Jumat, 31 Mei 2024

Kita Tak Berhak Menghakimi Orang Lain! 


Baca: Roma 2:1-16


"Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama." (Roma 2:1)


Orang yang suka menunjuk-nunjuk kesalahan orang lain atau menghakimi orang lain, tak menyadari bahwa sesungguhnya ketika ia sedang menunjuk, hanya satu jari saja yang tertuju kepada orang lain, tapi empat jari lainnya menunjuk kepada dirinya sendiri. Siapakah kita ini sehingga kita berlaku seperti seorang hakim yang menjatuhkan vonis kepada orang lain?


Sebelum kita menghakimi orang lain, sebaiknya kita memeriksa diri sendiri terlebih dahulu: apakah kita ini sudah bersih dari kesalahan? Apakah kita ini sudah sempurna, tanpa cacat cela? Tidakkah kita malu pada diri sendiri, bila kesalahan yang kita perbuat ternyata jauh lebih besar dari orang yang sedang kita hakimi? Karena itu Tuhan memperingatkan, "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Matius 7:1-2).


Saat ini kita sedang hidup di zaman yang benar-benar mendekati akhir, di mana manusia cenderung mencintai dirinya sendiri: menjadi pemfitnah, tidak peduli agama, tidak tahu mengasihi, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, dan suka berkhianat (baca 2 Timotius 3:1-4). Orang mudah sekali terprovokasi, mudah menuduh atau menyalahkan orang lain; terbiasa mencari-cari kelemahan dan kekurangan orang lain; mudah sekali berkomentar, menghujat, menghina, memojokkan, merendahkan, membuka aib, mengorek-orek masa lalu orang lain dengan komentar atau cuitan-cuitan di media sosial.


Kita sering kali berlaku seolah-olah menjadi orang yang paling benar, paling suci, tiada tandingannya. Kita bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat (baca Yakobus 2:4). Firman Tuhan menegaskan, "Hanya ada satu Pembuat hukum dan Hakim, yaitu Dia yang berkuasa menyelamatkan dan membinasakan. Tetapi siapakah engkau, sehingga engkau mau menghakimi sesamamu manusia?" (Yakobus 4:12).


Kita tak luput dari kesalahan dan dosa, karena itu berhentilah menghakimi orang lain!


Sumber: Renungan Kristen

Kamis, 30 Mei 2024

MATI UNTUK HIDUP


Bacaan: Lukas 9:18-26


NATS: Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku (Lukas 9:23)


Salib pada zaman Romawi dirancang untuk kematian. Hanya untuk itu. Lalu apa maksud Yesus ketika Dia mengatakan bahwa siapa pun yang ingin mengikut Dia harus "memikul salibnya setiap hari" (Lukas 9:23)? Perkataan-Nya itu tidak berarti bahwa kita semua harus disalibkan secara jasmani. "Salib" yang Dia maksud adalah tindakan mematikan keinginan hati kita dan sikap penyerahan diri tanpa syarat pada kehendak Allah.


Kematian yang dimaksud di sini adalah penyangkalan terhadap keinginan kita akan rumah yang lebih besar, anak-anak yang lebih penurut, dan teman-teman yang selalu siap membantu. Kita juga diharapkan mampu menanggung beban ketika disalahpahami, dipermalukan, dan kehilangan harga diri, termasuk untuk mampu menerima berbagai situasi yang tidak bisa diubah. Utusan Injil dan penyair Amy Carmichael rupanya mengenal dengan baik apa itu kesengsaraan dan penderitaan. Oleh sebab itu ia menulis, "Dalam penerimaan ada kedamaian."


Yesus mengatakan bahwa kita harus memikul salib setiap hari. Ketika bangun setiap hari, hendaknya kita dengan ceria serta berani memikul beban kita, karena ada hal lain yang juga diberikan "setiap hari". Hal lain itu ialah kasih karunia-Nya yang senantiasa cukup setiap hari, sebab justru dalam kelemahan kitalah kuasa-Nya menjadi sempurna (2Korintus 12:9). Dia tidak akan pernah meninggalkan ataupun membiarkan kita (Ibrani 13:5). Dia berjanji bahwa melalui kematian rohani kita, Dia akan membuat kita lebih hidup daripada sebelumnya (1Korintus 15:53-57).


Sudahkah Anda mati untuk hidup? --David Roper


HATI YANG SIAP MENERIMA

AKAN MENEMUKAN KEDAMAIAN


Sumber: Renungan Harian

Rabu, 29 Mei 2024

DI MANA FOKUS SAYA?


Bacaan: Lukas 6:32-36


NATS: Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati (Lukas 6:36)


Ibu saya adalah seorang orangtua tunggal di Singapura. Ia mempekerjakan seorang pengasuh untuk menjaga kami, anak-anak, sewaktu ia bekerja. Beberapa tahun kemudian baru saya sadari bahwa si pengasuh sangat mempengaruhi pikiran dan tingkah laku saya. Dulu ia sering berkata, "Jika seseorang memperlakukanmu dengan baik, perlakukan mereka lebih baik dari perlakuan mereka terhadapmu; tetapi jika mereka memperlakukanmu dengan buruk, perlakukan mereka lebih buruk lagi!"


Lama saya tidak menyadari bahwa saya telah hidup menurut filsafat "saling membalas." Hal itu membuat saya selalu menghitung-hitung balasan terhadap kebaikan, dan memikirkan balas dendam terhadap keburukan.


Jadi ketika saya menjadi orang kristiani, sulit bagi saya untuk menuruti perintah Kitab Suci tentang bagaimana kita seharusnya memperlakukan orang lain. Saya tidak menyukai perintah "hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati" (Lukas 6:36) karena saya memiliki pusat perhatian yang salah. Saya selalu melihat apa yang telah dan akan orang lain lakukan terhadap saya, bukannya apa yang telah dan terus Allah lakukan bagi saya. Masalah saya yang sesungguhnya adalah melupakan betapa murah hatinya Allah kepada saya. Itu terlihat nyata dalam cara saya memperlakukan orang lain.


Kita semua harus ingat bahwa kita sebenarnya tidak layak mendapatkan kemurahan Allah. Karena itu, kita harus bermurah hati kepada orang lain, bagaimanapun perlakuan mereka terhadap kita -AL


KETIKA DISAKITI, JANGAN BALAS MENYAKITI, BALASLAH DENGAN KEBAIKAN


Sumber: Renungan Harian

Selasa, 28 Mei 2024

Komunitas Yang Berpusat Kepada Kristus


Bacaan: Kisah Para Rasul 2:41-47


Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa.- Kisah Para Rasul 2:42


Sebuah buku berjudul I Am a Church Member mengatakan demikian, “Banyak gereja lemah karena memiliki anggota yang menjungkirbalikkan arti dari keanggotaan gereja. Keanggotaan gereja kadang dipandang sama dengan keanggotaan dari sebuah klub hobi, bahkan dari sebuah supermarket. Dapat poin apa yah, dapat keuntungan apa yah?” Sayang sekali jika banyak orang Kristen kehilangan arti dari menjadi bagian dari sebuah komunitas orang percaya sehingga merasa tidak perlu untuk bertumbuh bersama- sama sebagai murid Kristus.


Ciri utama komunitas orang percaya adalah berpusat kepada Kristus. Ayat 42 mencatat, “Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa.” Perikop bacaan dibuka dengan jumlah orang percaya yang fantastis. Tiga ribu orang percaya baru, ditambah orang percaya gereja mula-mula sebanyak seratus dua puluh orang (Kis. 1:15). Jadi, totalnya 3.120 orang percaya. Perhatikan perikop sebelumnya. Mereka mendengarkan khotbah Petrus, menjadi percaya Yesus dan Roh Kudus hidup di dalam mereka. Catatan penting tentang cara hidup jemaat ini adalah mereka hidup dalam komunitas dan bertekun dalam pengajaran rasul-rasul. Para rasul bukan mengajarkan pemikiran mereka sendiri, melainkan firman Tuhan (pada saat itu baru ada Perjanjian Lama dan pengajaran Tuhan Yesus yang telah didengar oleh para rasul) yang bermuara kepada Kristus.


Kata “bertekun” berarti mereka secara berkelanjutan belajar tentang apa yang Kristus kehendaki. Gereja mula-mula menunjukkan bahwa orang percaya seharusnya memiliki kerinduan untuk tidak hanya memiliki hubungan yang biasa-biasa saja dengan Kristus, tetapi sungguh-sungguh, semakin hari semakin dalam.


Hendaklah ingat bahwa kita perlu saudara-saudara seiman untuk sama-sama hidup berpusat kepada Kristus. Kita tentu boleh makan ngopi bareng, jalan-jalan, nonton bareng, tetapi jangan lupakan kita adalah orang-orang percaya. Kita perlu bertumbuh bersama-sama dalam firman dan mengingat terus akan Injil Kristus. Melalui Care Group kita bukan hanya kumpul-kumpul tanpa arah yang jelas. Bukan berarti juga tidak membicarakan hal lain selain firman Tuhan. Yang terpenting adalah kita menghidupi firman di dalam komunitas, juga di dalam keseharian.


Refleksi Diri:

Mengapa Anda harus bertumbuh dalam komunitas orang percaya?


Apa yang mau Anda lakukan sebagai bagian dari komunitas orang percaya?


Sumber: Renungan GII Hok Im Tong

Senin, 27 Mei 2024

Menjangkau Tanpa Batas


Bacaan: Kisah Para Rasul 1:6-11


Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.”- Kisah Para Rasul 1:8


Jackie Chan pernah diwawancarai dan bercerita betapa terkejut dirinya saat melakukan pengambilan gambar di daerah terpencil Afrika. Anak-anak kecil di sana tahu kalau dirinya adalah Jackie Chan. Mereka memanggil Jackie dan memeragakan gaya tinju mabuknya. Ia berkata, “Afrika bisa kenal saya karena film. Kekuatan film itu luar biasa, bisa menjangkau sampai di sini.” Jika banyak sekali orang mengenal siapa Jackie Chan, bagaimana dengan Kristus?


Perhatikan bagian kedua ayat emas, “… kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem, seluruh Yudea, Samaria dan sampai ke ujung bumi.” Ini berbicara soal teritorial. Kuasa Roh Kudus memampukan para murid menjangkau daerah-daerah bahkan sampai ke ujung bumi. Bukan terpatok pada satu tempat, bukan pula di area lokal, melainkan wilayah universal. Roh Kudus bekerja bukan hanya di dalam gereja, tetapi di wilayah tak terbatas. Bahkan bukan hanya jarak, Roh Kudus juga berbicara soal waktu. Injil diberitakan mulai dari abad pertama sampai zaman digital sekarang. Kesaksian tentang Kristus tak lekang oleh waktu.


Zaman ke zaman berlalu, banyak negara bergantian menjadi negara adidaya. Namun, runtuhnya negara-negara superpower tidak berpengaruh kepada Roh Kudus. Dia tetap eksis, karena Dia Allah. Ada masa-masa orang Kristen dianiaya dengan hebat, tetapi penganiayaan tidak pernah mematikan pemberitaan Injil. Penindasan tidak membuat orang Kristen berhenti untuk bersaksi.


Jika tidak ada area yang tidak bisa dijangkau Roh Kudus maka tidak ada area dalam hidup kita yang tidak bisa menjadi tempat untuk kita bersaksi. Baik di dalam pekerjaan, di keluarga, di komunitas-komunitas, di tempat arisan, di reuni sekolah, semuanya adalah ladang tempat kita bersaksi. Bahkan jangkauan kita di era digital sangatlah luas, dunia ada di gawai kita. Janganlah membagikan berita-berita kesusahan dan keluh kesah. Jangan pula ngomongin atasan, ngejelekin atau nyinyir terhadap seseorang di media sosial kita. Orang-orang tidak akan melihat Kristus di dalam diri Anda. Saudaraku, di mana pun, kapan pun, Roh Kudus menyertai Anda dalam pemberitaan Injil.


Refleksi Diri:

Mengapa kita harus menjadi saksi Kristus di mana dan kapan pun kita ditempatkan?


Apa area kehidupan yang Anda seringkali gagal menjadi saksi Kristus? Apa yang mau Anda lakukan untuk memperbaikinya?


Sumber: Renungan GII Hok Im Tong

Minggu, 26 Mei 2024

PENCEMAS ATAU PEJUANG?


Bacaan: Efesus 3:14-21


NATS: [Allah] dapat melakukan jauh lebih banyak daripada yang kita doakan atau pikirkan (Efesus 3:20)


Seorang utusan Injil menulis warta berkala untuk berterima kasih kepada para pendukungnya yang telah menjadi "prayer warriors" (pejuang doa). Namun karena salah ketik, ia menyebut mereka "prayer worriers" (pencemas doa). Gambaran ini mungkin tepat bagi beberapa orang di antara kita.


Dalam bukunya Growing Your Soul, Neil Wiseman menulis, "Doa seharusnya tak sekadar mengulang kekhawatiran yang mengecewakan atau pergumulan atas masalah kita. Doa seharusnya melampaui keputusasaan yang suram, yang acap kali berhubungan dengan derita dan kekecewaan."


Selama mengalami kekhawatiran, saya menjadi "pencemas doa". Saya suka merengek, "Tuhan, jangan biarkan tetangga saya mengganggu saya besok." Atau, "Bapa, jangan biarkan orang jahat itu menyebar gosip tentang saya."


Namun, kemudian Tuhan mengajar saya untuk berdoa bagi orang lain, bukannya justru melawan orang lain. Maka doa saya pun berubah, "Tuhan, berkati dan kuatkan tetangga saya. Bantulah dia untuk merasakan kasih-Mu." Lalu saya menantikan apa yang akan dikerjakan Allah. Ternyata, jawaban Tuhan yang menakjubkan tak hanya membantu orang lain, tetapi juga menyembuhkan kekhawatiran saya sendiri!


Paulus bukanlah "pencemas doa". Ia berdoa agar jemaat Allah mengenal kekuatan, kasih, dan kepenuhan Allah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak daripada yang kita mohon atau pikirkan (Efesus 3:14-21). Keyakinan seperti itu menjadikan Paulus "pejuang doa" sejati. Apakah doa Anda seperti itu? --Joanie Yoder


DOA YANG SUNGGUH-SUNGGUH

MENGHALAU KECEMASAN


Sumber: Renungan Harian

Sabtu, 25 Mei 2024

TEMPAT KHUSUS BAGI ANDA


Bacaan: Keluaran 31:1-11


NATS: ... dan telah Kupenuhi Dia dengan Roh Allah ... untuk membuat berbagai rancangan (Keluaran 31:3,4)


Seorang tukang batu yang memiliki kakak seorang pemain biola terkenal, bercakap-cakap dengan kepala bangunan tempat ia bekerja. "Pasti menyenangkan punya kakak yang terkenal di seluruh dunia," kata atasannya, yang kemudian cepat-cepat menambahkan, "Memang kita harus menerima kenyataan bahwa bakat masing-masing orang berbeda sekalipun dari keluarga yang sama."


"Benar," kata si tukang batu. "Kakakku itu sama sekali tidak tahu bagaimana caranya menukang. Maka baguslah ia dapat membayar orang lain untuk mendirikan rumahnya."


Cerita ini mengingatkan bahwa kita masing-masing dianugerahi kemampuan yang unik oleh Allah. Jika motivasi hidup kita adalah memuliakan Allah dan menyejahterakan orang lain, maka kita tidak perlu malu dengan profesi kita. Keluaran 31 mengatakan bahwa Allah memberikan keterampilan yang khusus kepada masing-masing orang. Ada yang ditugasi untuk mengerjakan sesuatu dari emas, perak, menatah batu permata, atau mengerjakan tugas-tugas lain dalam pembangunan tempat ibadah.


Jika Anda adalah seorang pekerja bangunan, guru, pengangkut sampah, tukang pipa, dokter, tukang kayu, penulis, ahli mesin, ilmuwan, pekerja perakitan, sekretaris, atau pekerja lain yang bekerja untuk menyejahterakan orang lain, berarti Anda telah melakukan pekerjaan yang memuliakan Allah. Bagi Tuhan kita Yesus Kristus pekerjaan adalah suatu kesempatan untuk melayani-Nya di tempat yang telah Dia sediakan, khusus hanya bagi Anda -DJD


TAK SEORANG PUN DAPAT MELAKUKAN PEKERJAAN

YANG ALLAH SEDIAKAN KHUSUS BAGI ANDA


Sumber: Renungan Harian

Jumat, 24 Mei 2024

HIDUP DAMAI


Bacaan: Kejadian 26:14-22


NATS: Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang! (Roma 12:18)


Ishak hidup di tengah-tengah orang Filistin yang ternyata merupakan tetangga yang jahat. Di sana ia menjadi orang yang sangat kaya dan berkuasa sehingga mereka takut kepadanya dan memintanya untuk meninggalkan daerah mereka. Sebagai seseorang yang “jauh lebih berkuasa” dari mereka (Kejadian 26:16), Ishak sebenarnya bisa menolak permintaan mereka, namun sebaliknya ia justru mengalah dan pindah ke lembah terdekat di mana Abraham, ayahnya, telah menggali beberapa sumur bertahun-tahun yang lalu.


Orang-orang Filistin telah menutup sumur-sumur itu setelah Abraham mati. Dan setiap kali Ishak menggali kembali salah satu sumur, mereka menyatakannya sebagai milik mereka, walaupun mereka tidak pernah menggunakannya. Mereka hanya senang bertengkar. Namun, Ishak terus berpindah tempat sampai ia memasuki daerah di mana orang Filistin tidak lagi menentang haknya atas sumber air yang ada di situ.


Saya pun pernah menjumpai orang-orang semacam itu. Saat bermain tangkap-bola dengan saudara lelaki saya ketika masih kecil, kami harus sangat berhati-hati saat melemparkan bola, karena tetangga kami akan menyita setiap bola yang jatuh di halamannya.


Memang sulit menyukai orang-orang semacam itu, namun Yesus mengatakan bahwa kita harus mengasihi, mendoakan, dan bersikap baik terhadap mereka (Matius 5:44). Hal itu mungkin tidak mudah, dan orang jahat tersebut mungkin tidak mau berubah. Namun, menurut Roma 12:18 kita harus tetap mengusahakan segala hal untuk dapat hidup damai dengan semua orang --Herb Vander Lugt


BERUSAHALAH HIDUP DAMAI DENGAN ORANG LAIN

SEKALIPUN MEREKA INGIN BERTENGKAR DENGAN ANDA


Sumber: Renungan Harian

Kamis, 23 Mei 2024

BERDOA DENGAN BERANI


Bacaan: Mazmur 6


NATS: Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia (Ibrani 4:16)


Pernahkah Anda merasa sulit berdoa? Kondisi itu bisa terjadi ketika kita enggan mengungkapkan perasaan kita yang sesungguhnya kepada Allah. Sewaktu kita berdoa, mungkin saja kita tiba-tiba berhenti di tengah-tengah kalimat. Kita merasa khawatir kalau-kalau Bapa surgawi tidak mempedulikan kita.


Membaca kitab Mazmur dapat membantu kita berdoa dengan lebih terbuka. Dalam Mazmur, kita dapat mendengar percakapan Daud dengan Allah dan menyadari bahwa ia tidak takut untuk sepenuhnya terbuka dan jujur kepada Tuhan. Daud berseru, “Ya Tuhan, janganlah menghukum aku dalam murka-Mu” (Mazmur 6:2). “Kasihanilah aku, Tuhan, sebab aku merana” (6:3). “Mengapa Engkau berdiri jauh-jauh, ya Tuhan?” (10:1). “Janganlah berdiam diri terhadap aku” (28:1). “Berbantahlah, Tuhan, melawan orang yang berbantah dengan aku” (35:1). “Ya Allah, dengarkanlah doaku” (54:4). “Aku mengembara dan menangis karena cemas” (55:3).


Renungkanlah cara Daud berdoa. Ia berkata kepada Allah, “Tolonglah saya!” “Dengarkan saya!” “Jangan marah kepada saya!” “Di manakah Engkau?” Daud menghadap Allah dengan berani dan mengungkapkan kepada-Nya apa yang ada dalam pikirannya. Ya, Allah mengharapkan kita datang kepada-Nya dengan hati yang bersih. Kita sendiri harus menghampiri Dia dengan rasa hormat. Namun, kita tidak perlu takut untuk mengungkapkan kepada Allah apa yang kita pikirkan dan rasakan.


Lain kali jika Anda berbicara kepada Bapa surgawi, berbicaralah secara terbuka. Dia pasti mendengarkan, dan Dia pasti mengerti --Dave Branon


DOA ADALAH SALURAN TERBUKA MENUJU SURGA


Sumber: Renungan Harian

Rabu, 22 Mei 2024

MENGILAPKAN CAHAYA HIDUP


Bacaan: Mazmur 119:1-16


NATS: Aku akan bergemar dalam ketetapan-ketetapan-Mu; firman-Mu tidak akan kulupakan (Mazmur 119:16)


Sewaktu berlayar menelusuri garis pantai Vistafjord, Eleanor Sass dan beberapa penumpang kapal lain diundang sang kapten untuk melihat-lihat anjungan kapal. Di tempat itu, sang pengawas mesin menjelaskan kepada mereka cara kerja perlengkapan-perlengkapan yang rumit, seperti kompas dan radar.


Namun, yang paling mengesankan banyak penumpang adalah lapisan kuningan yang melapisi berbagai perlengkapan itu yang berkilauan seperti emas. “Seberapa sering Anda menggosok semua perlengkapan ini?” tanya seorang penumpang kepada petugas kapal. “Setiap hari,” jawabnya. “Jika tidak digosok, lapisan kuningan itu akan menjadi kusam.”


Jawaban itu mengingatkan Eleanor pada sesuatu yang sudah lama tidak ia lakukan, yaitu membaca firman Allah setiap malam. Ia sadar bahwa saat ia mengabaikan firman Allah, hidupnya menjadi “kusam”. Maka sebelum bersiap untuk tidur malam itu, ia mengambil Alkitab yang berada di laci meja riasnya. Dan ia pun mulai mengarahkan diri kembali kepada Allah melalui firman-Nya.


Sudahkah Anda membiasakan diri membaca Alkitab, atau apakah Anda justru mengabaikan disiplin itu? Mazmur 119 mendorong kita untuk mencari Tuhan dengan segenap hati, bergembira dalam ketetapan-ketetapan-Nya, dan tidak melupakan firman-Nya (ayat 10,16).


Jika hubungan Anda dengan Allah telah kehilangan cahaya rohani, maka kita perlu menggosoknya dengan cara setia membaca Kitab Suci setiap hari --Vernon Grounds


UNTUK MENGENAL SANG PENGARANG ALKITAB

BACALAH BUKU-NYA


Sumber: Renungan Harian

Selasa, 21 Mei 2024

DIA ADA DI SINI


Bacaan: Lukas 24:36-45


NATS: Yesus tiba-tiba berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata kepada mereka, “Damai sejahtera bagi kamu!” (Lukas 24:36)


Kejutan! Kejutan! Kesebelas rasul berkumpul bersama pada hari kebangkitan Yesus. Mereka sedang membicarakan peristiwa-peristiwa aneh yang terjadi hari-hari itu, dan baru saja mendengar sebuah laporan dari dua orang yang mengatakan telah melihat Yesus. Lalu, tiba-tiba saja Dia hadir di situ! Sang Juruselamat berkata, “Damai sejahtera bagi kamu!” (Lukas 24:36).


Saya bertanya-tanya apakah kita sadar bahwa ketika berkumpul bersama teman-teman di gereja, di rumah, di persekutuan doa, dan di berbagai pertemuan, sesungguhnya Yesus juga ada di sana. Dia berkata, “Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Matius 28:20). Apakah kita sungguh-sungguh percaya Dia bersama kita, mendengarkan setiap ucapan kita, dan melihat semua yang kita lakukan?


Beberapa pelajar membicarakan tentang pengarang-pengarang besar di masa lalu. Lalu seseorang bertanya, “Bagaimana jika Milton tiba-tiba masuk ruangan ini?” “Ah!” jawab yang lain. “Kita akan menghormatinya dan memberi perhatian lebih karena ia hanya menerima sedikit pengakuan semasa hidup.” Orang ketiga berkomentar, “Bagaimana jika Shakespeare yang datang? Tidakkah kita semua akan berdiri dan memproklamirkannya sebagai Raja Penyair?” Kemudian seseorang memberanikan diri berkata, “Dan, jika Yesus Kristus yang datang?” Mereka terdiam cukup lama, sampai akhirnya seseorang berkata, “Tapi teman-teman, Dia kan ada di sini!”


Ya, ingatlah bahwa Yesus ada di sini! Dia melihat, Dia mendengar, dan Dia tahu segalanya! --M.R. DeHaan, M.D.


KEISTIMEWAAN KITA YANG TERBESAR ADALAH MENIKMATI KEHADIRAN KRISTUS


Sumber: Renungan Harian

Senin, 20 Mei 2024

Belajar dari Abraham Lincoln


Abraham Lincoln, mantan presiden Amerika Serikat, mempunyai seorang lawan politik bernama Stanton. Semasa kampanye, orang ini selalu menjelek-jelekkannya; menjulukinya "badut licik murahan", bahkan "gorila".


Namun Lincoln tak membalas. Bahkan ketika terpilih menjadi presiden, ia mengangkat Stanton sebagai sekretaris negara! "Karena dialah orang yang terbaik," katanya. Dan benar, sejarah mencatat bahwa Stanton adalah sekretaris negara yang sangat loyal.


Saat Lincoln meninggal, Stanton memandang jenazahnya di peti mati dengan cucuran air mata. "Di peti mati ini terbaring seorang pemimpin terhebat yang pernah saya kenal," katanya.


Lincoln hebat, sebab ia berani mengampuni dan memercayai orang yang pernah menyakiti hatinya.

Tuhan Yesus pun terkenal suka mengampuni dan memberi kesempatan baru bagi pendosa. Dalam Lukas 7 diceritakan bagaimana Dia mengampuni perempuan berdosa yang dianggap sampah masyarakat. Tidak hanya itu. Ia diberi kesempatan untuk melayani bersama rombongan Yesus. Di kelompok itu ada juga perempuan yang sudah disembuhkan dari roh-roh jahat, serta istri pejabat (bendahara Herodes) yang masa lalunya kelam. Ditinjau dari track record-nya, mereka bukan kandidat unggulan. Namun, Yesus memandang mereka dengan kacamata positif. Jika seseorang diampuni dan dipercaya, pasti ia berubah menjadi lebih baik.


Apakah kita memiliki kacamata positif dalam memandang orang lain? Jika seseorang pernah melukai hati, bahkan mengkhianati kita, dapatkah kita memberinya kesempatan?


Sumber: Renungan Kristen

Minggu, 19 Mei 2024

Masakan engkau mencari hal-hal yang besar bagimu sendiri? — Yeremia 45:5


Renungan “Apakah yang Anda Inginkan?” hari ini secara kritis mempertanyakan kembali bagaimana sesungguhnya kita sering salah dalam meminta. Kita sering datang pada Allah hanya sebatas meminta hal-hal yang kita inginkan, yang besar-besar bagi diri kita. Kita tidak mencari Tuhan, tetapi sesuatu untuk diri sendiri. Jika demikian, mengapa kita harus meminta?


Apakah yang Anda Inginkan?


Apakah Anda berusaha mencari hal-hal yang besar bagi diri Anda sendiri, atau bukannya berusaha menjadi seorang yang besar? Allah menginginkan Anda semakin akrab dengan Dia ketimbang hanya menerima karunia-karunia-Nya -- Dia ingin Anda sungguh mengenal diri-Nya.


Beberapa hal besar mungkin kita inginkan, namun itu kurang penting. Hal-hal itu datang dan pergi. Namun, Allah tidak pernah memberikan sesuatu yang kurang penting. Tidak ada yang lebih sederhana ketimbang masuk ke dalam hubungan yang benar dengan Allah; kecuali bukan Allah yang Anda cari melainkan hanya pemberian-Nya.


Jika Anda datang pada Allah hanya sebatas meminta hal-hal yang Anda inginkan, maka Anda belum sampai pada titik pengertian yang paling dasar (untuk diketahui) apa artinya penyerahan. Anda telah menjadi seorang Kristen berdasarkan syarat atau pengertian Anda sendiri. Mungkin Anda protes dengan berkata, “Aku telah memohon Roh Kudus kepada Allah, tetapi Dia tidak memberiku kelegaan dan sejahtera yang kuharapkan.” Dan dengan seketika Allah menujukan jari-Nya pada alasan tersebut -- bahwa Anda sama sekali tidak mencari Tuhan; Anda mencari sesuatu untuk Anda sendiri.


Yesus berfirman, “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu...” (Matius 7:7). Mintalah kepada Allah hal yang Anda inginkan dan jangan khawatir kalau meminta untuk hal yang salah, karena pada saat Anda lebih dekat dengan Dia, Anda akan berhenti meminta semua hal-hal itu, karena tahu, “Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya” (Matius 6:8).


Jika demikian mengapa Anda harus minta?


Supaya Anda dapat mengenal Dia.


Apakah Anda sedang mencari hal-hal yang besar bagi Anda sendiri? Sudahkah Anda berkata, “Tuhan, penuhilah aku dengan Roh Kudus-Mu?” Jika Allah tidak memenuhi Anda, itu karena Anda tidak sepenuhnya menyerah kepada-Nya; ada sesuatu yang Anda masih menolak melakukannya.


Bersediakah Anda bertanya pada diri sendiri tentang hal yang Anda inginkan dari Allah dan alasan Anda untuk menginginkannya?


Allah selalu mengesampingkan kesempurnaan (completeness) Anda saat ini demi kesempurnaan penuh Anda kelak. Bagi Allah yang penting bukanlah membuat Anda diberkati dan berbahagia sekarang ini, tetapi Dia terus-menerus mengerjakan kesempurnaan akhir bagi Anda -- “... supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita adalah satu” (Yohanes 17:22).


Sumber: Renungan Oswald Chambers My Utmost

Sabtu, 18 Mei 2024

Allah, Allah kita. [Mazmur 67:6]


Memang mengherankan betapa sedikitnya kita memanfaatkan berkat-berkat rohani yang Allah berikan kepada kita, tetapi lebih mengherankan lagi betapa sedikitnya kita memanfaatkan Allah itu sendiri. Meskipun Dia adalah “Allah kita”, kita bersandar sedikit saja kepada-Nya, dan meminta sedikit saja kepada-Nya.


Betapa jarangnya kita bertanya kepada tangan Tuhan! Betapa sering kita mengerjakan urusan-urusan kita tanpa meminta petunjuk dari-Nya! Di dalam permasalahan yang kita hadapi betapa kita senantiasa berusaha menanggung beban kita sendirian, bukannya menyerahkan beban itu kepada Tuhan, agar Dia menopang kita! Hal ini terjadi bukan karena kita tidak boleh melakukannya, sebab Tuhan sepertinya berkata, “Aku adalah milikmu, hai jiwa, datanglah dan manfaatkanlah Aku seperti yang kaukehendaki; engkau bebas untuk datang mengunjungi gudang-Ku, dan tentu saja semakin sering engkau datang, engkau semakin disambut.”


Salah kita sendiri kalau kita tidak mempergunakan dengan leluasa kekayaan Allah kita. Maka dari itu, karena engkau sudah memiliki seorang Teman yang begitu luar biasa, dan Dia mengundangmu, datanglah kepada-Nya setiap hari. Janganlah berkekurangan selama engkau memiliki Allah yang dapat kaudatangi; janganlah pernah takut atau pingsan selama engkau memiliki Allah yang menolongmu; pergilah kepada tempat harta milikmu dan ambillah apapun yang kaubutuhkan—semua yang mungkin kaubutuhkan ada di sana. Pelajari keterampilan rohani ini: menjadikan Allah segalanya bagimu. Dia dapat mencukupi segalanya, bahkan lebih lagi, Dia dapat menjadi segalanya bagimu. 


Maka izinkanlah saya mendesak engkau, manfaatkanlah Allahmu. Manfaatkanlah Dia di dalam doa. Sering-seringlah datang kepada-Nya, karena Dialah Allahmu. O, apakah engkau lalai menggunakan hak istimewa ini? Bergegaslah datang kepada-Nya, beri tahu Dia seluruh keinginanmu. Manfaatkanlah Allah senantiasa melalui iman setiap saat. Jika awan gelap diizinkan melingkupimu, manfaatkanlah Allahmu sebagai “matahari;” jika musuh yang kuat menghadangmu, temukanlah “perisai” di dalam TUHAN, karena Dia adalah matahari dan perisai umat-Nya [Mazmur 84:11]. Jika engkau tersesat di dalam labirin kehidupanmu, pakailah Dia sebagai “pemimpin,” [Mazmur 48:14] sebab Dia akan memberikan arahan kepadamu. 


Siapapun engkau, dan di mana pun engkau, ingatlah bahwa Allah adalah apa yang kaubutuhkan, di tempat yang kaubutuhkan, dan Dia dapat melakukan segala yang kaubutuhkan.


Sumber: Renungan Pagi (diterjemahkan dari Morning and Evening: Daily Readings, Charles H. Spurgeon).

Jumat, 17 Mei 2024

Hidup Dalam Pengharapan


Bacaan: Yeremia 29:4-11


Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.- Yeremia 29:11


Seorang ayah menyuruh anak-anaknya pergi ke hutan melihat sebuah pohon pir di waktu yang berbeda dan memberikan laporannya. Anak pertama disuruhnya pergi pada musim dingin dan melaporkan bahwa pohon pir tersebut sangat jelek dan batangnya bengkok. Anak kedua pergi pada musim semi dan melaporkan bahwa pohon pir dipenuhi kuncup-kuncup hijau yang menjanjikan. Anak ketiga pergi pada musim panas dan melaporkan bahwa pohon pir dipenuhi dengan bunga-bunga harum. Anak keempat pergi pada musim gugur dan melaporkan bahwa ia tidak setuju dengan saudara-saudaranya. Ia berkata pohon pir penuh dengan buah yang matang dan ranum. Sang ayah lalu menimpali, “Kalian semua benar, hanya saja kalian melihat di waktu yang berbeda,” dan berpesan, “mulai sekarang jangan pernah menilai kehidupan hanya berdasarkan satu masa yang sulit.”


Surat Nabi Yeremia kepada orang-orang Yahudi yang terbuang dan tertawan ditulis sekitar setahun setelah tiba di Babel. Yeremia menyampaikan pengharapan dan menasihati agar mereka hidup secara normal—membangun rumah, menikah, dan mengusahakan kesejahteraan kota di mana Allah menempatkan mereka—karena mereka tidak akan kembali ke tanah perjanjian sampai genap tujuh puluh tahun (ay. 4-7, 10). Mereka tidak boleh mendengarkan para nabi palsu yang meramalkan bahwa masa pembuangan akan singkat waktunya (ay. 8-9). Yeremia meyakinkan mereka untuk menerima situasi tersebut dengan rasa percaya bahwa kejadian tersebut adalah rancangan damai sejahtera Allah, bukan rancangan kecelakaan. Hajaran Allah di masa sulit ini akan menuntun mereka pada pertobatan sehingga dapat merasakan kembali tangan kasih dan penyertaan-Nya. Mereka akan mengalami pemulihan yang berasal dari Allah sendiri.


Demikian juga kita, terkadang Tuhan mengizinkan penderitaan dan masa-masa sulit sebagai disiplin Tuhan atas dosa-dosa kita. Hendaklah kita sadar dan bertobat, kembali datang kepada-Nya dengan iman dan pengharapan. Jangan memandang hidup hanya berdasarkan satu masa sulit saja. Percayalah, di balik setiap peristiwa dan masa sulit yang terjadi di dalam kehidupan kita, pasti ada rencana Tuhan yang indah buat umat-Nya.


Refleksi Diri:

Bagaimana sikap Anda jika berada dalam posisi sebagai “bangsa Israel yang dibuang ke Babel”? Apakah ada dosa-dosa yang belum kita bereskan di hadapan Tuhan?


Apa yang Anda lakukan agar tetap memiliki iman dan pengharapan kepada Tuhan di tengah masa-masa sulit tersebut?


Sumber: Renungan GII Hok Im Tong

Kamis, 16 Mei 2024

Mencabut Ilalang Kekhawatiran


Mereka mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini . . . menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah. –Matius 13:22


Ayat Bacaan & Wawasan :

Matius 13:1-8, 18-23


Setelah menanam beberapa benih dalam sebuah pot di halaman belakang rumah, saya menunggu-nunggu untuk melihat hasilnya. Karena membaca bahwa benih-benih tersebut akan bertunas dalam 10 hingga 14 hari, saya jadi sering memeriksa keadaan saat menyirami tanahnya. Tak lama kemudian, saya melihat beberapa daun berwarna hijau menyembul dari tanah. Namun, kegembiraan saya langsung buyar ketika suami saya memberi tahu bahwa itu hanya ilalang. Ia mendorong saya untuk segera mencabut ilalang itu agar tidak mengimpit tanaman saya.


Yesus juga mengatakan tentang pentingnya menangani penyusup yang bisa menghambat pertumbuhan rohani kita. Dia menjelaskan sebagian perumpamaan-Nya demikian: ketika seorang penabur menaburkan benih, sebagian “jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati” (Mat. 13:7). Semak duri atau ilalang akan mengimpit tanaman dan menghentikan pertumbuhannya (ay. 22). Kekhawatiran pasti akan menghambat pertumbuhan rohani kita. Membaca Kitab Suci dan berdoa adalah cara-cara yang baik untuk menumbuhkan iman kita, tetapi saya sendiri mengalami bahwa saya perlu mewaspadai semak duri kekhawatiran. Semak duri itu akan “menghimpit” firman kebenaran yang telah ditanamkan dalam diri saya, sehingga saya diseret untuk berfokus pada kemungkinan terburuk yang bisa saya pikirkan.


Buah Roh, seperti yang kita temukan dalam Alkitab, mencakup hal-hal seperti kasih, sukacita, damai sejahtera (Gal. 5:22). Namun, agar kita dapat menghasilkan buah tersebut, dengan kekuatan Allah, kita perlu mencabut ilalang keraguan atau kekhawatiran yang dapat mengalihkan perhatian kita dan membuat kita berfokus pada hal-hal lain di luar Dia.


Oleh:  Katara Patton


Renungkan dan Doakan

Bagaimana Allah sedang menolong Anda untuk menumbuhkan benih firman yang telah ditanam-Nya dalam diri Anda? Bagaimana Anda dapat mencabut ilalang kekhawatiran?


Bapa Surgawi, ingatkanlah aku untuk sering-sering mencabut ilalang dalam diriku, dengan membuang kekhawatiran dan pikiran penuh tipu daya, supaya aku dapat bertumbuh dan berbuah di dalam-Mu.


Sumber: Our Daily Bread

Rabu, 15 Mei 2024

PENGGERUTU


Bacaan: Amsal 18:1-7


NATS: Orang bebal tidak suka kepada pengertian, hanya suka membeberkan isi hatinya (Amsal 18:2)


Nyonya Gerutu berkeluh kesah sebab teman-temannya tampaknya menghindarinya, padahal ia sungguh tidak mengerti apa sebabnya. Seandainya saja ia dapat mendengar rekaman suaranya sendiri, ia pasti akan tahu mengapa ia tidak disukai. Ia selalu membicarakan keluhan-keluhan pribadinya, kelemahan-kelemahannya, penyakit-penyakitnya, dan memaksa orang mendengarkan kisah detailnya saat ia harus dirawat di rumah sakit.


Jika Anda ingin menjaga persahabatan, janganlah menjadi penggerutu. Kebanyakan orang sudah memiliki masalah sendiri, jadi mereka tidak perlu mendengar masalah-masalah Anda.


Di gereja tempat saya melayani, seorang yang sudah berusia lanjut mengharap agar saya dapat mengunjunginya sedikitnya seminggu sekali. Sepanjang masa pelayanan saya, belum pernah saya merasa takut melakukan pelayanan kunjungan seperti ketika mengunjunginya. Setiap minggu ia memaksa saya mendengar cerita tentang kelima operasi yang pernah dijalaninya. Ia tidak pernah menyatakan kebahagiaan dan sukacita atas kesehatan yang saat ini ia miliki atau pemulihan luar biasa yang ia alami. Ia selalu kembali pada hari-hari penderitaannya. Tampaknya ia "menikmati" kesehatannya yang buruk. Padahal, ia masih hidup bertahun-tahun setelah itu. Ia mengingatkan saya pada peribahasa: "Gerbong kereta yang berderit-derit justru akan paling tahan lama."


Hari ini, arahkan mata kita pada donatnya, bukan pada lubangnya. Bagikan kebahagiaan Anda pada orang lain, dan serahkan masalah-masalah Anda pada Tuhan --M.R.De Haan, M.D.


GUNAKANLAH WAKTU UNTUK MENGHITUNG BERKAT

BUKAN UNTUK MENGELUH


Sumber: Renungan Harian

Selasa, 14 Mei 2024

SERAHKAN BEBAN ANDA


Bacaan: Mazmur 55:17-24


NATS: Serahkanlah khawatirmu kepada Tuhan, maka Ia akan memelihara engkau! (Mazmur 55:23)


Seorang lelaki miskin di Irlandia berjalan pulang dengan susah-payah, sambil memanggul sebuah karung besar berisi kentang. Akhirnya melintaslah sebuah kereta kuda di jalan itu, dan si pemilik kereta mengundang pria tersebut untuk naik ke kereta. Setelah naik, pria tersebut duduk sambil terus memanggul karung bawaannya yang berat itu.


Ketika si pemilik kereta menyuruhnya menurunkan karung itu dan meletakkannya di atas kereta, lelaki itu menjawab, “Saya tidak ingin terlalu merepotkan Anda, Pak. Anda sudah memberi saya tumpangan, maka biarlah saya tetap memanggul karung berisi kentang ini.”


“Betapa bodohnya orang itu!” begitu komentar kita. Namun kadang-kadang kita juga melakukan hal yang sama saat kita berusaha menanggung beban hidup kita dengan kekuatan kita sendiri. Tidaklah mengherankan jika kita menjadi lelah dan dibebani oleh kekhawatiran dan ketakutan.


Dalam Mazmur 55, Daud mengungkapkan kekhawatiran yang dirasakannya karena musuh-musuh datang menyerangnya (ayat 2-16). Tetapi kemudian ia menyerahkan persoalannya kepada Tuhan sehingga ia dipenuhi oleh pengharapan dan kepercayaan diri yang telah diperbarui (ayat 17-24). Oleh karena itu ia dapat menulis, “Serahkanlah khawatirmu kepada Tuhan, maka Ia akan memelihara engkau!” (ayat 23).


Saat Anda mengingat kisah tentang pria dan karung kentangnya tersebut, ingatlah pelajaran sederhana yang terkandung di dalamnya: Daripada berusaha menanggung beban Anda sendiri, serahkanlah semuanya ke dalam tangan Allah --Henry Bosch


Sumber: Renungan Harian