Kamis, 29 Februari 2024

BERSAMA ALLAH SELAMANYA


Bacaan: 2 Korintus 5:1-10


NATS: Jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di surga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal (2Korintus 5:1)


Saat itu Melissa sedang menikmati liburan musim panas kenaikan kelas dari kelas satu ke kelas dua SMU. Ia dan temannya, Mandy, sedang berada di Spanyol dalam suatu perjalanan darmawisata bersama teman-teman kelas bahasa Spanyol mereka. Suatu malam mereka terlibat dalam suatu diskusi serius di dalam kamar hotel. Mereka baru saja menyaksikan sebuah berita di saluran BBC tentang kematian beberapa orang remaja akibat kecelakaan, dan mereka mulai membicarakan topik tentang kematian.


Melissa berkata kepada Mandy bahwa ia tidak mengerti mengapa orang kristiani takut pada kematian. Bagaimanapun juga, katanya, ketika seorang kristiani meninggal maka ia akan "bersama Allah selamanya". Apakah ada yang lebih baik dari hal itu? Melissa tak habis pikir.


Bagaimana mungkin kami dapat mengetahui percakapan ini? Mandy menceritakannya kepada kami tidak lama setelah meninggalnya putri kami tercinta, Melissa, pada umur 17 tahun, dalam sebuah kecelakaan mobil pada tahun 2002. Cerita ini membuat kami terhibur karena melaluinya kami senantiasa diingatkan bahwa Melissa tahu bahwa dirinya telah diselamatkan, dan ia yakin akan melewatkan kekekalan bersama Juruselamatnya. Kami hanya tidak menyangka bahwa ia akan "bersama Allah selamanya" dalam waktu secepat itu, dan dalam usia yang masih sangat muda.


Apakah Anda memiliki keyakinan yang sama seperti Melissa, bahwa saat meninggal Anda akan berada dalam hadirat Allah selamanya? (2Korintus 5:6-8). Pastikan keselamatan Anda hari ini juga. Maka Anda tidak lagi takut pada kematian --Dave Branon


JIKA ANDA MENYEDIAKAN RUANG BAGI YESUS DI HATI ANDAM AKA DIA AKAN MENYEDIAKAN RUANG BAGI ANDA DI SURGA


Sumber: Renungan Harian

Rabu, 28 Februari 2024

Para Malaikat yang Berjaga


Kami berdoa kepada Allah kami, dan mengadakan penjagaan terhadap mereka siang dan malam karena sikap mereka. –Nehemia 4:9


Ayat Bacaan & Wawasan :

Nehemia 4:6-9


Ketika Wallace dan Mary Brown pindah ke suatu daerah miskin di Birmingham, Inggris, untuk menggembalakan sebuah gereja yang hampir mati, mereka tidak tahu bahwa wilayah gereja dan rumah mereka telah dijadikan markas oleh sekomplotan penjahat. Jendela rumah mereka dilempari dengan batu bata, pagar mereka dibakar, dan anak-anak mereka diancam. Teror itu berlangsung berbulan-bulan, dan polisi pun tidak berdaya menghentikannya.


Kitab Nehemia mencatat usaha bangsa Israel membangun kembali tembok Yerusalem yang sudah runtuh. Ketika penduduk setempat bersepakat “mengadakan kekacauan” dan mengancam untuk melakukan kekerasan (Neh. 4:8), orang Israel “berdoa kepada Allah . . . dan mengadakan penjagaan” (ay. 9). Merasa bahwa Allah menggunakan bagian Alkitab tersebut untuk menuntun mereka, Wallace, Mary, bersama anak-anak mereka dan beberapa orang lain berjalan mengelilingi tembok gereja, sambil berdoa agar Allah menempatkan malaikat-malaikat-Nya untuk menjaga dan melindungi mereka. Komplotan penjahat itu sempat mengejek mereka, tetapi keesokan harinya, hanya separuh dari mereka yang muncul. Hari berikutnya, tinggal lima orang yang datang. Hari berikutnya lagi, tidak seorang pun yang kelihatan. Keluarga Brown kemudian mendengar bahwa komplotan tersebut telah menghentikan aksi teror mereka.


Jawaban doa yang ajaib seperti itu bukanlah kiat jitu bagi setiap permohonan perlindungan yang kita naikkan, melainkan suatu pengingat bahwa pekerjaan Tuhan pasti akan mendapatkan perlawanan, dan kita harus menghadapinya dengan senjata doa. “Ingatlah kepada Tuhan yang maha besar dan dahsyat,” perintah Nehemia kepada bangsa Israel (ay. 14). Allah bahkan sanggup melembutkan hati yang bengis.


Oleh:  Sheridan Voysey


Renungkan dan Doakan

Apa yang akan Anda lakukan jika berada dalam situasi yang dialami oleh keluarga Brown? Siapa yang hari ini butuh Anda doakan agar mengalami kelepasan?


Allah yang dahsyat, lindungilah umat-Mu dengan penjagaan malaikat-malaikat-Mu yang perkasa, dan lembutkanlah hati musuh-musuh-Mu.


Sumber: Our Daily Bread

Selasa, 27 Februari 2024

Dosa Menahan Kebaikan


Bacaan: Amsal 3:27-28


Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya.- Amsal 3:27


Saya pernah melihat sebuah ilustrasi yang menggambarkan dua orang sedang berinteraksi. Orang pertama sedang kedinginan dan kelaparan, sementara orang kedua memakai jaket tebal dan berjalan sambil membawa makanan. Orang kedua melihat orang pertama sambil berkata, “Kamu lapar ya?” Hanya perkataan tanpa diiringi dengan tindakan memberi. Ia hanya sekadar berkata dan kemudian pergi.


Ilustrasi gambar ini tepat menggambarkan apa yang disampaikan penulis Amsal pada bacaan Alkitab hari ini. Raja Salomo menyampaikan pesan kepada kita bahwa ternyata ada orang-orang yang memikirkan dirinya sendiri tanpa mau peduli keadaan orang lain. Dengan keegoisannya mereka hanya memandang orang lain yang mengalami kesusahan, tanpa memberikan bantuan. Dengan berbagai alasan, mereka menunda untuk melakukan perbuatan baik. Mengapa orang menunda memberikan bantuan? Karena ia memikirkan untung dan rugi, serta memikirkan dirinya terlebih dahulu sebelum memikirkan orang lain.


Ketidakpedulian membuat Tuhan sangat marah. Tuhan tidak suka dengan sikap tidak peduli. Dia menegur keras orang yang hanya memikirkan dirinya sendiri dan tidak memperhatikan kebutuhan orang lain. Tuhan meminta kita untuk segera memberikan bantuan dan semampu yang bisa kita lakukan. Alasan utamanya, Tuhan sudah memberkati kita terlebih dahulu maka kita harus menjadi berkat bagi orang lain. Mungkin orang tersebut sedang dan sudah berdoa kepada Tuhan meminta pertolongan dan kita bisa menjadi alat Tuhan untuk menolongnya. Jangan menghambat karya Tuhan dinyatakan karena kita egois dan hanya memikirkan kepentingan diri sendiri. Selain itu, jika kita tidak melakukan kebaikan padahal mampu melakukannya maka kita sudah berdosa. Rasul Yakobus di dalam Yakobus 4:17 mengingatkan, “Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa.”


Marilah belajar peka dan membuka diri terhadap orang-orang di sekitar kita yang membutuhkan bantuan. Biarlah Allah bekerja dan karya-Nya nyata dirasakan oleh mereka melalui diri kita. Jadilah berkat bagi sesama supaya mereka juga bisa merasakan berkat Tuhan di dalam kehidupan. Kiranya Tuhan Yesus menolong kita untuk taat kepada firman-Nya sehingga Dia dapat memakai kita menyatakan kebaikan-kebaikan-Nya melalui diri kita.


Refleksi Diri:

Siapa orang di sekitar Anda yang Tuhan tempatkan yang membutuhkan bantuan Anda?


Apa kebaikan yang bisa Anda lakukan agar karya Tuhan nyata melalui diri Anda?


Sumber: Renungan GII Hok Im Tong

Senin, 26 Februari 2024

Bukan “HOKI” Yang Menghampiri


Bacaan: 1 Samuel 29:1-11


Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu.- Mazmur 34:20


Hoki” adalah istilah yang populer untuk menyatakan nasib baik yang dialami seseorang. Misalnya, ketika ada kecelakaan mobil beruntun di jalan tol dan mobil Anda terluput, Anda akan dibilang, “Hoki.”


Daud ada dalam situasi sulit. Dilema. Maju kena, mundur kena. Oleh Raja Akhis, Daud diminta berperang melawan bangsanya sendiri. Selama ini Akhis menganggapnya sudah berbelot dari bangsanya dan berpihak kepadanya, bahkan sudah diangkat sebagai pengawal setia. Akhis sangat percaya bahkan menyanjung-nyanjung Daud (ay. 6, 9). Akhis tidak tahu ini hanya drama cantiknya Daud. Di sisi lain, Daud tentu tidak akan mau berperang melawan bangsanya sendiri. Ia bukan pengkhianat seperti dugaan Akhis. Namun, jika Daud menolak permintaan Akhis, dramanya akan terbongkar.

“Hoki” akhirnya mendatangi Daud. Raja-raja kota orang Filistin (atau panglima ay. 4) keberatan dengan kehadiran Daud di tengah mereka. Dalam anggapan mereka, betapa konyolnya berperang melawan orang Israel, sementara di sini bersama mereka ada segerombolan orang Israel. Mereka tidak percaya bahwa Daud betul-betul berpihak pada orang Filistin. Akhis kalah dalam posisi tawar-menawar dengan raja-raja kota ini sehingga mengurungkan niatnya mengajak Daud berperang melawan orang Israel. Akhirnya, reputasi Daud di mata Akhis tetap terjaga baik dan di sisi lain ia tidak harus berperang melawan bangsanya sendiri. Dilema selesai.


Daud sedang “hoki”? Nanti dulu. Bukan “hoki” yang menghampirinya, tetapi Tuhan yang menyertainya. Yang terjadi di sini adalah tangan kuasa Allah yang memerintah dengan senyap. Allah beserta dengan Daud di mana pun ia berada (1 Sam. 18:12, 28) termasuk ketika berada di tengah-tengah orang Filistin.

Tidak ada kebetulan dalam jalan hidup manusia. Tuhan berdaulat atas hidup manusia dan mengatur segala sesuatu untuk kebaikan orang yang dikasihi-Nya (Rm. 8:28).


Jika Anda berada dalam situasi dilematis, jangan cepat-cepat putus asa. Jangan juga pasrah sambil berharap “hoki” menghampiri. Percayalah kepada Tuhan yang berkuasa atas langit-bumi dan isinya. Bersandarlah kepada-Nya. Tuhan Yesus mengatur semua untuk kebaikan orang yang dikasihi-Nya, kadang dengan cara yang terang-terangan seperti mukjizat, kadang dengan cara yang senyap.


Refleksi Diri:

Apakah Anda percaya pada hoki atau nasib baik?


Bagaimana Anda akan bersikap setelah membaca renungan ini ketika menghadapi situasi dilematis?


Sumber: Renungan GII Hok Im Tong

Minggu, 25 Februari 2024

Pemberian dalam Kasih


Ada orang suka memberi, tapi bertambah kaya. –Amsal 11:24 (BIMK)


Ayat Bacaan & Wawasan :

Amsal 11:24-25


Pada hari pernikahannya, Gwendolyn Stulgis mengenakan gaun pengantin impiannya. Kemudian, ia memberikan gaun itu kepada orang lain—seseorang yang tidak dikenalnya. Stulgis yakin gaun pengantinnya akan lebih berguna jika dipakai daripada hanya disimpan sampai berdebu di dalam lemari. Ternyata banyak pengantin perempuan lain yang sepakat dengannya. Saat ini, banyak wanita terhubung dengan Stulgis di media sosial untuk mendonasikan dan menerima gaun pengantin. Salah seorang donatur berkata, “Saya berharap gaun ini akan diwariskan dari satu pengantin ke pengantin lainnya, sampai akhirnya usang dan compang-camping karena dipakai begitu banyak orang yang merayakan pernikahan mereka.”


Semangat memberi memang bisa terasa seperti sebuah perayaan. Itulah yang tertulis dalam Alkitab, “Ada orang suka memberi, tapi bertambah kaya, ada yang suka menghemat, tapi bertambah miskin papa. Orang yang banyak memberi akan berkelimpahan, orang yang suka menolong akan ditolong juga” (Ams. 11:24-25 BIMK).


Rasul Paulus mengajarkan prinsip tersebut di Perjanjian Baru. Saat hendak berpisah dengan jemaat di Efesus, ia memberkati mereka (Kis. 20:32) dan mengingatkan mereka akan pentingnya kemurahan hati. Paulus menyebutkan tentang etos kerjanya sendiri sebagai teladan yang perlu mereka ikuti. “Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja [keras] kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima,” kata sang rasul (ay. 35).


Kita mencerminkan Allah ketika kita bermurah hati. “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan . . .” (Yoh. 3:16). Marilah kita mengikuti teladan mulia Allah seturut pimpinan-Nya.


Oleh:  Patricia Raybon


Renungkan dan Doakan

Apa yang baru-baru ini telah Anda berikan dalam kasih? Dalam hal apa pemberian Anda itu menolong orang lain?


Bapa yang baik, bukalah tanganku untuk rela memberi kepada orang lain, dengan didorong oleh kasih-Mu di hatiku.


Sumber: Our Daily Bread

Sabtu, 24 Februari 2024

DIBENCI?

[[Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus. ]] (Galatia 1:10)

Mengapa seseorang disebut baik atau jahat? Seorang siswa bisa dibilang jahat dan dibenci oleh teman-temannya karena tidak mau memberi contekan saat ujian, sedangkan si pemberi contekan justru dibilang baik dan disukai. Seorang pejabat yang lurus dan memerangi korupsi bisa dibilang jahat dan dibenci oleh pejabat lainnya yang tidak lurus. Ternyata, pada umumnya orang memberi label baik atau jahat kepada orang hanya didasarkan apakah orang itu menguntungkan dirinya atau tidak, bukan pada kebenaran.

Janganlah takut jika orang membenci kita karena kita melakukan kebenaran (Yohanes 15:18-25). Sebab Tuhan Yesus sendiri dibenci oleh para imam dan ahli Taurat. Dia mengatakan bahwa justru karena kita bukan dari dunia, maka dunia membenci kita. Rasul Paulus juga mengalami banyak kesulitan dan penganiayaan karena pemberitaan Injil dan kebenarannya. Namun, ia tidak gentar, karena ia mengerti bahwa ia adalah hamba Kristus dan harus menyenangkan hati Kristus, bukan dunia.

Marilah kita memeriksa hidup kita. Apakah kita disukai atau dibenci orang lain karena melakukan kebenaran atau kejahatan? Jika kita dibenci karena melakukan kejahatan, kita harus bertobat. Namun, jangan berkecil hati jika kita dibenci karena melakukan sesuatu yang benar, sebab di dalam dunia ini kita memang tidak dapat menyenangkan semua orang. Yang paling penting, sudahkah hidup kita menyenangkan hati Tuhan? Sebab sebagai hamba, kita harus memberikan pertanggungjawaban kepada-Nya kelak.

(Vonny Thay)

Sumber: Amsal Hari Ini

Jumat, 23 Februari 2024

SIAPA YANG BERTAKHTA?


Bacaan: Ulangan 6:1-15


NATS: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti (Lukas 4:8)


Menurut Oliver Reynolds, seorang pujangga Inggris, ada seorang lelaki tua yang mendirikan sebuah altar keluarga. Di situ ia membakar dupa untuk menghormati ukiran gambar Napoleon. Tatkala ditanya mengapa ia menyembah gambar itu sebagai ilah, lelaki itu menjawab bahwa ia akan menyembah apa saja.


Bayangkan bahwa ada orang yang mau menyembah lukisan jenderal dari Perancis itu! Bayangkan juga bahwa ada orang yang membakar-bakar dupa untuk menghormati gambar seorang manusia yang tidak mempunyai hubungan khusus dengan pemujanya! Itu adalah penyembahan berhala!


Tentu saja kita bukan penyembah berhala seperti itu. Tetapi apakah kita secara tidak langsung mengabaikan perintah Allah: "Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku"? (Keluaran 20:3). Kita tentu juga tidak akan menyembah lukisan manusia mana pun, walaupun orang itu sangat terkenal atau berkuasa. Namun siapakah yang sesungguhnya bertakhta di hati kita?


Apakah kita menempatkan orang yang kita kasihi di tempat yang paling istimewa dalam hati kita? Apakah orang tersebut kita kasihi lebih dari segalanya? Mungkin kita mendewakan uang. Atau mungkin pekerjaan merupakan prioritas utama kita.


Yesus berkata, "Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti" (Lukas 4:8). Benarkah hanya Dia satu-satunya yang kita sembah dan kita layani?


Luangkanlah waktu untuk bersekutu dengan Allah. Lalu, ujilah hati Anda. Pastikan bahwa Anda bukan penyembah berhala -VCG


BERHALA ADALAH SEGALA SESUATU DALAM HIDUP KITA

YANG MENGGANTIKAN POSISI ALLAH


Sumber: Renungan Harian

Kamis, 22 Februari 2024

Mengandalkan Atau Mengabaikan Tuhan?


Bacaan: 1 Samuel 23:1-14


Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.- Amsal 3:5-6


Kisah Daud jadi buronan Saul masih berlanjut, malah semakin seru. Saul sebenarnya tahu bahwa cepat atau lambat takhta akan jatuh ke tangan Daud (1 Sam. 23:17). Akan tetapi, Saul bukan Saul kalau ia tidak mencari segala cara untuk menggagalkan rancangan Tuhan. Di sisi lain, Tuhan melihat bahwa Daud belum siap menduduki takhta secara de facto. Tuhan masih perlu mendidik Daud untuk mengatasi rasa takutnya dan lebih beriman. Dalam pasal ini, kita masih menemukan keraguan dalam diri Daud untuk percaya kepada Tuhan (ay. 2,4). Inilah realita perjalanan iman. Naik-turun. Ada masa kita sangat percaya kepada Tuhan (seperti iman Daud ketika berhadapan dengan Goliat), tetapi ada pula masa kita menjadi takut dan ragu-ragu.


Dalam pasal ini kita melihat bahwa Saul sangat percaya diri dan percaya pada kemampuan akalnya untuk menangkap Daud (ay. 7). Saul berpikir bahwa Daud pasti dengan mudah akan tertangkap. Ia tahu Daud itu cerdik maka harus dihadapi dengan kecerdikan (1Sam. 23:22-23). Saul lupa bahwa ada Pribadi lain yang terlibat dalam jalinan kisah ini, yaitu Tuhan. Peran Tuhan sangat dominan dalam kisah ini. Tercatat empat kali Tuhan berkata-kata kepada Daud, tetapi tidak sekalipun Dia berkata-kata kepada Saul. Daud juga selalu bertanya dan berkata-kata kepada Tuhan. Relasinya dengan Tuhan demikian dekat. Itu karena Tuhan hadir, memimpin dan memelihara Daud.


Kita bisa seperti Saul, menghadapi masalah dengan pendekatan rasional. Buat strategi ini-itu. Namun, tanpa melibatkan Tuhan, semua itu sia-sia (Mzm. 127:1,2). Berbeda dengan Daud, ia menghadapi masalah dengan iman. Beriman pada penyertaan dan pemeliharaan Tuhan. Beriman bahwa Tuhan memimpin hidup kita menuju penggenapan rancangan-Nya. Bahwa Dia menyertai kita sepanjang perjalanan hidup. Tentu saja seperti yang dialami Daud, Tuhan tidak pernah menjanjikan kemudahan, kenyamanan, apalagi kebebasan dari kesulitan. Yang Tuhan janjikan adalah penyertaan dan pemeliharaan. Itu sudah lebih daripada cukup. Jadi, jangan takut jika Anda sedang menghadapi masalah besar hari ini. “Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?” (Rm. 8:31b).


Refleksi Diri:

Apa perbedaan sikap Saul dan Daud dalam menghadapi masalah? Apakah kecenderungan Anda lebih seperti Saul atau Daud?


Apakah Anda selalu mengandalkan Tuhan Yesus saat menghadapi masalah?


Sumber: Renungan GII Hok Im Tong

Rabu, 21 Februari 2024

Kasih Karunia dari Allah


Kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus. –Efesus 4:7


Ayat Bacaan & Wawasan :

Efesus 4:4-8


Saat memeriksa setumpuk makalah para mahasiswa di kelas penulisan yang saya asuh, saya terkesan dengan salah satu makalah. Makalah itu ditulis dengan sangat baik! Namun, saya segera menyadari bahwa tulisan yang terlalu bagus itu justru mencurigakan. Setelah menyelidikinya, saya menemukan bahwa isi makalah itu ternyata menjiplak sebuah artikel daring.

Saya mengirimkan surel kepada mahasiswa tersebut agar ia sadar bahwa kecurangannya telah diketahui. Ia akan mendapat nilai nol untuk makalah ini, tetapi ia boleh menulis ulang makalahnya untuk mendapatkan nilai ketuntasan minimal.

Tanggapannya: “Saya merasa malu dan sangat menyesal. Saya menghargai belas kasihan yang Anda tunjukkan kepada saya. Saya tidak pantas menerimanya.” Saya menjawab dengan mengatakan bahwa kita semua menerima belas kasihan dari Tuhan Yesus setiap hari, jadi mana mungkin saya menolak untuk menunjukkan belas kasihan kepadanya?


Ada banyak cara kasih karunia Allah meneguhkan hidup kita dan menebus kita dari kesalahan kita. Petrus berkata bahwa kasih karunia memberikan keselamatan: “Kita percaya, bahwa oleh kasih karunia Tuhan Yesus Kristus kita akan beroleh keselamatan” (Kis. 15:11). Paulus berkata bahwa kasih karunia menolong kita untuk tidak dikuasai oleh dosa: “Kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia” (Rm. 6:14). Di bagian lain, Petrus berkata bahwa kasih karunia memungkinkan kita untuk melayani: “Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah” (1 Ptr. 4:10).


Kasih karunia. Dianugerahkan oleh Allah dengan cuma-cuma (Ef. 4:7). Kiranya kita memakai anugerah tersebut untuk mengasihi dan menyemangati orang lain.

 

Oleh:  Dave Branon


Renungkan dan Doakan

Kapan Anda paling merasakan kasih karunia Allah dalam hidup Anda? Dengan cara apa saja Anda dapat menunjukkan kasih karunia yang tak terduga kepada seseorang hari ini?


Allah sumber kasih, tolonglah aku membagikan kasih karunia-Mu dalam interaksiku dengan orang lain.


Sumber: Our Daily Bread

Selasa, 20 Februari 2024

NILAI SEBUAH KEHIDUPAN


Bacaan: 1 Petrus 2:9-17


NATS: Hormatilah semua orang (1 Petrus 2:17)


Pada tahun 1920-an, seorang gadis kecil dinaikkan ke "kereta api yatim piatu" di New York. Ia adalah satu dari sejumlah anak yatim piatu yang tidak diinginkan sehingga kecil kemungkinan akan diadopsi di kota besar. Oleh sebab itu kemudian mereka dipindahkan ke kota-kota kecil di daerah pedesaan di Midwest.


Sekalipun keluarga-keluarga yang mengadopsi menerima mereka dengan penuh kasih, kebanyakan dari tetangga sekitar memandang rendah anak-anak tersebut dan menganggap mereka telah dicemari oleh "darah yang hina." Dalam sebuah wawancara televisi, gadis kecil yatim piatu tadi, yang kini telah menjadi seorang wanita muda, menceritakan pengalaman yang terjadi beberapa saat setelah kedatangannya. Ketika ia sedang bermain dengan seorang gadis tetangga yang ramah, ibu gadis itu keluar dan berteriak dengan marah, "Mary, masuk! Sudah Ibu katakan jangan berteman dengan sampah itu!" Saya menangis terharu ketika melihat wajah si wanita yang sedang mence-ritakan pengalamannya tersebut.


Petrus menjelaskan bagaimana Allah menginginkan kita hidup di dunia ini dengan menulis, "Hormatilah semua orang" (1 Petrus 2:17). Kita melaksanakan perintah itu dengan membentuk kesadaran bahwa setiap kehidupan manusia adalah ciptaan Allah, setiap pribadi yang sangat dihargai Allah. (Kejadian 1:27; 9:6). Memandang rendah orang lain tidak hanya menyinggung hati orang tersebut, tetapi juga menyinggung hati Tuhan.


Dalam menjalani hari ini, mari kita cerminkan kasih Allah dengan menghargai setiap orang yang kita jumpai -HVL


KITA TIDAK MENGHORMATI ALLAH JIKA KITA MEMANDANG RENDAH ORANG LAIN


Sumber: Renungan Harian

Senin, 19 Februari 2024

Lihatlah Kembali dan Renungkan


Janganlah kuatir akan hidupmu ... — Matius 6:25


Menarik, bahwa ancaman terhadap “kehidupan Allah dalam diri kita” adalah kekhawatiran, yang dikipas-kipas oleh apa yang disebut oleh Oswald Chambers sebagai setan kecil (little devil) -- karena mungkin kelihatannya tidak berbahaya! Bagaimana kita dapat bebas dari serbuan ancaman ini?


Ada sebuah peringatan yang perlu diulang-ulang bahwa kekhawatiran dunia ini, tipu daya kekayaan, serta keinginan akan hal-hal yang lain akan mengimpit kehidupan Allah di dalam kita (Matius 13:22). Kita tidak pernah bebas dari gelombang serbuan ini. Jika serangan garis depan bukan mengenai sandang dan pangan, mungkin itu mengenai uang atau kekurangan uang, tentang teman atau tidak adanya teman, atau mungkin dari keadaan sulit. Serangan seperti ini akan selalu datang dan mungkin seperti banjir, kecuali kita mengizinkan Roh Allah mengangkat panji peperangan melawannya.


“Aku berkata kepadamu, janganlah kuatir tentang hidupmu ....” Dengan perkataan tersebut Yesus menekankan agar kita hanya berhati-hati tentang satu hal, yaitu hubungan kita dengan Dia. Akan tetapi, akal sehat kita berteriak keras dan berkata, “Itu konyol, aku harus ‘dong’ memperhatikan bagaimana aku akan hidup, dan aku harus memikirkan apa yang aku harus makan dan minum.”


Yesus berkata, tidak harus demikian. Jangan sekali-kali berpikir bahwa Dia mengucapkan hal ini tanpa memahami situasi Anda. Yesus Kristus lebih mengetahui situasi kita ketimbang kita sendiri memahaminya. Dia melarang kita memikirkan hal-hal ini sehingga menjadi perhatian utama dalam hidup kita. Jika ada berbagai masalah yang bertumpuk dalam hidup Anda, pastikanlah bahwa Anda selalu menempatkan hubungan Anda dengan Kristus di atas semuanya.


Kata Yesus, “Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari” (Matius 6:34). Berapa banyakkah kesusahan yang telah mulai mengancam Anda hari ini? Lihatlah upaya iblis kecil yang telah mengintai hidup Anda sambil berujar, “Apakah rencanamu untuk bulan depan -- atau musim yang akan datang?” Yesus mengatakan, kita tidak usah khawatir akan semua hal ini. Lihatlah kembali dan renungkanlah. Arahkanlah pikiran Anda kepada janji “terlebih lagi” dari Bapa surgawi Anda (Matius 6:30).


Sumber: My Utmost (Oswald Chambers)

Minggu, 18 Februari 2024

Tidak Ada Lagi Prasangka


Manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati. –1 Samuel 16:7


Ayat Bacaan & Wawasan :

1 Samuel 16:1-7


Bertahun-tahun yang lalu, Julie Landsman mengikuti audisi untuk posisi peniup utama sebagai trompet Prancis bagi Metropolitan Opera Orchestra, New York. Opera itu mengadakan audisi di balik layar untuk menghindari prasangka dari para juri. Landsman mengikuti audisi dengan baik dan berhasil memenangi kompetisi itu. Namun, ketika ia keluar dari balik layar, beberapa anggota dewan juri yang semuanya pria segera memunggunginya dan berjalan ke belakang ruangan. Tampaknya, bukan Landsman yang mereka cari.


Ketika bangsa Israel meminta seorang raja, Allah menyediakan apa yang mereka minta dengan memberikan seorang pria berperawakan mengesankan seperti raja-raja bangsa lain (1 Sam. 8:5; 9:2). Namun, karena tahun-tahun pertama Saul sebagai raja ditandai dengan ketidaksetiaan dan ketidaktaatan, Allah mengutus Samuel ke Betlehem untuk mengurapi seorang raja baru (16:1-13). Ketika Samuel melihat Eliab, sang putra sulung, ia mengira bahwa Eliab itulah yang dipilih Allah sebagai raja karena perawakannya yang mengesankan. Namun, Allah menantang pemikiran Samuel: “Manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati” (ay. 7). Allah telah memilih Daud untuk memimpin umat-Nya (ay. 12).


Saat menilai kemampuan dan kecocokan manusia untuk tujuan-Nya, Allah melihat karakter, keinginan, dan motivasi. Dia mengundang kita untuk menyelaraskan pandangan kita dengan-Nya, untuk melihat dunia dan manusia seperti cara Dia melihat—dengan berfokus pada hati manusia dan bukan pada penampilan luar atau prestasi mereka.


Oleh:  Marvin Williams


Renungkan dan Doakan

Mengapa penting untuk tidak menilai orang berdasarkan prasangka pribadi? Apa artinya bagi Anda untuk memiliki hati yang tulus bagi Allah?


Allah yang penuh belas kasihan, tolonglah aku untuk tidak menilai orang berdasarkan penampilan mereka.


Sumber: Our Daily Bread

Sabtu, 17 Februari 2024

TERJEBAK ARUS


Bacaan: 1 Timotius 1


NATS: Beberapa orang telah menyimpang dari iman (1 Timotius 6:10)


Pada awal abad yang lalu, sebuah kapal terdampar di Kepulauan Scilly, di dekat pantai daratan Inggris. Sebetulnya saat itu laut tenang dan cuacanya pun cerah, tetapi kapal tersebut terjebak arus yang berbahaya sehingga tanpa terasa arahnya telah menyimpang. Sebelum kapten dan para awak kapalnya menyadari apa yang terjadi, kapal itu sudah menabrak karang laut dan karam.


Dalam kehidupan ini, ada banyak arus kuat yang juga dapat menjebak kita dan membawa kita kepada kehancuran. Sayangnya, saat kita "hanyut" secara rohani biasanya kita tidak segera sadar. Apalagi hal ini sering kali terjadi secara begitu perlahan. Kita baru mengetahuinya ketika kita sudah tidak berkuasa lagi menolak kejahatan dan sama sekali kehilangan hasrat akan kebenaran.


Rasul Paulus ingin memastikan bahwa hal seperti ini tidak akan menimpa jemaat yang digembalakan oleh Timotius. Ia mendorong Timotius untuk tetap setia dalam mengajarkan segala sesuatu yang perlu diketahui jemaat. Dengan demikian mereka tidak akan menyimpang dari pengiringan mereka kepada Kristus dan iman mereka tidak akan "karam."


Pada masa sekarang ini, ketika orang beriman mulai tergoda dengan kejahatan, semakin banyak orang yang secara perlahan jiwanya hanyut menjauh dari kebenaran Allah, doa, dan kehidupan yang beriman.


Kita harus benar-benar merenungkan apa yang kita ketahui tentang Kristus sehingga kita tidak akan "terjebak arus dan karam" -HWR


KOMPAS FIRMAN ALLAH AKAN MENJAGA ANDA DARI KARAM KAPAL ROHANI


Sumber: Renungan Harian

Jumat, 16 Februari 2024

Cepat untuk Mendengar


Setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah. –Yakobus 1:19


Ayat Bacaan & Wawasan :

Yakobus 1:18-20


Jantung saya berdegup semakin kencang saat saya membuka mulut untuk menyangkal tuduhan seorang teman terhadap saya. Tidak seperti sangkaannya, apa yang saya unggah di media sosial itu tidak bersangkut paut dengan dirinya. Namun, sebelum menanggapi, saya membisikkan sebuah doa. Kemudian saya merasa lebih tenang dan mencoba menyimak ucapannya serta kepedihan di balik kata-katanya.

Jelas bahwa masalah ini jauh lebih dalam daripada yang tampak di permukaan. Teman saya telah terluka, dan keinginan saya untuk membela diri pun lenyap. Saya memilih untuk menolongnya mengatasi kepedihan hatinya.


Selama bercakap-cakap dengannya, saya belajar apa yang Yakobus maksudkan dalam ayat renungan hari ini. Ia mendorong kita agar “cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah” (Yak. 1:19). Mendengar dapat membantu kita memahami maksud di balik kata-kata yang terucap, dan terhindar dari kemarahan yang “tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah” (ay. 20). Mendengar akan menolong kita untuk menangkap isi hati orang yang sedang berbicara. Saya rasa, berhenti sejenak dan berdoa sangat menolong saya dalam masalah dengan teman saya ini. Saya menjadi jauh lebih peka terhadap kata-katanya daripada terhadap perasaan saya yang tersinggung. Mungkin kalau saya tidak berhenti sejenak untuk berdoa, saya akan balas melontarkan pendapat saya dan mengungkapkan betapa tersinggungnya saya.


Meski saya tidak selalu menerapkan perintah Yakobus dengan benar, rasanya saya berhasil melakukannya hari itu. Berhenti sejenak untuk berdoa sebelum amarah dan rasa tersinggung menguasai saya adalah kunci dari sikap yang cepat untuk mendengar tetapi lambat untuk berkata-kata. Saya berdoa, kiranya Allah memberi saya hikmat untuk lebih sering melakukannya (Ams. 19:11).

 

Oleh:  Katara Patton


Renungkan dan Doakan

Pernahkah perintah Yakobus tersebut menolong Anda di masa lalu? Bagaimana Anda dapat menerapkannya sekarang ini?


Allah Mahakasih, ingatkanlah aku agar cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk tersinggung dan marah.


Sumber: Our Daily Bread

Kamis, 15 Februari 2024

APA YANG ANDA CARI?


Bacaan: Yohanes 1:35-42


NATS: Tetapi Yesus menoleh ke belakang. Ia melihat mereka mengikuti Dia lalu berkata kepada mereka, "Apakah yang kamu cari" (Yohanes 1:38)


Bagaimana jawaban Anda seandainya Yesus bertanya, "Apakah yang kamu cari?" (Yohanes 1:38). Apakah Anda memohon kesehatan dan kebugaran dari-Nya? Sebuah pekerjaan yang lebih baik? Pernikahan yang lebih bahagia? Jaminan keuangan? Pemulihan nama baik karena tuduhan yang salah? Keselamatan untuk orang yang suka melawan, yang kita kasihi? Sebuah penjelasan tentang konsep teologi yang sulit?


Bagi dua orang murid Yohanes Pembaptis, situasi ini lebih dari sekadar sebuah latihan imajinasi. Suatu hari ketika mereka sedang bersama Yohanes, Yesus lewat dan Yohanes berseru, "Lihatlah Anak domba Allah!" (ayat 36). Setelah itu kedua murid tersebut tidak lagi mengikuti Yohanes, tetapi mulai mengikuti Yesus.


Ketika Yesus melihat mereka, Dia bertanya, "Apakah yang kamu cari?" (ayat 38).


Tampaknya Yohanes telah mengajar mereka dengan sangat baik, karena jawaban mereka menunjukkan bahwa mereka tidak mencari sesuatu bagi diri mereka sendiri, tetapi Yesuslah yang mereka cari. Mereka ingin mengetahui tempat tinggal Yesus. Dan Yesus tidak hanya menunjukkan tempat tinggal-Nya, tetapi juga menghabiskan sisa hari itu bersama mereka.


Saya berpikir bahwa kita sering kehilangan kesempatan untuk meluangkan waktu bersama Yesus karena kita mencari hal lain selain hadirat-Nya. Dari pengalaman, saya sadar bahwa semakin banyak waktu yang saya habiskan bersama Yesus, semakin sedikit keinginan saya untuk memiliki banyak hal yang hanya tampak penting untuk sesaat --Julie Ackerman Link


KERINDUAN YESUS UNTUK BERSAHABAT DENGAN KITA

LEBIH DARI KERINDUAN KITA UNTUK BERSAHABAT DENGAN-NYA


Sumber: Renungan Harian