Betah di Bandara
Merhan Karimi Nasseri, warga Iran, dicabut kewarganegaraannya ketika menaiki pesawat terbang menuju Paris. Paspornya diambil.
Tanpa bukti kewarganegaraan, setiba di Paris ia tidak diizinkan meninggalkan bandara.
Selama sebelas tahun ia tinggal di Terminal 1; mandi di toilet bandara, dan hidup dari bantuan staf bandara.
Pada 1999, pemerintah Prancis akhirnya memberinya izin untuk tinggal dan bekerja. Sekarang ia bebas pergi ke mana pun.
Anehnya, ia memilih tetap tinggal di bandara-sudah telanjur betah. Setelah dibujuk beberapa hari, baru ia mau pergi.
Sebuah bandara, sebesar dan sebagus apa pun, bukan rumah. Begitu juga dunia ini bukan rumah sejati kita. Rasul Paulus mengingatkan, kita adalah warga sorga. Kita tinggal di dunia hanya sementara. "Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat," (Filipi 3:20).
Maka, jangan sampai terlalu lekat dengan daya tarik dan kenikmatannya. Gaya hidup masih mementingkan perkara duniawi. Yang dikejar melulu soal kenikmatan, kemewahan, kehormatan, dan keuntungan. Sebagai warga sorga, cara hidup kristiani seharusnya berbeda - mengejar hal yang bernilai kekal, seperti kasih, keadilan, dan kebenaran.
Orang yang terlalu lekat pada dunia akan takut meninggalkan dunia ini apabila saatnya tiba. Segala hal yang telah telanjur digenggam erat biasanya sangat sulit dilepaskan. Saat hati terpikat oleh silaunya dunia, sorga tidak lagi tampak mempesona. Maka, bersyukurlah jika terkadang Tuhan mengizinkan kita mengalami kehilangan, baik benda, kuasa, maupun kekasih tercinta. Semuanya menyadarkan bahwa dunia bukan rumah kita. Semuanya fana dan akan lenyap.
Sumber: Renungan Kristen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar