Jumat, 31 Januari 2025

HANYA KEBENARAN


Bacaan: Amsal 19:1-9


NATS: Saksi dusta tidak akan luput dari hukuman, orang yang menyembur-nyemburkan kebohongan tidak akan terhindar (Amsal 19:5)


Seorang anak lelaki berusia 12 tahun menjadi saksi kunci dalam suatu perkara. Salah seorang pengacara, setelah mengajukan beberapa pertanyaan, bertanya, "Ayahmu pasti telah mengatur apa yang harus kamu katakan, bukan?"


"Benar," jawab anak itu.


"Sekarang katakan pada kami," desak sang pengacara. "Apa saja yang ia perintahkan?"


"Baiklah," jawab anak itu, "Ayah mengatakan bahwa para pengacara akan mencoba membingungkan kesaksian saya; tetapi apabila saya cermat dan berkata benar, saya akan mampu mengatakan hal yang sama setiap saat."


Orang yang benar tidak memiliki sesuatu pun yang perlu disembunyikan, tetapi orang yang suka berbohong akan membayar harga yang mahal atas ketidakjujurannya. Satu kebohongan akan berkembang menjadi kebohongan lain, untuk menutupi kebohongan yang dilakukan sebelumnya, dan selanjutnya orang itu akan terjebak dalam jerat ketidakjujuran. Amsal 19:5 berkata, "Saksi dusta tidak akan luput dari hukuman, orang yang menyembur-nyemburkan kebohongan tidak akan terhindar."


Bagi pengikut Kristus, hal terpenting yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa kebenaran itu mencerminkan hubungan kita dengan Tuhan. Bohong adalah bahasa iblis (Yohanes 8:44), tetapi barangsiapa yang menjadi milik Kristus akan dikenal sebagai orang-orang yang benar (Efesus 4:15; Kolose 3:9).


Kebohongan sepertinya merupakan jalan keluar yang baik, tetapi ujungnya menuju maut. Oleh karena itu, pilihan yang tepat dan bijak adalah mengatakan yang sebenarnya -- tak ada yang lain kecuali kebenaran --RWD


ORANG YANG SUKA MEREKA-REKA CERITA AKAN MENGALAMI BERBAGAI KESULITAN


Sumber: Renungan Harian

Kamis, 30 Januari 2025

Mencari Kebenaran


Setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah. –Yakobus 1:19


Ayat Bacaan & Wawasan :

Yakobus 1:19-27


Mengapa orang cenderung bersikeras bahwa mereka benar—bahkan saat jelas-jelas mereka salah? Penulis Julia Galef menyatakan bahwa ini berkaitan dengan “pola pikir tentara”—kita berfokus membela apa yang telah kita yakini terhadap apa yang kita anggap sebagai ancaman. Galef berpendapat bahwa yang lebih berguna adalah pola pikir pramuka, yang tidak hanya berfokus untuk mengenyahkan ancaman, tetapi berusaha mencari seluruh kebenaran. Pola pikir tersebut ingin memahami “apa yang terjadi dengan sejujur dan seakurat mungkin, meski itu mungkin tidak indah, nyaman, atau menyenangkan.” Orang dengan cara pandang demikian memiliki kerendahan hati untuk terus bertumbuh dalam pemahamannya.


Wawasan yang disajikan Galef itu mengingatkan kita pada ucapan Yakobus yang mendorong orang percaya agar memiliki pola pikir serupa—yang meminta mereka “cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan lambat untuk marah” (Yak. 1:19). Alih-alih bereaksi spontan terhadap orang lain, orang percaya perlu mengingat bahwa amarah manusia tidak menjadikan kita benar di hadapan Allah (ay. 20). Bertumbuh semakin bijaksana dalam sikap tersebut hanya mungkin terjadi apabila kita rela merendahkan diri dan berserah kepada kasih karunia Allah (ay. 21; lihat Tit. 2:11-14).


Saat kita ingat bahwa dalam setiap momen hidup ini, kita perlu bergantung pada kasih karunia Allah—bukan pada diri sendiri—maka kita akan sanggup terlepas dari keinginan untuk selalu merasa benar. Selain itu, kita dapat bergantung pada tuntunan Allah untuk memampukan kita menjalani hidup yang benar dan memiliki kepedulian kepada sesama (Yak. 1:25-27).


Oleh:  Monica La Rose


Renungkan dan Doakan

Siapa yang pernah Anda lihat memiliki jiwa yang rela merendahkan diri untuk belajar dan berubah? Bagaimana Anda dapat mengembangkan keinginan untuk belajar dari orang lain?


Ya Allah, tolonglah aku untuk lepas dari keinginan untuk selalu merasa benar, dan sebaliknya, untuk semakin rindu belajar dan berubah di bawah tuntunan-Mu.


Sumber: Our Daily Bread

Rabu, 29 Januari 2025

MELAKUKAN HAL YANG MUSTAHIL


Bacaan: Roma 8:1-17


NATS: Sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa (Yohanes 15:5)


Kehidupan Kristen sesungguhnya tidak hanya sukar, tetapi juga bahkan mustahil untuk dijalani! Sebenarnya, hanya satu Orang Kristen yang dapat hidup sempurna dalam sejarah -- Yesus Kristus.


Hal ini bukan berarti kita tidak lagi berpengharapan. Tatkala Yesus kembali kepada Bapa-Nya di surga, Dia mengirimkan Roh Kudus untuk menolong kita hidup seturut kehendak-Nya (Yohanes 14:15-17; Roma 8:2-4). Saat Roh Kudus memberi kita kehidupan baru dalam Kristus, Dia memampukan kita untuk menjalani kehidupan Kristen asal kita berjalan dalam persekutuan yang erat dengan Yesus (Yohanes 15:4-5).


Sebuah buletin gereja menuangkan realitas ini dalam doa: "Sepanjang hari ini, ya Tuhan, saya telah dimampukan untuk melakukan apa yang benar. Saya tidak menggosip; saya dapat mengendalikan amarah; saya tidak tamak, mengeluh, bertindak jahat, egois, atau terlalu mengikuti kata hati. Saya bersyukur atas semua itu. Namun, sebentar lagi, ya Tuhan, saya akan tidur. Dan, ketika saya bangun pagi esok hari, saya akan memerlukan banyak pertolongan-Mu lagi."


Kabar baiknya adalah bahwa kita bisa mendapatkan pertolongan dari Allah. Orang-orang percaya memiliki Allah Roh Kudus! Hal ini akan membuat kita bertanya: "Apa yang tak dapat dilakukan dalam hidup Anda bila tak ada bimbingan Roh Kudus?" Jawabnya adalah: "Segala sesuatu!" Orang Kristen memerlukan Roh Kudus untuk segala sesuatu yang ia kerjakan.


Apapun yang Anda hadapi hari ini, Anda tidak menghadapinya seorang diri. Roh Kristus ada beserta Anda. Andalkanlah Dia!--HWR


APA YANG YESUS KERJAKAN BAGI KITA, ROH KUDUS BEKERJA DI DALAM KITA


Sumber: Renungan Harian

Selasa, 28 Januari 2025

Tak Habis Pikir


Bacaan: 1 SAMUEL 18:14-30


Menyadari bahwa TUHAN beserta Daud dan Mikhal putrinya mencintai Daud, makin takutlah Saul kepada Daud. Saul seterusnya menjadi musuh Daud. (1 Samuel 18:28-29)


Saat terpilih menjadi raja Israel, Saul terlihat seperti seorang yang rendah hati. Itu bukan ambisinya, bahkan ia sama sekali tak pernah menduganya. Ia malah bersembunyi saat namanya terpilih melalui undian (1Sam 10:22). Namun, seiring waktu karakter aslinya terlihat jelas. Ia begitu berambisi mempertahankan posisinya sebagai raja dengan segala cara, tak peduli ia sedang melawan Allah. Dengan berbagai upaya, ia ingin membunuh Daud yang telah diurapi Allah untuk menggantikannya. Bahkan, ketika semua usahanya itu tidak berhasil, ia akhirnya menyadari bahwa Tuhan menyertai Daud. Namun, pengertian itu tidak menyurutkan langkahnya untuk melakukan kejahatan hingga akhir hidupnya (ay. 29).


Rasanya kita tak habis pikir dengan sikap dan tindakan Saul ini. Saat menyadari bahwa langkahnya telah keliru, seharusnya ia kembali ke jalan yang benar. Namun, ia justru melangkah tegap dan percaya diri. Parahnya, langkah yang salah itu ia tempuh seumur hidupnya. Ia tidak peduli dengan berbagai peringatan yang diberikan kepadanya.


Sedihnya, Saul bukanlah satu-satunya orang yang berbuat demikian. Banyak orang yang mengabaikan nasihat, teguran, ataupun peringatan yang benar. Bahkan, jangan-jangan kita pun terkadang menempuh jalan yang dipilih oleh Saul. Lebih mementingkan diri sendiri daripada kehendak Tuhan. Memusuhi orang-orang yang dipilih oleh Tuhan karena kehadiran mereka menggeser peran kita. Mendengki serta merongrong mereka yang bekerja dengan tulus untuk Tuhan. Kiranya kita terus belajar merendahkan hati serta menghargai peran orang lain agar kita tidak menjadi penentang Allah. --HT/www.renunganharian.net


DIPERLUKAN KEBERANIAN DAN LANGKAH IMAN UNTUK MENEMPUH JALAN PERTOBATAN.

Senin, 27 Januari 2025

TIDAK COCOK?


Bacaan: 1 Petrus 3:8-17


NATS: Hendaklah kamu semua seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati (1 Petrus 3:8)


Kutipan di majalah Sports Illustrated mengungkapkan kebenaran yang sering kita abaikan sebagai orang beriman: “Yang terpenting dalam menciptakan tim yang sukses bukan bagaimana para pemain saling cocok, melainkan bagaimana mereka menangani ketidakcocokan.” Bila kita tidak cocok dengan orang lain, kita tergoda mengabaikan dan menolaknya.


Allah memanggil kita untuk mengambil pendekatan yang berbeda: “Hendaklah kamu semua seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati, dan janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, atau caci maki dengan caci maki, tetapi sebaliknya, hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat” (1 Petrus 3:8,9).


Dalam buku My Utmost For His Highest, Oswald Chambers mengingatkan kita: “Dalam hidup rohani, berhati-hatilah supaya tidak berjalan menurut dorongan rasa suka. Setiap orang memiliki dorongan rasa suka yang natural; ada beberapa orang yang kita sukai, dan sebagian lain tidak. Kita tidak boleh membiarkan rasa suka dan tidak suka menentukan kehidupan kristiani kita. Jika kita ‘berjalan dalam terang’, karena Allah adalah terang, Allah akan memberi kita rahmat persekutuan dengan orang-orang yang tak kita sukai.”


Memiliki rasa suka dan tidak suka adalah wajar. Tetapi bila kita ingin memuliakan Tuhan melalui pola hubungan kita, belas kasih, cinta, kerendahan hati, dan kebaikan maka Allah menghendaki langkah-langkah adikodrati untuk menangani ketidakcocokan --David McCasland


CARA UNTUK MEMPERTAHANKAN KEDAMAIAN GEREJA ADALAH DENGAN MEMPERKUAT KESATUANNYA


Sumber: Renungan Harian

Minggu, 26 Januari 2025

Utamakan Tuhan


Bacaan Hari ini:

Matius 6:33 “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.”


Ada beberapa persembahan yang tidak dapat Tuhan peroleh kecuali Anda yang memberikannya. Dia tak akan menuntut atau mengambilnya dengan paksa—tetapi ketika Anda memberikannya dengan cuma-cuma, Anda menunjukkan betapa Anda mengasihi-Nya. Salah satu persembahan itu adalah dengan memberikan tempat pertama dalam setiap aspek kehidupan Anda.


Keluaran 20:3 mengatakan, “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku.” Ketika Anda mengutamakan sesuatu selain Tuhan dalam hidup Anda, itu dinamakan berhala. Bahkan, hal-hal baik seperti keluarga dan karier bisa menjadi berhala. Tetapi faktanya, Anda tidak akan memiliki semua hal baik itu jika bukan karena Tuhan, dan semua itu tidak Dia ciptakan untuk menggantikan posisi-Nya. 


Pikirkan seperti ini. Jika Anda menjadikan karier atau keluarga sebagai hal terpenting dalam hidup Anda dan kemudian Anda kehilangan keduanya, hidup Anda akan berantakan. Tempat pertama seharusnya diberikan kepada Dia yang tidak akan pernah dapat direnggut dari Anda: Tuhan. Anda dapat kehilangan segala yang Anda miliki, tetapi Anda tidak akan pernah kehilangan Tuhan.


Berikut ini cara untuk mengutamakan Tuhan dalam lima aspek utama kehidupan Anda:


F (Finances)– Keuangan. Berikan kepada Tuhan bagian pertama dari uang Anda dengan memberikan persepuluhan. Sebelum Anda menghabiskan uang untuk hal lain, berikan 10 persen pertama Anda untuk Tuhan. Semua itu berasal dari-Nya, dan memberikan persepuluhan ialah salah satu cara dalam mencari berkat Tuhan dalam keuangan Anda. 


I (Interests)– Minat. Berikan kepada Tuhan tempat pertama dalam setiap minat Anda dengan menjadikan Dia fokus utama Anda.


R (Relationships)– Hubungan. Jadikan hubungan Anda dengan Tuhan sebagai yang pertama, di atas semua hubungan lainnya. Keluarga dan teman-teman Anda akan merasa sangat aman bila mengetahui bahwa mereka adalah yang kedua dalam hidup Anda dan bahwa Tuhan adalah yang nomor satu.


S (Schedule)– Jadwal. Jadwalkan waktu bersama Tuhan sebelum hal-hal lainnya. Bagi banyak orang, cara terbaik ialah dengan melakukan saat teduh di awal hari Anda. Terlepas dari kapan Anda melakukannya, pastikan untuk menyisihkan waktu bagi Tuhan sebelum jadwal Anda penuh


T (Troubles)– Masalah. Ketika masalah muncul, datanglah kepada Tuhan terlebih dahulu. Jangan panik; berdoalah. Segera bicarakan hal itu kepada Tuhan. Jadikan doa sebagai pilihan pertama dan bukan pilihan terakhir.


Yesus memberikan janji yang luar biasa kepada mereka yang mengutamakan Tuhan: “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (Matius 6:33).


Renungkan hal ini: 

- Di suatu titik dalam hidup kita, kita semua pernah menempatkan sesuatu atau seseorang di atas Tuhan. Apa sesuatu yang mungkin bersaing dengan Tuhan untuk mendapatkan tempat pertama dalam hidup Anda saat ini?

- Pikirkan tentang keuangan, minat, hubungan, jadwal, dan masalah Anda. Langkah apa yang bisa Anda ambil hari ini dalam salah satu aspek tersebut untuk mengutamakan Tuhan?

- Tuhan berjanji bahwa Ia akan mengurus "semuanya itu" ketika kita menempatkan Dia di tempat pertama. Bagian mana dari hidup Anda yang harus Anda percayakan kepada Tuhan ketika Anda mengutamakan Dia?


Saat Anda mempersiapkan hadiah untuk orang lain pada musim Natal ini, ingatlah untuk memberikan hadiah kepada Tuhan berupa diri Anda sendiri dengan mengutamakan Dia dalam setiap aspek kehidupan Anda. 


(Diterjemahkan dari Daily Devotional by Rick Warren)

Sabtu, 25 Januari 2025

Percaya pada Tuhan untuk Melakukan Perkara yang Besar


Bacaan Hari ini:

Matius 19:26 “Yesus memandang mereka dan berkata: "Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin."


Segala sesuatu adalah mungkin bila dengan Tuhan.


Di Gereja Saddleback, kami meluncurkan Rencana PEACE. PEACE adalah singkatan dari Plant churches (menanam gereja), Equip servant leader (memperlengkapi pemimpin yang melayani), Assist the poor (membantu mereka yang berkekurangan), Care for the sick (merawat orang sakit), dan Educate the next generation (mendidik generasi berikutnya). Apa yang membuat kami berpikir bahwa kami dapat memimpin ribuan gereja lain untuk mengatasi beberapa masalah terbesar di planet ini, seperti kemiskinan, kurangnya pendidikan, dan penyakit?


Jawabannya masih sama dan tetap sama-- karena kami memiliki Tuhan yang besar!


Kenyataannya, terkadang saya mendengar orang-orang berkata, "Anda pikir Anda siapa mencoba melakukan gerakan ini?" Itu salah. Pertanyaan yang benar adalah, “Menurut Anda seperti apa Tuhan Anda?” 


Tuhan kami bisa melakukan apa pun.  


Yesus berkata, “Jadilah kepadamu menurut imanmu” (Matius 9:29).


Tuhan ingin memakai Anda. Dia ingin memberkati Anda. Dia ingin melakukan hal-hal luar biasa dalam hidup Anda. Dia ingin Anda menjadi seorang pengubah dunia. Akan tetapi, Dia sedang menunggu Anda untuk percaya pada-Nya terlebih dahulu.


Karena itu berhentilah berkata, Saya tidak bisa.” “Saya tidak bisa menyelamatkan pernikahan ini.” “Saya tidak bisa melakukan apa yang Tuhan suruh saya lakukan.” “Saya tidak bisa mengasihi mereka yang berbeda dengan saya.” Itu semua kebohongan! Segalanya mungkin jika bersama Tuhan.


Efesus 3:20 menjelaskan, “Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita.”


Itulah sebabnya, melalui renungan ini, saya hendak mendorong Anda. Itu karena saya tahu Anda memiliki potensi yang luar biasa besar—jauh melampaui apa yang bisa Anda bayangkan. Tuhan ingin menggunakan Anda dalam pekerjaan-Nya dengan iman, maka Anda akan dimampukan.


Tahukah Anda apa penentang terbesar bagi iman Anda? Itu bukan orang lain. Itu bukan kritikan. Itu bahkan bukan iblis. Itu adalah ketidakpercayaan Anda sendiri.


Anda punya pilihan. Anda dapat memilih untuk percaya kepada Tuhan—atau tidak. Anda dapat memilih untuk memercayakan segalanya kepada Tuhan—atau tidak. Ada banyak hal yang di luar kuasa Anda, tetapi Anda dapat memilih untuk percaya kepada Tuhan. 


Renungkan hal ini:

- Kapan Anda pernah melihat Tuhan melakukan hal-hal besar oleh karena hasil dari iman seseorang?

- Di bidang apa Anda lebih mudah untuk percaya kepada Tuhan? Di bidang apa Anda merasa memercayai-Nya lebih sulit?

- Apakah Anda percaya Tuhan dapat menggunakan Anda untuk melakukan hal-hal besar bagi-Nya? Mengapa atau mengapa tidak?


Apakah Anda ingin Tuhan melakukan hal-hal besar dalam hidup Anda? Mulailah untuk percaya.


(Diterjemahkan dari Daily Devotional by Rick Warren)

Jumat, 24 Januari 2025

MEMUJI DENGAN PENGERTIAN


Bacaan: Mazmur 143


NATS: Aku teringat kepada hari-hari dahulu kala, aku merenungkan segala pekerjaan-Mu, aku memikirkan perbuatan tangan-Mu (Mazmur 143:5)


Banyak dari kita yang rindu memuji Allah dengan lebih bersukacita. Salah satu halangannya adalah meskipun kita telah berusaha keras memuji Dia, kita tidak merasa sedang memuji Dia.


Pengajar Alkitab Selwyn Hughes mengatakan bahwa Allah telah meletakkan dalam diri kita tiga fungsi utama: kehendak, perasaan, dan pikiran. Kehendak kita, katanya, tidak terlalu menguasai atau tidak berkuasa sama sekali atas perasaan kita. Anda tak dapat berkata, "Saya ingin merasakan sesuatu yang berbeda," dan kemudian berhasil melakukannya dengan membelokkan kekuatan kehendak Anda. Apa yang ditanggapi oleh perasaan adalah pikiran. Dengan mengutip sumber lain, Hughes berkata, "Perasaan kita mengikuti pikiran kita seperti anak itik mengikuti induknya." Jadi, bagaimana kita dapat membuat pikiran kita menjadi pemimpin bagi perasaan kita?


Dalam Mazmur 143 Daud menunjukkan caranya kepada kita. Karena merasa kewalahan dan tertekan (ayat 4), ia meluangkan waktu untuk berpikir tentang Tuhan (ayat 5). Ia mengingat kasih setia Allah, bimbingan-Nya, dan bahwa Dia dapat dipercaya (ayat 8); perlindungan dan kebaikan-Nya (ayat 9,10); keadilan dan belas kasih-Nya (ayat 11,12). Dan sekali ia melakukannya, perasaannya mulai mengikuti pikirannya.


Sebutkan berkat-berkat yang Anda terima setiap hari; renungkan berkat-berkat itu secara menyeluruh; ceritakan berkat-berkat itu kepada Allah dan orang lain. Perlahan-lahan, perhatian terhadap perasaan Anda akan berkurang dan Anda akan memuji Allah dengan penuh sukacita --Joanie Yoder


SUKACITA BERTUMBUH DALAM TANAH PUJIAN


Sumber: Renungan Harian

Kamis, 23 Januari 2025

Pentingkah Beribadah?


Bacaan: Ibrani 10:19-25


Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat - Ibrani 10:25


Kecenderungan orang Kristen beribadah saat ini sudah bergeser dari tujuan Allah. Mereka beribadah jika ada kebutuhan mendesak atau di saat menghadapi situasi kritis. Sebagai contoh, setelah tragedi 11 September 2001, yaitu runtuhnya menara kembar WTC akibat serangan teroris, kehadiran jemaat yang beribadah di Amerika meningkat. Orang-orang berbondong-bondong ke gereja untuk menenangkan ketakutan mereka. Sementara pasca pandemi, masih banyak jemaat yang lebih senang beribadah secara online karena merasa lebih praktis, lebih nyaman, dan tidak perlu repot pergi ke gereja. Semangat di balik alasan beribadah hanya karena demi kenyamanan dan kepentingan diri sendiri.


Kata “ibadah” dari kata Ibrani, abodah dan Yunani, latreia. Kata ini pada mulanya menyatakan pekerjaan seorang budak atau hamba upahan. Dalam rangka mempersembahkan ibadah kepada Allah maka para hamba Tuhan harus bertiarap (proskuneo). Ibadah merupakan ekspresi rasa takut, penuh hormat, kagum, dan takjub kepada Allah. Suatu pelayanan yang dipersembahkan kepada Allah tidak hanya dalam arti beribadah di bait suci atau gedung gereja, tetapi juga dalam arti pelayanan kepada sesama (Yak. 1:27). Jadi, ibadah sangatlah penting bagi orang Kristen. Karena itu, penulis surat Ibrani menasihati pembacanya agar tidak meninggalkan pertemuan ibadah.


Beberapa alasan pentingnya beribadah. Pertama, ibadah adalah bentuk ekspresi kasih dan iman sejati kita kepada Tuhan (ay. 19-21). Kedua, ibadah dapat menumbuhkan iman kita melalui pendengaran akan firman Tuhan (ay. 22). Ketiga, ibadah dapat meningkatkan pengharapan kita dalam Kristus (ay. 23). Keempat, melalui ibadah kita bersekutu dengan sesama orang percaya mengekspresikan kasih dengan saling menguatkan, membangun, dan mendorong (ay. 24). Sesungguhnya, tujuan ibadah bukan sekadar menerima berkat Allah, tetapi untuk memuliakan Allah dengan memberi persembahan tubuh, jiwa, dan roh kita kepada-Nya, serta menjadi saluran berkat Tuhan bagi sesama dengan saling menguatkan, membangun, dan menasihati.


Marilah bertekun dalam beribadah. Jadikanlah ibadah sebagai suatu kebiasaan. Carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenaran-Nya maka semua berkat lainnya akan ditambahkan kepada kita (Mat. 6:33). Apa pun kesibukan kita, di mana pun kita berada, kapan pun waktunya, jangan dijadikan alasan untuk absen beribadah. Prioritaskanlah ibadah dalam agenda hidup Anda.


Refleksi Diri:


Apakah pemahaman Anda tentang ibadah selama ini sudah sesuai dengan firman Tuhan? Jika belum, apa yang Anda akan lakukan untuk memperbaikinya?


Apa wujud ketekunan Anda dalam beribadah? Buatlah komitmen dalam beribadah selama setahun ke depan.


Sumber: Renungan GII Hok Im Tong

Rabu, 22 Januari 2025

Cari Pujian, Membawa Petaka


Bacaan: Lukas 6:26


Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu.- Lukas 6:26


Pernahkah Anda dipuji banyak orang? “Luar biasa pekerjaan kamu!”; “Karyamu fantastis!”; “Pelayananmu sangat memberkati.” Bagaimana rasanya? Nikmat, apalagi Anda yang aktivitas atau pekerjaannya berhubungan dengan banyak orang. Tidak ada salahnya dipuji orang lain, ini menunjukkan penghargaan atas kerja keras kita. Namun, yang salah adalah ketika menjadikan pujian atau penghargaan segala-galanya bagi kita. Jika tidak dipuji atau dihargai, kita merasa gelisah, merasa ditolak dan akhirnya berusaha dengan segala cara mendapatkan pujian dan penerimaan.


Tuhan Yesus berkata, “Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu.” Bukankah menyenangkan jika semua orang memuji kita? Apa salahnya? Kenyataannya, apakah semua orang akan memuji kita? Kalau iya, tentu bukan karena kita diterima semua orang, melainkan karena kita sebenarnya tidak punya prinsip. Orang yang memegang prinsip kebenaran, sangat mungkin sekali tidak disukai banyak orang.


Yesus menyamakan orang yang dipuji semua orang dengan nabi-nabi palsu yang juga dipuji oleh nenek moyang mereka. Suatu masa orang-orang Israel lebih menyukai dan menerima nabi-nabi palsu dibandingkan nabi yang benar (Yer. 5:31a). Orang Israel suka karena nabi-nabi palsu ini menyuguhkan yang mereka mau, sekalipun tidak benar. Orang Israel dibius perkataan-perkataan yang salah. Mereka tidak suka dengan firman yang benar karena berarti harus meninggalkan dosa dan berhala-berhala mereka. Berbeda dengan Yesus. Sangat mudah bagi-Nya kalau selama hidup hanya mencari penerimaan orang, tetapiYesus memilih mengarahkan hidup-Nya kepada Sang Bapa. Sekalipun jalan salib bukanlah jalan yang populer, tetapi merupakan jalan pemberian diri supaya kita diterima oleh Bapa.


Apakah Anda merindukan semua orang memuji dan menerima Anda? Bermimpi pun jangan karena Anda akan hidup hanya berdasarkan selera orang. Anda akhirnya hanya menjilat sana-sini supaya aman. Jika hidup hanya untuk mendapat pujian atau penerimaan orang lain, seringkali Anda akan terjatuh dalam kemunafikan. Ingatlah, saat Anda berusaha diterima orang lain, pasti tidak semua orang akan menerima Anda. Jadilah orang yang hidup benar di hadapan Tuhan. Marilah mengoreksi diri, apakah selama ini Anda hidup hanya mencari perkenanan orang atau perkenanan Tuhan?


Refleksi Diri:

Apa hal-hal yang membuat Anda mengejar pujian atau penerimaan orang lain, lebih daripada seharusnya?


Apa yang dapat membuat Anda tidak kecanduan dan terjebak mencari pujian dari orang lain?


Sumber: Renungan GKY

Selasa, 21 Januari 2025

Kerjakan Keselamatanmu!


Bacaan Alkitab hari ini:

Filipi 2:12-18


Banyak orang Kristen beranggapan bahwa keselamatan di dalam Kristus hanya masalah surga dan neraka, serta tidak berkaitan dengan kehidupan di dunia saat ini. Bacaan Alkitab hari ini menegaskan bahwa keselamatan harus terus dikerjakan. Dorongan, "Tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar," (2:12) adalah panggilan untuk melakukan perintah atau kehendak Allah yang disingkapkan dalam firman-Nya. Mengerjakan keselamatan bukanlah melakukan kebaikan untuk memenuhi syarat mendapat keselamatan, melainkan merupakan respons terhadap anugerah keselamatan yang sudah diterima. Orang percaya tidak berbuat baik karena takut masuk neraka, tetapi karena merespons kebaikan Allah.


Bagaimana orang percaya bisa mengerjakan keselamatan? Ingatlah bahwa keberdosaan membuat manusia tidak mampu melakukan kehendak Allah, bahkan tidak berniat menaatinya. Hukum dan kehendak Allah merupakan beban berat yang tidak sesuai dengan keinginan manusia berdosa. Oleh karena itu, Rasul Paulus menegaskan bahwa Allah-lah yang mengerjakan kemauan dan kemampuan dalam diri orang percaya untuk melakukan kehendak-Nya. Setelah diselamatkan, orang percaya diberi roh yang baru dalam batinnya (Yehezkiel 36:26-27). Seseorang yang sudah benar-benar diselamatkan tidak akan terus berkanjang dalam dosa. Hukum Allah akan dianggap menyenangkan, dan ia akan belajar mengasihi apa yang Tuhan kasihi.


Bagaimana wujud nyata dari pengerjaan keselamatan bagi jemaat Filipi? Rasul Paulus menasihati orang percaya agar melakukan segala sesuatu tanpa bersungut-sungut dan berbantah-bantahan (2:14). Dalam Perjanjian Lama, perkataan "bersungut-sungut dan berbantah-bantahan" dipakai untuk menggambarkan keadaan bangsa Israel yang tidak puas terhadap kepemimpinan Musa dan sering mempertanyakan keputusan sang pemimpin. Kemungkinan, isu ini diangkat berkaitan dengan adanya perselisihan di antara sesama anggota jemaat Filipi. Sebagian anggota jemaat protes dengan menyatakan ketidakpuasan terhadap para pemimpin gereja. Ketidakpuasan—yang tampak seperti dosa kecil—ternyata mengakibatkan perpecahan dan kekacauan dalam gereja, serta merupakan kesaksian buruk bagi orang yang tidak percaya. Jika mereka melakukan pelayanan tanpa bersungut-sungut, mereka akan menjadi jemaat yang tidak bercacat cela di tengah masyarakat yang jahat dan sesat, sehingga kehidupan gereja menjadi kesaksian bagaikan bintang-bintang di langit. Marilah kita—sebagai gereja—memohon agar dimampukan untuk bersama-sama mengerjakan keselamatan yang sudah Tuhan berikan kepada kita. Apakah Anda ikut mengusahakan kesatuan gereja? [Pdt. Okky Chandra]


Sumber: Renungan GKY


Senin, 20 Januari 2025

TAK PERNAH SENDIRI


Bacaan: Ibrani 13:5,6


NATS: Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau (Ibrani 13:5)


Robinson Crusoe, tokoh utama dalam novel karya Daniel Defoe, mengalami kerusakan kapal dan terdampar di sebuah pulau tak berpenghuni. Hidupnya menderita, tetapi ia menemukan pengharapan dan penghiburan ketika membaca firman Allah.


Crusoe berkata, "Suatu pagi, dalam keadaan sangat sedih, saya membuka Alkitab dan menemukan ayat ini, 'Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau'. Tiba-tiba saya berpikir bahwa ayat ini ditujukan kepada saya. Kepada siapa lagi ayat ini diberikan kalau bukan untuk saya dengan cara demikian, tepat ketika saya meratapi keadaan saya sebagai orang yang ditinggalkan Allah dan manusia?


"'Kalau begitu,' kata saya, 'jika Allah tidak meninggalkan saya ... apa yang perlu dipermasalahkan, meski seluruh dunia meninggalkan saya ...?' Sejak saat itu saya menyimpulkan bahwa saya bisa saja lebih berbahagia dalam keterasingan ini, dalam kesendirian dan kesunyian, daripada apabila saya berada dalam situasi lain di dunia ini. Dengan pemikiran ini saya ingin bersyukur kepada Allah karena telah membawa saya ke tempat ini."


Apakah Anda telah ditinggalkan oleh sahabat, anak, atau pasangan Anda? Allah telah berfirman, "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau" (Ibrani 13:5). Dengan demikian Anda pun dapat berkata dengan penuh keyakinan, "Tuhan adalah Penolongku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (ayat 6) --David Roper


KETAKUTAN AKAN MENINGGALKAN KITA

APABILA KITA INGAT BAHWA ALLAH SELALU BERSAMA KITA


Sumber: Renungan Harian

Minggu, 19 Januari 2025

Hiduplah Seirama Injil


Bacaan: Galatia 2:11-14


Hanya, hendaklah hidupmu berpadanan dengan Injil Kristus,- Filipi 1:27a


Apakah Anda pernah mendengar kisah polisi bernama Aiptu Jailani? Aiptu Jailani (alm.) dikenal sebagai polisi jujur. Ia pernah menerima penghargaan dari Polda Jawa Timur karena membuat surat tilang terbanyak, sebanyak 2.400 dalam satu tahun. Pengendara yang ditilang Jailani beragam, mulai dari warga sipil, petinggi polisi, TNI, wartawan, pejabat Pemkab Gresik, hingga anggota KPK. Yang paling menarik, ia pernah menilang satu pengendara motor di Car Free Day yang nyelonong masuk area terlarang, yang ternyata adalah istrinya sendiri. Karena ditilang, istrinya ngambek selama tiga hari, tidak mau diajak bicara. Ketika Jailani berseragam polisi, jati dirinya adalah polisi. Ia tetap menerapkan hukum yang sama kepada siapa pun, termasuk istrinya sendiri.


Bukankah kehidupan orang Kristen pun seharusnya memiliki prinsip demikian? Sebagai orang Kristen, hidup kita harusnya seirama dengan iman kita, bukan? Namun kenyataannya, mengakui kebenaran Injil seringkali tidak selalu berjalan bersama dengan menghidupi Injil. Terkadang antara keyakinan dan kelakuan berbeda jauh. Apakah hidup Anda sudah seirama dengan Injil?


Rasul Paulus dengan terang-terangan dan keras menyebut bahwa Petrus telah bersikap munafik karena apa yang dilakukannya tidak sesuai dengan Injil yang diyakininya. Jika melihat Galatia 2:9, tercatat Petrus, Yohanes, Yakobus, Paulus dan Barnabas telah bersepakat untuk memberitakan Injil baik kepada orang-orang Yahudi, maupun non Yahudi. Artinya, keselamatan hanya diterima melalui iman, bukan ditambahkan dengan peraturan Yahudi yang lainnya. Tidak ada pembedaan suku mana yang lebih kuat atau lebih rendah. Mereka bersepakat tentang hal ini, tetapi mengingkari apa yang telah dikatakan. Itulah alasan Paulus mengatakan “kelakuan mereka itu tidak sesuai dengan kebenaran Injil” (ay. 14). Efek kemunafikan Petrus berdampak pada terbelahnya komunitas Kristen.


Kalau di hari Minggu kita bisa memuji Tuhan dengan begitu terhanyut, jangan sampai hari Senin-Sabtu dari mulut yang sama kita menyemburkan caci maki. Jika kita masih menganggap orang lain lebih rendah daripada kita karena suku dan rasnya, padahal Injil tidak membedakannya, bertobatlah. John Piper mengatakan, “Seharusnya kalau seseorang sudah menerima anugerah, irama hidupnya pun sesuai dengan Injil.” Jika seringkali hidup kita berlaku munafik, bertobatlah, hiduplah seirama dengan Injil.


Refleksi Diri:

Mengapa hidup kita perlu seirama dengan Injil?


Apakah hidup Anda masih sering tidak sesuai dengan Injil? Jika ya, langkah pertobatan apa yang mau Anda ambil?


Sumber: Renungan GII Hok Im Tong

Sabtu, 18 Januari 2025

MENGAPA KE GEREJA?


Bacaan: Ibrani 10:19-25


NATS: Marilah kita saling memerhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita (Ibrani 10:24,25)


Dalam surat kepada editor sebuah surat kabar Inggris, seseorang mengeluh bahwa ia tidak menemukan alasan untuk pergi ke gereja setiap Minggu. "Selama 30 tahun terakhir ini, saya telah menghadiri kebaktian cukup teratur," tulisnya, "dan selama itu ... saya telah mendengarkan tidak kurang dari 3.000 khotbah. Namun, yang mengejutkan, saya tidak dapat mengingat satu pun dari khotbah-khotbah itu. Saya berpikir mungkin lebih bermanfaat bila waktu sang pendeta digunakan untuk mengerjakan hal lain saja."


Surat itu menimbulkan reaksi dari banyak orang. Berikut ini adalah sebuah tanggapan yang paling mengena: "Saya telah menikah selama 30 tahun. Selama itu saya telah makan sebanyak 32.850 kali -- sebagian besar hasil masakan istri saya. Tiba-tiba saya menyadari bahwa saya tidak dapat mengingat satu pun dari menu makanan itu. Namun, saya memperoleh gizi dari setiap hidangan tersebut. Saya pikir, tanpa makanan-makanan tersebut, mungkin saya telah mati kelaparan sejak dahulu."


Alkitab menegaskan pentingnya pergi ke gereja, dan satu-satunya nasihat untuk melakukan hal ini muncul dalam topik tentang bahaya yang timbul apabila menjauhkan diri dari pertemuan ibadah (Ibrani 10:25). Kita memerlukan bantuan untuk menjaga iman dan pengharapan kita dari keguncangan (ayat 23), dan untuk mengasihi serta melakukan pekerjaan baik (ayat 24). Sebagaimana makanan jasmani membuat kita tetap hidup dan kuat, demikian juga makanan rohani yang bergizi dari pengajaran dan persekutuan, sangat penting bagi kita untuk tetap hidup --Dennis De Haan


AGAR TETAP BERTUMBUH DALAM KRISTUS TETAPLAH PERGI KE GEREJA


Sumber: Renungan Harian

Jumat, 17 Januari 2025

MENGAPA ORANG BENAR MENDERITA

Sebelum aku tertindas, aku menyimpang, tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu. … Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu. Mazmur 119:67, 71

Ketika kita berhadapan langsung dengan penderitaan, baik dalam kehidupan kita sendiri maupun dalam kehidupan orang lain, kita sering bertanya-tanya mengapa kita yang mengaku percaya kepada Allah masih menderita. Tidakkah Allah mengasihi kita? Apa tujuan-Nya dalam penderitaan kita? Ketika Alkitab membahas rasa sakit dan penderitaan, Alkitab melakukannya dalam kerangka bahwa Allah itu baik dan mahakuasa dan memiliki rencana kekal untuk menciptakan umat yang menjadi milik-Nya sendiri, menjadikan mereka serupa dengan gambar Anak-Nya, dan membawa mereka dengan selamat menuju kemuliaan (Titus 2:14; Roma 8:29; 2 Timotius 4:18). Dia akan melakukan apa pun untuk mencapai tujuan tersebut—bahkan jika itu berarti mengizinkan kesedihan sementara.

Berikut ini beberapa tujuan penderitaan menurut Alkitab:

Penderitaan membuat kita sama dengan semua orang.
Sebagian besar penderitaan adalah bagian dari hidup di dunia yang sudah jatuh dalam dosa. Semua orang, baik yang percaya maupun tidak, merasakan sakit, duka, dan kesedihan. Hujan dan matahari turun untuk orang benar maupun yang tidak (Matius 5:45). Penderitaan adalah realitas hidup yang kita alami bersama.

Penderitaan menjadi alat koreksi.
Seperti seorang ayah mendisiplin anaknya supaya anak itu kembali ke jalan yang benar, Tuhan juga kadang menggunakan penderitaan untuk mengoreksi kita ketika kita mulai menyimpang (Ibrani 12:5-13).

Penderitaan membangun karakter.
Penderitaan tidak hanya mengoreksi, tetapi juga membentuk karakter kita. Misalnya, orang yang memiliki pengharapan besar atau empati yang dalam biasanya telah melalui penderitaan yang membuat mereka belajar dan bertumbuh (Yakobus 1:2-5).

Penderitaan memuliakan Tuhan.
Tuhan selalu bekerja melalui penderitaan untuk kemuliaan-Nya, bahkan jika hasilnya baru terlihat setelah bertahun-tahun. Dalam Yohanes 9, Tuhan memakai kebutaan seseorang untuk menunjukkan kuasa-Nya. Kita mungkin bertanya, “Mengapa saya harus mengalami ini?” Tapi suatu hari, kita mungkin melihat, “Oh, ternyata itu semua untuk momen ini, agar Tuhan dimuliakan.”

Penderitaan bersifat kosmis.
Tidak semua penderitaan terkait dengan drama rohani besar, tetapi beberapa memang demikian. Kisah Ayub adalah contoh di mana penderitaannya menjadi cara Tuhan menunjukkan kepada Iblis bahwa ada orang yang tetap mengasihi dan percaya kepada Tuhan, bukan karena apa yang mereka dapatkan dari-Nya, tetapi karena siapa Tuhan itu sendiri (Ayub 1).

Kebenarannya adalah, kita pasti akan menderita dalam hidup ini. Tetapi kita tidak perlu menderita tanpa harapan. Ingatlah tujuan Tuhan yang lebih besar dalam penderitaan. Pertanyaan pentingnya bukanlah “Mengapa ini terjadi?” tetapi “Apakah saya...?
”Apakah saya akan percaya pada janji-janji Tuhan?
Apakah saya akan tetap berpegang pada tujuan-Nya? 
Apakah saya akan terus mempercayai-Nya?

Refleksi
Bacalah Ayub 1 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut

Pola pikir apa yang perlu saya ubah?
Apa yang perlu dikalibrasi dalam hati saya?
Apa yang bisa saya terapkan hari ini?

Truth For Life – Alistair Beg

Sumber: Renungan Gibeon Church

Kamis, 16 Januari 2025

Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu. — Yohanes 14:27


Tanda penyertaan Allah ketika Anda menaati Dia adalah rasa damai. Ketika saya benar taat kepada Allah, masalah tetap ada, tetapi bukan masalah antara saya dan Allah.


Hidup yang Luar Biasa


Saat kita mengalami sesuatu yang sukar dalam kehidupan pribadi, kita cenderung menyalahkan Allah. Akan tetapi, kitalah sebenarnya yang salah, bukan Allah. Menyalahkan Allah adalah bukti bahwa kita menolak melepaskan ketidaktaatan dari dalam hidup kita. Namun, segera setelah kita melepasnya dan berserah, segalanya akan menjadi jelas seperti siang hari bagi kita. Selama kita mencoba melayani dua tuan, yaitu diri kita sendiri dan Allah, akan ada kesulitan yang bercampur aduk dengan keraguan dan kebingungan.


Sikap kita harus bersandar penuh pada Allah. Sekali kita sampai di situ, tidak ada yang lebih mudah daripada menghayati kehidupan seorang percaya. Kita menghadapi masalah ketika kita mencoba merampas otoritas Roh Kudus untuk kepentingan kita sendiri. Tanda penyertaan Allah ketika Anda menaati Dia adalah rasa damai. Dia mengirimkan damai Yesus, kedamaian yang dalam dan tak terukur, bukan “seperti yang diberikan oleh dunia”. Bila rasa damai itu tidak muncul, tunggulah, atau cari tahu mengapa ia tidak muncul. Jika Anda bertindak atas dasar dorongan hati Anda atau dari rasa heroik agar dilihat orang lain, damai dari Yesus tidak akan datang. Hal ini menunjukkan tidak adanya kesatuan dengan Allah atau iman percaya kepada-Nya. Roh kesahajaan, keterbukaan, dan kesatuan lahir dari Roh Kudus bukan dari upaya Anda sendiri. Allah menolak keputusan dari kehendak diri kita sendiri dengan suatu desakan untuk hidup dalam kesederhanaan dan kesatuan.


Apabila saya berhenti untuk taat, maka pertanyaan-pertanyaan akan timbul dalam diri saya. Ketika saya benar taat kepada Allah, masalah tetap ada, tetapi bukan masalah antara saya dan Allah, melainkan masalah sebagai upaya untuk membuat pikiran saya tetap menguji dengan rasa kagum kebenaran yang disingkapkan Allah. Namun, setiap masalah yang muncul antara Allah dan saya adalah hasil dari ketidaktaatan. Semua masalah yang muncul ketika saya menaati Allah (dan akan banyak masalah), meningkatkan sukacita saya karena saya tahu bahwa Bapa surgawi tahu dan peduli, dan saya dapat melihat dan mengharapkan betapa Dia akan menguraikan masalah-masalah saya.


Sumber: Renungan Oswald Chambers