Minggu, 31 Maret 2024

Dasar Dari Hidup Saling Mengasihi

Ayat Renungan: 

1 Yohanes 4: 11, “Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi.”

 

Apa yang kita pikirkan saat berbicara tentang Paskah? 

Mungkin sebagian dari kita akan berpikir tentang penderitaan Tuhan Yesus di kayu salib. Atau ada juga yang berpikir tentang telur Paskah dan tradisi yang biasa kita lakukan baik di gereja maupun bersama keluarga. Tapi hari ini kita coba untuk putar balik kepada masa sebelum penyaliban Kristus. Kenapa Dia yang adalah Allah harus datang ke dunia ini dan menjalani pelayanan-Nya? Kenapa Dia harus rela diolok-olok dan ditolak jika Dia sudah tahu kalau akhir dari ceritanya adalah salib?

Tahukah bahwa Ia melakukannya karena kasih, sebagaimana tertulis dalam Yohanes 3: 16, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Rencana Bapa harus terlaksana, karena itu Dia mengutus Yesus ke dunia untuk menyatakan kasih-Nya yang sedemikian besar atas kita.


Paskah ini penting bagi kita untuk kembali merasakan kasih Tuhan. Dalam 1 Yohanes 4: 11, disampaikan “Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi.” Ini adalah karya penebusan Kristus adalah pengingat bagi kita untuk kita juga harus saling mengasihi. Mungkin ada banyak persoalan hidup yang mencuri kasih, sukacita dan damai sejahtera kita. Kita juga berhadapan dengan konflik dengan orang lain, tetapi firman Tuhan mengingatkan kita untuk kembali kepada identitas kita sebagai orang-orang yang dikasihi lebih dulu oleh Tuhan yaitu untuk saling mengasihi.


Bagaimana mengaplikasikan “kasih” di dalam kehidupan dengan sesama? 


Pertama, lakukan yang baik. Kadang keadaan memaksa kita untuk berubah menjadi pribadi yang ingin membalas yang jahat dengan kejahatan. Tapi kita perlu melakukan sebaliknya yaitu membalas yang jahat dengan kebaikan (Matius 5: 39-44). Jadi sebisa-bisanya mari terus menabur kebaikan yang bertolak belakang dengan nilai yang ditawarkan dunia.


Kedua, pelihara kerukunan. Saling mengasihi juga bisa kita ciptakan dengan memelihara kerukunan dengan sesama. Kerukunan dalam hal ini berarti membangun hubungan di dalam satu hati dan pikiran yang didasarkan kepada kasih Kristus. 


Saya percaya setiap kita pasti bisa menerapkan hidup “saling mengasihi” dimulai dari kehidupan di tengah keluarga dan di tempat kerja kita. Selamat berpraktek dan tetap andalkan Tuhan di dalam setiap proses yang kita lalui.

 

Action: Selama satu minggu ke depan, mari coba lakukan tindakan saling mengasihi dengan orang-orang di sekitarmu. Lakukan dengan cara yang kreatif, mungkin seperti membagikan sarapan, membuatkan kopi atau minuman untuk rekan sekerja atau bahkan menolong teman yang sedang membutuhkan bantuan.


Ayat Hafalan: 1 Yohanes 3:8, “Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.”


Sumber: Jawaban.com 


Sabtu, 30 Maret 2024

Metusalah Manusia Tertua


Bacaan: KEJADIAN 5


Jadi, Metusalah mencapai umur sembilan ratus enam puluh sembilan tahun, lalu ia mati. (Kejadian 5:27)


Membaca deretan nama tokoh Perjanjian Lama, yang dimulai dari Adam beserta para keturunannya, juga catatan berapa lama mereka hidup di dunia ini, mungkin terasa membosankan bagi sebagian orang. Namun, entah mengapa saya tertarik mencermati rata-rata usia mereka yang cukup banyak menyentuh usia sembilan ratus tahun lebih. Dimulai dari Adam dan Set, lantas berturut-turut ada Enos, Kenan, Yared, dan Metusalah yang menjadi manusia tertua berumur sembilan ratus enam puluh sembilan tahun.


Menariknya, di antara nama-nama yang tertulis pada Kejadian 5, kecuali Henokh yang dicatat tidak mengalami kematian karena diangkat oleh Allah pada usia 365 tahun (ay. 23-24), pada akhir dari penyebutan usia mereka, ada pula catatan ... lalu ia mati. Artinya, selama apa pun usia mereka di dunia, ada satu titik di mana maut, sebagai akibat dari dosa, tak bisa mereka hindari. Inilah sisi ketidakberdayaan manusia yang masih berlaku sampai hari ini. Kondisi yang dapat menjadi pengingat yang baik akan kehidupan manusia yang fana, di mana cepat atau lambat kematian akan datang menjemput.


Itulah sebabnya, nasihat Pengkhotbah mengenai hikmat di rumah duka terlihat masih sangat relevan sepanjang zaman, yang sebaiknya diperhatikan oleh setiap orang yang hidup. Menurut Pengkhotbah, pergi ke rumah duka lebih baik daripada ke rumah pesta (Pkh 7:2), karena di sanalah setiap orang bisa diingatkan akan kesudahan "durasi kehidupan" yang cepat atau lambat akan mencapai klimaks lalu seseorang akan kembali ke Sang Pencipta. --GHJ/www.renunganharian.net


SETIAP MANUSIA AKAN MENEMUI TITIK AKHIR HIDUPNYA, TETAPI ORANG BERHIKMAT TAHU CARA MEMAKSIMALKAN HIDUP YANG TUHAN BERI.

Jumat, 29 Maret 2024

Terhina


Bacaan: MATIUS 20:20-28


"Sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28)


Banyak orang memiliki prinsip "pantang dihina". Mereka umumnya memiliki pengalaman menyakitkan karena terhina secara ekonomi, sosial, atau fisik. Sebagian orang lalu berupaya sekeras-kerasnya untuk mendaki tangga sosial agar dapat naik ke kelas yang lebih tinggi dan terhormat. Namun, prinsip itu menjadikan mereka pribadi yang mudah tersinggung.


Pada zaman Yesus, para murid-Nya turut mengalami kenaikan kelas sosial secara tidak terduga. Yesus sedemikian populer, dikagumi, dan dipuja banyak orang. Murid-Nya pun ikut menjadi tenar. Dengan kuasa mukjizat Yesus, tentu dengan mudah Ia dapat menumbangkan setiap musuh-Nya. Tampaknya tak lama lagi Yesus akan menjadi pahlawan Yahudi dengan mematahkan penjajahan Romawi. Itu sebabnya ibunda Yakobus dan Yohanes memohon agar Yesus mendudukkan anak-anaknya di takhta mulia-Nya kelak. Di luar dugaan, Yesus mengemukakan prinsip untuk menjadi mulia, namun berkebalikan secara total dengan imajinasi para murid.


Tak lama setelah peristiwa itu, Yesus menerima penghinaan yang paling keji. Ia difitnah, ditampar, diludahi, dicambuk dan ditancapkan mahkota berduri, dipaksa memikul kayu salib, ditelanjangi, serta dibunuh dengan cara yang sama dengan hukuman yang ditimpakan ke atas para penjahat besar. Tetapi Yesus menjalani semuanya itu dengan rela. Tanpa penolakan, apalagi ketersinggungan. Itu karena Dia menjadikan diri-Nya pelayan bagi semua orang. Cawan pahit kehinaan selaku pengikut Kristus itu pula yang harus diminum oleh setiap orang yang percaya. --HEM/www.renunganharian.net


KITA HARUS BERSABAR DAN BERSIKAP MENGAMPUNI KETIKA DIHINA KARENA KITA ADALAH PENGIKUT YESUS KRISTUS.

Kamis, 28 Maret 2024

Temani Aku 


Bacaan: Markus 14:32-42 


Umumnya, ketika kita mengalami pergumulan, kita mencari teman yang mau ada bersama kita. Dia tidak perlu banyak berbicara karena yang kita butuhkan bukan ceramah, melainkan afirmasi bahwa kita diterima dan dihargai.


Mungkin itulah yang dirasakan oleh Yesus. Di puncak beban berat karena penganiayaan yang akan diderita, Yesus membutuhkan teman. Ia hendak berdoa dan mencurahkan isi hati-Nya kepada Sang Bapa (32). Namun, Ia juga membutuhkan kehadiran murid-murid-Nya. Kehadiran para murid terdekat-Nya untuk turut berjaga dan berdoa menjadi sangat berarti bagi Yesus saat itu. Itulah sebabnya, Dia mengajak Petrus, Yakobus, dan Yohanes untuk menemani-Nya (33-34).


Kita sebagai manusia biasa juga senantiasa membutuhkan teman. Ada waktu-waktu tertentu dalam hidup yang tak dapat kita jalani sendirian. Ada kalanya hidup terasa berat dan kita ingin berhenti saja. Pada saat seperti itu, kehadiran teman menjadi sangat penting. Kita memerlukan seseorang berada di dekat kita atau bersama kita, sehingga kita tidak merasa sendirian. Jangan ragu mencari teman. Jangan ragu meminta pertolongan seseorang untuk menemani. Tak perlu kita takut terlihat lemah karena mencari pertolongan. Manusia tak selamanya kuat.


Pada saat yang sama, tak perlu kita ragu untuk menjadi teman bagi sesama. Ada waktunya kehadiran kita dibutuhkan oleh orang lain. Jangan sampai kita menjadi egois dengan enggan menemani sesama. Tak perlu kita pandai menasihati, sebab sering kali yang lebih dibutuhkan adalah kehadiran dan doa kita bersamanya.


Dalam puncak pergumulan berat-Nya, Yesus tak ragu meminta murid-murid-Nya untuk menemani Dia. Betapa berharganya kehadiran seorang teman untuk bertahan di tengah masa penderitaan berat.


Jangan abaikan kebutuhan kita untuk ditemani. Juga janganlah kita menghindari permintaan sesama kita ketika orang itu membutuhkan kita untuk menemaninya. Tuhan hadir melalui seseorang yang bersedia menjadi teman bagi sesamanya. Kiranya orang itu adalah kita semua. [KRS]


Sumber: Santapan Harian

Rabu, 27 Maret 2024

Mesias yang Mengasihi Tanpa Batas


Bacaan Alkitab hari ini:

Markus 14:10-21


Yesus Kristus, Sang Mesias itu, telah tahu bahwa Ia akan dikhianati oleh salah seorang murid-Nya, yaitu Yudas Iskariot. Yudas telah berjanji kepada para imam kepala bahwa ia akan menyerahkan Yesus Kristus kepada mereka dengan imbalan tiga puluh uang perak (lihat Matius 26:15). Kemungkinan, tiga puluh uang perak ini setara dengan tiga puluh syikal yang merupakan harga bagi seorang budak. (bandingkan dengan Keluaran 21:32). Bukankah harga yang disepakati oleh Yudas Iskariot dan para imam kepala itu terlalu murah?


Bayangkanlah bahwa Anda hadir dalam Perjamuan Paskah terakhir sebelum Yesus Kristus disalibkan! Menurut Anda, bagaimana perasaan Tuhan Yesus saat duduk makan bersama-sama para murid-Nya, termasuk Yudas? Saat Tuhan Yesus mengatakan bahwa salah seorang murid-Nya akan berkhianat dan menyerahkan Dia, bagaimana perasaan Tuhan Yesus? Mengapa murid-murid Tuhan Yesus tidak curiga bahwa Yudas-lah murid pengkhianat yang dimaksud oleh Tuhan Yesus? Jawaban atas pertanyaan terakhir adalah bahwa sikap Tuhan Yesus terhadap Yudas Iskariot tidak berubah. Pandangan-Nya dan seluruh sikap-Nya memperlihatkan bahwa Sang Mesias itu tetap mengasihi Yudas Iskariot! Yudas Iskariot itu bagaikan perwakilan dari manusia berdosa. Sebagaimana Tuhan Yesus mengasihi Yudas Iskariot, demikian pula Tuhan Yesus mengasihi orang berdosa, seberapa besarnya pun dosa orang itu. Kisah menyedihkan tentang Sang Mesias yang dikhianati itu sekaligus merupakan kisah yang menghibur karena kisah itu memperlihatkan kasih Tuhan Yesus yang luar biasa, yang membuat Ia rela menyerahkan diri-Nya untuk mati di kayu salib bagi manusia berdosa! Kita harus menyadari bahwa alasan satu-satunya yang membuat  Yesus Kristus rela mati untuk menebus dosa manusia berkaitan dengan Dia, yaitu karena Ia mengasihi umat manusia, bukan berkaitan dengan keberadaan diri kita. Tidak ada kebaikan dalam diri kita yang membuat Kristus bersedia mati bagi kita!


Saat Tuhan Yesus mengumumkan bahwa salah seorang murid-Nya akan berkhianat, seharusnya Yudas Iskariot melakukan introspeksi diri dan bertobat. Sayangnya, dia mengeraskan hati dan meneruskan rencana pengkhianatannya. Sikap Yudas Iskariot itu sangat disayangkan. Saat ini, bacaan Alkitab yang kita renungkan hari ini merupakan undangan bagi orang berdosa—apa pun dosa yang pernah Anda lakukan—untuk bertobat dan memohon pengampunan kepada Tuhan Yesus! Apakah Anda pernah datang kepada Tuhan Yesus untuk mengaku dosa dan memohon pengampunan-Nya? Bila Anda belum menerima pengampunan dosa, sekaranglah waktu untuk datang kepada Kristus! [GI Purnama]


Sumber: Renungan GKY

Selasa, 26 Maret 2024

APA BAGIANKU?

[[Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama. ]] (Kisah Para Rasul 2:44)

Pemimpin di tempat saya bekerja memberikan pengarahan agar kami ikut menjaga kebersihan lingkungan. Sampah sekecil apa pun yang kami temukan harus kami pungut dan buang ke tempat sampah. Siang harinya seorang rekan menghampiri saya. Sambil bersungut-sungut ia mengatakan bahwa ia keberatan dengan anjuran pemimpin kami itu karena memungut dan membuang sampah bukan menjadi bagian tugasnya. Itu tugas cleaning service , “Nanti petugas kebersihan di kantor ini menjadi malas,” tambahnya. Saya terbengong-bengong mendengar perkataannya.

Belajarlah dari cara hidup jemaat mula-mula. Mereka bersatu melakukan segala hal untuk mendukung satu sama lain. Mereka bahkan rela menjual harta benda mereka untuk digunakan bersama-sama. Setiap orang ambil bagian dalam persekutuan “dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing” (Kisah Para Rasul 2:45).

Persekutuan tidak hanya ada di dalam gereja. Di dalam lingkungan pekerjaan pun terdapat persekutuan. Kekristenan adalah sebuah gaya hidup sehingga di mana pun kita berada, apa pun yang sedang kita kerjakan, sesungguhnya kita sedang melayani Tuhan. Ketika kita bekerja bersama-sama, kita tidak sedang bekerja untuk seorang pemimpin, tetapi sedang memuliakan Tuhan. Dan, memuliakan Tuhan berarti memberikan yang terbaik dalam kehidupan kita sampai pada hal-hal yang terkecil dan paling sederhana seperti memungut sampah, yang kita anggap bukan tugas kita (Sri Hartini).

Sumber: Amsal Hari Ini

Senin, 25 Maret 2024

Menilai Adat istiadat


Bacaan Alkitab hari ini:

Markus 7:1-23


Sebagian adat istiadat bersifat netral, tetapi kita perlu waspada terhadap adat istiadat yang bertentangan dengan iman Kristen. Masalah mencuci tangan sebelum makan merupakan kebiasaan yang baik. Akan tetapi, kebiasaan ini menjadi sumber masalah bila dianggap sebagai standar kerohanian. 


Dalam bacaan Alkitab hari ini, orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat memprotes murid-murid Tuhan Yesus yang makan tanpa mencuci tangan lebih dahulu. Bagi mereka, sikap tidak mencuci tangan sebelum makan itu membuat murid-murid Tuhan Yesus menjadi najis dan harus dikucilkan dari pergaulan dalam masyarakat Yahudi. Tuhan Yesus mencela sikap orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat yang berlebihan itu. Tuhan Yesus mengatakan bahwa mereka seharusnya mengutamakan ketaatan terhadap perintah Allah yang sudah jelas seperti masalah menghormati orang tua.


Kebiasaan mencuci tangan sebelum makan—walaupun kebiasaan itu baik—tidak perlu dilebih-lebihkan dan tidak boleh dijadikan sebagai standar kerohanian. Bagi Tuhan Yesus, tidak mencuci tangan hanyalah masalah sepele yang tidak membuat seseorang menjadi najis. Bagi Tuhan Yesus, yang lebih penting daripada mencuci tangan adalah membersihkan hati dari pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinaan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, dan kebebalan (7:20-23).


Pada masa kini, masih ada orang Kristen yang menilai kerohanian seseorang dari penampilannya. Misalnya, bagi sebagian orang, orang Kristen yang terhormat adalah orang yang selalu berpenampilan rapi, memakai sepatu, tidak berbau, dan berbagai ketentuan lain yang didasarkan pada penampilan luar. Perlu disadari bahwa berpenampilan rapi dan bersih serta tidak berbau adalah hal yang baik. Akan tetapi, hal-hal yang berkaitan dengan penampilan luar itu tidak boleh menjadi standar kerohanian. Orang miskin yang penampilannya buruk bukanlah orang yang perlu disingkirkan atau dikucilkan. Sebaliknya, kesucian hidup, relasi yang baik dengan Allah, hati yang senang menolong merupakan hal-hal yang penting untuk dijaga oleh setiap orang percaya. Kebaikan hati dan iman kepada Allah seharusnya menjadi standar yang lebih penting daripada masalah penampilan. Ingatlah bahwa penampilan yang baik kadang-kadang bisa merupakan upaya untuk menutupi kebiasaan berdosa. 


Apakah Anda telah membiasakan diri untuk bersikap kritis terhadap hal-hal yang berlangsung di sekitar Anda? 


Bagaimana standar Anda dalam menilai kerohanian sesama dan diri Anda sendiri: Apakah Anda menilai berdasarkan penampilan atau Anda menilai berdasarkan kebaikan hati dan iman kepada Allah? [GI Purnama]


Sumber: Renungan GEMA

Minggu, 24 Maret 2024

Penuh di Dalam Kasih Tuhan

Ayat Renungan:
Lukas 10: 27, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”

Lukas 12: 7, “…bahkan rambut kepalamu pun terhitung semuanya. Karena itu jangan takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit.”
 
Saat pertama kali jatuh cinta pada Tuhan, hati kita diliputi sukacita dan kerinduan untuk terus dekat dengan-Nya. Alkitab menjadi bacaan favorit, setiap momen terasa indah untuk berdoa dan memuji Dia. Kita tak segan membagikan kasih-Nya kepada sesama, bahkan di tengah pencobaan iman pun, kasih itu menjadi kekuatan yang memampukan kita untuk tetap teguh.

Namun, seiring waktu, bara kasih itu mulai meredup. Cobaan hidup dan kekecewaan dari orang lain mulai mengurangi kasih kita kepada Tuhan dan sesama. Kita mulai mempertanyakan kasih-Nya dan membiarkan kebencian berkuasa atas hati kita.
Ingatlah, Tuhan tak pernah berubah. Dialah sumber kasih yang kekal, yang selalu mengasihi kita tanpa syarat. Ia tahu berapa banyak rambut di kepala kita (Lukas 12:7), dan Ia rindu agar kita terus membara dalam kasih-Nya.
Masalahnya terletak pada diri kita. Kita yang menjauh dari Dia, terlena dalam kesibukan dan godaan dunia. Iblis pun memanfaatkan celah ini, membisikkan keraguan dan kebohongan tentang kasih Tuhan.

Saatnya bangkit dan membakar kembali bara kasih dengan cara:
- Membangun hubungan yang konsisten dengan Tuhan. Luangkan waktu setiap hari untuk berdoa, membaca firman-Nya, dan merenungkan kasih-Nya.

- Meneladani kasih Yesus. Dia rela mati untuk menebus dosa kita. Kasih-Nya yang tanpa pamrih adalah teladan sempurna untuk kita.

- Membuka hati untuk sesama. Terimalah mereka dengan penuh kasih.

Hari ini, mari memeriksa diri kita, apakah kita sedang kekurangan iman dan berubah sikap kepada Tuhan? Apakah kita masih memandang sesama melalui kasih Tuhan? Satu-satunya cara untuk kembali penuh di dalam kasih-Nya adalah dengan membangun hubungan yang konsisten setiap hari melalui doa dan membaca firman-Nya.
 
Ayat Hafalan: Roma 12: 11, "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan."

Sumber: Jawaban.com

Sabtu, 23 Maret 2024

KEBAIKAN TAK TERDUGA


Bacaan: 1 Samuel 26:1-26


NATS: Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! (Roma 12:20)


Seorang utusan Injil sedang mengajarkan kebaikan kepada sekelas gadis-gadis kecil. Ia menceritakan kepada mereka tentang Yesus yang mengatakan bahwa seseorang yang memberikan secangkir air di dalam nama-Nya “tidak akan kehilangan upahnya” (Markus 9:41).


Hari berikutnya, utusan Injil itu mengamati sekelompok laki-laki yang tampak letih berjalan menuju alun-alun. Mereka menurunkan ransel mereka yang berat, dan duduk untuk beristirahat sejenak. Beberapa menit kemudian, tampaklah beberapa gadis kecil yang dengan malu-malu mendekati orang-orang yang terkejut itu dan memberi mereka semua minum. Kemudian mereka lari menghampiri si utusan Injil. “Guru!” teriak mereka, “kami memberi orang-orang itu minuman dalam nama Yesus.”


Walaupun Markus 9:41 terutama diterapkan untuk menunjukkan kebaikan kepada orang-orang yang percaya di dalam Kristus, kita tahu bahwa kita harus “berbuat baik kepada semua orang” (Galatia 6:10) dan bahkan memberi musuh kita minum (Roma 12:20).


Dalam bacaan Alkitab hari ini, Daud mempunyai kesempatan untuk membalas dendam kepada Raja Saul (1 Samuel 26:9). Tetapi karena Daud menyembah Allah, ia menunjukkan kebaikan kepada raja itu.


Menunjukkan kebaikan yang tak terduga kepada orang asing atau musuh kita memang tidak selalu akan mengubah hati mereka. Namun cepat atau lambat, seseorang akan bertanya-tanya mengapa kita berbuat kebaikan, dan kita akan memiliki kesempatan untuk menceritakan Tuhan kita yang baik, bahkan terhadap para musuh-Nya (Roma 5:10) --Herb Vander Lugt


SATU PERBUATAN BAIK MENGAJARKAN LEBIH BANYAK

TENTANG KASIH ALLAH DARIPADA BANYAK NASIHAT


Sumber: Renungan Harian

Jumat, 22 Maret 2024

IKUT MENDERITA


Bacaan: Ayub 16:1-5


NATS: Menangislah dengan orang yang menangis (Roma 12:15)


Dari cara teman-teman Ayub berusaha menghiburnya, kita mempelajari prinsip dasar tentang menghibur sesama yang sedang dalam penderitaan: kemampuan seorang penghibur untuk membantu tidak tergantung pada bakatnya berkata-kata, tetapi pada bagaimana ia mau bersimpati dengan orang yang menderita. Pengertian semacam itulah yang diharapkan Ayub saat teman-temannya berusaha menasihati dia.


Dr. Paul Brand mengungkapkan kebenaran ini dengan indah dalam bukunya Fearfully and Wonderfully Made. Ia menulis: "Ketika saya menanyai para pasien dan keluarga mereka: ‘Siapakah yang dapat menolong Anda dalam menghadapi penderitaan ini?’ Saya mendapatkan jawaban yang aneh. Orang yang digambarkan justru pribadi yang tidak luwes berbicara, yang tidak berkepribadian menarik, ataupun riang gembira. Orang yang diharapkan justru adalah orang yang pendiam, penuh pengertian, yang lebih banyak mendengarkan daripada berbicara, yang tidak menghakimi atau bahkan memberi banyak nasihat. ‘Seseorang yang sabar.’ ‘Seseorang yang ada ketika saya membutuhkannya.’ ‘Tangan yang mau digenggam.’ ‘Pelukan yang penuh pengertian.’ ‘Seseorang yang mau berbagi rasa.’"


Kadang-kadang ketika kita berusaha keras mengatakan hal yang tepat untuk orang yang hendak kita hibur, kita lupa bahwa bahasa perasaan dapat berbicara jauh lebih banyak daripada kata-kata. Ada kalanya hal terbaik yang dapat kita lakukan ialah "menangis dengan orang yang menangis" (Roma 12:15).


Menolong sesama yang ada dalam kesukaran dimulai ketika kita ikut merasakan penderitaan mereka (2 Korintus 1:3,4) -MRD II


SIMPATI ADALAH

DUA HATI YANG MENANGGUNG SATU BEBAN


Sumber: Renungan Harian

Kamis, 21 Maret 2024

Mengarahkan kepada Allah


Bacaan: ULANGAN 9:4-5


Janganlah engkau berkata dalam hatimu, apabila Tuhan, Allahmu, telah mengusir mereka dari hadapanmu: Karena kebenarankulah Tuhan membawa aku masuk menduduki negeri ini; padahal karena kefasikan bangsa-bangsa itulah Tuhan menghalau mereka dari hadapanmu. (Ulangan 9:4)


Ketika kita dapat mencapai suatu prestasi tertentu, maka kita akan merasakan suatu kebanggaan tersendiri. Tetapi alangkah baiknya apabila kita tidak terlena dalam kebanggaan, dan tetap waspada. Karena sering kali kebahagiaan yang berlebihan atas sebuah prestasi itu mengaburkan diri kita, sehingga dapat membuat kita angkuh dan lupa akan siapa diri kita.


Ketika akan memasuki Kanaan, Musa memperingatkan bangsa Israel untuk tidak membanggakan diri mereka bahwa oleh karena jasa dan kebenaran hati merekalah maka mereka dapat menduduki Kanaan. Apabila mereka berbuat demikian maka sama saja dengan membuat fasik diri mereka sendiri. Dalam kefasikan itu, mereka akan menghitung semua kebaikan yang telah mereka lakukan, meminta penghargaan atas kebaikan mereka, sehingga menjadi angkuh karena merasa telah berbuat banyak hal. Kefasikan itulah yang tidak disukai oleh Allah, dan Allah sendirilah yang menghalau bangsa-bangsa yang menduduki Kanaan karena kefasikan mereka. Artinya, perbuatan baik haruslah dilakukan atas dasar kebaikan itu sendiri, juga atas dasar ketaatan kepada Allah. Dengan dasar itulah maka Allah akan memberikan berkat-Nya dengan menepati janji-Nya.


Hanya karena Allah sajalah maka kita mampu mencapai sesuatu, dan kepada Allah sajalah kita mengarahkan hidup kita. Oleh karena itu, maka kita harus melakukan segala sesuatu dengan ketulusan hati, sebagai wujud ketaatan kita kepada Allah. --ZDP/www.renunganharian.net


BERBUAT BAIKLAH KARENA KEBAIKAN ITU SENDIRI, 

BUKAN DEMI KEHORMATAN DIRI SENDIRI.

Rabu, 20 Maret 2024

Hati untuk Kristus


Karena dari hati timbul segala pikiran jahat . . . Itulah yang menajiskan orang. –Matius 15:19-20


Ayat Bacaan & Wawasan :

Matius 15:7-20


Asalkan kamu diam saja dan tidak mengatakan apa-apa, kamu tidak akan berbuat salah, kata saya kepada diri sendiri. Saya sedang menahan diri untuk tidak marah terhadap seorang rekan kerja setelah salah menafsirkan ucapannya. Namun, mengingat kami harus bertemu setiap hari, saya memutuskan untuk berbicara seperlunya saja (dan membalas dengan mendiamkannya). Mana mungkin mendiamkan seseorang itu tindakan yang salah?


Yesus berkata bahwa dosa dimulai dari dalam hati (Mat. 15:18-20). Sikap diam saya mungkin dapat membodohi orang yang mengira bahwa semuanya baik-baik saja, tetapi Allah tidak dapat ditipu. Dia tahu bahwa saya menyembunyikan hati yang dipenuhi amarah. Saya menjadi seperti orang Farisi yang memuliakan Allah dengan bibir, tetapi yang hatinya jauh dari Dia (ay. 8). Meski dari luar saya tidak menunjukkan perasaan yang sebenarnya, kepahitan masih membara dalam diri saya. Sukacita dan kedekatan yang selalu saya rasakan dengan Bapa Surgawi lenyap karena saya masih menyimpan dan menyembunyikan dosa dalam hati.


Oleh kemurahan Allah, akhirnya saya memberi tahu rekan saya tentang perasaan saya dan meminta maaf kepadanya. Dengan murah hati ia memaafkan saya, dan akhirnya, kami pun berteman baik. “Karena dari hati timbul segala pikiran jahat,” kata Yesus (ay. 19). Keadaan hati kita sangat penting untuk dijaga karena kejahatan yang timbul di dalamnya dapat meluap ke bagian-bagian lain dari hidup kita. Sikap hati dan perilaku kita sama-sama penting.


Oleh:  Karen Huang


Renungkan dan Doakan

Yesus berkata bahwa dosa di dalam hati itu menajiskan kita. “Pikiran jahat” apa saja yang masih menajiskan hati Anda? Bagaimana Anda menyerahkan masalah ini dalam doa?


Allah penuh kasih, ampunilah dosa-dosa yang selama ini masih kusimpan di dalam hatiku. Aku ingin hatiku berkenan di hadapan-Mu. Tolonglah aku untuk berubah.


Sumber: Our Daily Bread

Selasa, 19 Maret 2024

KELUAR DAN MASUK


Bacaan: Bilangan 27:15-23


NATS: Atas titahnya mereka akan keluar dan atas titahnya mereka akan masuk (Bilangan 27:21)


Ungkapan “atas titahnya” digunakan dua kali dalam Bilangan 27:21 untuk menegaskan bagaimana Allah akan membimbing bangsa Israel. Yosua harus mengarahkan bangsa Israel untuk “keluar” dan “masuk”, sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah kepada Imam Eleazar.


Seberapa sering kita membuat keputusan untuk pergi ke suatu tempat atau melakukan sesuatu berdasarkan kesombongan, ambisi pribadi, atau hanya supaya tetap sibuk? Seberapa sering kita pergi hanya untuk menyenangkan hati seseorang yang menyuruh kita pergi, dan bukan karena ingin menyenangkan Tuhan? Ketika kita “keluar” untuk mengejar keinginan-keinginan kita sendiri, dan tidak mengikuti pimpinan Allah, kita akan frustrasi dengan usaha-usaha kita, sehingga semua itu menjadi sia-sia dan mengecewakan.


Namun jika kita keluar atas anjuran dan petunjuk Tuhan, “atas titah-Nya”, maka Dia bertanggung jawab atas hasilnya. Disadari atau tidak, yang kita hasilkan adalah pekerjaan yang menghasilkan buah.


Waktu untuk “masuk” juga diatur oleh Tuhan. Ada waktu untuk mundur dari segala aktivitas dan meluangkan waktu untuk berdoa, mengisi hati kita dengan firman-Nya, serta mengistirahatkan tubuh kita.


Kita harus datang setiap hari di hadapan Imam Besar kita, Tuhan Yesus, dan menerima perintah-Nya. Jika kita menundukkan kepala di hadapan-Nya dan memohon pimpinan dari-Nya, Dia akan membantu kita untuk mengetahui apa yang harus dilakukan dan kapan waktu yang tepat untuk melakukannya --David Roper


ANDA TIDAK MUNGKIN SALAH JALAN JIKA MENGIKUTI PIMPINAN ALLAH


Sumber: Renungan Harian

Senin, 18 Maret 2024

Curahkan Semua kepada Tuhan

Bacaan Hari ini:
Ratapan 3:4-6, 8 “ Ia menyusutkan dagingku dan kulitku, tulang-tulangku dipatahkan-Nya. Ia mendirikan tembok sekelilingku, mengelilingi aku dengan kesedihan dan kesusahan. Ia menempatkan aku di dalam gelap seperti orang yang sudah lama mati. Walaupun aku memanggil-manggil dan berteriak minta tolong, tak didengarkan-Nya doaku. 

Kita semua pernah melewati satu masa di mana hidup kita tampak berantakan. Kita kehilangan pekerjaan. Hubungan kita dengan seseorang rusak. Seseorang yang kita kasihi meninggal. Kesehatan kita kian memburuk.

Pada waktu itu, kita tergoda untuk berpikir bahwa Tuhan telah meninggalkan kita—padahal sebenarnya tidak.

Nabi Yeremia juga mengalami hal yang sama ketika ia menulis kitab Ratapan. Negaranya, Yehuda, saat itu tengah mengalami kemerosotan ekonomi dan diteror oleh musuh asing. Dia menyaksikan tindakan-tindakan tidak berperikemanusiaan yang dilakukan terhadap rakyatnya. Orang-orang kehilangan pekerjaan dan mati kelaparan.

Dari mana Yeremia harus memulai? Ia menumpahkan perasaannya kepada Tuhan: “Ia (Tuhan) menyusutkan dagingku dan kulitku, tulang-tulangku dipatahkan-Nya. Ia mendirikan tembok sekelilingku, mengelilingi aku dengan kesedihan dan kesusahan. Ia menempatkan aku di dalam gelap seperti orang yang sudah lama mati. Walaupun aku memanggil-manggil dan berteriak minta tolong, tak didengarkan-Nya doaku” (Ratapan 3:4-6, 8).

Yeremia merasa Tuhan telah melupakannya. Namun, Yeremia tidak pernah tidak mengabaikan apa yang dia rasakan. Dia tidak menutup-nutupi keadaan. Dia menceritakan kepada Tuhan apa yang ada di dalam hatinya. Bahkan, Yeremia menghabiskan lima pasal untuk menceritakan kepada Tuhan apa pendapatnya tentang situasi tersebut. Dia berkata kepada Tuhan, “Ini tidak benar!"

Mengapa Tuhan memasukkan ayat seperti itu ke dalam Alkitab? Dia ingin Anda tahu bahwa Dia bisa mengatasi kemarahan Anda, keluhan Anda, dan kesedihan Anda. Yeremia menghabiskan seluruh kitab dalam Alkitab untuk melontarkan semangat. Jika Tuhan cukup besar untuk mengatasi kepedihan Yeremia, maka Dia juga cukup besar untuk mengatasi kepedihan Anda.

Jika Anda menelan emosi, Anda hanya akan menyakiti diri sendiri! Sebaliknya, curahkanlah emosi Anda pada Tuhan.

Saat anak-anak saya masih kecil, mereka sering mengamuk, tapi hal itu tidak membuat saya semakin kurang menyayangi mereka. Hal itu mengingatkan saya bahwa anak-anak saya belum dewasa. Mereka tidak tahu apa yang saya tahu. Begitu juga, Tuhan tidak akan mengurangi kasih-Nya ketika Anda mengamuk. Dia tidak utang penjelasan pada Anda, tapi Dia tidak pernah takut dengan apa yang hendak Anda katakan. 

Jadi, beri tahu Tuhan semua perasaan Anda.

Renungkan hal ini: 
- Apa yang sedang terjadi dalam hidup Anda sehingga selama ini Anda takut untuk memberi tahu Tuhan akan hal itu?
- Mengapa terkadang sulit untuk jujur kepada Tuhan tentang pergumulan Anda?
- Cobalah menulis surat kepada Tuhan tentang pergumulan Anda. Apa manfaatnya menuliskan kata-kata itu di atas kertas? Apa yang lebih mudah Anda katakan kepada Tuhan melalui tulisan, daripada berbicara? 

Kejujuran dan kerendahan hati Anda pada Tuhan akan jadi awal dari kesembuhan Anda.

(Diterjemahkan dari Daily Devotional by Rick Warren)

Minggu, 17 Maret 2024

Waspada Dengan Kondisi Imanmu!


Wahyu 3: 15-19, "Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku. Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang, maka Aku menasihatkan engkau, supaya engkau membeli dari pada-Ku emas yang telah dimurnikan dalam api, agar engkau menjadi kaya, dan juga pakaian putih, supaya engkau memakainya, agar jangan kelihatan ketelanjanganmu yang memalukan; dan lagi minyak untuk melumas matamu, supaya engkau dapat melihat. Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah!"


Pernahkah kita merasa bahwa kehidupan rohani kita sedang suam-suam kuku? Tidak panas dan juga tidak dingin! Kita seperti sedang berjalan tanpa arah dan tanpa semangat. Berhati-hatilah karena jika kita membiarkannya maka iman kita akan perlahan-lahan redup dan menjadi mati. 


Tuhan sendiri memanggil kita, orang-orang percaya untuk menjaga api iman kita terus menyala. Bagaimana cara? Sangat mudah! Seperti disampaikan dalam Wahyu 3: 17-18, "Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang, maka Aku menasihatkan engkau, supaya engkau membeli dari pada-Ku emas yang telah dimurnikan dalam api, agar engkau menjadi kaya, dan juga pakaian putih, supaya engkau memakainya, agar jangan kelihatan ketelanjanganmu yang memalukan; dan lagi minyak untuk melumas matamu, supaya engkau dapat melihat."


Bagaimana kita bisa menjadi orang-orang percaya yang selalu penuh dengan api Tuhan? Mari melakukan lima langkah ini:


Pertama, akui kelemahan kita. Kita harus berani mengakui bahwa kita adalah manusia lemah. Tidak perlu malu. Sama seperti belajar mengendarai sepeda, pasti ada masa-masa sulit. Yang penting, kita mau bangkit dan terus belajar.


Kedua, selalu mencari Tuhan. Sisihkan waktu untuk membaca Alkitab, berdoa, dan menyembah. Seperti berbicara dengan seorang sahabat, sampaikan segala isi hati kita dan dengarkanlah apa yang Tuhan ingin sampaikan untuk kita lakukan.


Ketiga, bergabunglah dengan komunitas orang percaya. Cari komunitas yang dapat membantu pertumbuhan iman kita, bisa di lingkungan gereja atau di persekutuan di luar gereja. Orang-orang percaya lainnya bisa menjadi sumber pendukung atas hidup kita.


Keempat, lakukan perbuatan baik. Tidak perlu harus melakukan hal-hal yang besar. Mulailah dengan membangtu tetangga yang membutuhkan, tersenyum pada orang-orang yang kita temui, atau membantu teman yang sedang kesulitan. Hal-hal kecil yang dilakukan dengan tulus akan menumbuhkan api iman di dalam diri kita.


Kelima, teruslah belajar dan bertumbuh. Iman seperti sebuah tanaman yang butuh air dan pupuk supaya bisa terus bertumbuh. Kita bisa belajar dari banyak sumber, bisa melalui seminar, membaca buku-buku Kristen, atau menggali Alkitab bersama teman-teman di persekutuan kita. 


Mari merenungkan Lukas 9:23, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku." Jadi mari memenuhi panggilan ini dengan menjadi orang-orang percaya yang penuh di dalam iman. Sehingga apapun yang kita lakukan di dalam hidup kita semuanya bertujuan untuk memuliakan Tuhan!

 

Action: Ambil satu langkah sederhana yang bisa kamu lakukan setiap hari untuk menumbuhkan imanmu. Jika kamu tidak bisa melakukannya sendiri, cobalah untuk membuat tantangan bersama pasangan, teman atau rekan kerjamu.


Ayat Hafalan:  Roma 12: 11, "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." 

   

Sumber: Jawaban.com 


Sabtu, 16 Maret 2024

KEKUATAN UNTUK HARI INI


Bacaan: Filipi 4:8-13


NATS: Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku (Filipi 4:13)


Kebanyakan orang memiliki kalender atau buku agenda untuk mencatat detail pekerjaan yang akan dilakukan. Seorang kawan kristiani saya menggunakan agendanya dengan cara berbeda. Ia hanya mencatat kegiatan-kegiatan utama setelah semuanya dilaksanakan.


Inilah yang dilakukannya: Setiap pagi ia berdoa, “Tuhan, aku akan melakukan segalanya dengan kekuatan-Mu semata. Pakailah diriku sesuai kehendak-Mu.” Kemudian, setiap kali ia berhasil menyelesaikan suatu pekerjaan yang luar biasa atau sulit, malamnya ia mencatat di dalam buku hariannya.


Contohnya, ia menulis, “Hari ini saya dimampukan untuk membagikan kesaksian dengan seorang kawan.” “Hari ini Allah memampukan saya untuk mengatasi ketakutan saya melalui iman.” “Hari ini saya dimampukan untuk menolong dan menyemangati seseorang yang sedang dirundung masalah.”


Kawan saya menggunakan istilah dimampukan karena ia menyadari bahwa ia tidak dapat melakukan semua itu tanpa pertolongan Allah. Dengan setiap kali menulis kata “dimampukan”, ia memberikan segala kemuliaan bagi Allah. Dengan terus-menerus bersandar pada kekuatan Allah, ia dapat bersaksi bersama Rasul Paulus, “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku” (Filipi 4:13).


Saat Anda memasuki setiap hari baru, mohonlah supaya Allah menguatkan dan memakai Anda. Anda dapat merasa yakin bahwa saat menengok ke belakang, Anda akan memuji dan memuliakan Tuhan karena menyadari bahwa Dialah yang telah memampukan Anda untuk mengerjakan itu semua --Joanie Yoder


ALLAH SELALU MEMBERIKAN KEKUATAN YANG CUKUP

UNTUK LANGKAH SELANJUTNYA


Sumber: Renungan Harian