Sabtu, 31 Juli 2021

Prasangka dan Pengampunan

Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang. –Kisah Para Rasul 10:34

Ayat Bacaan & Wawasan:
Kisah Para Rasul 10:23-28

Setelah mendengar khotbah tentang mengoreksi ketidakadilan, seorang jemaat gereja menghampiri gembalanya sambil menangis dan memohon pengampunan. Ia mengaku pernah menolak memilih pendeta berkulit hitam itu menjadi gembala di gereja mereka karena ia memiliki prasangka terhadap kaum kulit hitam. “Saya benar-benar minta maaf. Saya tidak ingin prasangka dan sifat rasialis yang buruk ini merasuk dalam kehidupan anak-anak saya. Saya tidak memilih Anda dahulu, dan saya keliru.” Air mata dan pengakuannya disambut dengan air mata dan pengampunan dari sang pendeta. Seminggu kemudian, seluruh gereja bersukacita mendengar pria itu bersaksi tentang bagaimana Allah telah bekerja di dalam hatinya.

Rasul Petrus, seorang murid Yesus dan pemimpin utama di gereja mula-mula, juga harus dikoreksi karena pemahamannya yang salah tentang orang bukan Yahudi. Makan dan minum dengan orang bukan Yahudi (yang dianggap tidak tahir) merupakan pelanggaran terhadap norma sosial dan aturan keagamaan Yahudi. Petrus berkata, “Kamu tahu, betapa kerasnya larangan bagi seorang Yahudi untuk bergaul dengan orang-orang yang bukan Yahudi atau masuk ke rumah mereka” (Kis. 10:28). Diperlukan campur tangan Allah yang ajaib (ay.9-23) untuk meyakinkan Petrus bahwa ia “tidak boleh menyebut orang najis atau tidak tahir” (ay.28).

Melalui pemberitaan firman Allah, peneguhan Roh Kudus, dan pengalaman hidup, Allah terus bekerja dalam hati manusia untuk mengoreksi cara pandang kita yang keliru tentang orang lain. Dia akan menolong kita untuk melihat bahwa “Allah tidak membedakan orang” (ay.34).
Oleh:  Arthur Jackson

Renungkan dan Doakan
Adakah pengalaman atau pribadi yang telah dipakai Allah untuk menolong Anda melihat, bahwa Dia tidak membeda-bedakan orang? Hal apa saja dalam hidup Anda yang bisa jadi membuat Anda sulit melihat bahwa Allah menerima semua orang?

Ya Allah, selidikilah hatiku dan tunjukkanlah perubahan apa yang harus terjadi dalam diriku.

Sumber: Our Daily Bread Ministries

Jumat, 30 Juli 2021

Humanis

Bacaan: YOHANES 8:1-11

Ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, Ia pun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka, "Siapa saja di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu." (Yohanes 8:7)

Seorang pengacara sering mendapat komentar miring lantaran sering bertugas mendampingi tersangka/terdakwa. Suatu kali ia pun mengunggah status melalui akun media sosialnya: "Seandainya tersangka/terdakwa itu anggota keluarga Anda yang sangat Anda kasihi, Anda akan memahami posisi saya. Bukan karena saya senang pada orang jahat, namun karena rasa humanisme. Saya tidak membela mereka dengan menganggap benar kesalahan mereka. Namun dalam hukum mereka memiliki hak untuk didampingi."

Yesus pun memandang manusia sebagai objek terpenting. Ketika diperhadapkan dengan seorang perempuan yang kedapatan berbuat zina, Ia tidak segera menjatuhkan hukuman. Dengan mengedepankan sisi humanis bukan berarti Yesus memandang remeh dosa atau membuka peluang untuk tidak menghukum dosa. Dosa tetap perlu ditegur. Terbukti Yesus pun memberikan nasihat kepada perempuan itu supaya meninggalkan tabiat dosanya.

Bersikap humanis bukan berarti mengabaikan kesalahan orang lain. Bukankah diri kita pun bukan orang yang sempurna tanpa dosa? Maka ketika kita menemukan kesalahan pada orang lain hendaknya kita melihat diri kita sendiri! Selanjutnya, hendaklah kita bersikap lebih tegas menentang dosa dalam diri sendiri, daripada kepada orang lain. Selain itu, simpati harus tetap kita berikan kepada orang lain. Bukan terhadap dosa mereka, melainkan terhadap pribadi mereka yang melakukan pelanggaran itu. Kita dapat mengingatkan mereka dengan kasih yang membangun, bukan cibiran dan hukuman yang menjatuhkan. --EBL/www.renunganharian.net

SUKA MENGHAKIMI DAN SENANG MELIHAT ORANG LAIN DIHUKUM MERUPAKAN TANDA SESEORANG BELUM MENGALAMI KASIH DAN PENGAMPUNAN ALLAH.

Kamis, 29 Juli 2021

... apalagi Bapamu yang di surga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya. — Matius 7:1

Mengapa lebih mudah mencari pertolongan pada orang lain untuk berdoa bagi kita (walau itu tidak salah), daripada kita sendiri langsung kepada Allah? Renungan hari ini menegaskan karena kita belum memahami dan menyadari dengan sungguh akan pengendalian ilahi Allah atas segala sesuatu dalam hidup kita –- suatu pemahaman, kesadaran dan menjadi perilaku yang hanya mungkin oleh pekerjaan Roh-Nya dalam kita.

Pemahaman dan Kesadaran akan Pengendalian Ilahi

Dalam nas ini Yesus menetapkan aturan mengenai perilaku bagi orang-orang yang memiliki Roh-Nya. Dia mendesak kita agar pikiran kita dipenuhi dengan pemahaman akan pengendalian Allah atas segala sesuatu, yang berarti bahwa seorang murid harus memelihara sikap percaya (trust) yang sempurna dan suatu semangat untuk meminta dan mencari.

Penuhilah hati pikiran Anda dengan pemikiran bahwa Allah sungguh mengendalikan segala sesuatu. Dan jika Anda benar-benar dipenuhi dengan pikiran tersebut, maka pada saat mengalami kesulitan, dengan mudah Anda akan ingat, “Bapaku yang di surga mengetahui semua tentang hal ini!” Hal ini bukan sesuatu yang dipaksa-paksakan dalam diri kita, melainkan akan menjadi suatu hal yang spontan atau natural bagi Anda bila datang kesukaran dan ketidakpastian.

Sebelum pemahaman dan kesadaran tentang pengendalian ilahi ini terbentuk dan menguasai pikiran Anda, Anda biasanya pergi mencari pertolongan pada orang lain, tetapi kini Anda pergi kepada Allah bila datang kesukaran.

Yesus menetapkan aturan mengenai perilaku bagi orang-orang yang memiliki Roh-Nya, dan hal itu bekerja atas prinsip berikut ini: Allah itu Bapa saya, Dia mengasihi saya dan saya takkan berpikir bahwa Dia akan lupa, jadi mengapa saya harus khawatir?

Yesus berkata, ada waktu ketika Allah tidak dapat mengangkat kegelapan dari Anda, tetapi Anda harus percaya kepadaNya. Terkadang Allah akan tampak seperti seorang sahabat yang tidak ramah, tetapi sebenarnya Dia tidak demikian; terkadang seperti seorang bapa yang tidak sebagaimana harusnya seorang bapa, atau seperti seorang hakim yang tidak adil, tetapi sebenarnya Dia tidak demikian.

Peliharalah pemikiran bahwa hati pikiran Allah ada di balik semua hal yang kita hadapi dan biarlah pikiran itu tetap kuat dan tumbuh dalam diri Anda. Bahkan hal terkecil sekalipun dalam kehidupan kita takkan terjadi di luar kehendak Allah.

Oleh sebab itu, Anda dapat tetap dengan hati yang tenang, dengan penuh keyakinan kepada-Nya. Doa bukanlah hanya meminta, melainkan sikap pikiran yang menghasilkan suasana meminta kepada Tuhan sebagai sesuatu yang sangat natural, yang mengalir begitu saja. “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu...” (Matius 7:7).

Sumber: Renungan Oswald Chambers

Rabu, 28 Juli 2021

Waspada Berprasangka

Bacaan: YOSUA 22:9-34

Ketika hal itu terdengar oleh orang Israel, berkumpullah segenap umat Israel di Silo, untuk maju memerangi mereka. (Yosua 22:12)

Suku Ruben, Gad dan setengah suku Manasye mendapat tanah pusaka tanpa menyeberangi Yordan. Namun mereka berjanji ikut menyeberang dan turut berperang bersama suku Israel lainnya hingga semua suku mendapat milik pusaka. Setelah menunaikan tugas itu, Yosua melepas mereka pulang ke tanah milik mereka dan memberkati mereka. Lalu, dua setengah suku ini mendirikan mezbah di tepi Yordan. Ketika berita itu terdengar oleh suku-suku Israel lainnya, mereka berkumpul dan bersiap memerangi mereka. Mereka mengira bahwa suku-suku di seberang Yordan telah berpaling dari Tuhan dan mendirikan pusat peribadatan sendiri. Mereka khawatir bahwa ketidaksetiaan itu bisa mendatangkan hukuman atas seluruh Israel, seperti yang sudah terjadi pada kasus di Peor (Bil 25) dan Akhan (Yos 7).

Syukurnya, orang Israel mengirim utusan untuk mengetahui apa yang terjadi. Ternyata, mereka mendirikan mezbah itu untuk menjadi pengingat bahwa mereka adalah satu dengan bangsa Israel. Itu bukanlah pusat ibadah tandingan. Mezbah itu jadi pengingat bagi generasi selanjutnya, baik bagi mereka di sebelah timur dan barat sungai Yordan, bahwa mereka adalah satu. Setelah mengetahui kebenaran itu, seluruh Israel menganggapnya baik dan memuji Allah.

Prasangka muncul ketika kita menyimpulkan sesuatu berdasarkan informasi yang minim. Sebaiknya, mari kita luangkan waktu untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dengan demikian, kita dapat terhindar dari berbagai persoalan yang tidak perlu. --HT/www.renunganharian.net

JANGANLAH KITA GEGABAH BERTINDAK ATAS DASAR PRASANGKA,  MELAINKAN ATAS DASAR KEBENARAN YANG TERPERCAYA.

Selasa, 27 Juli 2021

Kelahiranku di Dunia Ini Pasti Punya Makna

Dalam sebuah seminar di kampus, seorang perempuan tampil berdiri di atas panggung untuk berbagi melalui tulisan. Namanya Huang Mei Lian, kelahiran Taiwan. Waktu kecil ia terkena lumpuh otak, karena lahir prematur, kekurangan oksigen dan pendarahan di otak, yang telah merampas keseimbangannya dalam bergerak, serta merampas kemampuannya untuk berbicara.

Namun, ia tidak terkalahkan oleh kesulitan yang dialaminya. Bahkan, dia sangat berani menempuh hidupnya yang penuh "ketidakmungkinan". Dengan perjuangan keras, Huang Mei Lian berhasil mendapatkan gelar PhD atau  "Doktor bidang seni" dari sebuah universitas di California, Amerika Serikat. Dia biasa menggunakan tangannya sebagai kuas, dan menggunakan warna-warni ceria dalam lukisannya, yang menyampaikan kepada kita semua akan "keindahan dan kekuatan alam semesta", serta makna "kehidupan yang penuh warna".

Pada sesi tanya jawab, seorang mahasiswa mengangkat tangan, mengajukan pertanyaan. "Doktor Huang, Anda dari kecil telah menghadapi keadaan yang begitu sulit. Bagaimana cara Anda menerima diri sendiri? Apakah cacat fisik yang Anda miliki itu,  tidak pernah membuat Anda kesal atau menyesali diri?"

Para mahasiswa dan dosen yang hadir di seminar itu terkejut. Mereka khawatir pertanyaan itu akan menyinggung perasaan Huang Mei Lian, serta merasa was-was, apakah dia bersedia menjawab pertanyaan tersebut.

"Bagaimana anggapan saya tentang diri saya?" Huang Mei Lian menulis dengan huruf besar dan tegas di papan tulis yang disediakan. Setelah selesai menulis pertanyaan itu, dia berhenti sejenak. Ia menoleh ke belakang, melihat ke arah mahasiswa yang mengajukan pertanyaan tersebut, kemudian tersenyum. Ia membalikkan badan lagi ke arah papan tulis, lalu mulai menuliskan dengan cekatan dan rapi:

Saya, Huang Mei Lian, imut.

Kaki saya sangat panjang dan sangat cantik.

Papa dan mama saya sangat mencintai saya.

Tuhan sangat mengasihi saya.

Saya bisa melukis dan lukisan saya disukai banyak orang.

Saya bisa menulis, yang membuat saya memiliki banyak teman.

Saya mempunyai seekor kucing yang lucu.

Ruangan tersebut hening, tidak ada seorang pun yang berkata-kata. Huang Mei Lian kembali menoleh dan melihat reaksi para pengikut seminar, dan kemudian kembali menghadap papan tulis untuk menambahkan tulisannya sebagai sebuah kesimpulan singkat.

"Saya hanya melihat dan bersyukur pada apa yang saya miliki. Saya tidak melihat dan tidak menyesali apa yang tidak saya miliki."

Dengan spontan, tepuk tangan yang meriah kemudian bergema di gedung seminar tersebut. Mei Lian membungkukkan badannya di atas panggung. Senyum penuh kebanggaan yang manis dan ceria terpampang jelas di wajahnya.

Sering kali manusia mengukur kebahagiaan dengan cara yang kurang tepat. Kita merasa pantas berbahagia pada saat kita mampu mendapat apa yang kita inginkan. Kadang kita lupa bersyukur dan berbahagia karena apa yang telah kita punya.  Dengan keterbatasan fisik, Huang Mei Lian tidak pernah menyesali yang tidak dipunyai dan selalu bersyukur serta fokus pada apa yang dimiliki. Sungguh sebuah inpirasi yang bijaksana.

Mari, kita selalu mensyukuri, apa pun keadaan kita hari ini. Seperti ada pepatah kuno mengatakan: "Kelahiranku di dunia ini pasti punya makna".

Sumber: Renungan Kristen

Senin, 26 Juli 2021

Hal yang Menyenangkan Tuhan

Bacaan Alkitab hari ini:
1 Raja-Raja 3

Tuhan menampakkan diri kepada Raja Salomo dalam mimpi sebagai tanggapan atas korban persembahannya. Allah berfirman, “Mintalah apa yang hendak Kuberikan kepadamu.” Raja Salomo tidak memulai dengan sebuah permintaan, tetapi dia mulai dengan mengenang apa yang telah dilakukan Tuhan terhadap ayahnya. Raja Salomo mengingat kesetiaan Tuhan kepada Raja Daud dengan memberikan kepadanya seorang anak yang duduk di takhta Raja Daud, yakni Raja Salomo. Boleh dikatakan bahwa Raja Salomo juga menyinggung tentang kesetiaan Tuhan kepada Abraham, yakni Dia menggenapi janji-Nya kepada Abraham dengan memberikan banyak keturunan (“tidak terhitung dan tidak terkira banyaknya”, 3:8).

Raja Salomo kemudian meminta apa yang ia butuhkan kepada Tuhan: Ia mengakui bahwa dirinya masih sangat muda dan belum berpengalaman, tetapi dia memiliki tanggung jawab yang besar, yaitu memimpin orang-orang yang dipilih Tuhan yang jumlahnya sangat banyak. Oleh karena itu, dia meminta hati yang paham menimbang perkara untuk menghakimi umat Tuhan, sehingga ia dapat membedakan antara yang baik dan yang jahat. Tuhan menilai permintaan itu sebagai permintaan yang baik karena Raja Salomo memikirkan kesejahteraan orang lain, bukan kesejahteraannya sendiri.

Jawaban Tuhan sangat mengesankan, “Lalu adalah baik di mata Tuhan bahwa Salomo meminta hal yang demikian.” (3:10). Tuhan senang terhadap permintaan Salomo, sehingga permintaan tersebut bukan hanya dikabulkan, tetapi Tuhan menambahkan berkat yang lain. Apa tujuan doa Anda? Jika Tuhan berkata kepada Anda, “Mintalah apa yang hendak Kuberikan kepadamu,” apa yang akan Anda minta? Seharusnya, tujuan doa adalah untuk memuliakan Tuhan. Permintaan kita seharusnya adalah hal-hal yang menyenangkan hati-Nya. Tuhan diperkenalkan sebagai sangat murah hati. Dia ingin memberi Anda berkat. Saat berdoa, apakah Anda selalu meminta hal-hal yang memuliakan dan menyenangkan hati-Nya, misalnya dengan mendoakan orang lain—baik yang kita kenal maupun yang tidak kenal—yang sedang susah, bergumul dengan dosa, putus asa, sedang dianiaya karena nama Tuhan Yesus, mendoakan hamba Tuhan, saudara seiman, keluarga—yang dekat maupun jauh—dan masih banyak pokok doa yang lain? [Pdt. Sumito Sung]

Sumber: Renungan GKY

Minggu, 25 Juli 2021

Perkataan Menentukan Semangat Orang Lain

1 Tesalonika 5: 11 Karena itu nasihatilah seorang akan yang lain dan saling membangunlah kamu seperti yang memang kamu lakukan.

Saat Johnny Cash masih muda, dia punya suara tenor yang sangat tinggi. Di seberang jalan dari sekolah menengah kota kelahirannya, tinggallah La Vonda Mae Fielder, seorang guru musik yang menawarkan les privat bernyanyi dengan biaya 3 dolar per lagu.

Ibu Johnny pun mengambil pekerjaan tambahan untuk bisa membayar biaya les putranya yang pertama dan yang ternyata yang terakhir.

Adiknya menemani Johnny dan ibunya ke rumah Fielder di hari itu dan mendapati apa yang terjadi di ruang tamunya.

“Ms. Fielder berkata, “Baiklah. Biar saya mendengar kemampuanmu bernyanyi.” Lalu Johnny menyanyikan sebuah lagu, aku tidak ingat lagu apa itu, dan dia berkata , “Kamu bisa berhenti sekarang.” Dia menundukkan kepalanya dan berkata, “Maksudmu saya tidak bagus?” Dia berkata, “Sebaliknya kamu punya hadiah dari Tuhan yang tidak akan berani untuk saya sentuh! Kamu seorang penyanyi. Selalu lakukan dengan caramu.” Dan hal itulah yang mendorongnya karena dia tahu dia punya panggilan itu.”

Berbeda dengan kata-kata Fielder, Johnny kerap kali mendengar kata-kata pedas dari ayahnya yang sangat berpengaruh dalam hidup Johnny.

Saat dia berusia 14 tahun, suaranya berkembang menjadi bariton yang dalam. Johnny pun bernyanyi suatu kali saat memotong kayu bakar, sehingga membuat ibunya menangis karena suaranya mengingatkan dia kepada suara sang ayah.

Dia menatap Johnny dan menyampaikan kepadanya, “Tuhan menaruh tangan-Nya atasmu Nak. Jangan pernah melupakan hadiahNya.”

Untuk pertama kalinya sejak kematian saudaranya, Johnny Cash merasa diliputi urapan Tuhan dan dipenuhi dengan harapan bahwa hidupnya punya tujuan.

Perkataan yang baik akan membuat semangat seseorang bangkit. Sedangkan perkataan yang buruk hanya akan menjatuhkan seseorang dan kehilangan potensi dirinya.

Hari ini, sampaikanlah perkataan yang membangkitkan harapan seseorang.

Sumber: Hak cipta Greg Laurie, disadur dari Crosswalk.com

Sabtu, 24 Juli 2021

Jangan Sampai Kering, Ayo Isi Ulang Sukacitamu!

Mazmur 16: 11 Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa.

Saya bekerja untuk sebuah pelayanan tetapi saya mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup saya. Saya juga kesulitan dalam mempertahankan sukacita saya.

Saya dibesarkan dalam keluarga Kristen dan belajar sejak usia dini bahwa sukacita tidak bergantung pada keadaan. “Sukacita” saya diajarkan oleh sekolah Kristen, “berasal dari urutan pemberi sukacita: Yesus, orang lain, lalu Anda (sukacita).”

Saya berpikir prioritas saya sudah sesuai. Saya melayani Tuhan dan orang lain dalam pelayanan namun saya tidak menghasilkan cukup uang untuk mempertahankan batasan kebutuhan dalam hidup saya. Jadi saya tidak merasa sukacita, saya merasa STRES.

Namun ketika saya pergi ke kantor, saya akan melihat semua orang tampak penuh sukacita terlepas dari keadaan mereka. Bahkan salah satu pria bernama William, sangat menonjol daripada yang lain. Dia selalu meluap-luap dengan sukacita Tuhan. Dia akan selalu menyapa setiap orang yang ditemuinya dan berkata “Tuhan itu baik sepanjang waktu”, atau “Puji Tuhan”, atau “Pandanglah Tuhan!”

Suatu hari saya menghentikan William dan mengatakan padanya bahwa saya mengaguminya tentang bagaimana dirinya menunjukan sukacita Tuhan dalam kehidupannya sehari-hari. Saya bertanya, apakah dia akan menumpangkan tangan pada saya dan berdoa untuk saya.

Saya sangat berharap dia akan meletakkan tangannya di bahu saya dan berdoa. Namun saya benar-benar terkejut ketika dia menajawab “Tidak, saya tidak akan melakukannya.” Dia pasti melihat ekspresi saya yang terkejut, lalu dengan cepat dia menambahkan, “Alkitab memberitahu kita dalam Mazmur 16:11 bahwa 'di hadirat-Nya ada sukacita penuh.' Jika kamu ingin sukacita, kamu harus masuk ke hadirat Tuhan. Dia adalah satu-satunya yang bisa mengisimu dengan sukacita.”

Saya diingatkan oleh teman saya William bahwa sukacita adalah buah Roh. Buah tidak diberikan, melainkan tumbuh. Buah harus dipelihara. Buah Roh datang dengan berdiam di dalam Pokok Anggur. Yesus berkata, “Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” Yohanes 15:5.

William memang berdoa untuk saya, namun alih-alih berdoa atas sukacita, dia berdoa agar saya haus dan lapar akan kehadirat Tuhan.

Ketika saya pulang kerja hari itu, saya melangkahkan kaki ke gereja. Setelah beberapa saat berdoa dan memuji, stres hari itu mulai terangkat dan saya mulai merasakan kehadiran Tuhan yang manis. Saat saya berlutut dalam doa dan menyembah Pencipta saya, perlahan-lahan saya merasakan sukacita saya kembali kepada saya.

Seperti yang Rasul Paulus katakan, “Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan. Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku” Filipi 4:12-13.

Pada Abad Pertama – masa penganiayaan besar terhadap orang Kristen, Yakobus menuliskan, “Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun.” Yakobus 1:2-4.

Jadi jika Anda merasa tangki sukacita Anda hampir habis, datanglah ke hadirat Tuhan hari ini. Luangkan waktu untuk berdoa dan memuji Pencipta Anda. Dia akan memenuhi Anda dengan sukacita dan mengembangkan dalam diri Anda ketekunan untuk apa pun yang Dia panggil untuk Anda lakukan.

Sukacita datang dari rasa haus dan lapar akan kehadirat Tuhan.

Sumber: Hak Cipta © Craig von Buseck. Jawaban.com

  

Jumat, 23 Juli 2021

MENGERTI CARA-NYA 

[[Dengan kesetiaan yang teguh Engkau telah melaksanakan rancangan-Mu yang ajaib yang telah ada sejak dahulu. ]] (Yesaya 25:1) 

Suatu hari anak bungsu saya yang saat itu berusia tiga bulan tidak mau minum susu. Biasanya ia dapat menghabiskan 120 cc setiap kali minum. Istri saya sudah mencoba berbagai cara, termasuk kadang kala agak memaksanya minum karena takut si kecil kekurangan cairan. Namun, gagal. Ia tetap hanya minum dalam ukuran yang menurut kami sangat sedikit. Akhirnya, kami berkonsultasi ke dokter anak. Ternyata, menurutnya, anak kami sedang dalam masa perubahan. Pesannya, “Jangan paksa anak ini untuk mengerti Bapak dan Ibu, tetapi Bapak dan Ibulah yang harus mengerti bayi ini.” 

Kita kerap memaksa Tuhan untuk mengikuti cara kita yang kita pandang bagus, bijaksana, dan terbaik. Kita merasa sanggup menyusun cara yang paling tepat dan benar dalam menjalani hidup berkeluarga, pekerjaan, pelayanan, bahkan masa depan. Kita hanya meminta Tuhan menyetujui cara kita. Sesungguhnya, Tuhan telah memperingatkan kita bahwa rancangan manusia—tanpa Tuhan—hanya akan berakhir sia-sia (Mazmur 94:11). Jika kita hanya mengandalkan diri sendiri dan bukan bertanya kepada Dia terlebih dahulu, maka segala upaya kita akan melelahkan dan sia-sia. 

Tuhan yang tidak terbatas mengetahui kebutuhan kita dalam menjalani segala hal. Tetapi, Dia tidak mau dipaksa oleh logika kita. Logika kekekalan tidak dapat dipaksakan menembus keinginan kita yang sangat terbatas dalam memahami rencana kebaikan-Nya. Oleh karena itu, kita perlu kerap berkonsultasi dengan-Nya agar suatu rencana berjalan dengan baik sesuai cara-Nya. (Fotarisman Zaluchu)

Sumber: Amsal Hari Ini

Kamis, 22 Juli 2021

Tuhan Mau Jadi Prioritas Atas Waktumu

Wahyu 3: 20 Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.

Hidup itu menarik. Tuhan punya cara untuk menunjukkan kepada kita sesuatu yang tak terduga di dalam perjalanan hidup kita sehari-hari.

Saat saya mengobrol dengan seorang teman secara online, saya berkata, “Kita harus bertemu untuk melakukan sesuatu yang menyenangkan, entah bermain game, bernyanyi atau apapun itu. Sudah lama kita tidak melakukannya.”

Lalu dia menjawab dengan bercanda, “Waktu menyenangkan? Apa itu? Siapa yang punya waktu untuk bersenang-senang?”

Tidak ada kesenangan sama sekali. Tidak waktu untuk itu!

Lalu aku berpikir, “Kami bisa membuat waktu untuk dihabiskan dengan hal-hal yang menyenangkan.” Tapi saya kembali berpikir, semuanya soal prioritas. Jujur saja, saya merasa sedih karena kita tidak bisa meluangkan waktu bersama dengan teman barang sesekali.

Pikiran itu kembali muncul baru-baru ini. Saya menyampaikan ini kepada Tuhan, “Tuhan, kadang saya juga butuh bersenang-senang. Hidup ini terlalu sibuk dengan pekerjaan dan kewajiban. Saya butuh seorang teman yang bisa saya ajak menghaiskan waktu bersama.”

Lalu sebuah kalimat yang sangat jelas terdengar, “Begitu juga dengan Aku.”

Itu adalah jawaban yang sangat tak terduga yang saya dengar. Tiba-tiba saya menyadari bahwa saya selalu memberi Tuhan alasan yang sama untuk tidak menghabiskan waktu berkualitas dengan Dia. Saya terlalu sibuk. Hari berlalu dan sudah terlambat untuk mengambil waktu teduh. Di pagi hari, saya terlalu sering melakukan semua hal dengan teruru-buru.

“Prioritas. Jika Aku sama pentingnya seperti apa yang engkau minta, engkau pasti ingin lebih banyak menghabiskan waktu dengan-Ku.” demikian terbersit di dalam hati saya.

Jadi, di tengah masa yang hiruk pikuk itu, Tuhan meluangkan waktuNya untuk mengajari saya sesuatu. Sekarang, maukah Anda melakukan hal yang sama bersama saya? Menempatkan kembali priroitas utama yaitu merenungkan firman Tuhan.

“Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.” (Wahyu 3: 20)

Hari ini, mari luangkan waktu untuk merenungkan firman yang disampaikan dalam renungan ini. Mari selalu menomorsatukan Tuhan dari semua hal lain dalam hidup kita.

Sumber: Hak cipta Ruth Kastberg, disadur dari CBN

       

Rabu, 21 Juli 2021

DOSA TERAKHIR YANG HARUS DIBUANG

Bacaan: 1Tawarikh 21:1-13

NATS: Berkatalah Daud kepada Allah: "Aku telah sangat berdosa karena melakukan hal ini" (1Tawarikh 21:8)

Rasul Paulus menasihatkan agar kita "menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani" (2Korintus 7:1). Meskipun di mata orang lain kita terlihat hidup suci dan bermoral, tetapi di dalam jiwa kita mungkin saja tersembunyi suatu sikap yang tidak menyenangkan Tuhan. Karena dosa-dosa rohani tidak terlihat dan tersembunyi di dalam hati, maka kita cenderung mengabaikannya sampai keberadaan dosa-dosa tersebut tampak melalui tingkah laku kita.

Kehidupan Raja Daud menggambarkan kedua aspek dari dosa ini. Pertama, nafsu birahi Daud terhadap Batsyeba telah membawanya pada perzinahan dan pembunuhan yang tampak nyata (2Samuel 11-12; Mazmur 32:5) serta membawa kesusahan besar bagi hidupnya sendiri dan celaan bagi bangsa Israel. Kedua, di usia senjanya Daud menyerah pada hasutan Setan untuk mengadakan sensus (1Tawarikh 21:1-6). Hal yang kelihatannya tidak berdosa itu ternyata telah membuat Allah murka (ayat 7-8) karena dengan demikian Daud menyombongkan kekuatan militernya. Di sini terjadi kemerosotan yang tak kentara dalam diri Daud. Tadinya ia selalu percaya penuh kepada Allah yang sering kali melepaskannya dari bahaya secara ajaib, tetapi kini ia malah mengandalkan kemampuan dan kekuatannya sendiri.

Dari luar, orang lain mungkin melihat bahwa kita berhasil memenangkan peperangan melawan dosa. Namun kita harus senantiasa waspada terhadap dosa-dosa rohani, terutama kesombongan. Dosa-dosa tersebut dapat menyebabkan kita tersandung dan jatuh, bahkan di akhir perjalanan hidup kita --DJD

KESOMBONGAN ADALAH BATU YANG MEMBUAT BANYAK ORANG TERSANDUNG

Sumber: Renungan Harian

Selasa, 20 Juli 2021

Keindahan di Balik Musibah Sang Pemburu

Ada seorang pemburu yang tengah memburu mangsanya di hutan. Namun, karena suatu sebab, ia mengalami kecelakaan. Bukannya mendapatkan buruan, ia malah mendapatkan musibah terperosok ke dalam lubang jebakan yang dibuat oleh pemburu lainnya. Kakinya pun terluka parah sehingga harus diamputasi sebatas paha.

Tentu, ia bersedih. Bukan karena sekadar kehilangan kaki, tapi karena kini ia mengalami kesulitan dalam berburu mangsa di hutan. Apalagi, hanya dari berburu itulah ia bisa menghidupi keluarganya. Sebab, sebelum kejadian itu, ia selalu menjual sebagian besar buruannya ke pasar dan mendapatkan uang yang cukup untuk memberi makan keluarganya.

Hari demi hari berlalu, waktu demi waktu berjalan. Meski berusaha sekuat tenaga untuk bisa pulih dan kembali berburu dengan bantuan kaki palsu, ia tak bisa selincah dulu lagi. Sehingga, si pemburu itu pun tak bisa memenuhi kebutuhan keluarganya seperti dulu. Beruntung, keluarganya selalu mendukungnya.

Maka, untuk menambal kebutuhan hidup, mereka pun bercocok tanam dan berkebun di ladang yang selama ini kurang dimaksimalkan. Bahu-membahu mereka saling bantu. Di tengah kesedihannya karena tak bisa berburu, pelan tapi pasti si pemburu kini mulai menemukan semangat baru. Apalagi, keluarganya pun ikut membantu. Sehingga, tanpa dirasa, hasil tanaman dan panenan kebun itu ternyata cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Bahkan, karena makin mahir dan tahu teknik terbaik, hasilnya pun makin lama makin berlimpah.

Tanpa terasa, waktu berlalu. Si pemburu dan keluarganya kini menjadi petani yang sukses. Mereka hidup berkecukupan dari hasil berkebun. Bukan itu saja. Jika dulu sering meninggalkan keluarga karena harus berburu selama beberapa lama di hutan, kini si pemburu selalu berada dekat dengan keluarganya. Ia bebas bercanda dan mendidik anaknya sehingga semua tumbuh dengan sehat. Karena itulah, meski dulu sangat menyesal kakinya cacat ketika berburu dulu, kini si pemburu berterima kasih pada nasib. Sebab, dengan kondisi saat ini, ia malah makin dekat dengan keluarga dan makin bisa membahagiakan mereka karena bisa selalu berada dekat dengan istri dan anaknya.

Itulah sepenggal kisah "keindahan" di balik musibah. Si pemburu yang menyesal kakinya harus hilang dan tak bisa lagi berburu, ternyata mendapat "skenario" indah dalam kehidupannya. Ia malah bisa lebih bahagia saat menjadi petani tanpa harus meninggalkan keluarganya ke hutan. Melalui kisah ini, kita bisa belajar, bahwa memang manusia berusaha, Tuhan yang menentukan.

Namun selain itu, jangan dilupakan juga, bahwa sebelum Tuhan menentukan, manusia wajib berusaha. Kalimat "manusia berusaha" yang berada di depan kalimat "Tuhan menentukan", harus kita perhatikan. Sebab, tanpa usaha, tanpa bekerja, tanpa berupaya, kita hanya akan jadi manusia tanpa daya.

Karena itu, jangan pernah tidak berusaha ketika mengharap sesuatu. Jangan berkata pasrah dan berserah pada ketentuan Tuhan jika kita belum mengusahakan semaksimal yang kita bisa. Sebab sejatinya, yang terbaik dari-Nya hanya akan diberikan kepada mereka yang mau berbuat yang terbaik pula untuk diri dan lingkungannya.

Mari terus berusaha, terus berkarya. Do your best and let God do the rest.

Sumber: Renungan Kristen

Senin, 19 Juli 2021

Menyikapi Peristiwa

Bacaan: KEJADIAN 50:15-21

"Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar." (Kejadian 50:20)

Banyak hal yang menimpa Yusuf ada di luar kendalinya: diceburkan ke sumur, dijual sebagai budak, dijebloskan ke penjara, dan akhirnya menjadi penguasa Mesir. Semua di luar kemauan Yusuf. Memengaruhi Yusuf? Tentu! Dia mengalami banyak hal buruk sebelum akhirnya menjadi penguasa Mesir. Namun, tak satu pun dari semua itu menentukan diri Yusuf sebagai manusia. Hal yang menentukan diri Yusuf sebagai manusia adalah sikap Yusuf terhadap apa yang terjadi. Jika dia mau, dia bisa membalas kejahatan saudara-saudaranya. Tetapi, dia memilih memaknai positif semua yang menimpanya (ay. 20), dan memilih tetap mengasihi saudara-saudaranya (ay. 21). Sikap yang dia ambil itulah yang menentukan siapa dia sebenarnya.

Seperti Yusuf, kita banyak tak bisa mengendalikan hal yang menimpa kita. Banyak hal terjadi di luar kemauan maupun kendali kita. Kita tak selalu bisa memilih atau mengontrol peristiwa yang menimpa. Tetapi, kita selalu punya peluang untuk mengontrol dan memilih sikap kita. Ketika hal buruk terjadi, kita selalu punya peluang untuk menentukan sikap kita atasnya: marah, atau rela menerima; mendendam, atau tulus mengampuni; menjauhkan diri, atau merangkul; memelihara trauma yang timbul, atau berusaha move on.

Peristiwa dalam hidup memang bisa memengaruhi kita. Tetapi, pada akhirnya, sikap kita atas peristiwa itulah yang menentukan diri kita sebagai manusia: menjadi manusia yang diperbudak dorongan negatif yang merusak hidup, atau menjadi manusia yang menjunjung tinggi keutamaan hidup. --EE/www.renunganharian.net

PERISTIWA-PERISTIWA BISA MEMENGARUHI KITA. TETAPI, SIKAP YANG KITA PILIH ATAS TIAP PERISTIWALAH YANG MENENTUKAN KITA SEBAGAI MANUSIA.

Minggu, 18 Juli 2021

KASIH YANG SEJATI

Bacaan: Roma 1:18-32

NATS: Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu (Efesus 4:29)

Tak seorang pun suka dikritik. Apalagi jika kritikan itu berasal dari seseorang yang membicarakan kita secara diam-diam. Dalam Roma 1:29-30, Paulus menyebut pengkritik seperti itu sebagai "pengumpat" dan "pemfitnah." Sebutan itu diungkapkan sederet dengan orang yang congkak, pembunuh, orang yang pandai dalam kejahatan, pembenci Allah, dan sejenisnya.

Pengumpat yang dimaksud di sini adalah orang yang suka menyebarkan gosip secara diam-diam, sedangkan pemfitnah adalah orang yang membicarakan orang lain dengan penuh kedengkian. Tragisnya, sebagian orang Kristen jatuh dalam dosa tersebut. Mereka memang tidak menyakiti orang lain dengan kekerasan, melainkan dengan perkataan yang meremehkan apa yang dikerjakan atau diucapkan oleh orang lain.

Orang-orang yang melakukan perbuatan yang merusak tersebut tidak menyadari bahwa tingkah laku mereka itu tidak konsisten dan bahwa mereka belum menghayati nasihat Rasul Paulus: "Hendaklah kasih itu jangan pura-pura" (Roma 12:9) yang bisa juga diterjemahkan menjadi "Jangan menunjukkan kasih yang palsu."

Mari kita bertobat dan menggantikan segala gosip yang buruk dengan apa yang disebut John Stott sebagai "gosip suci," yaitu secara antusias membicarakan karya Allah dalam mengubahkan kehidupan manusia. Sebagai contoh kita dapat berkata," Sudahkah Anda memperhatikan bahwa Joe telah berubah total sejak menyerahkan hidupnya kepada Kristus?" atau, "Saya benar-benar melihat Tuhan bekerja dalam diri Susan!"

Seberapa sejatikah kasih Anda? --JEY

PERKATAAN KITA MEMILIKI KUASA UNTUK MEMBANGUN ATAU MENJATUHKAN

Sumber: Renungan Harian

Sabtu, 17 Juli 2021

DEMI DIA

Bacaan: Kisah Para Rasul 14:1-7,19

NATS: Aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus (2Korintus 12:10)

Suatu saat ketika anak-anak saya masih kecil, istri saya terbaring sakit di tempat tidur karena terserang flu yang membandel. Saya mencoba menggantikan tugasnya sebaik mungkin, tetapi anak-anak tidak mau bekerjasama. Walaupun saya meluangkan banyak waktu untuk bermain bersama mereka, mereka tetap membuat kebisingan dan kekacauan yang hampir-hampir membuat saya tak tahan lagi. Tidak dapatkah mereka lebih tenang dan lebih banyak menolong? Saya heran mengapa mereka tidak dapat lebih bertenggang rasa demi ibu mereka dan demi saya?

Lalu saya pun merenungkan hubungan saya dengan Allah. Adakah saya memperlakukan Dia sebagaimana anak-anak memperlakukan saya? Ada kalanya Dia pasti sedih karena saya tidak peka akan perhatian-Nya.

Kemudian saya mulai mencari ayat-ayat dalam Kitab Suci yang mengulas tentang melakukan sesuatu demi Tuhan, melakukan hal-hal yang menyenangkan hati-Nya. Saya membaca tentang Paulus, Petrus, dan Stefanus, yakni orang-orang yang mempertaruhkan hidup mereka demi Kristus. Bagi mereka, ungkapan demi Kristus merupakan suatu cara hidup, dan bukan omong kosong belaka. Pada suatu peristiwa, Rasul Paulus bahkan dilempari batu dan ditinggalkan dalam keadaan hampir mati karena keberaniannya mengabarkan Injil (Kisah Para Rasul 14:19).

Saya menjadi bertanya-tanya, berapa banyak saya berkata-kata dan melakukan sesuatu demi Tuhan dan Juruselamat saya? Ini merupakan pertanyaan yang bagus untuk kita renungkan bersama --MRDII

Your mission as a Christian is to take
The cross of Christ and do His perfect will;
To love and serve the Lord for Jesus' sake --
You have no higher purpose to fulfill. --Hess

YESUS TELAH MEMBERIKAN SEGALANYA BAGI KITA SUDAHKAH KITA MEMBERIKAN SEGALANYA BAGI DIA?

Sumber: Renungan Harian

Jumat, 16 Juli 2021

Rahasia Hidup Yang Berbuah Lebat

2 Tawarikh 16:9a Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia.

Rika mempunyai seorang paman yang sangat mengasihi dan dikasihinya. Ada suatu kerinduan di hati Rika bahwa pamannya yang bukan orang percaya bisa mengenal Tuhan Yesus. Menjelang hari ulang tahunnya, Rika mengajukan satu permintaan kepada pamannya, yaitu menemaninya pergi ke gereja sekali itu saja. Sang paman yang begitu menyayangi Rika pun mengiyakan permintaannya. Seminggu penuh, Rika berdoa puasa untuk pamannya. Saat hari Minggu tiba dan mereka berdua telah duduk di gereja, Rika agak kecewa karena pendeta pada hari itu sudah tua sekali dan khotbahnya membuat Rika sangat mengantuk.

Selama perjalanan pulang, sang paman hanya berdiam diri. Dalam hati, Rika sempat protes, mengapa Tuhan tidak memberikan pendeta yang menyala-nyala dan mengesankan khotbahnya. Meski demikian, Rika tetap berserah dan terus berdoa untuk pamannya. Belum sampai hari Minggu berikutnya, sang paman meminta ikut lagi ke gereja. Rika merasa heran, kaget, sekaligus sukacita karenanya. Beberapa bulan kemudian, sang paman memberi diri untuk dibaptis. Setelah itu, sang paman bercerita bahwa ketika pertama kali datang ke gereja, ia memperhatikan betapa lanjut usianya sang pendeta, seperti sudah mau meninggal saja. Ia lantas merenung, ke manakah ia nanti kalau suatu saat meninggal dunia. Rika akhirnya mengerti, mengapa Tuhan memberi pendeta yang sangat tua untuk berkotbah pada hari itu.

Banyak hal di dunia ini yang terjadi di luar perkiraan dan prediksi kita. Meskipun kita merasa yakin, bahwa diri kita sudah benar berdasarkan analisa, pertimbangan, kemampuan, dan pengetahuan kita, tetapi selalu ada hal yang di luar kendali kita. Tidak heran jika kita hanya mengandalkan kekuatan dari dunia ini, kita akan sering merasa kecewa bahkan menemui kegagalan. Bukan modal, bukan koneksi, bukan IQ, dan bukan gelar yang akan menentukan apakah hidup kita akan menghasilkan buah, tetapi sikap hati yang sungguh-sungguh mengandalkan Tuhan, yang dicari dan dilimpahi Tuhan dengan kekuatan serta kemampuan untuk hidup yang berbuah lebat. (PF)

RENUNGAN
Rahasia HIDUP YANG BERBUAH bukanlah dari luar diri kita, tetapi dari SIKAP HATI yang sungguh-sungguh MENGANDALKAN TUHAN.

APLIKASI
1. Adakah hal-hal dari dunia yang selama ini Anda andalkan?
2. Jika Anda merenungkannya, apakah hal-hal tersebut menghasilkan buah yang lebat bagi Tuhan?
3. Apa perbedaan buah yang Anda temukan ketika hati Anda sungguh-sungguh mengandalkan Tuhan?

DOA UNTUK HARI INI
“Tuhan Yesus, ampuni kami jika selama ini kami mengandalkan hal-hal di luar Engkau. Kini kami menyadari bahwa selain Engkau, tidak ada jaminan pasti yang bisa kami andalkan. Hanya Engkaulah Allah kami yang hidup dan besar kasih setia-Mu. Kepada-Mulah kami percaya dan berharap sepenuhnya.
Di dalam nama Tuhan Yesus, kami berdoa. Amin.”

Sumber: GBI Keluarga Allah

Kamis, 15 Juli 2021

MANFAAT PUKULAN

Bacaan: Efesus 6:1-4

NATS: Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu (Amsal 22:6)

Seorang pendidik sekaligus pengarang Kristen, Howard Hendricks, memperingatkan para orangtua agar tidak menyuap ataupun mengancam anak-anak supaya mereka menurut. Anak-anak cuma butuh kedisiplinan yang tegas dan penuh kasih, disertai sedikit pukulan.

Suatu kali Hendricks mengunjungi sebuah keluarga. Ketika diajak makan bersama, seorang anak duduk berseberangan dengannya.

“Makan kentangnya, Sally,” kata ibunya dengan nada memerintah.

“Sally, kalau kamu tidak mau makan kentangnya, kamu tidak akan dapat makanan pencuci mulut nanti!”

Sally malah mengedipkan mata pada Hendricks. Setelah yakin si Sally tidak mau makan, sang ibu mengambil kentang itu dan memberi Sally es krim. Hendricks melihatnya sebagai kenyataan bahwa orangtua akhirnya selalu menuruti kemauan anaknya, bukan sebaliknya seperti pernyataan Alkitab “Hai anak-anak, taatilah orangtuamu” (Efesus 6:1).

Banyak orangtua takut mengambil tindakan tegas, sekalipun mereka tahu itu yang terbaik buat anak-anak. Mereka takut anak-anak akan menentang dan berpikir bahwa mereka tidak lagi mengasihi. Hendricks berkata, “Yang perlu diperhatikan bukanlah anggapan mereka terhadap Anda sekarang, tetapi apa anggapan mereka terhadap Anda 20 tahun yang akan datang.”

Bahkan meski didikan dari Bapa Surgawi terasa menyakitkan, kelak (mungkin beberapa tahun lagi) didikan itu akan “menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya” (Ibrani 12:11). Sebagai orangtua yang penuh kasih, adakah kita bisa melihat jauh ke depan seperti Bapa kita di surga? --JEY

BILA ANDA MEMBUAT HIDUP INI MUDAH BAGI ANAK ANDA KELAK IA AKAN SULIT MENJALANI HIDUP INI

Sumber: Renungan Harian

Rabu, 14 Juli 2021

DUA BERITA

Bacaan: Yakobus 4:13-17

NATS: Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap (Yakobus 4:14)

Pada hari yang sama, novelis Bret Lott menerima dua berita yang mengubahkan hidupnya. Berita pertama memberitahukan bahwa secara tak terduga seorang muridnya yang berbakat menulis meninggal akibat pembengkakan pembuluh darah otak. Berita kedua datang beberapa jam kemudian dari seorang pembawa acara talk show televisi terkenal. Orang itu menyatakan telah memilih salah satu novel Lott untuk acara klub buku yang disiarkan secara langsung setiap bulan. Ini berarti secara instan ia menjadi kaya dan ternama. Berita yang pertama begitu menyedihkan, sedangkan berita kedua sangat menggembirakan. Namun ia berusaha menyeimbangkan keduanya.

Lott, yang adalah pengikut Kristus, menuliskan nama muridnya yang meninggal itu pada sebuah kartu berwarna putih dan membawanya ketika bulan berikutnya ia muncul di televisi. “Saya telah berjanji pada diri sendiri,” katanya. “untuk selalu menyimpan kartu ini dalam saku. Dengan melihatnya seolah saya diingatkan ‘jangan sampai kemasyhuran ini membuatmu sombong, karena kau tak pernah tahu kapan batas umurmu.’”

Kitab Yakobus membandingkan hidup kita seperti “uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap” (4:14). Janganlah kita terlena oleh kesuksesan kita saat ini dan rencana-rencana kita untuk esok hari. Sebaliknya, kita harus ingat bahwa hidup kita ada di tangan Tuhan dan tiap-tiap hari merupakan berkat dari-Nya.

Suatu saat nanti, Tuhan akan memanggil kita untuk tinggal bersama-Nya. Dengan mengingat hal ini kiranya kita cara pandang yang benar dan juga kerendahan hati dalam menghadapi setiap berita yang kita terima--DCM

UNTUK MEMBUAT HARI INI BERARTI
INGATLAH AKAN KEKEKALAN

Sumber: Renungan Harian

Selasa, 13 Juli 2021

"SAYA TAHU CARANYA"

Bacaan: Yohanes 14:1-6

NATS: Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku (Yohanes 14:6)

Dwight Slater, seorang pensiunan dokter misi, bercerita bahwa saat melayani di Afrika ia telah melatih seorang yang pandai namun tidak pernah mengenyam pendidikan formal, untuk menjadi asisten bedah. Namanya Kolo. Orang itu mampu belajar dengan cepat hingga ia segera dapat melakukan pembedahan.

Suatu saat sebuah tim dokter dari Amerika Serikat berada di Afrika guna memberikan bantuan selama beberapa waktu. Namun tatkala mereka harus melakukan pembedahan dengan kondisi yang jarang mereka temui di Amerika Serikat namun umum dijumpai di Afrika, mereka menjadi tidak yakin dengan apa yang harus dilakukan. Sebaliknya, Kolo langsung mengambil alat-alat bedah, memotong lapisan urat daging dan persendian tulang, lalu menyelesaikan pembedahan itu dengan baik.

Tatkala para dokter yang keheranan itu menanyakan prosedur pembedahan yang rumit tersebut, dengan sederhana Kolo menjawab, "Saya tidak tahu istilah-istilahnya; saya hanya tahu caranya."

Banyak orang Kristen mungkin tidak dapat mendefinisikan istilah-istilah teologi seperti penebusan, kebenaran, dan kedamaian, tetapi mereka tetap dapat menjadi saksi-saksi Kristus yang efektif karena mereka mengenal Yesus, satu-satunya jalan menuju Bapa (Yohanes 14:6). Orang-orang yang tidak percaya hanya membutuhkan penjelasan yang sederhana, yakni bahwa Yesus mati karena dosa-dosa mereka dan bahwa mereka wajib menerima Dia dengan iman.

Anda tak perlu takut menjadi saksi Kristus. Jika Anda sudah tahu caranya, Anda pasti dapat menunjukkan jalan keselamatan itu kepada orang lain-yakni melalui Yesus Kristus! --DCE

HANYA ADA SATU JALAN MENUJU SURGA-YAKNI MELALUI YESUS KRISTUS

Sumber: Renungan Harian

Senin, 12 Juli 2021

DIA MEMEGANG KENDALI

Bacaan: Yunus 1

NATS: Undi dibuang di pangkuan, tetapi setiap keputusannya berasal dari pada TUHAN (Amsal 16:33)

Melempar koin, menarik sedotan, atau menarik sebuah nomor dari dalam topi merupakan cara-cara lama yang sering dipakai untuk menyelesaikan suatu persoalan. Saya pernah membaca tentang suatu pemilihan umum di Oklahoma. Dua kandidat utama masing-masing memperoleh 140 suara. Daripada menghabiskan biaya untuk mengulang pemilihan, pejabat kota menggunakan suatu metode undian untuk menentukan pemenangnya, dan setiap orang pun puas menerima hasil akhirnya. Apa yang dikatakan penulis Amsal terbukti benar: "Undian mengakhiri pertengkaran, dan menyelesaikan persoalan antara orang-orang berkuasa" (Amsal 18:18).

Banyak orang memandang hal seperti ini tak lebih dari sekadar kebetulan. Namun hal yang menakjubkan dari apa yang disebut "membuang undi" dalam Firman Allah adalah bahwa pada akhirnya Tuhanlah yang mengatur hasilnya. Ini juga nyata terjadi dalam kisah Yunus. Dalam peristiwa yang dialami Yunus, Allah tetap dapat menyatakan diri-Nya sebagai Tuhan sekalipun melalui tindakan-tindakan dari para pelaut yang tidak mengenal Tuhan.

Jadi, apa arti semua ini bagi kita sebagai orang percaya? Dalam cara pandang orang Kristen, tidak ada istilah kebetulan. Baik secara langsung maupun tidak langsung, Allah selalu terlibat dalam segala sesuatu yang terjadi pada diri kita. Oleh karena itu, Dia dapat dipercaya dan ditaati dalam setiap keadaan yang terjadi dalam hidup kita, karena hal-hal yang terkecil sekalipun ada di bawah kendali-Nya --MRDII

Things don't just happen to those who love God,
They're planned by His own dear hand,
Then molded and shaped, and timed by His clock;
Things don't just happen--they're planned. --Fields

ALLAH BERADA DI BALIK LAYAR DAN MENGATUR ADEGAN DARI BALIK LAYAR TERSEBUT

Sumber: Renungan Harian

Minggu, 11 Juli 2021

Warisan Kebaikan

Semua janda datang . . . dan sambil menangis mereka menunjukkan kepadanya semua baju dan pakaian, yang dibuat Dorkas waktu ia masih hidup. –Kisah Para Rasul 9:39

Ayat Bacaan & Wawasan:
Kisah Para Rasul 9:36-42

Martha bekerja sebagai asisten guru di sebuah sekolah dasar selama lebih dari tiga puluh tahun. Setiap tahun, ia menabung agar dapat membeli mantel, syal, dan sarung tangan baru untuk siswa-siswinya yang membutuhkan. Setelah Martha meninggal dunia karena sakit leukemia, kami menyelenggarakan acara untuk mengenang pengabdiannya. Sebagai pengganti bunga, orang-orang menyumbangkan ratusan mantel musim dingin baru untuk para siswa yang ia cintai dan layani selama beberapa dekade. Banyak orang menceritakan cara-cara yang ditempuh Martha untuk menyemangati sesama lewat kata-katanya yang menguatkan maupun perbuatan baiknya. Rekan-rekan sesama guru mengenangnya dengan cara menyelenggarakan aksi amal mengumpulkan mantel bekas yang masih layak pakai selama tiga tahun semenjak kepergiannya. Warisan kebaikannya terus mengilhami orang-orang untuk bermurah hati melayani siapa saja yang membutuhkan pertolongan.

Dalam Kisah Para Rasul 9, Lukas bercerita tentang Dorkas, seorang wanita yang “banyak sekali berbuat baik dan memberi sedekah” (ay.36). Setelah ia sakit lalu meninggal, komunitas yang berduka mendesak Rasul Petrus untuk datang. Para janda menunjukkan kepada Petrus bagaimana semasa hidupnya Dorkas telah melayani mereka (ay.39). Petrus yang berbelas kasihan mengadakan mukjizat dengan membangkitkan Dorkas dari kematian. Berita tentang kebangkitan Dorkas itu tersebar, dan “banyak orang menjadi percaya kepada Tuhan” (ay.42). Namun, pengabdian Dorkas kepada sesamanya dalam bentuk pelayanan yang nyata itulah yang menyentuh hati orang-orang dan menunjukkan pengaruh luar biasa dari kemurahan hati yang dilandasi kasih.

Renungkan dan Doakan
Bagaimana hari ini Anda dapat mengasihi seseorang dengan perkataan yang menguatkan dan perbuatan baik? Bagaimana Allah telah memakai kebaikan orang lain untuk mendekatkan Anda kepada-Nya?

Allah yang Maha Pengasih, tolonglah aku untuk mengasihi orang lain dengan tindakan nyata setiap hari, supaya aku dapat meninggalkan warisan kebaikan yang membawa banyak orang kepada-Mu.

Sumber: Santapan Rohani

Sabtu, 10 Juli 2021

Sebuah Titik Balik

Bacaan: KELUARAN 2:11-22

Karena iman, setelah dewasa, Musa menolak disebut anak putri Firaun. (Ibrani 11:24)

Banyak orang mengenal Julio Iglesias sebagai musisi kondang. Tapi mungkin hanya sedikit orang yang tahu jika Julio memulai karir sebagai seorang pesepakbola profesional di Madrid. Karir sepakbolanya berakhir ketika ia terlibat dalam sebuah kecelakaan mobil. Julio frustrasi karena kecelakaan itu membuatnya lumpuh selama dua tahun. Hingga seorang perawat memberinya sebuah gitar untuk membantunya melewati masa-masa sulit itu. Siapa sangka hari itu menjadi sebuah titik balik dalam hidupnya. Julio yang tadinya tidak punya inspirasi dalam bermusik, kemudian menjadi seorang yang sukses besar dalam industri musik pop di dunia.

Karir Musa sebagai salah satu pewaris takhta Mesir mendadak hancur karena sebuah "kecelakaan". Ya, hari itu Musa dilaporkan telah membunuh seorang Mesir. Musa pun menjadi buronan yang paling dicari waktu itu. Musa frustrasi dan mesti melarikan diri sejauh mungkin. Tinggal di Midian, Musa memulai babak baru yang bisa dibilang menyakitkan: menjadi penggembala kambing domba! Meski tragis, namun itu menjadi sebuah titik balik di mana ia bertemu dengan Allah yang mengutusnya menjadi pemimpin Israel.

Karir yang kita bangun bertahun-tahun bisa hancur dalam sekejap. Harapan kita pun "lumpuh" karenanya. Dalam keputusasaan mungkin kita berpikir bahwa perjalanan hidup sudah berakhir. Tetapi tidak demikian dengan Tuhan! Tuhan bisa memakai sebuah "kecelakaan" menjadi sebuah titik balik yang akan mengubah hidup kita. Sebuah titik balik untuk menyatakan rencana-Nya yang jauh lebih besar dari semua hal yang sanggup kita pikirkan. --SYS/www.renunganharian.net

BAHKAN SEBUAH "KECELAKAAN" PUN DIPAKAI TUHAN UNTUK MENUNJUKKAN RENCANA-NYA YANG JAUH LEBIH BESAR MELALUI HIDUP KITA.

Jumat, 09 Juli 2021

SAYALAH YANG TERBAIK!

Bacaan: Amsal 16:5-19

NATS: Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan (Amsal 16:18)

Suatu kali seorang pengacara menggugat sebuah perusahaan besar, dan menuntut pejabat-pejabat di perusahaan tersebut karena telah memutuskan kontrak kerja dengannya. Dalam ruang sidang, pengacara itu menuntut sejumlah besar uang sebagai ganti rugi. Jumlah uang yang dimintanya sangatlah banyak dan tidak lazim, sehingga sang hakim bertanya kepada si pengacara mengapa ia menuntut uang sedemikian banyak. Pengacara tersebut menjawab, "Saya melakukan ini untuk satu alasan." Lalu sambil menegakkan kepala ia berkata, "Tahukah Anda, saya adalah pengacara terbaik di dunia."

Setelah sidang berakhir, seorang temannya bertanya, "Mengapa kau tadi menyombongkan dirimu?"

Dengan cepat, si pengacara menjawab, "Tak ada hal lain yang dapat kulakukan. Apalagi aku berbicara di bawah sumpah; jadi aku harus mengatakan yang sebenarnya!"

Pendapat pengacara tersebut tentang dirinya mengingatkan saya pada perkataan Rasul Paulus dalam Roma 12:3. Ia menasihati orang-orang Kristen demikian: "Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi daripada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing." Orang yang sangat bangga dengan dirinya sendiri sehingga merasa lebih baik dari orang lain sesungguhnya sedang menuju kejatuhan (Amsal 16:18).

Sebagai pengikut Kristus, mari kita pusatkan perhatian pada kebesaran-Nya dan bukan pada kebesaran diri kita --RWD

JIKA ANDA SELALU MENYANYIKAN PUJIAN BAGI DIRI SENDIRI MAKA ANDA HANYA AKAN MENGELUARKAN SUARA-SUARA SUMBANG

Sumber: Renungan Harian

Kamis, 08 Juli 2021

BELAJAR BEKERJA SAMA

Bacaan: Lukas 22:39-53

NATS: Bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi (Lukas 22:42)

Cerita berikut dikisahkan oleh A.W. Tozer: "Seorang pria yang sederhana ditanyai bagaimana ia dapat hidup damai sekalipun dikelilingi oleh keadaan-keadaan yang merugikan. Jawabannya sangat sederhana: 'Saya telah belajar bekerja sama dengan hal-hal yang tak terelakkan!'"

Sangat sedikit dari kita yang mempraktekkan cara hidup yang bijaksana dan praktis ini. Tozer berkomentar bahwa banyak dari kita seringkali memberontak dan mengeluh tentang keadaan yang terjadi dalam hidup ini sekalipun kita mengaku "bahwa kita harus tunduk kepada kehendak Allah."

Dalam bacaan Alkitab hari ini, kita menyaksikan reaksi Petrus ketika melihat pengkhianatan yang dilakukan terhadap Tuhan yang dicintainya. Dengan menuruti kata hatinya, ia menebas telinga dari hamba Imam Besar (Lukas 22:50; Yohanes 18:10-11). Namun Yesus marah melihat usaha Petrus dalam melindungi-Nya itu dan berkata, "Sudahlah itu" (Lukas 22:51). Lalu Dia mengembalikan telinga itu dengan sebuah jamahan yang menyembuhkan.

Dalam kehidupan kita, ada masalah-masalah yang tak kunjung berakhir. Namun masalah yang Allah izinkan datang kepada kita juga dipakai-Nya demi kebaikan kita. Pertanyaannya adalah, akankah kita mengizinkan apa yang Allah izinkan? Terlalu sering kita berdoa, "Tuhan, keluarkan saya dari kemelut ini." Namun Tuhan mungkin akan berkata, "Biarkan Aku masuk dalam kemelut itu. Izinkan Aku untuk mengubahmu, tanpa perlu mengubah masalah-masalah yang menimpamu." Itulah mukjizat yang paling luar biasa --JEY

May we learn the blessed secret
Of delighting in Your will,
Welcoming whate'er You send us,
Joy or sorrow, good or ill. --Anon

KEDAMAIAN HANYA DAPAT DITEMUKAN KETIKA KITA BERSERAH KEPADA KEHENDAK ALLAH

Sumber: Renungan Harian

Rabu, 07 Juli 2021

... apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini. Bapa, muliakanlah nama-Mu! — Yohanes 12:27-28

Berbeda dengan keinginan kita pada umumnya, yaitu agar kita dijauhkan dari duka dan sengsara, renungan hari ini justru mengajak kita melihat rahasia hidup dalam “Menerima Diri Sendiri dalam Api Duka dan Sengsara”. Dikatakan bahwa hanya melalui pengenalan dan penerimaan diri melalui api duka dan sengsara, Allah dapat menjadikan kita berkat bagi orang lain.

Menerima Diri Sendiri dalam Api Duka dan Sengsara

Sebagai seorang yang dikuduskan Allah, tidaklah sepatutnya untuk meminta agar duka dan sengsara serta kesulitan dijauhkan dari kehidupan saya. Seharusnya saya meminta agar Allah melindungi saya sehingga saya tetap menjadi untuk apa Dia menciptakan saya, walaupun di dalam api duka dan sengsara.

Tuhan kita menerima diri-Nya sendiri, menerima tugas pekerjaan-Nya dan menyadari maksud tujuan-Nya, di tengah-tengah api duka dan sengsara. Dia diselamatkan bukan dari saat itu, melainkan keluar dari saat itu.

Kita berkata bahwa seharusnya tidak ada duka dan sengsara, tetapi nyatanya ada, dan kita harus menyambut dan menerima diri kita sendiri di dalam apinya. Jika kita berusaha mengelak dari duka dan sengsara, menolak berurusan dengannya, maka kita bodoh. Duka dan sengsara adalah salah satu fakta terbesar dalam kehidupan, dan tidak ada gunanya untuk mengatakan bahwa tidak seharusnya demikian. Dosa, duka, sengsara dan penderitaan itu ada, dan kita tidak berhak untuk berkata bahwa Allah telah berbuat salah dalam mengizinkan keberadaan dari ketiga hal itu.

Duka dan sengsara menyingkirkan kedangkalan seseorang, tetapi tidak selalu membuat orang tersebut menjadi lebih baik. Penderitaan membuat saya mengenali atau menemukan diri sendiri atau sebaliknya, dapat menghancurkan saya. Anda tidak dapat menemukan atau menerima diri sendiri melalui keberhasilan, karena Anda akan terbius oleh kesombongan. Dan, Anda tidak dapat menerima diri sendiri melalui keadaan hidup sehari-hari yang monoton karena telah terbiasa dengan keadaan Anda. Satu-satunya cara untuk menemukan diri sendiri ialah di dalam api duka dan sengsara. Mengapa harus demikian tidaklah penting. Faktanya adalah hal yang benar di dalam Alkitab dan dalam pengalaman manusia.

Anda dapat mengenali orang yang telah mengalami api duka dan sengsara, dan telah menerima dirinya sendiri. Anda tahu bahwa Anda dapat pergi kepadanya pada saat kesukaran dan mendapati bahwa dia terbuka meluangkan waktunya bagi Anda.

Akan tetapi, jika seseorang belum mengalami api duka dan sengsara, dia cenderung bersikap memandang rendah orang lain, tidak menaruh hormat, atau tidak punya waktu bagi orang lain. Jika Anda mau menemukan dan menerima diri sendiri di dalam api duka dan sengsara, Allah akan menjadikan Anda berkat bagi orang lain.

Sumber: Renungan Oswald Chambers

Selasa, 06 Juli 2021

Respons Yang Benar Atas Proses Pruning Dalam Hidup Kita

Pengkhotbah 11:6 Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari, dan janganlah memberi istirahat kepada tanganmu pada petang hari, karena engkau tidak mengetahui apakah ini atau itu yang akan berhasil, atau kedua-duanya sama-sama baik.

Dalam budidaya anggur, pemangkasan atau pruning adalah kunci utama untuk mendapatkan hasil yang optimal. Pruning pada tanaman anggur dilakukan dengan menggunduli tanaman anggur tersebut dari beberapa daun-daun dan rantingnya. Ini adalah teknik memanipulasi tanaman anggur untuk membuat tanaman anggur seolah-olah seperti di tempat asalnya yang beriklim sub tropis. Karena saat musim gugur, seluruh daunnya rontok. Namun, saat musim semi, mereka akan tumbuh dengan cluster bunga yang baru. Dengan melakukan pemangkasan tersebut, tidak hanya membantu tanaman anggur untuk berbuah, tetapi juga sekaligus menata bentuk tanaman agar berkembang sesuai dengan keinginan sang pemiliki tanaman.

Pada masa pruning, petani akan memangkas, memotong, dan membersihkan daun atau ranting yang sudah mulai tidak rapi. Bagi tanaman tersebut pasti tidak nyaman dan sakit, karena beberapa bagian tubuhnya harus dipotong dan dipangkas. Jika mereka memiliki perasaan, pasti mereka akan merasa tidak terima, kecewa, bahkan marah terhadap sang petani. Namun, jika kita perhatikan, hasil akhir yang didapat adalah tanaman akan bertumbuh dengan baik, berbuah lebat, daun dan rantingnya juga akan lebih teratur serta indah dipandang. Dapatkah kita bayangkan bagaimana jika sebuah tanaman menolak saat akan di pruning?

Ya, tanaman tersebut akan tumbuh dengan liar, tidak terarah, buah yang dihasilkan pun tidak akan maksimal. Sama halnya dengan sebuah tanaman, Tuhan pun sering melakukan pruning atas kita, agar hidup kita semakin terarah, menjadi lebih baik, dan menghasilkan buah yang lebat. Dibutuhkan pertolongan Roh Kudus untuk dapat meresponi dengan benar masa pruning ini, karena segala proses yang Tuhan izinkan tejadi semata-mata karena Tuhan begitu memperhatikan dan menginginkan kehidupan kita bertumbuh dengan baik. Mintalah tuntunan Roh Kudus agar dapat melihat kebaikan Tuhan atas setiap peristiwa atau kejadian yang kita alami. Sehingga kita dapat menjalaninya dengan penuh ucapan syukur dan tetap percaya pada Tuhan. Maka melalui hidup kita, nama Tuhan akan semakin dipermuliakan.

RENUNGAN
RESPONS kita dalam masa PRUNING sangat MENENTUKAN pruning BERHASIL atau GAGAL.

APLIKASI
1. Apa yang membuat kita gagal meresponi masa pruning dengan benar?
2. Menurut Anda, mengapa respons kita sangat menentukan masa pruning kita berhasil atau gagal?
3. Langkah-langkah apa yang akan Anda ambil agar kita dapat meresponi masa pruning dengan benar? Tuliskan!

DOA UNTUK HARI INI
“Bapa, kami percaya kehendak-Mu yang terbaik atas hidup kami. Jamah hati kami agar memiliki hati yang mudah diajar oleh Roh Kudus. Sehingga kami dapat meresponi masa pruning kami dengan benar, dan hidup kami akan terus bertumbuh dalam iman dan berbuah lebat bagi kerajaan-Mu.
Di dalam nama Tuhan Yesus, kami berdoa. Amin.”

Sumber: Renungan Keluarga Allah

Senin, 05 Juli 2021

DI LUAR DAERAH NYAMAN

Bacaan: Kisah Para Rasul 10:1-22

NATS: Allah menunjukkan ... bahwa aku tidak boleh menyebut orang najis atau tidak tahir. Itulah sebabnya aku tidak berkeberatan ketika aku dipanggil (Kisah Para Rasul 10:28,29)

Longfellow menulis, “Tanaman merambat itu melekat di dinding, namun tiap kali angin berembus keras, daun-daun yang kering jatuh berguguran.” Seperti tanaman tersebut, banyak gereja kini juga tidak mau mengadakan perubahan dan mempertahankan program-program tradisionalnya, sehingga terancam kehilangan jemaat yang “mudah diterbangkan angin” ibarat daun-daun kering.

Dengan kata lain: Kita cenderung menolak meninggalkan “daerah kita yang nyaman.” Kita lebih suka berurusan dengan hal-hal yang tidak asing, dapat ditebak, dan biasa terjadi.

Dalam beberapa hal kita bersikap seperti Petrus sebelum Tuhan mendorongnya untuk pergi ke daerah lain. Petrus tahu bahwa Kristus rindu menjangkau Yerusalem, Yudea, Samaria, bahkan sampai ke ujung bumi (Kisah Para Rasul 1:8). Namun ia merasa tidak nyaman jika harus bersaksi kepada orang-orang non-Yahudi. Mereka bukan “orang-orang baik.” Namun demikian, akhirnya Allah berhasil membuat Petrus pergi ke rumah Kornelius. Di sana ia menyampaikan kabar baik tentang Yesus (Kisah Para Rasul 10).

Seperti halnya Petrus, jemaat seringkali terkurung di balik dinding dan benteng gereja. Kita cenderung suka berada di daerah yang tidak membuat kita merasa terancam, yakni di tengah orang-orang yang menerima dan mengasihi kita. Jika itu benar, berarti kita perlu lebih memahami visi belas kasihan Allah terhadap jiwa-jiwa yang terhilang. Pengertian yang lebih baik itu akan menggerakkan kita untuk meninggalkan “daerah nyaman” dan menjangkau orang-orang kepada siapa Juruselamat telah memberikan hidup-Nya.

Adakah kita sedang merasa terlalu nyaman?--HWR

GEREJA ADALAH PUSAT PELATIHAN
BUKAN TEMPAT PERKUMPULAN BIASA

Sumber: Renungan Harian

Minggu, 04 Juli 2021

KEPUASAN SEJATI

Bacaan: Pengkhotbah 5:7-11

NATS: Ganjaran kerendahan hati dan takut akan Tuhan adalah kekayaan, kehormatan, dan kehidupan (Amsal 22:4)

Kekayaan dan kemasyhuran ternyata tidak menjamin kepuasan. Jika ya, pastilah seorang atlet yang kaya raya tidak akan membahayakan karernya dengan menggunakan obat-obat terlarang. Jika ya, pastilah seorang pengacara kaya tidak akan bercerita kepada saya dengan airmata bahwa ia rela memberikan semua hartanya asalkan perilaku putranya dapat berubah. Jika ya, pastilah fenomena gonta-ganti pasangan dalam pernikahan tidak akan menjadi hal yang biasa di kalangan selebritis. Jadi jelaslah bahwa kepuasan berasal dari suatu sumber yang lain, bukan dari kekayaan dan kemasyhuran.

Dalam Pengkhotbah 5, Salomo berkata bahwa karena dunia ini dipimpin oleh orang-orang berdosa, maka kita tidak perlu heran bila "orang miskin ditindas dan hukum serta keadilan diperkosa" (ayat 7-8). Siapa yang mencintai uang tidak akan puas dengan uang. Mereka tidak pernah puas dengan apa yang mereka miliki, dan mereka merasa hampa saat melihat orang lain menikmati kekayaannya (ayat 9-10). Di sisi lain, orang biasa puas dengan hartanya yang sedikit dan dapat tidur dengan nyenyak; sementara orang kaya masih terbangun di malam hari karena mencemaskan hartanya (ayat 11).

Bagaimana dengan Anda? Sudahkah Anda merasa puas atau malah frustrasi? Rasul Paulus meminta agar kita "jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan kepada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati" (1 Timotius 6:17). Hanya dengan percaya kepada Kristus kita akan mendapatkan kepuasan yang sejati dan abadi --HVL

KETIDAKPUASAN MEMBUAT SI KAYA MENJADI MISKIN KEPUASAN MEMBUAT SI MISKIN MENJADI KAYA!

Sumber: Renungan Harian

Sabtu, 03 Juli 2021

PERANG KATA-KATA

Bacaan: Yakobus 3:1-12

NATS: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman (Matius 12:36)

Penerbit kamus Merriam-Webster baru-baru ini mendapat serangan kritik. Menurut direktur perusahaan, John M. Morse, para pemrotes menuntut agar sebuah kata dalam kamus tersebut dihilangkan saja karena maknanya bernada menghina dan tidak sopan. Morse menjelaskan bahwa penerbit kamus itu tidak menciptakan kata-kata atau menentukan sendiri makna dari kata-kata tersebut. Sebuah kamus hanya mendaftar dan mendefinisikan kata-kata yang terdapat dalam bahasa kita saja. Masyarakatlah yang menciptakan dan merombak kata-kata itu.

Dalam kesimpulannya Morse mengusulkan bahwa daripada memprotes pemberian makna dalam kamus, "Anda dapat memilih kata-kata Anda sendiri dengan bertanggung jawab, lalu apabila kata-kat tersebut digunakan secara berbeda oleh orang-orang di sekitar kita, oleh orang-orang yang berpengaruh di berbagai media, di perusahaan hiburan, dan di mana saja, ajukanlah protes kepada mereka semua." Nasihat yang bagus!

Kata-kata sangat penting bagi Allah. Yesus berkata bahwa Allah akan menghakimi kita untuk "setiap kata sia-sia" yang kita ucapkan (Matius 12:36). Dan dalam kitab Yakobus, 15 dari 108 ayat yang ada berbicara tentang lidah dan kata-kata yang kita ucapkan.

Kita sedang berada di tengah perang kata-kata. Jagalah perbendaharaan bahasa kita dari segala istilah yang menyinggung atau menyakiti orang lain. Ingatlah, jika Allah menanggapi kata-kata kita dengan serius, maka seharusnya kita pun demikian. Ini adalah peperangan yang patut kita ikuti --DJD

Lord, guard our tongues so what we say
Won't hurt and carelessly offend;
Give us the gracious speech of love,
With words that soothe and heal and mend. --Sper

SEPATAH KATA YANG TEPAT DAPAT MENYAMPAIKAN MAKNA YANG DALAM

Sumber: Renungan Harian

Jumat, 02 Juli 2021

Tak Berhenti Percaya

Bacaan: 1 SAMUEL 30:1-6

Seluruh rakyat itu telah pedih hati, masing-masing karena anaknya laki-laki dan perempuan. Tetapi Daud menguatkan kepercayaannya kepada TUHAN, Allahnya. (1 Samuel 30:6)

Seorang ibu bercerita, "Anak kami lahir autis, suami tidak bisa menerima. Ia menyalahkan saya. Katanya, saya tidak bisa menjaga diri selama masa kehamilan. Sejak itu sikapnya berubah, kata-katanya pedas dan menyakitkan, bahkan tidak jarang main pukul. Lebih-lebih ketika ia terkena PHK. Ia menganggap saya ini biang kesialan hidupnya. Saya benar-benar habis akal. Mengurus anak yang autis, menghadapi suami yang "gila", belum lagi harus mencari nafkah. Kalau bukan karena cinta Tuhan, saya sudah nekat ambil jalan pintas."

Daud merasakan betul pengalaman seperti itu. Ketika ia dan tentaranya kembali dari perjalanan ke beberapa daerah, mereka mendapati rumah dan harta benda mereka habis dibumihanguskan orang-orang Amalek. Keluarga mereka dijadikan tawanan. Mereka begitu pedih dengan kenyataan itu. Dari pedih, rakyat banyak itu berubah menjadi marah kepada Daud. Hampir saja terjadi pertumpahan darah di antara mereka sendiri. Apa yang harus dilakukan Daud saat itu menghadapi berbagai musibah yang terjadi? Di saat itu Daud memilih untuk menguatkan kepercayaannya kepada Tuhan.

Ya, terkadang dalam menjalani hidup, tidak jarang kita mengalami situasi buruk yang tiba-tiba saja menerpa. Belajar dari pengalaman Daud untuk tidak berhenti berharap dan semakin menguatkan kepercayaan kepada Tuhan! Daud telah membuat pilihan yang tepat sehingga Tuhan pun menolongnya dan memulihkan keadaannya! Demikianlah Tuhan akan menyatakan pembelaan dan memulihkan keluarga kita saat kita menguatkan kepercayaan kita kepada-Nya. --SYS/www.renunganharian.net

KETIKA BADAI MASALAH SILIH BERGANTI MENERPA, LETAKKANLAH SAUH PENGHARAPAN KEPADA TUHAN YANG AKAN SELALU MENGUATKAN HIDUP KITA.

Kamis, 01 Juli 2021

DENGARKANLAH!

Bacaan: 1 Samuel 3:1-10

NATS: Berbicaralah, TUHAN, sebab hamba-Mu ini mendengar (1 Samuel 3:9)

Beberapa tahun lalu ketika tinggal di Florida, setiap pagi saya dibangunkan oleh kicauan merdu seekor burung di luar jendela kamar saya. Pertama kali mendengarnya, saya tergetar oleh keindahan melodi yang dilantunkannya. Namun beberapa saat kemudian telinga saya sudah terbiasa dengan nyanyian-nyanyiannya, sehingga perhatian saya teralih pada hal-hal lain dan tak lagi mendengar suarnya. Kicauannya setiap pagi tak lagi menarik. Bila saya tak lagi mendengarnya, itu sebenarnya kesalahan saya sendiri--karena burung itu tetap bernyanyi setiap pagi.

Hal serupa juga sering terjadi dalam kita "mendengarkan" Tuhan berbicara melalui Alkitab. Ketika pertama kali diselamatkan, dengan setia dan tekun kita membaca Alkitab dan merenungkannya. Hati kita tergetar setiap kali membaca rencana-rencana-Nya dalam Alkitab. Akan tetapi sesudah membacanya dengan rutin, perhatian kita hanya terpusat pada pokok beritanya. Lalu kita sering mengabaikannya, atau berlambat-lambat mematuhi perintah-perintah-Nya. Akibatnya, kita tidak lagi mendengar suara Tuhan. Mulanya hal ini tampak tidak berpengaruh. Namun suatu hari nanti tiba-tiba kita akan tersadar bahwa kita telah kehilangan sesuatu yang berharga. Oleh sebab itu, alangkah baiknya bila kita bersikap seperti Samuel yang dengan sungguh hati berkata, "Berbicaralah, TUHAN, sebab hamba-Mu ini mendengar" (1Samuel 3:9).

Mari kita tetapkan waktu setiap hari untuk membaca Alkitab dan memusatkan seluruh perhatian pada ajaran-ajaran-Nya. Allah ingin berbicara kepada kita lewat Firman-Nya. Pertanyaannya sekarang: adakah kita mau mendengarkan? --RWD

SEMAKIN BANYAK KITA MEMBACA KITAB SUCI SEMAKIN BAIK KITA MENGENAL SANG BATU KARANG YANG TEGUH

Sumber: Renungan Harian