Percakapan Dua Orang Ibu
Dua orang ibu mengobrol di sekolah seusai mengambil rapor anaknya.
"Bagaimana hasilnya, Bu?" tanya ibu yang pertama kepada ibu yang kedua.
Spontan ibu yang ditanya itu menceritakan prestasi anaknya dengan penuh semangat. Selain menjadi juara pertama, anaknya mendapat beasiswa untuk studi lanjut di luar negeri. Dengan bangga, ibu itu menceritakan kehebatan anaknya. Tak lupa ia sisipkan kiat-kiat jitunya dalam mendidik.
Ibu yang pertama diam saja, sampai ibu yang kedua bertanya, "Bagaimana dengan anakmu?"
Dengan sedih ibu yang pertama itu menjawab singkat, "Yah, anak saya tidak naik kelas." Lalu, ia pergi.
Kita bisa menyakiti hati orang lain tanpa kita sadari. Utamanya saat kita menempatkan diri sendiri "lebih" dari mereka. Tak jarang dalam percakapan, orang asyik membicarakan kehebatan dirinya, agar dipandang terhormat. Saat diri sendiri dijadikan pusat perhatian, kita buta akan suasana hati orang lain!
Rasul Paulus berpesan agar kita "...saling mendahului dalam memberi hormat." (Roma 12:10). Yang ia maksud bukan sekadar menyapa lebih dulu, melainkan menempatkan orang lain di tempat utama. Saat berbicara, fokuskan perhatian sepenuhnya pada lawan bicara; pahami maksudnya; rasakan pergumulannya; baca suasana hatinya; tempatkan diri dalam posisinya. Dengan cara itulah kita mampu berbela rasa. Bisa menangis dan tertawa bersama mereka. Itulah kasih sejati yang tidak pura-pura.
Cobalah periksa pola bicara kita akhir-akhir ini. Apakah kita suka mengarahkan pembicaraan pada diri sendiri? Berapa banyak kata "aku" yang kita ucapkan saat bicara? Jika jumlahnya terlalu banyak, ayo kurangi. Hari ini belajarlah berbela rasa. Jadikan orang lain pusat perhatian, bukan sekadar pemain figuran!
Sumber: Renungan Kristen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar