Bertumbuh bersama melalui firman Tuhan dan rasakan pengalaman berjalan bersama Tuhan setiap hari
Selasa, 28 Februari 2023
Senin, 27 Februari 2023
Minggu, 26 Februari 2023
Sabtu, 25 Februari 2023
Jumat, 24 Februari 2023
Kamis, 23 Februari 2023
Rabu, 22 Februari 2023
Selasa, 21 Februari 2023
Senin, 20 Februari 2023
Minggu, 19 Februari 2023
Sabtu, 18 Februari 2023
Jumat, 17 Februari 2023
Kamis, 16 Februari 2023
Rabu, 15 Februari 2023
Menolak Mengakui Masalah
Bacaan: MATIUS 9:9-13
Yesus mendengarnya dan berkata, "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit." (Matius 9:12)
Dengan penuh sukacita, Tuhan menyambut para pendosa, dan makan bersama mereka. Kaum Farisi mengecam hal itu, tetapi Tuhan berkata, "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit."
Apakah Tuhan hendak mengatakan bahwa para pendosa yang makan bersama-Nya itulah "orang sakit" yang butuh diselamatkan, dan kaum Farisi adalah "orang-orang sehat" yang tidak memerlukannya? Jelas bukan itu. Tuhan tahu, semua orang-termasuk kaum Farisi-adalah pendosa yang butuh diselamatkan.
Jadi, apa sebenarnya maksud Tuhan?
Dengan sabda itu (ay. 12), Tuhan mengkritik kaum Farisi, yang penuh dosa namun menolak mengakui dosa mereka, dan merasa tak butuh Juru Selamat. Pula, dengan sabda itu, Tuhan sekaligus juga mengkritik semua orang yang memiliki masalah namun menolak mengakui masalahnya dan menolak upaya penyelesaian masalah. Siapa sajakah mereka?
Orang yang bersalah tetapi merasa benar, enggan mengakui kesalahannya, dan tak merasa perlu bertobat. Orang sakit yang menolak mengakui sakitnya, mengeklaim diri baik-baik saja, dan merasa tak perlu berobat. Orang yang menolak mengakui bahwa Covid-19 amat berbahaya, menolak vaksinasi, dan menolak menjalani protokol kesehatan. Orang yang sikap kelirunya merusak kebersamaan, tetapi merasa benar, menolak mengakui kekeliruannya (apalagi memperbaiki diri), hingga tidak damai dalam kebersamaan. Dan banyak lagi.
Memang demikianlah ihwalnya: jujur mengakui masalah yang ada adalah langkah awal yang harus diambil demi langkah lebih lanjut menuju keadaan yang lebih baik. --EE/www.renunganharian.net
TANPA KEJUJURAN UNTUK MENGAKUI YANG HARUS DIAKUI, TAK ADA KESEMPATAN UNTUK MENJADI LEBIH BAIK.
Selasa, 14 Februari 2023
Kenakan Perisai Iman dan Kalahkan Iblis
Efesus 6:16 Dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat
Dalam kehidupan orang percaya, peperangan rohani seringkali dianggap sederhana. Peperangan rohani seringkali dianggap peperangan antara Tuhan dan Iblis saja, dimana orang Kristen hanya menikmati kemenangan Tuhan tanpa melakukan apa-apa. Padahal Paulus menyampaikan bahwa peperangan rohani sudah menjadi bagian dari panggilan orang-orang percaya.
Salah satu perlengkapan senjata yang perlu kita miliki dalam peperangan rohani adalah perisai iman. Dalam Perjanjian Lama, perisai sering digambarkan sebagai perlindungan Tuhan atas umat-Nya. Sehingga bisa diartikan perisai iman adalah pelindung dari semua serangan panah api si jahat.
Dengan beriman, kita percaya, Tuhan akan melindungi kita dalam peperangan melawan iblis. Dengan beriman, kita percaya iblis tidak akan mengecoh kita. Iblis tidak akan mampu membuat kita kalah atau kuatir.
Masalahnya, kita seringkali merasa takut, kuatir, dan ragu saat menghadapi peperangan rohani. Jika hal itu terjadi, artinya iman kita kepada Yesus belum sepenuhnya, sehingga iblis berani untuk mengganggu dan menghancurkan kita.
Tuhan mau kita memiliki iman yang kuat. Iman tidak sama dengan nekad. Beriman adalah berharap dan yakin kepada sesuatu yang tidak kelihatan, karena kita percaya kepada Tuhan yang tidak kelihatan mampu melindungi kita.
Bagaimana dengan kita, apakah kita sudah mengenakan perisai iman dan mengalahkan iblis?
Sumber: Jawaban.com
Senin, 13 Februari 2023
Konflik Akibat Materialisme
Bacaan: Kejadian 31
Paham materialisme—pandangan hidup yang mengutamakan materi dan mengabaikan nilai-nilai nonmateri yang tidak bisa dilihat oleh mata—telah ada sejak zaman kuno dan tetap ada sampai sekarang. Paham materialisme ini memicu munculnya berbagai tindak kejahatan serta sikap dan tindakan yang tidak pantas.
Anak-anak laki-laki Laban—yang tidak disebut namanya—merasa iri melihat kesuksesan Yakub dalam bekerja serta bergunjing dengan mengatakan bahwa Yakub telah mengambil harta milik keluarga mereka. Mereka tidak mau mengakui kenyataan bahwa kekayaan Yakub merupakan berkat TUHAN yang diraih melalui kerja keras. Sebagai seorang ayah, Laban tidak berpikir secara objektif! Tidak mungkin dia tidak mengerti bahwa Yakub harus bekerja keras untuk mendapatkan kekayaan yang ia peroleh. Sikap Laban memperlihatkan bahwa ia adalah seorang yang materialistis. Dia memandang Yakub sebagai objek untuk memperoleh keuntungan materi. Kenyataan bahwa Yakub adalah keponakannya sendiri tidak menjadi bahan pertimbangan, bahkan dia tidak mempertimbangkan perasaan kedua putri kandungnya—yaitu Rahel dan Lea—yang menjadi istri Yakub (31:14-16). Laban memperlakukan kedua putrinya seperti aset yang menjadi alat untuk meraih keuntungan, sehingga ia tidak mempertimbangan kepentingan kedua putrinya saat menentukan upah untuk Yakub. Yakub sampai mengeluh bahwa Laban telah sepuluh kali mengubah upah yang diberikannya kepada Yakub (31:6-9). Sekalipun Laban telah berlaku licik, karena anugerah Allah, perubahan yang dimaksudkan agar Laban mendapat keuntungan itu dipakai Allah untuk mendatangkan keuntungan bagi Yakub. Sikap Laban yang materialistis telah merusak hubungan Laban dengan anak menantunya. Saat Yakub merencanakan untuk kembali ke rumah orang tuanya, Yakub beserta rombongan keluarganya tidak pamit secara baik-baik, melainkan melarikan diri!
Sampai masa kini, materialisme masih menjadi sumber konflik dalam keluarga. Kita masih bisa menemukan konflik antar saudara atau antara orang tua dan anak—termasuk dalam keluarga Kristen—yang berebut harta sampai ke pengadilan. Peristiwa semacam itu merupakan kenyataan yang memalukan! Oleh karena itu, dalam sebuah keluarga Kristen, perlu sekali menghindari paham materialisme dan menanamkan nilai-nilai kristiani. Sebagai contoh, dalam sebuah keluarga Kristen, harus dihindarkan keyakinan bahwa segala masalah bisa diselesaikan dengan uang dan bahwa manusia hanya berharga bila memiliki banyak uang. Periksalah diri Anda! Bagi Anda, apa hal utama yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah dan membuat diri Anda menjadi berharga: uang atau TUHAN? [GI Purnama]
Sumber: Renungan GKY
Minggu, 12 Februari 2023
Sabtu, 11 Februari 2023
Jumat, 10 Februari 2023
Kamis, 09 Februari 2023
Rabu, 08 Februari 2023
Selasa, 07 Februari 2023
Senin, 06 Februari 2023
Minggu, 05 Februari 2023
MENGAPA BERDUSTA?
[[Enam perkara ini yang dibenci TUHAN, bahkan, tujuh perkara yang menjadi kekejian bagi hati-Nya: … lidah dusta.]] (Amsal 6:16-17)
Seorang peneliti bernama Dan Ariely melakukan penelitian lapangan untuk mengetahui mengapa orang berdusta. Ia mengumpulkan beberapa orang di dalam sebuah ruangan dan meminta mereka mengerjakan 6 soal matematika selama 5 menit. Dan Ariely meminta mereka memeriksa dan memberi nilai sendiri terhadap hasil pekerjaan mereka ketika jawaban yang benar ditayangkan di layar. Setelah itu, mereka diminta memasukkan lembar jawaban yang sudah diberi nilai ke dalam mesin penghancur kertas.
Dan Ariely dan tim akan menanyakan secara lisan kepada setiap orang tersebut tentang berapa jawaban mereka yang benar. Untuk setiap jawaban yang benar tersedia hadiah berupa sejumlah uang. Namun, yang mereka tidak sadari adalah Dan Ariely mencocokkan jawaban lisan mereka dengan lembar jawaban yang mereka masukkan ke mesin penghancur kertas yang ternyata sudah dimodifikasi untuk tidak berfungsi.
Dalam penelitiannya di beberapa negara dan terhadap lebih dari 30.000 orang yang menjadi objek penelitian, Dan Ariely mendapati bahwa 12 orang berbohong luar biasa dengan mengatakan bahwa mereka mengerjakan banyak soal dengan benar, padahal salah semua. Delapan belas ribu dari 30.000 orang itu juga berbohong sedikit dengan menambahkan satu atau dua soal yang mereka sebut benar, padahal sebenarnya salah.
“Enam perkara ini yang dibenci TUHAN, bahkan, tujuh perkara yang menjadi kekejian bagi hati-Nya: … lidah dusta” (Amsal 6:16-17). Salah satu alasan orang berbohong adalah karena mereka yakin dusta mereka tidak akan diketahui atau terbongkar.
Berhentilah berdusta karena hidup kita terbuka di hadapan Sang Pencipta.
(Wahyu Pramudya)
Sumber: Amsal Hari Ini
Sabtu, 04 Februari 2023
Memilih Menutup Mulut
Bacaan: 1 PETRUS 3:8-12
Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi. (Amsal 10:19)
Kalau kita menghadiri pertemuan seperti pertemuan RT, arisan, atau rapat di gereja, kita pasti pernah bertemu orang yang banyak bicara tapi tidak ada isinya. Kita akan mendengar orang itu berbicara hal yang tidak perlu, berlebihan, atau memamerkan segala kebaikannya. Walau tak suka, inilah kenyataannya. Meski hati ini tergoda untuk menegur orang itu, atau mengatakan orang itu bodoh, lebih baik kita tetap menutup mulut. Kenapa? Karena kalau kita tidak bisa menahan bibir, itu adalah cara paling cepat membuat musuh jangka panjang.
Menjaga lidah terhadap yang jahat dan bibir terhadap ucapan-ucapan yang menipu, itulah yang sebaiknya kita lakukan kalau mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik. Kita tidak bisa mengontrol perkataan orang sekitar kita, termasuk segala omong kosong mereka, tapi kita bisa mengontrol hati dan respons kita. Tuhan tidak pernah ingin kita sebagai anak-anak-Nya memiliki banyak musuh karena tidak mampu menahan bibir. Kalau seseorang bicara kosong kepada kita, tidak perlu membalasnya, dia justru makin semangat bicara dan ujungnya malah bertengkar. Kalau kita bisa meninggalkannya, berpamitanlah baik-baik.
Jangan menjatuhkan seseorang di depan banyak orang, sekalipun segala perkataan yang dia ucapkan tidak penting atau berlebihan. Kita hendaknya menjadi pribadi yang berakal budi, yang tahu kapan waktunya diam dan kapan waktunya bicara. Kalau ada orang menegur atau menasihati karena kita terlalu banyak bicara yang tidak penting, koreksi diri dan bertobatlah. --RTG/www.renunganharian.net
JANGAN MENJATUHKAN SESEORANG DI DEPAN BANYAK ORANG.
Jumat, 03 Februari 2023
Kamis, 02 Februari 2023
Rabu, 01 Februari 2023
Buku Catatan Doa
Bacaan: 2 RAJA-RAJA 19:8-19
Hizkia menerima surat itu dari tangan para utusan, lalu membacanya; kemudian pergilah ia ke rumah TUHAN dan membentangkan surat itu di hadapan TUHAN. (2 Raja-raja 19:14)
Dalam sebuah kelompok pemuridan, saya diajar memiliki buku catatan doa. Buku catatan ini saya bagi dalam dua kolom. Sebelah kiri kolom berisi daftar segala doa saya, dan sebelah kanan kolom saya isi dengan tanda centang dan tanggal di mana doa saya sudah dijawab oleh Tuhan. Bertahun-tahun mempraktikkannya, saya banyak melihat karya Tuhan dinyatakan. Melalui buku catatan doa, saya belajar untuk mengandalkan Tuhan dan berpetualang bersama-Nya dalam segala musim kehidupan.
Menuangkan isi hati melalui doa pun dilakukan oleh Hizkia. Ancaman raja Asyur untuk menghancurkan Yerusalem secara manusia memang dapat menggentarkan hatinya dan rakyatnya saat itu. Menyikapi hal tersebut, Hizkia sebagai seorang raja tidak langsung emosional dan menyerang balik melainkan ia membawa surat ancaman yang disampaikan padanya dan membentangkannya di hadapan Tuhan (ay. 14). Dalam doa, Hizkia berseru meminta pertolongan agar Allah berpihak pada Yerusalem dan menyelamatkan mereka. Maksud Hizkia, jika Tuhan bertindak, segala kerajaan di bumi tahu, bahwa Allah yang Yerusalem sembah adalah Allah yang hidup (ay. 19) sehingga kerajaan lain yang mengaibkan Allah menjadi sadar dan bertobat.
Saudara, dalam hidup ini ada banyak situasi yang tidak menentu. Kita belajar seperti Hizkia, ia tidak dipengaruhi oleh emosi, tetapi ia mau mengambil tindakan untuk mendoakannya pada Tuhan karena ia tahu bahwa sumber segala sesuatu datangnya dari Allah saja. Kita dapat membentangkan masalah kita melalui doa dan memercayai tuntunan Allah hari demi hari dalam menolong dan menenangkan hati kita. --YDS/www.renunganharian.net
BERDOA MEMBUAT KITA TENANG, OBYEKTIF MELIHAT PERMASALAHAN DAN
MEMBUAT KITA RENDAH HATI DALAM BERESPONS BENAR.