Selasa, 30 November 2021

MENDAPAT UNTUK DIBAGIKAN

[[Dan banyak orang Samaria dari kota itu telah menjadi percaya kepada-Nya karena perkataan perempuan itu. ]] (Yohanes 4:39a)

Tiga puluh tahun gila dan makan sampah, ibu ini akhirnya terkena kanker lambung. Dalam perawatan di rumah sakit, seorang pasien yang adalah petobat baru sering berbicara kepadanya. Ia hanya mengucapkan satu kalimat sederhana, “Yesus mengasihimu. Katakan pada-Nya, 'Tolong aku, Yesus.'” Pada waktu tertentu ibu ini mengingat kalimat tersebut dan mengulanginya dalam hati. Mukjizat terjadi. Kanker dan gangguan jiwanya sembuh.

Saya bertemu langsung dengannya di Mongolia Dalam. Salah satu dampak dari mukjizat itu adalah berdirinya satu gereja di kampungnya. Semua orang di sana tahu dengan jelas apa yang terjadi padanya. Setiap ditanya, beliau hanya bisa menjawab, “Yesus yang tolong aku.” Pada usia sekitar 70 tahun, beliau masih aktif berkeliling ke dusun-dusun terpencil. Untuk apa? Memberitakan kasih Yesus.

Seorang yang belum lama menjadi Kristen berusaha membagikan anugerah yang telah diterimanya kepada seorang ibu yang gila. Kelihatannya apa yang dilakukannya itu sia-sia. Bagaimana mungkin seorang gila bisa mengerti? Tetapi, ia tidak peduli. Ia hanya mau membagikan kasih Yesus. Dan si ibu, setelah menerima anugerah yang besar, juga memberikan seluruh hidupnya untuk menceritakan kasih Yesus kepada banyak orang.

Apakah Anda sudah menerima anugerah keselamatan itu? Apa yang Anda lakukan, duduk diam dan menikmati semua anugerah itu? Atau, siapkah Anda dipakai oleh-Nya menjadi sarana yang dapat memunculkan mukjizat-mukjizat dalam hidup orang lain? (Lin Natalie)

Sumber: Amsal Hari Ini

Senin, 29 November 2021

DOSA KESAYANGAN

Bacaan: Yakobus 1:12-18

NATS: Apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut (Yakobus 1:15)

Sally, seekor ular piton Birma, telah menjadi binatang piaraan keluarga Romero selama 8 tahun. Panjangnya hanya 30 cm ketika pertama kali mereka membawanya ke rumah. Namun Sally terus bertambah besar hingga kemudian panjangnya menjadi 3 meter dengan berat 36 kg.

Suatu hari Sally mengincar Derek yang baru berusia 15 tahun, kemudian membelitnya sampai mati. Ketika polisi datang untuk menyelidiki kematian anak muda itu, mereka berkata bahwa ular tersebut "cukup agresif, mendesis dengan keras, dan bereaksi dengan cepat."

Dosa tak ubahnya seperti ular itu. Saat pertama kali dosa memasuki kehidupan kita, kita menganggapnya tidak berbahaya, bahkan lucu. Namun dosa tersebut tidak selamanya tetap kecil. Ia bertumbuh. Kita mengira bahwa kita dapat mengatasinya, namun kemudian ia mulai mengendalikan kita. Dan dosa selalu mendatangkan kematian, kadang-kadang kematian fisik, dan seringkali kematian emosi. Di lain waktu dosa juga menyebabkan matinya suatu hubungan.

Lebih berbahaya lagi, bila dosa tersebut tidak diakui dan ditinggalkan ia akan mendatangkan kematian roh. Itulah sebabnya Yakobus mengingatkan kita bahwa "apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut" (1:15). Yakobus mengatakan hal itu bukan untuk merusak kesenangan kita, tetapi untuk memelihara sukacita kita yang terdalam.

Jika saat ini Anda sedang bermain-main dengan suatu dosa kesayangan dalam hidup Anda, Allah meminta Anda untuk berhati-hati. Ini adalah persoalan hidup dan mati --HWR

Just one little sin, what harm can it do?
But give it free rein and soon there are two,
And then sinful deeds and habits ensue;
So guard well your thoughts or they'll destroy you. --DJD

BERMAIN-MAIN DENGAN DOSA MENGUNDANG BENCANA

Sumber: Renungan Harian

Minggu, 28 November 2021

TUMPAH KELUAR

Bacaan: Markus 7:14-23

NATS: Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang (Markus 7:23)

Suatu kali di tengah khotbahnya, Hudson Taylor, seorang perintis penginjilan di Cina, mengisi sebuah gelas dengan air dan menaruhnya di atas meja di depannya. Saat berbicara, tiba-tiba ia melayangkan tinjunya cukup keras ke atas meja, hingga menumpahkan air dalam gelas tersebut. Kemudian ia menjelaskan, "Anda semua pasti akan menghadapi banyak kesulitan. Tapi ingatlah, dalam kondisi seperti itu, apa yang ada di dalam diri Anda akan 'tumpah keluar.'"

Ini merupakan suatu hal yang patut direnungkan. Ketika kita diperlakukan dengan semena-mena atau disalah mengerti oleh orang lain, bagaimanakah tanggapan kita? Apakah dengan kata-kata yang penuh kasih, kesabaran, dan kebaikan? Ataukah kita cenderung membalas dendam dengan penuh kemarahan?

Dalam Efesus 4:17-32, kita melihat perbedaan yang menyolok antara keadaan seseorang sebelum dan sesudah ia diselamatkan. Reaksi kita terhadap ujian dan pencobaan hidup yang mengejutkan akan menunjukkan apakah kita hidup di bawah pimpinan Roh Kudus. Seberapa dalam kita telah bertumbuh dalam anugerah Allah akan tampak melalui cara kita menanggapi situasi-situasi yang mencobai dan mempermalukan kita secara tiba-tiba.

Kita mungkin dapat menekan perasaan frustrasi dan kemarahan, lalu bersikap seolah tidak mengalami apa-apa. Namun jika hati kita dipenuhi dengan kasih sang Juruselamat, kita akan menanggapi cobaan yang tak terduga dengan kesabaran dan kebaikan. Isi hati kita akan "tumpah keluar" seperti halnya isi gelas yang penuh itu --RWD

Lord, help me flee all sin and shame,
Lest I disgrace Your holy name;
And may I live that all may see
The Savior's love revealed in me. --DJD

SEMAKIN BANYAK KESULITAN DATANG KARAKTER ANDA YANG SEBENARNYA AKAN TAMPAK

Sumber: Renungan Harian

Sabtu, 27 November 2021

MENGUBAH DUNIA

Bacaan: 1 Korintus 13:1-7

NATS: Aku telah disalibkan dengan Kristus; tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku (Galatia 2:19,20)

Seorang wanita muda tinggal dalam sebuah rumah yang tidak membuatnya bahagia. Ia sering mengeluh kepada teman-temannya dengan mengatakan betapa sulitnya tinggal di rumah itu. Ia menyalahkan orangtua dan anggota keluarganya yang lain mengenai ketidakpuasannya itu, dan mengancam akan pindah begitu ia sudah mampu membeli rumah sendiri.

Namun pada suatu hari senyuman bahagia tampak menghiasi wajahnya. Kemurungan yang biasa terlihat di wajahnya telah lenyap. Matanya berbinar-binar. Langkah-langkah kakinya pun ringan penuh keceriaan.

Salah seorang temannya yang melihat perubahan itu berseru, "Pasti segala sesuatunya telah berubah di rumahmu. Aku ikut senang!"

"Bukan begitu," jawab wanita muda itu. "Akulah yang telah berubah!"

Wanita muda itu kini memang tampak lebih cerah dan hubungannya dengan sesama pun menjadi lebih baik. Itu semua terjadi bukan karena lingkungannya yang berubah, melainkan karena terjadi perubahan dalam hatinya.

Pada saat kita diperhadapkan dengan situasi yang menjengkelkan dan kita mulai mengasihani diri sendiri kita perlu bertanya kepada diri sendiri: Apakah benar masalah itu timbul karena orang lain? Ataukah mungkin karena diri kita sendiri? Bila kita memohon kepada Tuhan untuk mencurahkan kasih-Nya yang sempurna kepada kita, kita akan melihat betapa hidup ini menjadi lebih baik. Membiarkan Allah mengubah diri kita adalah jalan yang terbaik untuk mengubah dunia -RWD

KETIKA ANDA BERHENTI BERUBAH
ANDA PUN BERHENTI BERTUMBUH

Sumber: Renungan Harian

Jumat, 26 November 2021

JANGAN MENGHAKIMI

[[Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. ]] (Matius 7:1)

Elvis Presley, Michael Jackson, dan Whitney Houston adalah beberapa dari selebritas yang meninggal dalam usia relatif muda, dan kematian mereka dikaitkan dengan penyalahgunaan obat. Adapun di Jakarta, bunuh diri dengan melompat dari lantai atas mal atau gedung tinggi telah terjadi beberapa kali.

Terhadap kejadian tersebut, banyak komentar sumbang yang dilontarkan. Mereka diposisikan sebagai orang yang tidak beriman, tidak berhubungan dekat dengan Tuhan sehingga tidak cukup kuat untuk bertahan dalam menghadapi masalah sehingga memilih bunuh diri atau lari pada obat-obatan. Padahal, belum tentu yang berkomentar itu mampu bertahan jika badai kehidupan menerjang bertubi-tubi.

Tidak pada tempatnya jika kita menghakimi karena kita tidak pernah tahu dengan pasti apa yang sesungguhnya sedang mereka hadapi. Ada yang bunuh diri karena kehilangan pekerjaan, ada yang karena patah hati, ada pula yang karena tekanan ekonomi. Masing-masing manusia punya titik lemah yang berbeda. Ketika mereka mendapatkan tekanan pada titik tersebut, mereka tidak mampu bertahan.

Siapa pun kita, tak ada yang terluput dari situasi yang serupa. Dan belum tentu kita bisa bertahan dengan lebih baik jika dibandingkan dengan mereka. Oleh sebab itu, daripada menghakimi, lebih baik kita menata diri, meningkatkan hubungan kita dengan Allah sehingga menjadi lebih serasi, supaya ketika tekanan hidup yang berat harus kita hadapi, kita mampu bertahan dengan kekuatan Allah.
 (Gunawan H. Sutanto)

Sumber: Amsal Hari Ini

Kamis, 25 November 2021

NAIKKAN PUJIAN ANDA!

Bacaan: 2 Samuel 6:12-23

NATS: Elu-elukanlah Allah dengan sorak-sorai! Sebab TUHAN, Yang Mahatinggi, adalah dahsyat (Mazmur 47:1,2)

Pada sisi kiri dari deretan bangku di gereja, tiga orang duduk dengan kaku; sedang pada sisi kanan duduk seorang pria di kursi roda. Ketika jemaat bangkit untuk memuji, seseorang membantu pria yang berada di sebelah kanan untuk berdiri. Tiga orang yang di sebelah kiri melipat tangan; sementara pria di sebelah kanan itu memaksakan diri untuk mengangkat tangannya yang lemah. Ketika musik menjadi semakin kuat dan cepat, pria tersebut menutup matanya dan berjuang mengucapkan syair lagu yang sudah umum itu. Sementara itu tiga orang yang di sebelah kiri lorong menatap ke depan, dengan bibir terkunci.

Saya tidak mengetahui isi hati mereka yang ada dalam cerita ini. Namun ketika mendengarnya, saya tahu bahwa saya harus menyelidiki hati saya sendiri. Kisah tersebut mengingatkan bahwa saya lebih sering berwajah cemberut daripada memuji Tuhan di gereja. Bukannya berkonsentrasi kepada Allah yang saya sembah, sering kali saya malah mengkritik cara orang lain menyembah.

Ketika Raja Daud menyembah Tuhan dengan penuh sukacita, sang istri menyebutnya tak tahu malu. Namun ia berkata, "Bahkan aku akan menghinakan diriku lebih daripada itu" (2 Samuel 6:22). Ia tahu bahwa bila kita ingin tenggelam dalam hadirat Allah, maka kita tak dapat lagi memikirkan keberadaan diri sendiri saja.

Bersungguh-sungguh dalam penyembahan berarti mengurangi sikap mementingkan diri sendiri. Dalam penyembahan kita tidak diminta mempertahankan martabat; kita diminta menaikkan pujian dengan bebas kepada Allah-JAL

KITA TIDAK AKAN PERNAH BERLEBIHAN MEMUJI ALLAH!

Sumber: Renungan Harian

Rabu, 24 November 2021

HIDUP YANG PENDEK

Bacaan: Yohanes 17:1-5

NATS: Aku telah...menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya (Yohanes 17:4)

Suami saya, Bill, meninggal karena kanker pada tahun 1982. Ia baru berusia 48 tahun saat itu dan masih bersemangat dalam melayani Tuhan. Banyak orang bertanya, "Mengapa Bill dipanggil semuda itu, saat ia sedang mengerjakan banyak hal untuk Tuhan?"

Selama bertahun-tahun saya tidak berhasil menemukan jawaban yang jelas dan pasti. Namun ketika saya merenungkan akan kehidupan dan kematian Kristus, saya mendapati sebuah cara pandang yang menolong. Sebelum meninggal pada usia tiga puluhan, Yesus berdoa kepada Bapa-Nya, "Aku telah...menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya" (Yohanes 17:4).

Filosof William James berkata bahwa nilai kehidupan tidak diukur berdasarkan lamanya kita hidup, melainkan berdasarkan sumbangsih kita selama hidup. Seandainya peristiwa salib itu tidak perlu ada, sebenarnya Yesus dapat terus melakukan berbagai mukjizat jika Dia hidup lebih lama. Namun semua mukjizat itu tidak akan menambah apa pun pada pemberian-Nya yang teragung, yakni kehidupan dan kematian-Nya, yang memberi kita keselamatan kekal. Pekerjaan yang telah Dia selesaikan masih terus menghasilkan buah, melalui Roh-Nya.

Paul Powell menulis, "Kita harus mengingat bahwa hasil panen tidak selalu dapat dituai semasa seseorang hidup di dalam dunia." Karya Allah melalui kehidupan kita akan terus menghasilkan buah meski kita sudah tiada.

Itulah yang menghiburkan sekaligus menantang kita. Tak peduli berapa lama kita hidup, kita memiliki kesempatan untuk memberi sumbangsih yang abadi --JEY

Our life of service to the Lord
Bears fruit long after we are gone;
So even if our life's cut short,
Our work for Christ will carry on. --Sper

ANDA TIDAK MEMBUTUHKAN UMUR PANJANG UNTUK MENJALANI KEHIDUPAN YANG BENAR

Sumber: Renungan Harian

Selasa, 23 November 2021

Mengapa Yesus Mengajari Kita untuk Meminta Bapa Mengampuni Dosa-dosa Kita Secara Teratur?

Bacaan: Matius 6: 11-12

Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami - Matius 6:11

Ketika kita pertama kali datang kepada Kristus, Tuhan mengubah kita. Kita mengubah cara kita hidup dan menjadi orang yang berbeda. Namun kemudian, ketika waktu berlalu dan membuat kita sedikit demi sedikit berkompromi dengan sesuatu yang buruk. Beberapa sifat buruk yang lama muncul kembali, dan kemudian sifat buruk itu jadi mendapat pijakan dalam hidup kita.

Bagaimana itu bisa terjadi?

Sedikit demi sedikit itu terjadi.

Sesekali kita perlu sedikit membersihkan rumah. Itulah sebabnya Yesus mengajar kita untuk berdoa, “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami.” (Matius 6: 11)

Yesus mengajar kita untuk meminta Bapa untuk mengampuni dosa-dosa kita secara teratur. Mengapa? Karena kita berbuat dosa setiap hari. Jadi kita harus terus-menerus meminta Tuhan untuk mengampuni kita.

Saya Greg, dan istri saya, Cathe. Cathe selalu merapikan. Ketika dia membuat makanan, dia membersihkan peralatan sebelum makan. Dia menyapu, menyimpan barang-barang, dan mengatur laci dengan teratur.

Sebaliknya, saya akan membiarkan peralatan kotor menumpuk untuk waktu yang lama. Saya akan membuka laci dan membuang semuanya ke dalam. Ketika datang ke pengorganisasian, saya tidak pernah melakukan sesuatu terhadap pekerjaan yang bisa saya tunda sampai besok. Jadi saya memiliki kekacauan besar yang menumpuk di sana-sini.

Kita bisa membersihkan kekacauan dalam hidup kita dengan cara Cathe atau cara Greg. Saya sarankan Anda melakukannya dengan cara Cathe. Jangan menundanya. Jangan menunggu sampai terjadi kekacauan besar.

Itu sebabnya kita perlu terus menerus berdoa, “Tuhan bersihkan saya hari ini. Ampunilah dosa-dosaku, baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui.” Bahkan jika hidup Anda kacau balau, Dia tetap akan membersihkan Anda. Namun, lebih baik menjalani hidup dengan terus-menerus dibersihkan oleh Tuhan.

Hak Cipta © 2021 oleh Greg Laurie, Harvest Ministries. Disadurkan dari crosswalk.com.

Senin, 22 November 2021

TUHAN ADA DI DEPAN

[[Tetapi berkatalah Musa kepada bangsa itu: "Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari TUHAN, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu; sebab orang Mesir yang kamu lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya.” ]] (Keluaran 14:13

Teman saya bercerita tentang pengalaman hidupnya, mulai dari bagaimana ia mendapatkan pasangan hidup, memperoleh pekerjaan sampai berkeluarga. Terkadang ada riak-riak, gejolak, dan guncangan yang harus ia alami. “Sering kali kita berpikir saat mengalami guncangan, Iblis sedang mengganggu kita, lalu Tuhan pun buru-buru datang menyelamatkan kita,” semangatnya terasa dalam kata-katanya. “Namun sesungguhnya, tidak begitu. Tuhan sudah mempersiapkan semuanya di depan kita, bahkan Dia sudah mengetahui juga apa yang akan Iblis lakukan dan menyiapkan jalan keluarnya jauh-jauh hari sebelumnya. Jadi, bukan Tuhan yang berusaha adu cepat dengan Iblis untuk menyelamatkan kita, tetapi Tuhan sudah menyiapkan jalan keluar, bahkan untuk semua rencana si jahat.”

Betul sekali ceritanya. Ini mengingatkan saya pada kisah orang Israel yang hendak keluar dari Mesir. Dari jauh mereka melihat Firaun dan bala tentaranya mengejar mereka, sedangkan di depan mereka terbentang Laut Merah. Sepertinya jalan buntu! Mereka mulai mengeluh dan menyalahkan Tuhan. Namun, bacalah perikop di atas dengan saksama. Dikatakan bahwa Tuhan sudah tahu sejak jauh hari bahwa Firaun akan mengejar mereka, dan Tuhan akan menyatakan kemuliaan-Nya kepada bangsa Israel.

Bagaimanakah kita melihat masalah-masalah yang kita hadapi sekarang? Dengan gentar dan khawatir? Jangan! Percayalah, di masa depan kita akan melihat ke belakang, dan mengetahui bahwa Tuhan sudah berjalan di depan kita dan menyiapkan segalanya. (Henry Sujaya Lie)

Sumber: Amsal Hari Ini

Minggu, 21 November 2021

MENCARI KESENANGAN SENDIRI

[[Oleh karena rumah TUHAN, Allah kita, aku hendak mencari kebaikan bagimu. ]] (Mazmur 122:9)

“Hari ini yang kotbah di gereja X itu pendeta Y loh, dia kan lucu! Yuk kita ibadah di sana saja hari ini!” “Eh, gereja yang di pusat kota itu banyak artisnya loh !” “Kamu sudah pernah ibadah di megachurch yang satu itu belum?” Sering saya mendengar komentar-komentar semacam ini. Banyak orang pergi ke gereja dengan mental seorang penonton bioskop: mengharapkan hiburan rohani, mencari kesenangan untuk diri sendiri. Ketika pulang gereja, mereka biasa saling bertanya: Bagaimana tadi kotbahnya? Bagaimana ibadahnya, keren nggak ?

Mazmur ini mengekspresikan kebahagiaan penulisnya ketika diajak ke rumah ibadah (ayat 1). Kegembiraan itu sudah berkobar di dalam diri pemazmur ketika ia masih dalam pejalanan menuju Bait Allah di Yerusalem. Kebahagiaan pemazmur untuk ke beribadah bukan datang dari megahnya bangunan Bait Allah atau orang-orang hebat yang akan ditemuinya, tetapi karena kehadiran Allah di sana.

Manusia adalah makhluk hidup yang egois. Kita cenderung memandang segala sesuatu dalam hidup berputar di sekitar diri kita sendiri. Termasuk aktivitas ibadah, yang seharusnya berfokus pada Tuhan. Seorang rekan gereja pernah mengajari saya: dalam ibadah Minggu, kita bukanlah penonton. Jemaat beserta pendeta, penatua, pemusik, dan seluruh pendukung ibadah adalah “aktor” yang memainkan sebuah naskah penyembahan untuk Tuhan. Yang menjadi penonton justru Tuhan. Dan kita semua adalah “pemainnya”. Saatnya mengubah pola pikir kita! Fokus hidup ini adalah Tuhan, bukan diri sendiri (Olivia Elena Hakim).

Sumber: Amsal Hari Ini 

Sabtu, 20 November 2021

LEBIH BAIK TERLAMBAT

Bacaan: Yohanes 3:1-18

NATS: Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui (Yesaya 55:6)

Sekelompok warga senior meminta saya menjadi pembicara tamu dalam acara mereka. Waktu itu saya memutuskan untuk berbicara tentang perkataan Yesus kepada Nikodemus, "Kamu harus dilahirkan kembali" (Yohanes 3:7).

Saat saya berbicara, seorang wanita yang sudah agak tua tampak sedih. Selesai berkhotbah, pada acara minum teh, saya bertanya apakah ia sudah dilahirkan kembali dan sudah mencari Kristus dan pengampunan-Nya. Sambil menunduk ia menggelengkan kepala dan menjawab, "Belum, saya belum pernah melakukannya." "Apakah Anda ingin mencari Dia sekarang?" desak saya dengan lembut. "Saya kuatir sudah terlambat untuk itu," ia menjawab dengan sangat sedih. Saya pun berkata, "Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali!"

Seketika itu juga raut wajahnya menjadi cerah. "Saya baru tahu itu!" katanya. Pada waktu kami berdoa bersama, wanita ini pun menjadi "bayi di dalam Kristus" yang berbahagia. Walaupun masa hidupnya di dunia ini sudah hampir berakhir, namun hidup barunya dalam Kristus abadi untuk selamanya.

Perubahan hidup yang terjadi pada pukul sebelas itu mengingatkan kita bahwa Allah masih terus mengetuk pintu kehidupan kita. Ketukan itu juga menjadi peringatan serius bahwa "keterlambatan" bisa saja terjadi. Seseorang pernah berkata, "Jangan menunggu sampai pukul sebelas untuk diselamatkan karena Anda mungkin akan mati pada pukul 10.30!"

Berapa pun usia Anda, jika Anda belum pernah dilahirkan kembali, carilah Tuhan sekarang, selama Ia berkenan ditemui (Yesaya 55:6) --JEY

Don't expect to have tomorrow
What is offered you today;
Jesus asks you now to follow;
Trust in Him and don't delay. --Sper

PERTOBATAN ANDA TIDAK AKAN PERNAH TERLALU CEPAT TETAPI MUNGKIN DAPAT TERLALU LAMBAT

Sumber: Renungan Harian

Jumat, 19 November 2021

Melihat Sisi Rahmani

Bacaan: YOHANES 9:1-7

Jawab Yesus, "Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi supaya pekerjaan-pekerjaan Allah dinyatakan di dalam dia." (Yohanes 9:3)

Dengan minibus, saya dan teman-teman meluncur ke Bandung. Hujan turun di ujung kemarau, jalan licin luar biasa. Kecelakaan menimpa kami, dua kali. Minibus terpeleset keluar dari jalan, dan nyaris masuk selokan. Sekitar sejam kemudian, kami terlibat tabrakan beruntun. Mobil kami terpental ke lajur kanan, dan mogok di sana. Dari depan, sebuah bus besar meluncur ke arah kami. Kami panik, dan cuma bisa berteriak, "Aaahh ...!" Beberapa sentimeter dari mobil kami, bus itu terhenti.

Setelah semua hiruk pikuk selesai, kami melanjutkan perjalanan. Tiba-tiba, seorang teman berteriak. "Kita berdosa besar, sebab itu kita celaka!" serunya berkali-kali sambil menangis. Saya meminta sopir menepi dan berhenti. "Kita memang berdosa, " ujar saya. "Tetapi sebenarnya, apa yang tadi kita alami? Tuhan menghukum kita dengan musibah beruntun? Atau, Tuhan menjaga kita begitu rupa, hingga dalam dua kecelakaan tadi tak seorang pun cedera?"

Mirip para murid Tuhan (ay. 2), kemalangan sering kali dilihat sebagai hukuman atas dosa. Tetapi, Tuhan Yesus memberikan koreksi. "Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi supaya pekerjaan-pekerjaan Allah dinyatakan di dalam dia" (ay. 3). Bukan soal dosa, melainkan karena karya Allah harus dinyatakan. Apa itu? Kasih, kepedulian, dan pertolongan Tuhan (ay. 6-7).

Seandainya Anda penumpang di minibus itu, apa yang Anda rasakan dalam hati? Kegentaran karena yakin semua itu hukuman dari Tuhan, atau syukur tak terkira karena Tuhan menjaga begitu rupa? --EE/www.renunganharian.net

ENTAH MENGAPA, KITA BEGITU MUDAH MENGARAHKAN PERHATIAN PADA DOSA, TETAPI BEGITU SULIT MENGENALI DAN MENGAKUI KARYA RAHMANI ALLAH.

Kamis, 18 November 2021

USAHAKANLAH

Bacaan: Efesus 5:22-33

NATS: Bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah istrimu seperti dirimu sendiri dan istri hendaklah menghormati suaminya (Efesus 5:33)

Jika pernikahan Anda tidak berjalan mulus, jangan putus asa. Pasangan lain pun pernah mengalaminya. Pernikahan yang sehat tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi diusahakan oleh pasangan tersebut. Sebuah suratkabar memuat dua berita utama yang menarik: DI JEPANG, ISTRI-ISTRI YANG TERTINDAS SUAMI MULAI MEMBERONTAK, dan PEMERINTAH INGGRIS BERUSAHA MENYELAMATKAN BANYAK PERNIKAHAN. Dua negara yang berbeda dengan budaya yang berbeda, memiliki masalah yang sama. Mengapa?

Mungkinkah hal itu terjadi karena kita mengharapkan pasangan kita memenuhi semua kebutuhan hati kita yang terdalam? Jika demikian halnya, berarti kita telah menaruh beban yang tak mungkin ditanggungnya. Ataukah karena kita enggan menghadapi kenyataan bahwa ada yang tidak beres dengan diri kita, dan menganggap bahwa pasangan kitalah yang bermasalah?

Perintah yang kudus bagi para suami dan istri dalam Efesus 5:22-33 merupakan kerangka kerja bagi pernikahan yang berhasil, bukan lembar pengujian yang digunakan untuk mengevaluasi apa yang telah dilakukan pasangan kita. Dalam ayat-ayat itu kita dapat mengetahui rincian tugas kita masing-masing. Petunjuk-petunjuk ini diberikan bagi orang-orang yang lemah dan berdosa, yang membutuhkan sang Juruselamat dan kuasa-Nya yang mengubahkan.

Kebanyakan kita cenderung menginginkan pernikahan kita sukses dan memuaskan dengan sendirinya. Namun pernikahan yang bertumbuh memerlukan usaha dan ketekunan. Allah memanggil kita untuk mengusahakan kedekatan hubungan kita dengan Dia dan dengan orang yang kepadanya kita berjanji untuk saling mengasihi --DCM

"For better or for worse," we pledge,
Through sickness and through strife;
And by God's grace and with His help
We'll keep these vows for life. --DJD

KEBERHASILAN PERNIKAHAN BUKAN KARENA MENEMUKAN ORANG YANG TEPAT MELAINKAN KARENA MENJADI ORANG YANG TEPAT

Sumber: Renungan Harian

Rabu, 17 November 2021

Religiositas Sejati

Bacaan Alkitab hari ini:
Amos 4

Apakah tanda religiositas seseorang adalah kemampuan berbahasa Roh atau kegiatan pelayanan atau rutinitas kehadiran dalam setiap kegiatan gereja atau banyaknya persembahan yang diberikan atau aksesoris Kristen—seperti salib—yang dikenakan? Tidak! Tanda-tanda lahiriah yang terlihat oleh mata tidaklah menentukan apakah seseorang merupakan orang yang rohani atau tidak.

Amos 4:4-5 menunjukkan bahwa makin sering orang-orang Israel melakukan hal-hal "rohani"—seperti mengunjungi Betel dan Gilgal yang merupakan "tempat suci" untuk membakar korban dan memberi persembahan—mereka justru makin jauh dari Allah. Makin orang-orang Israel ingin "tampak rohani" di dalam tindak tanduknya, makin Tuhan tidak berkenan terhadap mereka. Hal ini disebabkan oleh dua hal: Pertama, pusat peribadatan yang ditetapkan Allah adalah Bait Allah di Yerusalem. Peribadatan di tempat lain—dalam hal ini di Betel dan Gilgal—adalah peribadatan yang telah tercampur dengan peribadatan agama kafir. Kedua, kehidupan mereka yang jahat tidak mencerminkan keagamaan yang benar (bandingkan dengan kondisi dalam Yesaya 1:11-17 dan teguran Tuhan Yesus dalam Matius 23). Jelas bahwa gaya hidup yang tertampil tidak berasal dari hati yang bertobat!

Jadi, mana yang lebih penting: Yang tampak atau yang tidak tampak? Keduanya penting! Akan tetapi, tindakan yang tampak harus mencerminkan yang tidak tampak, yaitu hati yang benar-benar bertobat dan mengasihi Tuhan sebagai landasan bagi tindakan yang tampak. Tuhan tidak suka terhadap ketidakseimbangan dan ketidaksinambungan antara kehidupan nyata dengan kehidupan keagamaan (Amos 5:21-22), antara iman dan perbuatan (Yakobus 2:17-22). Yang Tuhan kehendaki ialah agar kehidupan nyata mewujudkan iman (Yesaya 58:6-7).

Dalam ibadah, orang percaya bisa berbuat jahat bila hatinya tidak sungguh-sungguh dipersembahkan kepada Tuhan. Dalam hidupnya, seorang percaya bisa berbuat jahat secara tersembunyi, sehingga semua tindakannya tetap tampak baik dalam pandangan orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari, ada orang yang tampak rohani dan baik, tetapi sebenarnya hatinya busuk. Apakah perbuatan Anda sudah sesuai dengan iman Anda? Apakah ibadah yang Anda jalani dan perbuatan Anda kepada sesama dilandasi oleh kasih kepada Tuhan? [GI Hendra Sugianto]

Sumber: Renungan GeMA GKY

Selasa, 16 November 2021

Tujuh Puluh Kali Tujuh Kali

Roma 12: 17-18 Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!

Dalam dunia yang sempurna, orang-orang Kristen akan menjadi orang-orang yang hidup tanpa perselisihan. Sayangnya, ini bukan dunia yang sempurna. Ini adalah dunia yang bobrok dan bahkan gereja menyaksikan konflik antar anggota gereja.

Pendeta berdebat, akhirnya gereja terpecah, dan orang yang mengaku Kristen menyimpan dendam terhadap saudara-saudaranya. Yang terakhir adalah sesuatu yang membuat saya terus berjuang.

Beberapa tahun yang lalu saya berada di tempat yang sangat kacau. Saya merasa terluka dan marah karena sesuatu yang disampaikan oleh beberapa orang Kristen lain kepada saya.

Ketika akhirnya saya menceritakan hal ini kepada salah satu teman saya, saya ingat pernah berkata:

“Aku sangat membenci mereka.”

Baru kemudian saya mengetahui bahwa murid Petrus berada dalam situasi yang sama. Lihatlah apa yang Yesus katakan kepadanya:

“Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.” (Matius 18: 21-22)

Namun Yesus tidak berhenti di situ, ia melanjutkan dengan menceritakan perumpamaan raja dan hamba. Hal ini dimulai dengan seorang pria yang baik hati yang menghapuskan hutang seorang hambanya (Matius 18: 28-35).

Sebagai orang Kristen, kita diperintahkan untuk mengampuni orang yang bersalah kepada kita. Bukan hanya karena Allah ingin kita saling mengasihi, tetapi karena Ia lebih dulu mengasihi kita.

Apakah ada seseorang dalam hidup Anda yang masih sulit untuk Anda ampuni? Ingatlah perumpamaan tentang raja dan hamba ini.

Hak cipta Ryan Duncan, disadur dari Crosswalk.com

Sumber: Jawaban.com

Senin, 15 November 2021

DIKENAL RENDAH HATI

Bacaan: 1 Petrus 5:1-9

NATS: Rendahkanlah dirimu (1 Petrus 5:5)

Seorang pengkhotbah tamu tampaknya ingin membuat kami semua terkesan oleh prestasinya. Dalam khotbahnya ia memberitahu kami tentang prestasi-prestasi terbaiknya, dan bahwa ia mengenal sejumlah orang kristiani yang terkenal dan berpengaruh.

Mungkin Anda pernah mendengar ada pemimpin gereja berkata: "Jumlah tidaklah penting bagi gereja kita, namun dalam 3 tahun terakhir kita telah bertumbuh 600 persen dan persembahan kita telah meningkat sebesar 800 persen." Segera setelah mereka mengatakan tidak tertarik pada angka, mereka menghitungnya! Ini merupakan suatu cara terselubung untuk menyombongkan diri.

Namun demikian, saya tidak bisa terlalu mengkritik orang lain, karena saya juga melihat kesombongan dalam hidup saya sendiri. Ketika saya berdiri di samping meja literatur sebuah gereja, seseorang mengambil sebuah buku Our Daily Bread (Renungan Harian). "Apakah Anda membacanya?" tanya saya. "Saya memulai setiap hari bersama buku ini," begitu jawabnya. Tiba-tiba saya mendengar diri saya berkata, "Memang untuk maksud itulah saya menulisnya." Oh, kesombongan!

Sebagai hamba Kristus, seharusnya kita juga dikenal rendah hati. Surat 1 Petrus 5:5 meminta kita untuk "merendahkan diri, sebab 'Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.'" Sudah seharusnya kita bersikap rendah hati, berbicara tentang prestasi orang lain, dan terfokus untuk melayani orang lain.

Tuhan Yesus, tolonglah kami untuk menjaga hati terhadap kesombongan, dan ajarlah kami untuk bersikap rendah hati -DCE

TAK ADA PAKAIAN YANG LEBIH PANTAS BAGI ANAK ALLAH SELAIN JUBAH KERENDAHAN HATI

Sumber: Renungan Harian

Minggu, 14 November 2021

MENGAPA AKU?

Bacaan: Roma 5:6-11

NATS: Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa (Roma 5:8)

Seorang pendeta Inggris bernama Joseph Parker ditanya, "Mengapa Yesus memilih Yudas menjadi murid-Nya?" Sejenak ia merenungkan pertanyaan tersebut, tetapi tidak menemukan jawaban apa pun. Selanjutnya ia berkata bahwa sejak itu ia malah terus berhadapan dengan suatu pertanyaan yang lebih membingungkan: "Mengapa Dia memilih aku?"

Itulah hal yang selalu dipertanyakan selama berabad-abad. Ketika manusia menyadari dosa mereka dan dikuasai rasa bersalah, mereka berseru memohon belas kasihan Yesus. Dalam ketakjuban yang penuh sukacita, mereka menyadari bahwa Allah mengasihi mereka, Yesus mati bagi mereka, dan semua dosa mereka diampuni. Sungguh sulit untuk dipahami!

Saya juga telah bertanya, "Mengapa aku?" Saya tahu bahwa perbuatan kegelapan dan penuh dosa dalam hidup saya dimotivasi oleh hati yang jauh lebih gelap, tetapi Allah mengasihi saya! (Roma 5:8). Saya tidak layak, tidak berharga, dan tidak berdaya, tetapi Dia membuka tangan dan hati-Nya untuk saya. Saya hampir bisa mendengar bisikan Nya, "Aku mengasihi engkau lebih daripada engkau mengasihi dosamu."

Itu benar! Saya menyayangi dosa saya, melindunginya, dan menyangkal bahwa berbuat dosa, adalah hal yang salah. Namun Allah begitu mengasihi saya sehingga Dia mengampuni dan membebaskan saya.

Pertanyaan "Mengapa aku?" itu tetap melampaui pemahaman saya. Namun saya tahu Dia mengasihi saya. Dan, Dia pun mengasihi Anda!-DCE

ALLAH MENGASIHI KITA BUKAN KARENA SIAPA KITA MELAINKAN KARENA SIAPA DIA

Sumber: Renungan Harian

Sabtu, 13 November 2021

Yang Kaupandang Baik

Bacaan: 1 SAMUEL 23:9-24:8

"... perbuatlah kepadanya apa yang kaupandang baik." Maka Daud bangun, lalu memotong punca jubah Saul .... (1 Samuel 24:5)

Dengan 3.000 prajurit, Saul memburu Daud. Daud dan kelompoknya terpojok, bersembunyi di gua. Tak disangka, Saul dan pasukannya berhenti di sekitar gua itu. Tiba-tiba, Saul memasuki gua. Sendiri. "Tuhan menyerahkan dia ke tanganmu, " kata para pengikut Daud. "Perbuatlah kepadanya apa yang kaupandang baik, " desak mereka (ay. 5). Tetapi, Daud menolak membunuh raja itu.

Dialog antara Daud dan para pengikutnya menunjukkan bahwa apa yang baik menurut seseorang, belum tentu baik menurut yang lain. Memang, semua pertanyaan "Apa yang harus kita lakukan?" selalu bisa dijawab dengan, "Lakukanlah yang baik." Tetapi, jika ditanyakan, "Manakah yang baik itu?" jawab orang bisa tak sama. Tiap orang bisa memiliki versi berbeda tentang apa yang baik. Faktor apa yang menentukan?

Faktor penentunya adalah sesuatu yang diyakini sebagai hal yang terpenting. Bagi para pengikut Daud, hidup aman dan nyaman adalah hal terpenting. Sebab itu, bagi mereka, yang baik adalah memusnahkan penghalang bagi hidup aman dan nyaman itu: bunuh Saul. Tetapi bagi Daud, Tuhan dan kehendak-Nyalah yang terpenting. Tuhanlah yang mengurapi Saul. Hormat dan kasih Daud kepada Tuhan membuatnya menghormati dan mengasihi orang yang diurapi Tuhan (ay. 7). Dan, Daud sungguh melakukan hal yang diyakininya.

Pertanyaan bagi kita: Apakah yang kita yakini sebagai hal terpenting? Hal macam apakah yang kita pandang baik? Maukah kita meniadakan jarak antara apa yang kita pandang baik, dan tindakan yang kita lakukan? Tuhan menolong kita. --EE/www.renunganharian.net

BERBAHAGIALAH ORANG YANG SECARA JUJUR MENEMUKAN DALAM DIRINYA BAHWA TUHANLAH YANG TERPENTING DALAM HIDUPNYA.-O.S. RAILLE

Jumat, 12 November 2021

Makin Serupa dengan Kristus 

Bacaan Alkitab hari ini:
Filipi 3:7-11

Ketika pandemi mulai melanda Indonesia sekitar 20 bulan yang lalu, banyak gereja kebingungan, baik bingung tentang cara melakukan ibadah maupun bingung tentang cara melakukan persekutuan, kelompok kecil, dan pemerhatian. Gereja seperti kebingungan terhadap identitasnya. Salah satu cara yang akhirnya ditempuh gereja untuk mengatasi kebingungan adalah dengan memindahkan seluruh kegiatan gerejawi dari kegiatan fisik menjadi daring, sehingga anggota jemaat tetap dapat mengikuti berbagai kegiatan gereja. Semua ini dilakukan dengan maksud agar identitas gereja tetap terlihat. Namun, apakah kegiatan adalah cara terbaik untuk menyajikan identitas gereja? Apakah identitas gereja ditentukan oleh banyaknya kegiatan gerejawi serta suksesnya kegiatan tersebut? Perhatikanlah apa yang dikemukakan Rasul Paulus mengenai identitasnya di dalam Kristus, khususnya melalui surat Filipi.

Saat menulis surat Filipi, Rasul Paulus sudah mengenal Kristus sekitar 30 tahun. Saat itu, ia sedang berada dalam penjara, tempat dan kondisi yang tidak membanggakan. Namun, ia tidak bingung terhadap identitasnya. Beliau berkata dengan penuh keyakinan, "Yang kukehendaki ialah mengenal Dia." (3:10a). Pengenalan akan Kristus itulah yang membentuk kerohaniannya. Ia menganggap semua prestasi yang pernah ia capai sebagai sampah (3:7-9). Identitasnya tidak dilandasi oleh prestasi kegiatan keagamaan maupun latar belakang keluarga, melainkan oleh pengenalan akan Juru Selamatnya, yaitu Tuhan Yesus Kristus yang sudah mati dan bangkit baginya. Pengenalan itulah yang membuat ia rindu untuk mengalami kuasa kebangkitan Kristus dan makin serupa dengan Kristus melalui kematian Kristus.

Sebagaimana Rasul Paulus menghendaki pengenalan akan Kristus, marilah kita—sebagai gereja Tuhan masa kini—juga menghendaki hal yang sama. Pengenalan itu akan membentuk identitas kita sebagai orang yang mengalami kuasa kebangkitan Kristus dan dibentuk menjadi makin serupa dengan Dia di dalam kematian-Nya. Identitas itu tidak memamerkan prestasi kita, tetapi memperkenalkan Kristus dan apa yang sudah Ia lakukan bagi kita. Identitas itu terwujud melalui kegiatan gerejawi yang membentuk anggota jemaat menjadi makin serupa dengan Kristus serta memperlihatkan kuasa kebangkitan Kristus kepada jiwa-jiwa yang terhilang. Apakah kehidupan Anda makin menyerupai Kristus dan membuat Kristus makin dikenal melalui diri Anda? [GI Misael Prawira]

Sumber: Renungan GKY

Kamis, 11 November 2021

Kesulitan Membawa Kita kepada-Nya 

Bacaan: Yunus 2:1-10 

Ketika kehidupan kita berjalan dengan normal, hubungan kita dengan Tuhan mungkin berada dalam kondisi yang baik-baik saja. Kita menganggap segala berkat-Nya adalah hal yang wajar saja. Namun, ketika jalan kehidupan tidak seperti yang diharapkan, barulah kita berpaling kepada Tuhan, lalu berteriak meminta pertolongan-Nya.

Setelah mengalami pengalaman buruk akibat badai yang menerpa kapalnya saat melarikan diri dari hadapan Tuhan, dari dalam perut ikan, Yunus menaikkan doanya. Ratapan, keluhan dan ucapan syukur ia naikkan karena terluput dari kematian.

Dalam ratapan yang ia naikkan, Yunus menyadari keberadaannya yang susah dan terbuang di dasar lautan, terkepung oleh arus air. Ia tidak dapat berbuat apa-apa untuk menyelamatkan dirinya, namun ia berharap masih dapat melihat bait Allah (2-6). Ia menyadari bahwa keselamatan yang ia terima berasal dari Tuhan semata (9).

Yunus menyadari bahwa di mana pun dan dalam kondisi apa pun, Allah pasti akan mendengarkan seruannya. Bagi Tuhan, tidak ada dosa yang terlalu besar yang tidak dapat diampuni, dan tidak ada kesulitan hidup yang terlalu sulit. Inilah yang menjadi keyakinan Yunus sehingga ia berani menaikkan doa di hadapan Allah yang ia layani. Pada akhirnya, Tuhan membawa Yunus kepada panggilan-Nya.

Dalam relasi dengan Tuhan, kita akan sungguh-sungguh mencari wajah-Nya ketika kita diperhadapkan pada persoalan yang sulit, bahkan harus sampai pada pergumulan antara hidup dan mati. Dalam keadaan genting demikian, belas kasihan Tuhan tetap dicurahkan kepada kita umat pilihan-Nya.

Dalam kondisi apa pun yang kita alami, datanglah kepada Tuhan lewat doa-doa kita. Tidak ada kesulitan yang terlalu sulit untuk diselesaikan-Nya. Dan, tidak ada dosa yang terlalu besar sehingga Ia tidak dapat mengampuninya. Nikmatilah relasi dalam pengenalan kita akan Tuhan.

Apabila pergumulan yang kita alami saat ini ternyata membawa kita kembali memandang kepada Allah, maka bersyukurlah untuk itu. [PMS]

Sumber: Santapan Harian

Rabu, 10 November 2021

ALLAH MENGASIHI ORANG ATEIS

Bacaan: Yesaya 55:1-7

NATS: Baiklah orang fasik meninggalkan jalannya, baiklah ia kembali kepada Tuhan, maka Dia akan mengasihaninya (Yesaya 55:7)

Madalyn Murray O'Hair mungkin adalah seorang ateis yang paling terkenal keburukannya pada tahun 1900-an. Dengan sikapnya yang anti-Tuhan dan kasar, ia pendebat hebat yang mampu membungkam lawannya dari agama lain.

Setelah O'Hair lenyap secara misterius pada tahun 1995, buku-buku hariannya dilelang untuk membayar tunggakan pajaknya kepada pemerintah federal. Buku-buku itu mengungkapkan tentang manusia yang tidak bahagia, yang bahkan tidak menaruh kepercayaan kepada para anggota Asosiasi Ateis Amerika. Ia menilai kejam dirinya sendiri: "Saya telah gagal dalam pernikahan, sebagai ibu, dan sebagai politikus." Walau demikian, ia merindukan persahabatan dan penerimaan orang lain terhadap dirinya. Dalam buku itu sebanyak enam kali ia menulis, "Seseorang, entah di mana, mengasihi saya."

Daripada menganggap orang-orang ateis seperti O'Hair sebagai lawan, sebaiknya kita melihat mereka sebagai orang-orang yang sakit karena dosa, yang dikasihi Allah. Hidup mereka terasa hampa dan hanya Allah yang dapat mengisinya. Dalam Yesaya 55:7 kita mendengar Allah memanggil orang-orang yang tak ber-Tuhan, mengundang mereka untuk datang kepada-Nya dan mengalami belas kasihan serta pengampunan-Nya.

Kita yang telah mengalami anugerah Allah memiliki kesempatan untuk memberitakan undangan-Nya kepada sesama. Meski dihadapkan pada sikap mereka yang memusuhi, kita dapat memberitahu mereka yang berpaling dari Allah bahwa jika mereka menanggapi kasih-Nya, mereka akan menemukan kedamaian dalam hati mereka yang sedang risau --VCG

UNTUK DAPAT MENGASIHI PARA PENDOSA KITA HARUS MENJADI SERUPA DENGAN YESUS

Sumber: Renungan Harian

Selasa, 09 November 2021

KETIKA PERASAAN BERSALAH MENDERA

[[Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan. ]] (1 Yohanes 1:9)

Suatu hari seorang ibu mendatangi saya, menceritakan masalah pribadi yang sangat menyiksanya selama ini. Beberapa dosa yang dilakukannya begitu menyiksanya dan selama belasan tahun ia tidak mengalami damai sejahtera. Ia sudah minta ampun berkali-kali, tetapi tetap saja merasa berdosa dan tidak layak. Sampai suatu ketika ia meminta kepada pendetanya untuk dibaptis ulang dengan cara diselam. Ia pikir baptisan itu mungkin bisa menyucikan segala dosanya dan membuatnya tenang. Tetapi, setelah dibaptis, ia masih tetap merasa seperti sebelumnya.

Pada akhir pembicaraan, saya memintanya membaca 1 Yohanes 1:9. Ia langsung membacanya dengan keras dan berulang-ulang. Meskipun kita sudah bertobat dan meminta ampun kepada Tuhan atas dosa kita, Iblis dapat saja membohongi kita melalui perasaan bahwa kita ini masih berdosa, sangat tidak layak di hadapan Tuhan. Dan dosa itu begitu besar sehingga tidak mungkin diampuni. Perasaan bersalah itu begitu besar sampai akhirnya mengganggu hidup, menghambat pertumbuhan rohani, dan membuat kita tidak berdaya menjalani kehidupan ini. Perasaan bisa menipu. Perasaan bisa berubah. Tetapi, janji Tuhan dalam firman-Nya tidak pernah berubah dan layak dipercaya. Ketika perasaan bersalah itu datang dan menuduh Anda, katakan kembali kepada perasaan Anda bahwa Anda sudah diampuni dan kudus di hadapan-Nya. Peganglah janji dan kebenaran firman-Nya, itu akan membebaskan dan memulihkan semangat hidup Anda.
(Lin Natalie)

Sumber: Amsal Hari Ini

Senin, 08 November 2021

Merasa Cemas?

Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah. —Mazmur 55:23

Menurut sebuah survei baru-baru ini, kecemasan lebih banyak dijumpai ketimbang depresi sebagai masalah kesehatan mental yang serius di berbagai tempat di dunia. Obat-obatan untuk mengatasi kecemasan menjadi sangat laris. Mungkin Anda sendiri pernah merasakan kecemasan yang membuat Anda terus terjaga sepanjang malam? Atau mengalami rasa panik yang menyerang di saat-saat penting? Kecemasan sering membuat orang ngeri dan tidak mudah dihadapi sendirian.

Saat menulis Mazmur 55, pikiran Daud dicemaskan oleh hal-hal yang juga kita gumuli masa kini. Ia digelisahkan oleh ancaman musuh (ay.4), dikhianati oleh teman dekatnya (ay.13-15), dan dibuat takut oleh kekerasan dan kemarahan di sekitarnya. Ia pun ingin pergi dan mencari tempat yang tenang ( ay.5-9)!

Karena kecemasan Daud juga mencerminkan kecemasan kita, maka kita pun dapat meneladani cara Daud untuk lepas dari kecemasan. Ia menulis, “Aku berseru kepada Allah, dan TUHAN akan menyelamatkan aku . . . Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau!” (ay.17,23).

Kecemasan adalah beban yang sebenarnya tidak perlu kita tanggung. Sebaliknya, kita dapat menyerahkan segala kecemasan kita kepada Tuhan Yesus, karena Dia yang memelihara kita (1Ptr. 5:7; lihat juga Flp. 4:6-7).

Jika saat ini Anda berjuang melawan kecemasan, Allah mau menanggung setiap beban yang Anda serahkan kepada-Nya.

Renungkan:
Sulit atau mudahkah untuk mempercayakan kecemasan Anda kepada Allah? 

Kapan Anda pernah mengalami pertolongan Allah bagi Anda?

Bagaimana ingatan akan pertolongan tersebut menguatkan Anda saat ini?

Mari berdoa:
Agar Roh Kudus menguatkan kita dan mereka yang bergumul dengan kesehatan mental lewat firman Tuhan yang mereka baca, dengar, dan renungkan.

Agar terjadi kesembuhan dan pemulihan bagi orang percaya yang sedang berjuang menjaga kesehatan mental mereka.

Sumber: Our Daily Bread

Minggu, 07 November 2021

Matahari dan Perisai Kita
 
Sebab TUHAN Allah adalah matahari dan perisai. —Mazmur 84:12

Mungkin Anda terkejut mengetahui banyaknya orang yang menderita gangguan SAD (Seasonal Affective Disorder), atau ​​gangguan afektif musiman, yaitu keadaan depresi yang dialami orang secara berulang pada musim tertentu setiap tahunnya. Suasana hati penderita gangguan ini sangat dipengaruhi oleh cuaca yang dihadapinya. Kebanyakan orang merasa senang jika cuaca cerah, tetapi menjadi murung jika langit tampak mendung, sampai-sampai merasa depresi.

Begitulah kondisi saya ketika masih remaja dan belum menjadi Kristen. Setiap pagi saya selalu mengecek keadaan cuaca. Jika cuaca cerah, saya senang; jika cuaca mendung, hati saya pun mendung. Suatu malam, saya sadar saya membutuhkan Yesus. Sambil berlutut di sisi tempat tidur, saya memohon pengampunan-Nya atas dosa-dosa saya dan mengundang Dia masuk dalam kehidupan saya.

Esok paginya saya lupa mengecek cuaca! Hal itu sudah tidak lagi menjadi masalah. "Surya kebenaran" telah terbit dalam hati saya (Mal. 4:2). Saya tidak lagi membutuhkan matahari untuk membuat saya bahagia, karena sekarang saya memiliki Sang Anak Allah yang menghibur dan menuntun saya. Sejak saat itu, meski kehidupan saya masih juga ditimpa masa-masa suram, Tuhan Yesus telah menjadi "matahari dan perisai" saya yang setia (Mzm. 84:12).

Saya masih tetap menyukai hari-hari yang cerah, tetapi saya tidak lagi bergantung pada sinar matahari. Sekarang saya mengikuti dan mengandalkan Anak Allah yang selalu bersinar terang dalam hati saya, bagaimanapun keadaan cuaca di luar sana.

Dalam masa-masa depresi, marilah mengingat bahwa Allah mengasihi kita dan ingin memberikan kekuatan baru dalam hubungan kita dengan-Nya!

Renungkan:
Apa yang membuat Anda bahagia? Kapan Anda merasa sangat bersemangat menjalani hidup? Bagaimana Yesus mengubah perasaan Anda terhadap diri Anda sendiri, bahkan ketika hari-hari Anda tidak berjalan sesuai harapan?

Sumber: Our Daily Bread

Sabtu, 06 November 2021

Nasihat yang Menuntut Pengorbanan

Bacaan: FILIPI 2:1-11

Dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. (Filipi 2:4)

Dian merasa lega ketika mendapat tempat duduk di dalam kereta api yang penuh sesak. Ia berharap dapat beristirahat sejenak setelah seharian bekerja. "Kalau bisa terlelap beberapa menit lumayan juga, " ucapnya dalam hati. Namun, ketika seorang wanita yang tengah mengandung mendadak masuk ke gerbong dan berdiri tepat di dekatnya, Dian bergegas berdiri lalu meminta agar wanita tersebut duduk. Ia pun rela menyerahkan kenyamanan yang sejenak dirasakannya, karena melihat ada orang lain yang lebih membutuhkan tempat duduk.

Ketika nasihat agar umat Tuhan di Filipi memperhatikan kepentingan orang lain, hal itu tak berarti mereka harus mengabaikan kepentingan pribadi. Tidak begitu maksud nasihat tersebut. Namun, dalam menjalani hidup dengan sesama, mereka diharapkan tidak hanya berfokus pada kepentingan pribadi. Orang yang fokus hidupnya hanya mengarah pada dirinya sendiri, sering kali abai terhadap kepentingan orang lain, bahkan seandainya ada orang lain yang memerlukan bantuan tepat berada di hadapannya. Mengerikan sekali jika hal semacam ini sampai terjadi di mana-mana, bukan?

Harapan agar "tiap-tiap orang" memperhatikan kepentingan orang lain ibarat suatu panggilan, yang perlu diwujudkan dalam kehidupan keseharian jikalau kita ingin dunia ini melihat ada Kristus dalam diri kita. Hal yang terwujud lewat kasih yang kita tunjukkan kepada orang lain yang membutuhkan, bahkan ketika di sana tak ada seorang pun yang mau melakukannya. Maukah kita menuruti nasihat firman yang menuntut pengorbanan ini? --GHJ/www.renunganharian.net

DALAM MENJAWAB KEBUTUHAN ORANG LAIN, ADA KENYAMANAN PRIBADI YANG PERLU DIKORBANKAN.

Jumat, 05 November 2021

TETAP BERDOA

Bacaan: Lukas 18:1-8

NATS: Mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu (Lukas 18:1)

Ada beberapa hal yang seharusnya kita kerjakan, tetapi seringkali kita tidak menyediakan waktu untuk mengerjakannya, misalnya:

* Menyesuaikan pemasukan dan pengeluaran kita.
* Mengganti oli dan saringan mobil.
* Memeriksakan kesehatan.
* Berdoa.

Ya, benar, berdoa! Yesus berkata bahwa kita "harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu" (Lukas 18:1). Rasul Paulus juga mendesak orang-orang percaya untuk tetap berdoa (1Tesalonika 5:17).

Kita tahu bahwa hidup kita akan menjadi lebih kuat dan bersemangat, serta lebih siap menghadapi tantangan hidup bila kita mau berkomunikasi dengan Allah. Namun seringkali kita tidak menyediakan waktu untuk itu, dan akibatnya kita merasa kering dan lemah secara rohani.

Dalam bukunya yang berjudul Prayer: A Holy Occupation (Doa: Aktivitas yang Kudus), Oswald Chambers menulis, "Kita dapat menunda waktu yang seharusnya kita gunakan untuk bersekutu dengan Allah bila kita mengingat hal-hal lain yang ingin kita kerjakan lalu kita berkata, 'Saya tidak sempat.' Tentu saja Anda tidak sempat! Ambillah waktu, tahanlah keinginan-keinginan yang lain dan gunakan waktu itu untuk menyadari bahwa sumber kekuatan dalam hidup Anda adalah Tuhan Yesus Kristus dan penebusan-Nya."

Jika kita lupa menyesuaikan pemasukan dan pengeluaran, menyervis mobil, atau memeriksakan kesehatan, kita dapat mendapat masalah yang serius. Apalagi jika kita mengabaikan doa, kita akan kehilangan kekuatan rohani kita.

Biarlah kita tidak punya waktu untuk tidak berdoa --DCE

JIKA KITA MERASA TERLALU SIBUK UNTUK BERDOA KITA AKAN BENAR-BENAR TIDAK DAPAT MENYEDIAKAN WAKTU UNTUK ITU

Sumber: Renungan Harian

Kamis, 04 November 2021

MEMBAWA, BUKAN MENGINGINKAN

[[Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. ]] (Matius 5:9)

Semua orang menginginkan hidup dalam damai. Tak banyak konflik, apalagi peperangan yang meminta korban nyawa. Namun nyatanya, sepanjang 3.400 tahun sejarah hidup manusia, dalam periode antara 1500 SM dan 1900 M, tercatat hanya selama 227 tahun manusia hidup dalam damai. Lebih dari 8.000 akta perdamaian dilanggar dan jutaan nyawa menjadi korban. Dalam periode tahun 1900 hingga kini, kekerasan makin menjadi-jadi dan perdamaian tak jua terwujud.

Yesus bersabda, “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.” Kita perlu memperhatikan kata "membawa" dalam perkataan Yesus ini. Membawa bukan sekadar menginginkan. Membawa damai berarti menghadirkan damai. Perlu upaya yang tidak mudah untuk menghadirkan damai. Mungkin perlu menahan diri atau menanggung rugi demi menghadirkan damai. Kesediaan memperjuangkan damai menjadi salah satu penanda dari orang-orang yang berjalan mengikut Yesus seperti yang terungkap dalam rangkaian khotbah di bukit.

Tuhan menempatkan kita dalam pelbagai lingkup pergaulan—rumah tangga, tempat tinggal, kantor, dan gereja. Kita tentu merindukan suasana damai di pelbagai tempat itu. Tugas kita sebagai pengikut Kristus bukan hanya merindukan damai, tetapi juga menghadirkan damai. Apa yang selama ini telah kita lakukan untuk menghadirkan damai itu? Mari kita lakukan sesuatu untuk mewujudkannya. Kita mulai dengan berintrospeksi diri: jangan-jangan kehadiran kita sendirilah yang malah menyebabkan orang lain tidak merasakan damai.
 (Wahyu Pramudya)

Sumber: Amsal Hari Ini

Rabu, 03 November 2021

ALLAH YANG KEKAL

Bacaan: Yeremia 10:6-13

NATS: TUHAN adalah Allah yang benar, Dialah Allah yang hidup dan Raja yang kekal (Yeremia 10:10)

Jika kita berdiri di sudut jalan untuk menonton pawai, pandangan kita yang terbatas memungkinkan kita untuk melihat kendaraan hias dan band orkes musik hanya pada saat mereka berada dalam jangkauan pandangan kita dan lewat satu demi satu. Tetapi jika kita berada di ketinggian dengan helikopter, kita akan melihat seluruh rute pawai dengan semua orang dan segala yang ada di dalamnya.

Ini membantu kita untuk memahami cara pandang Allah yang tak terbatas oleh waktu. Dia melihat kejadian-kejadian yang dialami manusia dari sudut pandang yang lebih luas dari kita. Dia memiliki pandangan yang menyeluruh dan melihat segalanya mulai dari awal sampai akhir.

Fakta bahwa Tuhan itu ada "dari selama-lamanya sampai selama lamanya" (Mazmur 90:2), bukan saja merupakan pernyataan teologis yang mendasar, tetapi juga kebenaran yang memberi penghiburan dan jaminan, karena "Dialah Allah yang hidup dan Raja yang kekal" (Yeremia 10:10), yang tanpa awal ataupun akhir. Kita mempunyai keyakinan bahwa Dia dapat dipercaya untuk menepati janji-Nya dan menyelesaikan semua rencana-Nya bagi kita.

Tak ada sesuatu pun dalam kehidupan ini, besar maupun kecil, yang berada di luar rencana Allah. Pribadi yang kekal dan mahatahu itu sepenuhnya mengetahui segala hal yang telah terjadi, sedang terjadi, dan akan terjadi.

Saya bersukacita karena kita melayani Allah Yang Kekal dan Mahatahu. Tidakkah Anda juga merasa demikian?-RWD

DALAM DUNIA YANG TERUS BERUBAH KARAKTER ALLAH YANG TIDAK BERUBAH MEMBERI KITA KEPASTIAN

Sumber: Renungan Harian

Selasa, 02 November 2021

PENGENDALIAN DIRI

Bacaan: Mazmur 56

NATS: Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu (Mazmur 56:4)

Kita mudah kehilangan kendali emosi saat seseorang yang ingin menyakiti kita tampak telah memenangkan situasi.

Fred telah difitnah mencuri dan terancam kehilangan pekerjaannya. Orang yang memfitnahnya adalah lawan yang cerdik. Fred merasa marah dan frustrasi-ia marah atas fitnahan tersebut dan frustrasi karena gagal meyakinkan atasannya.

Kadangkala Fred tidak mampu menguasai diri. Pada suatu kesempatan, dengan penuh nafsu ia menyatakan akan membunuh musuhnya itu. Namun pada saat yang lain ia mengatakan hendak bunuh diri. Suasana batinnya terombang-ambing dari perlawanannya yang semula keras hingga pada sikap menyerahnya yang menyedihkan.

Penulis Mazmur 56 juga menjadi sasaran kebencian yang tidak pada tempatnya. Musuh-musuh yang cerdik mengancam jiwanya. Namun ia tidak kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Sebaliknya, ia berbicara kepada Allah secara jujur dan terbuka. Ia membicarakan kenyataan yang ada dan kemudian memohon pertolongan Allah-dan Dia memang menolongnya!

Tidak mudah bagi kita untuk menerima kenyataan bahwa kita adalah orang yang dibenci secara tidak layak dan diserang secara menyakitkan. Namun kita tidak perlu menyerah terhadap keadaan emosi kita. Kita dapat berdoa kepada Allah dan menaruh keyakinan kepada-Nya. Apabila kita melakukannya, Dia akan menanggapinya. Dia akan membebaskan kita atau memberi kita kekuatan untuk menanggung keadaan itu dan untuk mengasihi musuh-musuh kita-selalu! --HVL

LEPAS KENDALI BUKANLAH CARA UNTUK MELEPASKAN DIRI
DARI KEADAAN YANG SULIT

Sumber: Renungan Harian

Senin, 01 November 2021

OLEH KASIH KARUNIA

Bacaan: Roma 3:21-28

NATS: Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya (Titus 3:5)

Pendeta sekaligus penulis H.A. Ironside menceritakan tentang seorang petobat baru yang menyampaikan kesaksian dalam suatu kebaktian. Dengan sukacita orang itu bercerita bagaimana ia dibebaskan dari kehidupan yang penuh dosa. Ia mempersembahkan segala kemuliaan bagi Tuhan, karena ia tidak melakukan apa-apa untuk memperoleh keselamatan.

Orang yang memimpin kebaktian itu tidak sepenuhnya memahami kebenaran yang menyatakan bahwa keselamatan adalah semata-mata karena kasih karunia melalui iman, bukan karena usaha manusia. Maka ia menanggapi demikian, "Kisah Anda tampaknya menunjukkan bahwa Allahlah yang melakukan segala sesuatu ketika Dia menyelamatkan Anda. Tidakkah Anda melakukan bagian Anda terlebih dahulu sebelum Allah melakukan bagian-Nya?" Orang Kristen baru itu melompat berdiri dan berkata, "Oh ya, saya melakukannya. Selama lebih dari 30 tahun saya terus lari dari Allah secepat dosa membawa saya. Itulah bagian saya. Tetapi Allah mengejar dan menangkap saya. Itulah bagian-Nya."

Kita diselamatkan oleh kasih karunia, dan hanya oleh kasih karunia (Roma 3:24). Kita tidak dapat melakukan apa-apa untuk memperolehnya (ayat 28). Penebusan kita adalah hadiah dari Allah. Bagian kita adalah mengakui dosa-dosa dan ketidakmampuan kita untuk menyelamatkan diri sendiri, lalu percaya kepada Yesus yang mati di kayu salib untuk dosa-dosa kita.

Allah telah menyediakan keselamatan bagi Anda--itulah bagian-Nya. Menerimanya dengan iman--itulah bagian Anda. Sudahkah Anda melakukan bagian Anda? --RWD

KESELAMATAN ADALAH APA YANG KITA TERIMA BUKAN APA YANG KITA RAIH

Sumber: Renungan Harian