HIDUP ITU MEMILIH
[[Tetapi hal-hal inilah yang kuperhatikan, oleh sebab itu aku akan berharap: Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya. ]] (Ratapan 3:21-22)
Ada sebuah puisi demikian: Saat aku tidak paham maksud Tuhan, aku memilih untuk percaya. Saat aku tertekan oleh kekecewaan, aku memilih untuk bersyukur. Saat rencana hidupku berantakan, aku memilih untuk berserah. Saat putus asa melingkupiku, aku memilih untuk tetap maju dengan iman. Saat doa-doaku menguap seolah tak berbekas, aku memilih untuk bertekun.
Ya, hidup pada dasarnya adalah memilih. Bahkan ketika keadaan di luar diri kita tidak terelakkan, kita tetap dapat memilih sikap batin kita terhadap keadaan tersebut; mensyukurinya sambil mencari hikmat di baliknya, atau kita mengutukinya?
Yeremia, penulis kitab Ratapan, mengalami tekanan hidup yang sangat berat. Begitu berat sampai ia berkata, “Engkau menceraikan nyawaku dari kesejahteraan, aku lupa akan kebahagiaan. Sangkaku: hilang lenyaplah kemasyhuranku dan harapanku kepada TUHAN.” (Ratapan 3:17-18). Ia tidak dapat mengubah atau menghindari keadaan yang menekannya itu. Tetapi, ia bisa memilih: mau berputus asa atau tetap berpengharapan? Dan ia memilih untuk tetap berpengharapan. Ia memfokuskan dirinya pada kasih setia Tuhan (ayat 21-23).
Saat ini mungkin kita tengah diterpa problem kehidupan. Dan kita tidak dapat menghindari. Dalam situasi demikian, yang terbaik adalah meneladani Yeremia, yakni tidak membiarkan dirinya hanyut dalam keputusasaan, tetapi memfokuskan diri pada kasih setia Tuhan. Asalkan kita membuka mata hati kita, melihat kehidupan dengan pikiran jernih, maka kita akan selalu menemukan alasan untuk bersyukur.
(Ayub Yahya)
Sumber: Amsal Hari Ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar