengenai kualitas suara, melainkan ketulusan ucapan kita. Jika kita mau jujur, judul nyanyian pujian yang diplesetkan berikut ini mungkin lebih tepat mengungkapkan isi hati kita saat menyanyikannya:


"Sebagaimana Adanya Aku" menjadi "Bukan Aku yang Sebenarnya". "O Betapa Aku Mengasihi Yesus" menjadi "O Betapa Aku Menyukai Yesus." "Aku Serahkan Segalanya" sebenarnya adalah "Aku Serahkan Sebagian". "Dia Adalah Segalanya Bagiku" artinya "Dia Sedikit Artinya Bagiku". Yesus mengatakan bahwa kita harus menyembah-Nya dalam kebenaran (Yohanes 4:24). Bernyanyi dengan segenap hati dan penuh kesadaran merupakan suatu tantangan serius bagi kita (Mazmur 47:8).


Marilah kita jawab tantangan itu dengan mencari pertolongan Allah untuk menjadikan judul asli dari nyanyian pujian di atas sebagai ungkapan hati kita yang sebenarnya. Dalam pertobatan dan tanpa kepura-puraan, marilah kita berpaling kepada-Nya sesuai dengan diri kita apa adanya. Dalam hadirat-Nya yang penuh pengampunan, marilah kita nyatakan kasih yang sungguh-sungguh kepada Yesus dengan berserah sepenuhnya kepada Dia.


Pada akhirnya, Yesus benar-benar akan menjadi segala-galanya bagi kita. Kita akan mampu bernyanyi dengan jujur tentang Yesus Kristus dan tentang kasih kita kepada-Nya. Ketika menyanyikan kidung pujian dengan segenap hati bagi Tuhan (Efesus 5:19), marilah kita menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran --Joanie Yoder


MENYANYIKAN PUJIAN BAGI ALLAH MENJAGA HATI ANDA SELARAS DENGAN DIA


Sumber: Renungan Harian

Minggu, 22 Desember 2024

Karena Sebuah Alkitab


Michael Billester mengunjungi sebuah desa kecil di Polandia sebelum Perang Dunia II.


Ia memberikan Alkitab pada seorang warga, yang bertobat setelah membacanya. Orang ini kemudian meneruskan Alkitab tersebut pada yang lain.


Satu demi satu warga pun bertobat setelah membacanya. Akhirnya, ada 200 orang percaya di sana. Berkat sebuah Alkitab.


Pada 1940, Billester kembali ke desa itu untuk berkhotbah. Di tengah khotbah, ia meminta sebagian warga maju dan mengucapkan beberapa ayat Alkitab yang bisa mereka hafal.


Seseorang berdiri dan berkata, "Ehm, maksud Anda beberapa ayat, atau beberapa pasal?"


Ternyata warga desa itu tak hanya menghafal beberapa ayat, tetapi berpasal-pasal Alkitab yang mereka baca.


Di situ, Billester mendapati 13 orang yang hafal kitab Matius, Lukas, dan separuh kitab Kejadian. Lalu seorang lagi hafal kitab Mazmur. Satu Alkitab telah menyentuh banyak kehidupan!


Kebanyakan kita memiliki lebih dari satu Alkitab dalam setiap keluarga. Kita bahkan menikmati kebebasan untuk membaca dan menikmatinya kapan saja, di mana saja. Sayangnya, kebanyakan pula dari kita tak memanfaatkan kesempatan itu. Malah, banyak yang cenderung mengabaikan dan melupakannya.


Mari kembali pada ajakan Yesaya: "demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya." (Yesaya 55:11). Carilah Tuhan-lewat firman-Nya. Dan, izinkan firman itu menjalankan kehendak Tuhan-mengubahkan dan membentuk hidup kita.


Satu Alkitab telah memenangkan ratusan orang. Bukankah banyak Alkitab di rumah seharusnya berkarya lebih bagi kita?


Sumber: Renungan Kristen

Sabtu, 21 Desember 2024

Jangan Hanya Mendengar Firman-Nya; Ingatlah


Bacaan Hari ini:

Amsal 4:20-22 “Hai anakku, perhatikanlah perkataanku, arahkanlah telingamu kepada ucapanku; janganlah semuanya itu menjauh dari matamu, simpanlah itu di lubuk hatimu. Karena itulah yang menjadi kehidupan bagi mereka yang mendapatkannya dan kesembuhan bagi seluruh tubuh mereka.”


Anda tidak menjadi bijak hanya karena mendengar sesuatu yang bijak. Anda harus mengingat hikmat itu, kemudian menerapkannya. Sebab jika Anda tidak mengingat dan melaksanakannya, pada akhirnya Anda akan mempelajari pelajaran yang sama berulang-ulang kali. 


Alkitab mengatakan tentang hikmat dalam Amsal 22:17-18: “Pasanglah telingamu dan dengarkanlah amsal-amsal orang bijak, berilah perhatian kepada pengetahuanku. Karena menyimpannya dalam hati akan menyenangkan bagimu, bila semuanya itu tersedia pada bibirmu.” Perhatikan bahwa ada empat tindakan dalam ayat ini: Mendengarkan, mempelajari, mengingat, dan memperkatakan. Itulah tanda berhikmat.

Banyak orang sering berkata, "Saya tak bisa mengingat apa-apa!" Tentu saja, Anda bisa. Kita semua bisa ingat apa yang penting buat kita. Kita ingat apa yang kita suka. Kita ingat apa yang berarti buat kita. 


Anda mungkin berkata, “Tapi saya tidak bisa menghafal ayat-ayat Alkitab.” Tetapi kenyataannya Anda bisa ingat statistik pertandingan bisbol atau sepak bola musim lalu. Anda bisa menyanyikan lirik lagu-lagu terkini atau ingat resep masakan favorit Anda. Anda pasti ingat apa yang penting buat Anda.


Alkitab mengatakan, “Hai anakku, perhatikanlah perkataanku, arahkanlah telingamu kepada ucapanku; janganlah semuanya itu menjauh dari matamu, simpanlah itu di lubuk hatimu. Karena itulah yang menjadi kehidupan bagi mereka yang mendapatkannya dan kesembuhan bagi seluruh tubuh mereka” (Amsal 4:20-22).


Renungkan hal ini:

- Mengapa menghafal ayat-ayat Alkitab itu penting?

- Menurut Anda mengapa lebih mudah untuk mengingat statistik pertandingan olahraga atau resep favorit Anda daripada mengingat Firman Tuhan?

- Bagaimana pandangan Anda akan Tuhan memengaruhi kerinduan Anda untuk mempelajari dan mengingat Firman-Nya?

- Jika Anda merasa tidak begitu punya kerinduan untuk membaca Alkitab, mintalah Tuhan untuk menumbuhkan kecintaan yang lebih dalam pada-Nya dan pada Firman-Nya.


Ketika Anda membiasakan diri untuk selalu haus akan Firman Tuhan, maka Firman-Nya akan menjadi penting buat Anda. Anda akan mengingat, mengulang-ulang, meneguhkan, dan mengulasnya kembali. Kemudian, itu akan mengubah hidup Anda. 


(Diterjemahkan dari Daily Devotional by Rick Warren)



Jumat, 20 Desember 2024

Pilih Iman Ketimbang Rasa Takut


Bacaan Hari ini:

Ibrani 11:27 “Karena iman maka ia telah meninggalkan Mesir dengan tidak takut akan murka raja. Ia bertahan sama seperti ia melihat apa yang tidak kelihatan.”


Musa membuat sebuah resolusi matang tentang cara dia menjalani hidup. Inilah salah satu resolusi Musa: Ia memilih untuk hidup dengan iman, ketimbang dengan rasa takut.


Anda akan dihadapkan pada beberapa pilihan. Akankah Anda memilih untuk hidup dengan iman ataukah dengan rasa takut?


Alkitab mengatakan tentang Musa dalam Ibrani 11:27, “Karena iman maka ia telah meninggalkan Mesir dengan tidak takut akan murka raja. Ia bertahan sama seperti ia melihat apa yang tidak kelihatan.”  

Musa mendatangi orang yang paling berkuasa di dunia pada saat itu dan berkata, "Anda tahu budak-budak yang membangun semua piramidmu? Aku akan membawa mereka semua, dan kami semua akan keluar dari sini. Anda tidak akan bisa melakukan perbudakan lagi. Biarkan bangsaku pergi.”

Sesungguhnya Musa punya banyak alasan untuk takut. Dia berdiri melawan seseorang yang begitu berkuasa di planet bumi. Pada zaman itu, Firaun dianggap sebagai tuhan, dan apa pun yang dikatakannya adalah sebuah hukum. Namun, Musa berani menghadapinya dan menyatakan, “Kami tidak akan melakukan apa yang Anda perintahkan lagi. Aku tidak takut pada Anda karena aku hanya tunduk pada otoritas yang tertinggi.” Itu butuh nyali yang besar!


Apakah Anda menginginkan iman yang sama dalam hidup Anda untuk mampu mengalahkan ketakutan Anda? Semakin dekat Anda dengan Tuhan, semakin Anda akan dipenuhi dengan iman. Semakin jauh Anda dari Tuhan, semakin Anda akan dipenuhi dengan ketakutan. 

Saya ingin menekankan betapa pentingnya iman di sepanjang hidup Anda. Alkitab mengatakan, “Segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman, adalah dosa” (lihat Roma 14:23). Berapa kali Anda telah berbuat dosa minggu ini? Banyak sekali. Begitu pula saya. Karena apa pun yang saya lakukan yang tidak dilakukan dengan iman tetapi dilakukan dengan keragu-raguan adalah dosa. 

Alkitab juga mengatakan bahwa tanpa iman adalah tidak mungkin dapat menyenangkan Tuhan. Berapa kali Anda menyenangkan Tuhan minggu ini?

Alkitab juga mengatakan, “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah” (lihat Ibrani 11:6). 


Apakah Anda menginginkan sesuatu berubah dalam hidup Anda? Daripada mengeluh, mulailah untuk percaya. Tuhan tidak tergerak oleh keluhan. Tuhan tergerak oleh iman, yaitu kebenaran yang kita lihat dalam kata-kata Yesus ini: "Jadilah kepadamu menurut imanmu” (Matius 9:29). Iman Anda punya dampak besar pada karya Allah dalam hidup Anda.


Ini kuncinya: Yang penting bukanlah besarnya iman Anda, tetapi besarnya Tuhan Anda. Sedikit iman kepada Tuhan yang besar akan menghasilkan hasil yang besar!


Renungkan hal ini:

- Bagaimana selama ini rasa takut menghalangi Anda untuk meraih berkat Tuhan?

- Apa bukti yang tampak bahwa seseorang adalah orang yang beriman?

- Semakin dekat Anda dengan Tuhan, semakin kuat iman Anda. Apa yang perlu Anda lakukan agar semakin dekat dengan Tuhan?

Ini kuncinya: Yang penting bukanlah seberapa besar iman Anda, tetapi seberapa besar Tuhan yang Anda percaya. Beriman kepada Tuhan yang besar akan menghasilkan dampak yang besar! 


(Diterjemahkan dari Daily Devotional by Rick Warren)




Kamis, 19 Desember 2024

LATIHAN KEBUGARAN


Bacaan: Mazmur 119:97-104


NATS: Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari (Mazmur 119:97)


Istri saya adalah seorang yang gemar sekali berolahraga. Jalan kaki, bersepatu roda, bersepeda; semua dijalaninya untuk menjaga kondisi tubuhnya. Karena ketertarikannya akan olahraga, ia mendorong anak-anak kami untuk ikut terlibat dalam berbagai kegiatan olahraga di sekolah. Ia juga mengajak mereka berolahraga bersamanya.


Mengapa istri saya beranggapan bahwa olahraga sangat penting baginya? Alasannya sederhana saja: karena jika ia tidak berolahraga beberapa kali dalam seminggu, ia merasa tubuhnya kurang fit. Ia merasa lesu dan tidak bergairah. Ia juga merasa jantungnya tidak diperkuat sebagaimana mestinya.


Akan tetapi, istri saya tidak melakukan latihan jasmani saja. Ia juga selalu melakukan latihan rohani. Ia sadar bahwa dalam perjalanan bersama Allah, kita membutuhkan "latihan hati" agar "stamina" kita tetap terjaga.


Dalam bacaan kita hari ini, kita dapat melihat bahwa penulis Mazmur 119 juga melihat pentingnya latihan rohani setiap hari. Ia mencintai firman Allah, merenungkannya sepanjang hari, dan menaatinya. Doa-doanya keluar dari lubuk hati dan dipanjatkan dengan sepenuh hati, dan pengharapannya untuk setiap hari yang baru bersumber langsung dari firman Allah.


Kita akan jauh lebih sehat secara rohani jika melakukan program pelatihan kebugaran rohani seperti yang dilakukan oleh sang pemazmur! Apakah anda membaca alkitab, merenungkan kebenarannya, dan berdoa setiap hari? Jika anda belum melakukannya, alangkah baiknya bila Anda "memulai latihan kebugaran" rohani hari ini juga --dave branon


KEKUATAN ROHANI MEMBUTUHKAN PROGRAM LATIHAN MEMBACA ALKITAB DAN BERDOA


Sumber: Renungan Harian

Rabu, 18 Desember 2024

Sebutkan Nilai-Nilai Anda, Lalu Jalani Hidup Berdasarkan Nilai-Nilai Tersebut


Bacaan Hari ini:

Ibrani 11:26 “Ia menganggap penghinaan karena Kristus sebagai kekayaan yang lebih besar dari pada semua harta Mesir, sebab pandangannya ia arahkan kepada upah.”


Apa yang paling penting buat Anda? Apa tiga atau empat nilai-nilai terutama yang Anda pegang dalam hidup Anda?


Inilah sebuah keputusan yang akan mengubah hidup Anda: Memilih nilai-nilai Tuhan, daripada nilai-nilai dunia. Musa membuat sebuah resolusi yang mengubah hidupnya. Dan itulah mengapa Tuhan memakai dia dalam pekerjaan-Nya!


Ibrani 11:26 mengatakan, “Ia menganggap penghinaan karena Kristus sebagai kekayaan yang lebih besar dari pada semua harta Mesir, sebab pandangannya ia arahkan kepada upah.” 


Musa telah menimbang mana yang baik dan yang buruk. Dia telah menentukan apa yang paling penting baginya. Dia tahu apa nilai-nilai yang paling utama bagi dirinya.


Saya dapat menyebutkan dengan mudah nilai-nilai terpenting yang saya pegang: kejujuran, kerendahan hati, dan kemurahan hati. Sudah sejak lama saya telah memutuskan untuk membangun hidup saya di atas tiga prinsip ini—karena itu merupakan penawar dari tiga perangkap kepemimpinan.


Bisakah Anda sebutkan tiga nilai terpenting yang Anda pegang dalam hidup Anda? Jika Anda tak dapat menyebutkannya, berarti Anda belum menjalankannya. 


Sebelum Anda membiarkan hari ini berlalu, duduklah dan tanyakan pada diri Anda sendiri, “Apa yang paling penting buat saya? Apa nilai-nilai paling utama dalam hidup saya?” Tuliskanlah, sebab jika Anda belum menentukannya, Anda tidak bisa menjalaninya dengan komitmen.


Mengapa hal itu begitu penting? Sebab jika Anda belum memutuskan apa yang paling penting dalam hidup Anda, maka orang lain yang akan menentukannya untuk Anda. Mereka akan mendorong Anda masuk ke dalam ekspektasi mereka, dan Anda akan menjalani hidup Anda dengan nilai-nilai mereka, bukan nilai Anda sendiri.


Renungkan hal ini:

- Apa tiga nilai terpenting dalam hidup Anda?

- Jika Anda belum yakin dengan nilai-nilai itu, apa yang bisa Anda lakukan untuk menetapkannya?

- Perubahan apa yang perlu Anda lakukan agar hidup Anda lebih selaras dengan nilai-nilai Anda tersebut?


Ketika Anda tahu apa yang paling penting buat Anda dan memilih untuk hidup berdasarkan nilai-nilai Tuhan, maka Tuhan akan memakai Anda dalam pekerjaan-Nya dan memberkati hidup Anda.


(Diterjemahkan dari Daily Devotional by Rick Warren)


Selasa, 17 Desember 2024

APAKAH SAAT YANG BAIK ITU BURUK?


Bacaan: Yeremia 32:1,2,16-30


NATS: Engkaulah yang menunjukkan kasih setia-Mu kepada beribu-ribu orang ... besar dalam rancangan-Mu dan agung dalam perbuatan-Mu (Yeremia 32:18,19)


Dalam banyak buku dan khotbah, orang-orang kristiani sering kali ditanya apakah iman mereka cukup kuat untuk bertahan di saat-saat yang buruk. Namun, saya mengajukan pertanyaan yang lebih baik pada diri saya sendiri: "Apakah iman saya cukup kuat untuk bertahan di saat-saat menyenangkan?"


Saya sering kali melihat orang-orang yang menjauh dari Tuhan, bukan saat hidup mereka sulit, tetapi justru saat hidupnya berjalan dengan baik. Saat itulah Allah tampaknya tidak diperlukan lagi.


Kita terlalu sering menafsirkan berkat-Nya sebagai tanda atas kebaikan kita, bukan kebaikan-Nya. Kita menganggap diri layak mengalami semua kejadian yang menyenangkan. Namun, kita tidak dapat memahami bahwa Allah menyatakan diri-Nya melalui hal-hal baik yang telah diberikan-Nya untuk kita.


Dalam bukunya The Problem of Pain (Hal Penderitaan), C.S. Lewin menulis, "Allah berbisik kepada kita melalui kesenangan-kesenangan kita ... tetapi Dia berteriak melalui penderitaan kita." Jika kita menolak mendengar bisikan-Nya, Dia mungkin akan berteriak untuk mendapatkan perhatian kita. Itulah yang terjadi pada bangsa Israel. Meskipun Allah telah memberi mereka "suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya," tetapi mereka berpaling dari-Nya, sehingga Dia "melimpahkan kepada mereka segala malapetaka ini" (Yeremia 32:22,23).


Kebaikan Allah menjadi alasan untuk menaati-Nya, dan bukan kesempatan untuk tidak mematuhi-Nya. Ketika kita sadar akan hal itu, maka hubungan kita dengan Tuhan tidak melemah, bahkan akan semakin dikuatkan, oleh anugerah dan berkat-Nya --Julie Ackerman Link


KEBAIKAN ALLAH MENYUARAKAN SIFAT ALLAH YANG BEGITU BANYAK


Sumber: Renungan Harian

Senin, 16 Desember 2024

Fokus Menyenangkan Tuhan, Bukan Manusia


Bacaan Hari ini:

1 Tesalonika 2:4 “Sebaliknya, karena Allah telah menganggap kami layak untuk mempercayakan Injil kepada kami, karena itulah kami berbicara, bukan untuk menyukakan manusia, melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati kita.”


Tuhan menciptakan Anda untuk menjadi Anda. Dia tidak menciptakan Anda untuk menjadi seperti yang diinginkan orang tua Anda. Dia tidak menciptakan Anda untuk menjadi seperti yang diinginkan pasangan, bos, atau teman Anda.


Tuhan ingin Anda menjadi persis seperti apa yang Dia rancangkan. Dan itu artinya Anda harus menolak untuk didefinisikan oleh orang lain.


Ibrani 11:24 mengatakan, “Karena iman maka Musa, setelah dewasa, menolak disebut anak puteri Firaun”


Musa mengalami krisis identitas. Ia dilahirkan sebagai budak Ibrani tetapi dibesarkan sebagai bangsawan Mesir, cucu Firaun. Ketika ia tumbuh dewasa, dia dihadapkan pada dua pilihan: Seumur hidup berpura-pura menjadi cucu Firaun dan hidup dalam gelimang harta, kemasyuhran, dan kekuasaan. Atau, memilih untuk mengakui identitasnya sebenarnya: seorang Yahudi. Namun, apabila ia melakukannya, keluarga kerajaan akan mengusirnya untuk hidup bersama para budak seumur hidupnya. Dia akan dipermalukan, dihina, dan menjalani kehidupan yang menyakitkan dan penuh kerja keras.  


Jika Anda jadi dia, apa yang akan Anda pilih?


Saat ini kebanyakan orang hidup dalam kebohongan. Mereka mencoba menjadi orang lain. Akan tetapi, Musa menolak untuk hidup dalam kebohongan sebab dia adalah orang yang berintegritas. Meski harus melawan berbagai macam tekanan, dia bersikeras untuk menjadi seperti yang Tuhan rancangkan.


Satu pertanyaan saya untuk Anda: Siapa yang Anda biarkan mendefinisikan diri Anda?


Beberapa dari Anda mungkin memiliki orang tua yang telah meninggal bertahun-tahun lalu, tetapi Anda masih berusaha menjalani hidup untuk memenuhi ekspektasi mereka. Beberapa dari Anda mungkin masih berpegang pada perkataan mantan suami atau mantan istri yang pernah  diucapkan pada Anda, dan sampai saat  ini Anda masih mencoba membuktikan bahwa orang itu salah. Beberapa dari Anda mungkin masih mencoba terus mengikuti apa yang didengungkan oleh dunia ini tentang Anda.


Namun, Alkitab mengatakan ini: “Sebaliknya, karena Allah telah menganggap kami layak untuk mempercayakan Injil kepada kami, karena itulah kami berbicara, bukan untuk menyukakan manusia, melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati kita” (1 Tesalonika 2:4).


Cukup katakan, “Saya memutuskan untuk tidak lagi membiarkan orang lain menekan saya masuk ke dalam ekspektasi mereka. Saya akan melakukan apa yang Tuhan ingin saya lakukan dan mengerjakan rancangan-Nya untuk hidup saya—bukan rancangan orang lain untuk hidup saya.”


Saudara, itulah kesuksesan yang sejati dalam hidup. Tuhan ingin Anda menjadi persis seperti yang Dia ciptakan, itu saja.


Renungkan hal ini:

- Siapa atau apa yang sedang menekan Anda untuk menjadi seseorang yang bukan diri Anda?  

- Luangkan waktu untuk menulis siapa diri Anda di dalam Yesus Kristus. Bagaimana Dia mendefinisikan identitas Anda?

- Bagaimana Anda dapat mengetahui dan menjalani kehidupan tepat seperti yang Tuhan rancangkan?


Pilihlah menjadi seperti yang Tuhan ciptakan. 


(Diterjemahkan dari Daily Devotional by Rick Warren)