Kamis, 30 September 2021

PERJALANAN YANG LUAR BIASA

Bacaan: Mazmur 119:57-64

NATS: Aku memohon belas kasihan-Mu dengan segenap hati (Mazmur 119:58)

Ada dua transaksi terpenting yang terjadi dalam kehidupan saya. Rentang waktu yang memisahkan keduanya adalah sekitar 12 tahun. Transaksi pertama adalah tatkala saya berdoa untuk menerima Yesus sebagai Juruselamat saya. Yang kedua adalah ketika saya berdiri bersama sahabat terbaik saya di depan altar gereja, di hadapan seluruh jemaat, dan menikah dengannya.

Sue dan saya telah bertumbuh secara luar biasa dalam hubungan pernikahan kami selama lebih dari 27 tahun. Kami telah bertukar berjuta kata dalam komunikasi, membuat beribu-ribu keputusan bersama, dan bekerjasama dalam membimbing keempat anak kami.

Sungguh janggal bila kita beranggapan bahwa sesudah mengucapkan ikrar dalam pernikahan, tak ada lagi yang perlu kita lakukan. Sungguh aneh bila kita berkata, "Baiklah. Kita telah membuat keputusan. Namun kita tak perlu memelihara hubungan kita."

Kini renungkanlah transaksi pertama yang telah saya sebutkan di atas, transaksi yang juga pernah Anda buat bila Anda seorang pengikut Kristus. Apakah Anda berpikir bahwa Anda tidak perlu melakukan apa-apa setelah mempercayai Kristus? Hal ini jauh lebih buruk dibanding dengan tidak memelihara sebuah mahligai pernikahan.

Keselamatan adalah langkah pertama untuk menikmati perjalanan yang luar biasa. Hubungan kita dengan Allah tak akan bertumbuh bila kita tidak berkomunikasi dengan-Nya, bertumbuh dalam pengetahuan akan Dia, dan dalam kasih kita kepada-Nya.

Bagaimana hubungan Anda dengan Tuhan hari ini? --JDB

For our relationship with God
To grow more every day,
We have to pray and read His Word,
Then follow and obey. --Sper

UNTUK MENGIKUT TUHAN, ANDA HARUS BERJALAN BERSAMA-NYA

Sumber: Renungan Harian

Rabu, 29 September 2021

Main Hakim Sendiri

Janganlah engkau menyebarkan kabar bohong. –Keluaran 23:1

Ayat Bacaan & Wawasan:
Keluaran 23:1-9

Dalam suatu pertandingan bisbol tahun 2018, pelatih klub Chicago Cubs ingin memberikan bola kepada seorang anak laki-laki yang duduk di baris paling depan. Namun, bola yang dilemparkannya ke arah anak itu kemudian disambar oleh seorang pria dewasa. Rekaman video peristiwa itu lantas menjadi viral. Surat kabar dan media sosial memberitakan “kelancangan” pria itu. Akan tetapi, para penonton video itu tidak tahu kisah selengkapnya. Sebelum peristiwa itu terjadi, pria dewasa sudah menolong anak itu dengan menangkap sebuah bola yang keluar, dan mereka sepakat untuk berbagi bola berikutnya yang mungkin mereka tangkap. Sayangnya, cerita sebenarnya itu baru muncul dua puluh empat jam kemudian. Orang-orang sudah telanjur menyerang pria yang tidak bersalah itu dengan menghakiminya habis-habisan.

Seberapa sering kita mengira sudah tahu seluruh fakta yang ada, padahal sebenarnya hanya sebagian kecil yang kita tahu? Dalam dunia modern ini, sepenggal video dramatis dan cuitan bernada provokatif sangat mudah membuat orang menjatuhkan penghakiman sebelum mendengar kebenaran seutuhnya. Akan tetapi, Alkitab memperingatkan kita untuk tidak “menyebarkan kabar bohong” (Kel. 23:1). Kita harus melakukan semua yang kita bisa untuk memastikan kebenaran sebelum melontarkan tuduhan, sehingga kita tahu pasti kita tidak sedang ikut menyebarkan kebohongan. Kita harus berhati-hati agar tidak tergoda untuk main hakim sendiri, manakala emosi meluap dan prasangka buruk berkembang. Kita perlu menjaga diri agar tidak “ikut-ikutan dengan kebanyakan orang kalau mereka berbuat salah” (ay.2 BIS).

Sebagai orang percaya, kiranya kita ditolong Allah untuk tidak menyebarkan kebohongan. Kiranya Dia memampukan kita untuk bersikap bijaksana dan memastikan bahwa perkataan kita hanya berisi kebenaran.

Renungkan dan Doakan
Pikirkanlah waktu, ketika seseorang menjadi korban fitnah. Kerusakan apa saja yang dideritanya, dan apa yang dilakukan untuk memperbaiki kesalahan itu?

Ya Allah, karena semua berlangsung begitu cepat, sering kali sulit untuk tahu mana yang benar. Mampukan kami untuk mendengarkan, memperhatikan, dan mengucapkan apa yang benar semata-mata.

Sumber: Our Daily Bread Ministries

Selasa, 28 September 2021

Ada Kebaikan di Balik Masalahmu

Baca: Mazmur 66:1-20

"Sebab Engkau telah menguji kami, ya Allah, telah memurnikan kami, seperti orang memurnikan perak." (Mazmur 66:10)

Kalau saja bisa, semua orang pasti ingin terbebas dari masalah. Tapi selama masih hidup di dunia ini, siap atau tidak siap, suka atau tidak suka, kita pasti akan menghadapi masalah: mulai dari masalah yang kecil atau sepele, sampai kepada masalah yang kita rasa berat. Pada dasarnya masalah mempunyai dua sisi: mendorong orang untuk mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh atau justru sebaliknya, membawanya semakin menjauh dari Tuhan. Pilihan dan keputusan ada pada masing-masing orang!

Jika kita memahami bahwa dalam segala hal Tuhan turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan, maka kita takkan protes, mengeluh atau kecewa ketika mengalami masalah. Tuhan seringkali menggunakan masalah sebagai cara untuk menegur dan memperingatkan kita. Pemazmur berkata, "Sebelum aku tertindas, aku menyimpang, tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu. Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu." (Mazmur 119:67,71). Namun masalah juga sebagai cara yang Tuhan pakai untuk membawa kita kepada rencana-Nya yang indah, suatu kesempatan bagi kita untuk melihat kuasa pembelaan Tuhan, menguatkan otot-otot iman kita dan memurnikan karakter hidup kita. "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." (Ayub 23:10).

Tokoh-tokoh besar di Alkitab juga tak luput dari masalah: Yusuf harus melewati proses hidup yang teramat menyakitkan sebelum ia mengalami penggenapan janji Tuhan, dan dapat berkata, "Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar." (Kejadian 50:20). Sadrakh, Mesakh dan Abednego harus melewati dapur perapian yang menyala-nyala sampai akhirnya mereka dapat melihat dan merasakan kuasa pembelaan Tuhan (baca Daniel 3:25-27). Daniel pun harus merasakan pengalaman yang luar biasa yaitu masuk ke dalam gua singa, dan melihat campur tangan Tuhan yang ajaib (baca Daniel 6:23).

Jangan bersungut-sungut ketika masalah datang, sebab di balik masalah selalu ada rencana Tuhan yang indah!

Sumber: Renungan Kristen

Senin, 27 September 2021

KEMENANGAN

Bacaan: 2Tawarikh 32:1-8

NATS: Aku tidak takut kepada puluhan ribu orang yang siap mengepung aku (Mazmur 3:7)

Ketika Raja Hizkia tahu bahwa raja Asyur bermaksud merebut Yerusalem, ia segera berangkat untuk mempertahankan kota tersebut. Akan tetapi ketika semua yang dilakukannya sudah mencapai batas maksimal kemampuan manusia, ia menyadari bahwa semua itu belumlah cukup. Oleh karena itu, ia mengumpulkan orang banyak, dan dalam situasi yang tampak mustahil untuk menang itu, ia meyakinkan mereka dengan kata-kata, "Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu ... karena yang menyertai kita lebih banyak daripada yang menyertai dia" (2 Tawarikh 32:7).

Bagaimana mungkin Raja Hizkia dapat berkata demikian? Ia sudah memberikan jawabannya. Katanya, "Yang menyertai dia [Sanherib] adalah tangan manusia, tetapi yang menyertai kita adalah Tuhan, Allah kita, yang membantu kita dan melakukan peperangan kita" (ayat 8). Sanherib memiliki kekuasaan, tentara, dan wibawa--semua itu hanyalah "tangan manusia." Sedangkan penduduk Yerusalem memiliki Tuhan Allah!

Renungkanlah situasi Anda saat ini. Apakah ada musuh yang sedang menekan Anda dari segala penjuru? Adakah segala sesuatu tampak tidak memberikan pengharapan? Ingatlah, Anda memiliki pertolongan Allah. Dia berada di pihak Anda! Pada saat Anda menghadapi ujian kehidupan yang tidak dapat diatasi, pada saat Anda benar-benar dalam kondisi terkepung dan kalah, pandanglah Tuhan. Yakinlah akan Dia, seraya berkata seperti pemazmur: "Aku tidak takut kepada puluhan ribu orang yang siap mengepung aku" (Mazmur 3:7) --RWD

BERSAMA TUHAN DI PIHAK KITA,
KITA TIDAK AKAN PERNAH TERKALAHKAN

Sumber: Renungan Harian

Minggu, 26 September 2021

KEMAMPUAN UNTUK BERUBAH

Bacaan: Yohanes 8:31-36

NATS: Apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar merdeka (Yohanes 8:36)

Penulis Gerald N. Callahan adalah seorang profesor dari Universitas Colorado. Saya telah lama tinggal di Colorado sehingga saya sangat tertarik dengan buku terbarunya yang berjudul River Odyssey (Sungai Odyssey). Buku itu mengungkapkan berbagai pengalaman dan pemikirannya tentang kehidupan. Ada hal-hal menarik di dalamnya, misalnya ketika dengan penuh penyesalan ia mengaku, "Saya terlalu sering mabuk.... Saya makan sekehendak hati saya tanpa takut terserang myocardial infarctions (penyumbatan pembuluh dalam otot jantung) dan kanker usus besar yang mampu membunuh pria setengah baya seperti saya. Setiap pagi saya berjanji akan berubah, tetapi perubahan itu tak pernah terjadi."

Pengakuan semacam itu diungkapkan oleh banyak orang. Betapa sulitnya kita dapat berubah! Mengubah seluruh gaya hidup ataupun hanya menghentikan kebiasaan-kebiasaan tertentu, sama saja sulitnya!

Namun, perubahan yang dramatis bisa saja terjadi bila kita membuka hati bagi Yesus Kristus. Kita bukan lagi "hamba dosa", karena sudah dimerdekakan (Yohanes 8:34-36). Perubahan yang terjadi pada Saulus dari Tarsus yang keras hati dalam perjalanannya ke Damsyik, dapat juga terjadi kapan saja dan kepada siapa saja (Kisah Para Rasul 9:1-9). Mukjizat tentang kelahiran baru merupakan tawaran Allah bagi Anda. Bila Anda belum pernah mengalami kelahiran baru, undanglah Kristus sekarang juga. Bila Anda sudah lahir baru, berdoalah memohon pertolongan Roh Kudus untuk mengubahkan hal-hal yang buruk dalam hidup Anda. Dialah Pribadi yang memampukan kita untuk berubah --VCG

Father, thank You for Your Spirit,
Fill us with His love and power;
Change us into Christ's own image
Day by day and hour by hour. --Anon

HIDUP YANG DIUBAHKAN BERASAL DARI HATI YANG DIUBAHKAN

Sumber: Renungan Harian

Sabtu, 25 September 2021

Jengkel

Matius 21:12-22

Satu di antara sekian banyak perasaan yang ada pada diri manusia adalah jengkel. Perasaan ini dapat muncul ketika orang tak mendapatkan apa yang diinginkannya. Rasa ini ada pada setiap orang, tua muda, besar kecil, kaya miskin, laki-laki atau perempuan. Aspek yang membedakan adalah respons orang tersebut ketika perasaan itu datang.

Bacaan kita hari ini memperlihatkan bahwa baik Yesus maupun para pemimpin umat dapat merasa jengkel. Yesus mengusir dan membalikkan meja-meja penukar uang dan bangku-bangku penjual merpati di halaman Bait Allah (12-13). Tak mungkin orang mengatakan bahwa Yesus tak marah ketika Ia melakukan hal itu. Pada kesempatan lain, Yesus juga marah ketika ingin makan buah ara, namun tak mendapatinya. Ia mengutuk pohon itu sehingga seketika menjadi kering (19). Bukan hanya Yesus, para imam kepala dan ahli-ahli Taurat pun jengkel ketika mereka melihat apa yang dikerjakan Yesus (15).

Sebagaimana dinyatakan pada awal renungan ini bahwa jengkel adalah perasaan manusiawi yang dapat muncul pada siapa saja, maka terimalah dan kelolalah perasaan itu dengan baik. Tak perlu menyangkali atau berusaha menghilangkannya. Satu-satunya hal yang perlu diingat dan disadari adalah pengendalian diri yang baik ketika rasa jengkel itu muncul.

Yang pertama adalah mengendalikan ucapan. Bukan sekadar karena Yesus yang mengucapkan, tetapi karena ucapan mengandung kuasa. Jadi, berhati-hatilah dengan ucapan ketika sedang jengkel. Salah-salah, kita mengucapkan kutuk, bukannya berkat. Ingatlah bahwa Yesus tidak mengutuk manusia melainkan pohon ara.

Selanjutnya adalah upaya untuk mengendalikan sikap. Bila kita mampu mengendalikan ucapan, maka mengendalikan perilaku bisa menjadi lebih mudah.

Perasaan jengkel yang dibuahi dengan perkataan yang tidak membangun, serta tindakan kasar, keras, atau jahat, hanya akan membawa akibat buruk bagi diri sendiri maupun orang lain. Karena itu, kendalikanlah perasaan jengkel kita. [JCP]

Sumber: Santapan Harian

Jumat, 24 September 2021

TETAP SETIA

Bacaan: 1 Samuel 31

1 Samuel 31:4 Kemudian Saul mengambil pedang itu dan menjatuhkan dirinya ke atasnya.

Hari ini sy br tahu bhw Saul mati krn bunuh diri. Akhir hidup yg tdk diinginkan semua org. 

Kl sy membaca kembali ktk Saul mau diurapi Samuel menjadi raja, Saul berkata dlm 1 Samuel 9:21: Tetapi jawab Saul: "Bukankah aku seorang suku Benyamin, suku yang terkecil di Israel? Dan bukankah kaumku yang paling hina dari segala kaum suku Benyamin? Mengapa bapa (Samuel) berkata demikian kepadaku?"

Saat itu Saul merasa bgt hina dan tdk layak. Tp semua itu berubah ktk dia sdh jd raja dan memenangkan bbrp pertempuran dan mempunyai kekuasaan shg dia menjadi tinggi hati. 
Dia tdk sabar menunggu Samuel utk mempersembahkan korban bakaran (krn Saul melihat rakyatnya sdh mulai meninggalkan dia krn sdh terjepit dikepung oleh org Filistin - 1 Sam 13) shg dia sendiri yg melakukannya pdhl itu tdk berkenan kpd Tuhan. 

Dan kesalahan yg kedua adalah ktk dia tdk mengikuti perintah Tuhan lwt Samuel utk menumpas org Amalek (1 Sam 15). 

Dan yg paling mengganggu hidup Saul adalah ktk dia iri hati kpd Daud. Dia mendengar org bernyanyi, Saul kalahkan beribu2 tp Daud berlaksa2. Jadi setelah itu hidup Saul penuh dgn iri hati, kebencian dan terus ingin membunuh Daud shg sy yakin tdk ada damai dan sukacita dlm kehidupan Saul. 

Ktk kita blm punya "apa²" kita jg merasa tdk ada apa2nya dan kalau tdk dihargai, yah kita jg ga merasa apa2. Tp ktk kita sdh merasa punya "apa²", baik itu harta, kepintaran, kedudukan, talenta dll, kalo kita tdk dihargai atau org lain dipuji kita kdg merasa ga nyaman atau mgkn kdg spt Saul, kita menjadi marah. 

Kesetiaan kita thd Tuhan bukan hanya terjadi pd suatu wkt musim sj tp berlangsung sampai kita bertemu dgn Tuhan Yesus. Kita hrs berhati2 dan berjaga2 utk smua hal yg bs membuat kita menyimpang dr jalan Tuhan. Dan kita hrs merendahkan diri ktk ditegur oleh org lain dan bukan spt Saul yg mencari berbagai alasan ktk dia ditegur oleh Samuel (1 Sam 13:11, 15:15, 20, 21). 

Pertanyaan refleksi. 

1. Apakah "hal" atau "berhala" yg selama ini membuat kita menyimpang dr Tuhan dan scr ga sadar membuat kita tdk setia utk bertumbuh dan berbuah?

2. Apakah yg akan kita lakukan utk menyingkirkan itu smua spy hub kita dgn Tuhan kembali bertumbuh dan berbuah sampai Tuhan memanggil kita? 

NB: Penyembahan berhala (perintah pertama dlm 10 Hukum) bs berupa uang, kekuasaan, hobi bahkan kekhawatiran (buku gods at war - Kyle Idleman). 


Hati Naaman

Bacaan: 2 RAJA-RAJA 5

"... seandainya nabi itu menyuruh perkara yang sukar kepadamu, bukankah bapak akan melakukannya?" (2 Raja-raja 5:13)

Tak bisa dibayangkan betapa gusar hati Naaman saat diabaikan Nabi Elisa. Panglima tentara Aram itu datang ke rumah Elisa agar disembuhkan dari penyakit kusta. Tetapi Elisa menyambutnya saja tidak, hanya seorang pelayan yang disuruh menemuinya dengan membawa pesan: "Pergilah mandi tujuh kali dalam sungai Yordan, maka tubuhmu akan pulih kembali, sehingga engkau menjadi tahir" (ay. 10).

Tentu saja Naaman merasa diremehkan. Ia adalah seorang jenderal, pejabat kerajaan yang pantas dihormati. Ia berharap nabi itu menumpangkan tangannya, memanggil nama Tuhan, dan sembuhlah kustanya. Naaman semakin merasa terhina karena disuruh mandi di Sungai Yordan, yang tidak lebih bersih dari sungai-sungai di negerinya. Keangkuhan hati membuat Naaman menolak perintah Elisa. Namun anak buahnya mengingatkan, bukankah dia hanya diminta melakukan perbuatan yang sederhana, mandi? Akhirnya Naaman membuka hatinya, mandi tujuh kali di Sungai Yordan, dan tahirlah dia.

Keangkuhan bisa merabunkan kita, sehingga tidak melihat jalan keluar yang terbentang di depan mata. Namun, seperti Naaman, kita harus bersyukur kalau orang-orang di sekitar kita, sahabat atau keluarga, mengingatkan kesalahan kita dan menyarankan pilihan terbaik untuk kita. Kita seharusnya membuka diri dan mau menyingkirkan sikap kita yang angkuh, agar kita bisa berhikmat dan bertindak benar. Marilah merendahkan hati, belajar mengenali kebaikan dan kemurahan Ilahi yang mungkin tertutup oleh keangkuhan hati kita. --ASA/www.renunganharian.net

SELALU MENDEKATKAN DIRI PADA TUHAN ADALAH CARA TERBAIK MERENDAHKAN HATI.

Kamis, 23 September 2021

SEBELUM BERDEBAT

[[Orang yang berpengetahuan menahan perkataannya, orang yang berpengertian berkepala dingin. ]] (Amsal 17:27)

Dalam sebuah dongeng dari negeri China, ada seorang hakim yang tegas dan bijaksana sehingga ia sangat dihormati orang. Ia memutuskan setiap perkara dengan adil tanpa pandang bulu. Suatu hari, dua orang pemuda menghadap sang hakim. Mereka bertengkar hebat. Masalahnya sederhana, mereka berdebat tentang hitungan 3x7. Pemuda yang satu mengatakan hasilnya 21, pemuda yang lain bersikukuh berpendapat hasilnya 27. Ternyata sang hakim menjatuhkan denda kepada pemuda yang menjawab dengan benar. Ketika pemuda itu memprotes, sang hakim menjawab, "Kamu pantas mendapat denda karena mau-maunya berdebat dengan orang bodoh yang tidak tahu kalau 3x7 sama dengan 21. Itu artinya kamu lebih bodoh!"

Hikmah dari cerita di atas adalah: janganlah kita begitu sibuk memperdebatkan sesuatu yang kita sendiri tahu betul tidak ada manfaatnya apa-apa. Sebab dengan begitu kita juga sama salahnya, atau bahkan lebih salah, daripada orang yang memulai perdebatan. Bukankah itu berarti secara sadar kita telah membuang-buang energi untuk sesuatu yang sia-sia? Sayang sekali!

Maka sebelum berdebat, pertimbangkanlah dulu baik-baik. Pikirkanlah matang-matang. Kalau memang kita tahu betul yang diperdebatkan itu tidak ada manfaatnya, tidak penting, atau bahkan mubazir—menang tidak ada untungnya, kalah juga tidak ada ruginya—lebih baik kita menghindarinya saja. Bila memang perlu mengalah, mengalahlah. Dengan begitu, setidaknya kita tidak membuang-buang waktu dan tenaga kita. (Ayub Yahya)

Sumber: Amsal Hari Ini 

Rabu, 22 September 2021

Bagaimana Pekerjaanmu Dapat Menjadi Berkat Bagi Orang Lain?

Yohanes 6: 27 Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai-Nya.

Sejak cukup umur untuk mengasuh anak, saya selalu mengerjakan banyak hal. Seperti proyek untuk sekolah, pertunjukan restoran paruh waktu, atau pekerjaan kantor saya saat ini. Dan selama bertahun-tahun saya datang untuk belajar banyak pelajaran tentang pekerjaan.

Pekerjaan yang menjadi kesenangan bagi diri sendiri dan gairah menjadi sesuatu yang benar-benar Anda sukai. Ditambah lagi Anda dikelilingi oleh pasangan dengan cara pikir yang sama.

Sebaliknya, pekerjaan yang Anda sukai dapat menjadi pekerjaan yang menjemukan jika Anda tidak bisa bertatap muka dengan rekan kerja Anda.

Saat saya bersiap untuk hari libur, saya telah merenungkan tiga hal yang Tuhan telah ajarkan kepada saya tentang pekerjaan dalam satu tahun terakhir ini:

1. Seorang Kristen tidak pernah “kehabisan” waktu

Sangat mudah untuk meninggalkan pekerjaan pada jam 5 sore dan tidak mengkhawatirkan apapun sampai keesokan harinya. Tapi sebagai pengikut Kristus, saya menyadari bahwa saya dipanggil untuk membawa panjinya selama 24 jam dalam 7 hari.

Saat sedang gundah gulana? Ya. Ketika kita keluar sepanjang hari dan kembali ke rumah dalam keadaan berantakan? Pastinya. Ketika semua unggahan di sosial media membuat Anda fristasi dan mudah tersinggung? Ya.

Mungkin ini sebabkan kita disebut sebagai prajurit dalam pasukan Tuhan. Semuanya adalah pertempuran yang harus kita hadapi dan bertarung dengan menggunakan cinta dan damai.

2. Tuhan adalah bosnya, bukan saya

Akhir-akhir ini saya diingatkan bahwa mengkritik hidup orang lain bukanlah tugas saya. Sama seperti atasan saya yang memberi tugas untuk diselesaikan, itu adalah urusan diantara kami berdua. Demikian pula Tuhan yang memiliki hubungan pribadi dengan kita masing-masing. Dia tidak meminta kita untuk mengurusi orang lain.

Mengapa mereka pergi ke gereja itu? Mengapa wanita itu terus-menerus mengemis di sudut jalan yang sama? Mengapa dia tidak mendapatkan tulang belakang dan memutuskan hubungan yang berbahaya itu?

Suatu hari nanti kita semua akan berdiri di hadapan Bos dan pilihan kita akan dievaluasi. Tetapi untuk saat ini, tugas saya adalah untuk melakukan pekerjaan saya, untuk mencintai orang-orang di mana mereka berada, dan untuk mengingat bahwa hidup terkadang terlihat sangat berbeda di dalam sepatu orang lain.

3. Pekerjaan Anda memang membuat perbedaan

Sudah biasa bagi saya untuk merasa kecil dan tidak berdaya. Mungkin kamu juga merasakan hal itu. Tetapi ketika orang-orang kecil seperti kita memikirkan sesuatu, hal-hal luar biasa benar-benar terjadi. Bahkan sesuatu yang kecil seperti senyuman atau kata-kata penyemangat dapat membuat perbedaan pada hari yang dijalani oleh seseorang, bahkan bagi hidup mereka.

Jadi apakah Anda mengajar, menulis, atau membersihkan sampah atau apakah Anda duduk di kursi yang keras, atau di sofa yang nyaman, Tuhan ingin menggunakan pekerjaan Anda. Tidak hanya memberkati orang lain, tetapi membuat Anda lebih dekat dengan-Nya.

Sumber: Jawaban.com

Selasa, 21 September 2021

DIA DAPAT DIPERCAYA

Bacaan: Roma 8:18-30

NATS: Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia (Roma 8:28)

Bila mengutip ayat ini, biasanya kita memulainya dengan berkata: "Segala sesuatu bekerja untuk mendatangkan kebaikan." Padahal ayat yang sebenarnya berbunyi: "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia." Kita tahu karena kita beriman. Dengan iman kita yakin Allah takkan pernah mengecewakan.

Saya pernah membaca sebuah kisah tentang kapal karam. Ketika satu-satunya orang yang selamat berhasil mencapai pulau kecil yang tak berpenghuni, ia berdoa agar Allah menyelamatkannya. Namun bantuan tak kunjung datang. Lalu ia mendirikan sebuah gubuk dari pecahan kayu kapal, sebagai tempat berlindung. Suatu hari, sepulang dari mencari makanan ia mendapati gubuknya terbakar habis, dan tinggal asap yang membubung tinggi ke udara. Dengan marah ia berteriak, "Ya, Allah, mengapa Kaubuat ini terhadapku?" Pagi berikutnya, ia dibangunkan oleh orang-orang yang datang menyelamatkannya. "Dari mana kalian tahu aku ada di sini?" tanyanya. "Kami melihat kode asap Anda," sahut mereka.

Pendeta Lud Golz menulis, "Kadang-kadang kasih Allah terasa menyakitkan karena Dia mengizinkan kesulitan-kesulitan menghadang kita. Namun pada akhirnya hasil dari kesulitan itu akan menunjukkan siapa Dia sesungguhnya."

Ketika harapan terakhir Anda telah menjadi asap yang membubung ke udara, ingatlah bahwa apa yang "kita tahu" akan menjadi kenyataan (Roma 8:28). Allah sudah berkata bahwa segala sesuatu mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, maka apa pun yang Anda alami Allah menjamin perkataan-Nya!-JEY

ALLAH SUKA MENGUJI IMAN KITA
JADI KITA HARUS MEMPERCAYAI KESETIAAN-NYA

Sumber: Renungan Harian

Senin, 20 September 2021

TROLI

[[Orang bijak berhati-hati dan menjauhi kejahatan, tetapi orang bebal melampiaskan nafsunya dan merasa aman ]] (Amsal 14:16)

Pada tahun 1937, Sylvan Nathan Goldmann, pemilik toko grosir yang mengalami krisis finansial, memperkenalkan penggunaan troli untuk pertama kali, agar para konsumen berbelanja lebih lama dan lebih banyak. Awalnya para pelanggan tidak berminat pada alat baru itu. Mereka merasa terhina; troli itu seperti pelecehan pada kemampuan mereka untuk membawa belanjaan sendiri.

Tak kekurangan akal, Goldmann membayar beberapa pengunjung palsu untuk mondar-mandir di tokonya dengan kereta tersebut. Melihat itu, pengunjung sungguhan mulai ikutan memakai troli buatan Goldmann dan, tak lama kemudian, Goldmann pun kaya raya karena idenya dipakai secara luas di nyaris semua tempat perbelanjaan Amerika.

Semudah dan secepat itu pendapat manusia diubah. Manusia memiliki kecenderungan yang sangat besar untuk ikut arus, maka kita harus menyadari pentingnya bersikap kritis. Sikap kritis dapat menyelamatkan kita seperti yang dicontohkan Kristus dalam bacaan hari ini. Iblis dapat meminjam kalimat-kalimat ”Firman Tuhan” untuk menjebak kita (Matius 4:6). Bahkan, kalau urusannya sekadar memberi kita segala kemegahan dunia, si jahat pun memiliki kemampuan (ayat 8).

Pepatah Inggris berbunyi: Not all that glitter is gold (sesuatu yang tampak menarik belum tentu semenarik kelihatannya). Sikap tidak kritis dan kecenderungan untuk meremehkan kemampuan Iblis membuat banyak orang beriman jatuh. Mari kita belajar untuk tidak mudah terpukau oleh hal duniawi, terus bersikap kritis, selalu mencari tolok ukur kebenaran pada firman Allah, dan tentunya memohon penyertaan Roh Kudus. (Olivia Elena Hakim)

Sumber: Amsal Hari Ini

Minggu, 19 September 2021

Melihat Iman Mereka

Bacaan: MARKUS 2:1-12

Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu, "Hai anak-Ku, dosa-dosamu sudah diampuni!" (Markus 2:5)

Melihat iman "mereka", Tuhan menolong si Lumpuh (ay. 5). Siapa "mereka" yang dimaksudkan? Semua yang hadir? Si Lumpuh dan orang-orang yang membawanya? Hanya orang-orang yang membawa si Lumpuh? Rupanya harus ada kejelasan tentang hal penting itu.

Mari kita cermati. Menurut ayat 4, "mereka" itu adalah orang-orang yang membuka atap, dan menurunkan si Lumpuh ke hadapan Tuhan. Siapa orang-orang itu? Ayat 3 menuliskan, "Orang-orang datang membawa kepada-Nya seorang lumpuh." Berarti, yang disebut "mereka" adalah orang-orang yang membawa si Lumpuh kepada Tuhan. Hanya mereka. Si Lumpuh tak termasuk. Dan, melihat iman orang-orang yang membawa si Lumpuh itu, Tuhan berkenan menyembuhkan si Lumpuh (ay. 5).

Tak percayakah si Lumpuh kepada Tuhan? Bisa percaya, bisa juga tidak. Jika si Lumpuh tak percaya, mengapa Tuhan menolongnya? Justru itulah intinya. Orang sangka, Tuhan hanya menolong yang percaya kepada-Nya. Tetapi, firman Tuhan menyatakan: Entah si Lumpuh percaya atau tidak, melihat iman orang-orang yang membawanya kepada-Nya, Tuhan berkenan menolong si Lumpuh.

Apakah arti semua itu? Rahmat Tuhan itu sungguh tak terbatas, menjangkau semua orang, melampaui batas-batas pikiran manusia. Itulah Injil, kabar baik bagi semua orang. Jika orang yang tidak percaya dirundung masalah, dan orang-orang percaya mau membawanya dalam doa kepada-Nya, sungguh, Tuhan berkenan menolongnya. Melihat iman mereka yang percaya, Tuhan berkenan menolong. Luar biasa kasih Tuhan. --EE/www.renunganharian.net

ACAP KALI, KITA MASIH TERKEJUT KETIKA KASIH TUHAN TERNYATA MELAMPAUI BATAS-BATAS YANG KITA PANCANGKAN SENDIRI DALAM PIKIRAN KITA.-O.S. RAILLE

Sabtu, 18 September 2021

MENERIMA TEGURAN

Bacaan: Amsal 9:1-10

NATS: Orang bodoh menolak didikan ayahnya, tetapi siapa mengindahkan teguran adalah bijak (Amsal 15:5)

Beberapa tahun yang lalu saya membaca sebuah artikel menarik tentang seorang peneliti kanker bernama Dr. Robert Good. Ia adalah orang yang berkemauan keras serta memiliki kecakapan yang menakjubkan untuk memunculkan ide-ide baru dan memanfaatkan setiap informasi yang sampai kepadanya. Namun yang paling mengesankan bagi saya adalah sebuah pujian yang menyatakan bahwa ia selalu bersedia menyadari kesalahan yang ditemukan dalam teori-teorinya dan segera meninggalkan teori itu lebih cepat dari siapa pun di bidang riset medis. Seorang rekan kerjanya berkata, "Dr. Good tidak pernah ‘menikah’ dengan hipotesa-hipotesanya, jadi ia tidak perlu merasakan pedihnya ‘perceraian’ saat salah satu hipotesanya terbukti salah dan tidak dapat dipakai lagi."

Penulis Amsal 9 sangat menghargai kesediaan seseorang untuk melihat kesalahannya dan mengakuinya. Di sana ia menulis bahwa orang yang bijak adalah orang yang mau belajar dari kesalahannya. Saat ditegur, ia tidak marah. Sebaliknya, teguran dapat menjadi teman yang setia dan alat yang bermanfaat untuk mengadakan perbaikan (ayat 9). Di sisi lain, jika seorang "pencemooh" diperingatkan, ia cenderung menanggapinya dengan kemarahan dan kebencian (ayat 8). Egonya terlalu besar, sehingga ia tidak mau mendengarkan bila diberitahu bahwa ia salah.

Kita harus selalu mengambil langkah yang paling bijak, yakni dengan selalu mengindahkan teguran yang kita terima. Untuk menjadi orang yang benar-benar bijaksana, kita harus ingat bahwa kadangkala kita pun berlaku bodoh! -MRDII

ORANG YANG TIDAK MAU MENDENGARKAN TEGURAN TIDAK MENDAPATKAN KESEMPATAN UNTUK BELAJAR DARI TEGURAN ITU

Sumber: Renungan Harian

Jumat, 17 September 2021

Satu Angka Lagi

Bacaan: YESAYA 42:1-9

Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya, tetapi dengan setia ia akan menyatakan hukum. (Yesaya 42:3)

Pada suatu pertandingan babak semi final All England, Rudy Hartono berhadapan dengan Sture Johnson, juara Eropa asal Swedia. Situasi sangat kritis. Sture Johnson menang 15-4 di set pertama. Sementara di set kedua, ia sudah unggul 14-0. Namun akhirnya kok berpindah ke tangan Rudy. "Aku ingin satu angka saja, " ucapnya dalam hati. Angka pun berubah menjadi 1-14. "Aku ingin satu angka lagi, " dan terjadilah 2-14. Hingga akhirnya, angka terus bertambah dan terjadi deuce 14-14. Akhirnya Rudy berhasil memenangkan set kedua dengan angka 17-14.

Tidak ada orang yang hidup tanpa masalah. Bahkan tak jarang pergumulan datang silih berganti. Baru saja terlepas dari suatu masalah, datang lagi masalah baru. Ada pula yang mengalami masalah bertubi-tubi. Masalah satu belum selesai, datang lagi masalah yang lain. Tak ayal situasi sulit semacam ini mampu melemahkan iman dan pengharapan. Bahkan dapat dengan mudah membuat seseorang terpuruk dan berputus asa. Ibarat sebuah pertandingan, kita berada di ambang kekalahan. Tidak ada lagi semangat, sehingga memilih untuk menyerah sebelum benar-benar kalah.

Belajar dari pengalaman Rudy Hartono, jangan pernah cepat putus asa! Seberat apa pun beban yang harus kita tanggung dan sekecil apa pun peluang kita untuk menang, tetaplah beriman karena Tuhan selalu siaga menopang kita. Di dalam kelemahan, keraguan dan ketakutan kita, Dia selalu ada untuk menjaga. Hanya, bersabarlah saat menghadapi situasi sulit. Tak perlu tergesa, hadapilah setiap masalah satu demi satu. Berjalanlah selangkah demi selangkah bersama Tuhan! --EBL/www.renunganharian.net

JIKA ENGKAU TAWAR HATI PADA MASA KESESAKAN, KECILLAH KEKUATANMU.-AMSAL 24:10

Kamis, 16 September 2021

Sang Penyembuh Agung

Hizkia menghancurkan ular tembaga yang dibuat Musa. –2 Raja-Raja 18:4

Ayat Bacaan & Wawasan:
Bil. 21:4-9; 2Raj. 18:4-7

Ketika seorang kerabat saya mulai menjalani suatu perawatan medis untuk menyembuhkan alergi makanan yang akut, saya begitu bersemangat sampai-sampai saya terus membicarakannya. Saya senang menjelaskan proses intensif yang dijalani sambil memuji-muji dokter yang menemukan program tersebut. Akhirnya, beberapa teman berkomentar, “Rasanya Tuhanlah yang seharusnya dipuji untuk kesembuhan itu.” Pernyataan mereka membuat saya tertegun. Apakah saya telah mengalihkan pandangan saya dari Sang Penyembuh Agung dan justru mendewa-dewakan kesembuhan itu sendiri?

Bangsa Israel juga jatuh ke dalam jerat yang sama ketika mereka mulai membakar dupa bagi ular tembaga yang pernah dipakai Allah untuk menyembuhkan mereka. Mereka sudah lama melakukan penyembahan ini sampai suatu waktu Raja Hizkia menyatakan hal tersebut sebagai penyembahan berhala dan “menghancurkan ular tembaga yang dibuat Musa” (2 Raj. 18:4).

Beberapa abad sebelumnya, sekawanan ular tedung menyerang perkemahan Israel. Ular-ular itu memagut mereka dan banyak yang mati (Bil. 21:6). Meskipun masalah itu diakibatkan oleh pemberontakan Israel terhadap Allah, mereka akhirnya berseru meminta pertolongan kepada-Nya. Allah menunjukkan belas kasihan-Nya dan memerintahkan Musa untuk memahat ular dari tembaga, menaruhnya pada sebuah tiang, dan mendirikannya agar terlihat oleh semua orang. Ketika orang yang terpagut ular melihatnya, ia akan sembuh (ay. 4-9).

Renungkanlah apa saja pemberian Allah bagi Anda. Adakah dari antara pemberian itu yang lantas menjadi obyek pemujaan, dan tidak lagi menjadi bukti belas kasihan dan anugerah-Nya? Kiranya kita mengingat bahwa hanya Allah kita yang kudus—sumber segala pemberian yang baik (Yak. 1:17)—yang layak menerima penyembahan kita (Jennifer Benson Schuldt).

Renungkan dan Doakan
Bagaimana cara Allah menunjukkan kebaikan-Nya kepada Anda melalui orang lain? Mengapa kita begitu mudah memuji orang lain, untuk sesuatu yang telah Allah lakukan dalam hidup kita?

Ya Allah, aku menyembah-Mu sebagai Pribadi Mahakuasa yang mendengar doa-doaku. Terima kasih karena Engkau senantiasa menopang hidupku dan mempedulikanku.

Sumber: Our Daily Bread Ministries

Rabu, 15 September 2021

TERHILANG DAN DISELAMATKAN

Bacaan: Lukas 18:9-14

NATS: Pemungut cukai itu ... memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini (Lukas 18:13)

Penginjil D.L. Moody pernah mengunjungi sebuah penjara yang disebut "Pekuburan" untuk berkhotbah kepada para penghuninya. Setelah selesai berbicara, Moody berbincang-bincang dengan beberapa orang di dalam sel. Ia menanyakan pertanyaan yang sama kepada tiap tahanan, "Mengapa Anda ditahan?" Berulang kali ia menerima jawaban: "Saya tidak seharusnya berada di sini." "Saya dijebak." "Saya difitnah." "Saya tidak diadili secara adil." Tak seorang tahanan pun mau mengakui bahwa dirinya bersalah.

Akhirnya Moody berjumpa seorang pria yang menutupi wajah dengan tangannya, sambil menangis tersedu-sedu. "Ada apa, sobat?" Moody bertanya. Tahanan itu menjawab, "Saya tak mampu menanggung dosa saya yang begitu besar." Mendengar hal itu, Moody merasa lega karena telah menemukan setidaknya satu orang yang mau mengakui kesalahannya dan membutuhkan pengampunan. Karena itulah Moody berseru, "Puji Tuhan!" Kemudian dengan sukacita Moody bercerita tentang keselamatan dalam Kristus. Dari situ orang itu dibebaskan dari belenggu dosa dan diselamatkan.

Gambaran tentang dua sikap yang berlawanan dalam perumpamaan Yesus tentang orang Farisi dan pemungut cukai sangatlah akurat (Lukas 18:9-14). Selama orang berdosa menyatakan diri tidak bersalah dan menyangkali dosanya di hadapan Tuhan, ia tidak dapat menerima karunia pengampunan. Namun bila ia mengaku bersalah dan berseru, "Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini," maka ia akan diampuni. Untuk mendapatkan keselamatan, Anda harus mengakui bahwa Anda telah terhilang --RWD

AGAR DISELAMATKAN ANDA HARUS MENGAKUI BAHWA ANDA TERHILANG

Sumber: Renungan Harian

Selasa, 14 September 2021

Ada Cerita yang Terselip Dibalik Bahagia Orang Lain

Yakobus 1:26 Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya.

Di sebuah gerbong kereta api yang penuh, seorang pemuda berusia kira-kira 24 tahun melepaskan pandangannya melalui jendela. Ia begitu takjub melihat pemandangan sekitarnya. Dengan girang, ia berteriak dan berkata kepada ayahnya, “Ayah, coba lihat pohon-pohon itu, mereka berjalan menyusul kita.”

Sang ayah hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala dengan wajah yang penuh senyum. Ia begitu bahagia mendengar celoteh putranya itu.

Di samping pemuda tersebut, ada sepasang suami-istri yang sejak awal mengamati tingkah pemuda yang kekanak-kanakan itu. Mereka berdua merasa sangat risih.

Kereta terus berlalu, tidak lama pemuda itu kembali berteriak, “Ayah, lihat itu, itu awan kan? Lihat, mereka ikut berjalan bersama kita juga.”

Ayahnya tersenyum lagi merasakan kebahagiaan anaknya.

Pasangan suami istri itu tak lagi mampu menahan diri, akhirnya mereka berkata kepada ayah pemuda itu, “Kenapa Anda tidak membawa putra Anda ke dokter jiwa saja?”

Sejenak, ayah pemuda itu terdiam. Lalu dia menjawab, “Kami baru saja kembali dari rumah sakit, anakku ini menderita kebutaan semenjak lahir. Dia baru saja menjalani operasi mata, dan hari ini adalah hari pertamanya naik kereta dan dia bisa melihat dunia dengan matanya sendiri.”

Mendengar apa yang dialami oleh pemuda itu, pasangan tersebut sontak terdiam seribu bahasa.

Setiap orang punya cerita hidup masing-masing. Karena itu, jangan pernah menjatuhkan vonis terhadap seseorang dengan apa yang Anda lihat dan dengar saja. Karena Anda tidak tahu sama sekali apa yang sebenarnya sedang dilewati oleh orang lain dalam hidupnya. Dengan mengetahui kondisi yang sebenarnya seringkali akan membuat Anda tercengang.

Hak cipta oleh LR, berbagai sumber.

Senin, 13 September 2021

AWALNYA KECIL

[[Sadarlah dan berjaga-jagalah! ]] (1 Petrus 5:8a)

Banyak hal besar berawal dari hal kecil. Kebakaran hutan tidak jarang berawal dari puntung menyala yang dibuang sembarangan. Tawuran yang melibatkan dua fakultas di sebuah perguruan tinggi tidak jarang berawal dari “tatap-tatapan” mata dua mahasiswanya. Pendaki gunung tahu persis, tantangan yang paling merepotkannya bukan jalanan terjal atau jurang curam, tapi kerikil kecil yang masuk ke kaos kaki sepatu.

Begitu juga dengan dosa. Jangan main-main dengan dosa sesepele apa pun. Sebab “yang kecil” itu justru bisa menjadi pintu masuk untuk “yang besar”. Narkoba tidak jarang awalnya adalah kebiasaan merokok, dan kebiasaan merokok awalnya dari coba-coba sebatang dua batang rokok. Perzinaan atau pemerkosaan tidak jarang berawal dari menonton film porno. Pembunuhan sadis tidak jarang berawal dari ejekan.

Hal ini juga terjadi pada Raja Salomo. Siapa yang tidak kenal Salomo, Raja Israel yang termasyhur kebijaksanaannya? Kerajaan Israel mencapai puncak keemasan ketika berada di bawah pemerintahannya. Betul, kerajaannya adalah warisan Daud, ayahnya, tapi tidak dapat dipungkiri kehebatan Salomo dalam menangani masalah kenegaraan. Tragisnya, kebesaran Salomo justru kandas karena ia tidak tahan menghadapi “godaan” istri-istrinya. Bacaan Alkitab kita mencatat akhir tragis perjalanan Salomo (1 Raja-raja 11:1-9).

Dalam segala keadaan, sikap selalu mawas diri itu perlu. Seperti dikatakan Petrus, “Sadarlah dan berjaga-jagalah!” (1 Petrus 5:8a). Jangan karena merasa sesuatu itu hanyalah masalah “kecil” lalu kita membiarkan diri dijerat olehnya.
(Ayub Yahya)

Sumber: Amsal Hari Ini 

Minggu, 12 September 2021

Mengasihi Musuh

Kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi. –Kisah Para Rasul 1:8

Ayat Bacaan & Wawasan:
Kisah Para Rasul 1:1-8

Saya buru-buru menyelinap masuk sebelum ia melihat saya. Saya merasa malu karena bersembunyi, tetapi saya tidak ingin berurusan dengannya saat itu—atau kapan pun. Saya ingin sekali memarahinya, atau menegurnya supaya ia sadar. Walaupun saya pernah dibuat kesal oleh perbuatannya di masa lalu, sepertinya sekarang saya justru membuatnya semakin jengkel!

Bangsa Yahudi dan bangsa Samaria juga merasa jengkel terhadap satu sama lain. Karena orang Samaria berdarah campuran dan menyembah dewa-dewanya sendiri, di mata orang Yahudi mereka telah merusak garis keturunan dan iman orang Yahudi, dengan mendirikan agama saingan di Gunung Gerizim (Yoh. 4:20). Begitu bencinya orang Yahudi kepada orang Samaria hingga mereka rela menempuh rute lebih jauh dengan mengitari daripada melintasi wilayah mereka.

Yesus menunjukkan pilihan yang lebih baik. Dia datang membawa keselamatan bagi semua orang, termasuk orang Samaria. Jadi, Dia berani melangkah masuk ke wilayah Samaria untuk membawa air hidup bagi seorang perempuan berdosa dan kota kediamannya (ay. 4-42). Kata-kata terakhir yang diberikan-Nya kepada para murid adalah perintah supaya mereka mengikuti teladan-Nya. Mereka harus memberitakan kabar baik tentang Dia kepada siapa saja, mulai dari Yerusalem, lalu menyebar melalui Samaria, hingga sampai ke “ujung bumi” (Kis. 1:8). Samaria di sini bukan sekadar soal urutan penjangkauan. Samaria mewakili bagian yang paling menyakitkan dalam misi mereka. Para murid harus menanggalkan prasangka buruk yang sudah mereka miliki seumur hidup guna mengasihi orang-orang yang tidak mereka sukai.

Apakah Yesus lebih penting bagi kita daripada kejengkelan kita terhadap orang lain? Hanya ada satu cara untuk memastikannya. Kasihilah “Orang Samaria” di sekitar Anda (Mike Wittmer).

Renungkan dan Doakan
Bagaimana Anda dapat mulai menunjukkan kasih kepada orang-orang yang kurang Anda sukai? Pernahkah Anda mengasihi orang seperti itu, sampai mereka menunjukkan perubahan karakter?

Ya Bapa, kiranya gelombang kasih-Mu melanda diriku, supaya pancarannya juga mengalir kepada orang lain, melalui aku.

Sumber: Our Daily Bread Ministries

Sabtu, 11 September 2021

DIBAYAR LUNAS!

Bacaan: Kolose 2:4-15

NATS: [Yesus telah] menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita (Kolose 2:14)

Sebuah artikel koran memuat berita tentang seorang pengusaha dari Utah yang bangkrut dengan hutang sebesar 613 miliar dollar. Luar biasa! Lebih parah lagi, pria tersebut mengatakan bahwa aset yang dimilikinya hanya bernilai sebesar 7.310 dollar. Dengan kata lain, jika seluruh hutangnya harus dibayarkan, si pemberi kredit hanya akan menerima kurang lebih satu per satu juta dari tiap sen yang dipinjamkan. Ia menghadapi jalan buntu untuk dapat membayar hutang-hutangnya.

Terkadang saya merasa kehidupan saya bersama Allah juga demikian. Lalu, mengapa saya masih berpikir bahwa saya harus berusaha keras untuk membayar "hutang kasih" dari-Nya? Situasi tampaknya tak berpengharapan. Tatkala saya berpikir bahwa Dia menuntut kebenaran yang sempurna, saya merasa benar-benar bangkrut dan tak berdaya.

Tetapi kemudian saya ingat bahwa hutang saya sudah dibayar lunas. Yesus, Anak Allah, mencurahkan darah-Nya yang berharga untuk menebus dosa-dosa saya yang tak terhingga banyaknya dengan harga yang tak ternilai. Kini saya bebas menjalin hubungan dengan Allah yang dimotivasi oleh ucapan syukur dan dikuatkan oleh kuasa Roh Kudus.

Inilah yang diungkapkan dalam Kolose 2. Hukum Allah menunjukkan bahwa kita telah bangkrut secara rohani. Namun hutang kita yang besar benar-benar telah dihapuskan. Hutang kita telah dibayar lunas oleh Yesus Kristus di salib Kalvari. Kita bebas. Satu-satunya hutang kita saat ini adalah hutang ucapan syukur dan pujian bagi Tuhan kita yang baik --MRDII

KITA MENERIMA KESELAMATAN DENGAN CUMA-CUMA KARENA KRISTUS TELAH MEMBAYAR HARGA YANG SANGAT MAHAL

Sumber: Renungan Harian

Jumat, 10 September 2021

Bacaan 1 Samuel 17

Daud dan Goliat

1 Samuel 17:45-47 (TB)
45 Tetapi Daud berkata kepada orang Filistin itu: "Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam, Allah segala barisan Israel yang kautantang itu. 
46 Hari ini juga TUHAN akan menyerahkan engkau ke dalam tanganku dan aku akan mengalahkan engkau dan memenggal kepalamu dari tubuhmu; hari ini juga aku akan memberikan mayatmu dan mayat tentara orang Filistin kepada burung-burung di udara dan kepada binatang-binatang liar, supaya seluruh bumi tahu, bahwa Israel mempunyai Allah, 
47 dan supaya segenap jemaah ini tahu, bahwa TUHAN menyelamatkan bukan dengan pedang dan bukan dengan lembing. Sebab di tangan TUHANlah pertempuran dan Ia pun menyerahkan kamu ke dalam tangan kami." 

Sdh sering sy membaca dan mendengar cerita Daud dan Goliat. Tp ktk pagi ini sy membaca kembali, hati sy bergetar melihat iman dan perkataan yg diucapkan Daud mulai ayat 45-47. 

Ktk mslh dan pergumulan mendatangi sy spt Goliat mendatangi Daud, apakah yg sy pikirkan? Kdg tentu muncul kekhawatiran. Apalagi kl mslh atau pergumulan itu di luar kendali kita mis hrs membayar sejumlah biaya pdhl uang kita ga cukup atau sakit penyakit yg tdk kunjung sembuh atau apapun itu. Namun, pagi ini sy belajar dr iman Daud yg pd wkt itu msh seorg gembala, blm jd raja, blm punya apa2. Tp dia punya iman kpd Tuhan Allah Israel. Dan Daud yakin bhw Tuhan yg akan melepaskan dia dr tangan Goliat. 

Begitu jg dgn mslh atau pergumulan kita, kita hanya perlu menaruh iman kpd Tuhan Allah Bapa kita dan percaya bhw Dia akan menolong kita karena hidup kita ini adalah hidup krn percaya bukan karena melihat (2 Kor 5:7). Amin. 

Ibrani 11:1, 6 (TB)
1 Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.
6 Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia. 

Tidak Membalas Dendam

Saul berkata, “Walaupun Tuhan telah menyerahkan aku ke dalam tanganmu, engkau tidak membunuh aku.” –1 Samuel 24:19

Ayat Bacaan & Wawasan:
1 Samuel 24:2-5, 15-19

Pagi itu, seorang petani mengendarai truknya dan mulai memeriksa tanaman di tanah pertaniannya. Ketika ia sampai di ujung tanahnya, darahnya mendidih. Lagi-lagi ada orang memanfaatkan lokasi tanah pertaniannya yang terpencil untuk membuang sampah secara ilegal di sana.

Ketika petani itu memindahkan kantong-kantong sampah yang berisi sisa makanan itu ke bak truknya, ia menemukan sehelai amplop. Pada amplop itu tercetak alamat si pelaku. Ia berpikir, sungguh kesempatan yang terlalu bagus untuk dilewatkan. Malam itu ia pergi ke rumah si pelaku dan memenuhi halaman rumah orang itu dengan sampah—bukan hanya sampah yang dibuang di ladangnya tetapi juga sampahnya sendiri!

Mungkin balas dendam itu membawa kenikmatan tersendiri. Namun, apakah tindakan itu dapat dibenarkan? Dalam 1 Samuel 24, Daud dan anak buahnya bersembunyi di sebuah gua untuk melarikan diri dari kejaran Raja Saul yang ingin membunuhnya. Ketika Saul berjalan masuk ke dalam gua yang sama untuk membuang hajat, anak buah Daud melihat hal itu sebagai kesempatan yang tidak boleh dilewatkan untuk membalas dendam (ay. 4-5). Namun, Daud menolak untuk mengikuti nafsu membalas dendam. “Dijauhkan Tuhanlah kiranya dari padaku untuk melakukan hal yang demikian kepada tuanku,” katanya (ay. 7). Ketika Saul mengetahui bahwa Daud memilih untuk tidak membunuhnya, ia hampir tidak percaya. “Engkau lebih benar dari pada aku,” serunya (ay. 18-19).

Saat kita atau seseorang yang kita kasihi menghadapi ketidakadilan, mungkin akan tiba kesempatan bagi kita untuk membalas dendam. Akankah kita menyerah pada hasrat tersebut, seperti yang dilakukan si petani, atau kita melawannya, seperti yang diperbuat Daud? Akankah kita memilih kebenaran daripada pembalasan dendam? (Sheridan Voysey)

Renungkan dan Doakan
Pernahkah Anda merasa ingin membalas dendam kepada orang lain? Bagaimana respons Daud dapat menuntun Anda dalam usaha Anda mencari keadilan bagi diri Anda dan orang lain?

Tuhan Yesus, yang juga mengasihi musuh-musuh kami, tolonglah aku untuk mencari keadilan dengan cara yang berkenan kepada-Mu.

Sumber: Our Daily Bread Ministries

Kamis, 09 September 2021

Selalu Ada Alasan Untuk Bersyukur

Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu. (1 Tesalonika 5:18)

Satu keluarga bahagia sekali karena dihadiahi satu karung beras oleh keluarganya dari kampung.

Setelah si ibu memasak dan menghidangkan untuk makan malam, ayah berkata: "Ah, ada pasir, ada pasir!" sambil mengeluarkan nasi dari mulutnya.

Beberapa kali suami istri tersebut menemukan pasir saat mengunyah makanan.

Ketika karung berisi beras diperiksa ternyata banyak pasirnya dan sang suami terus mengeluhkannya.

Namun si istri itu berkata, "Bersyukurlah masih ada beras yang masih bisa dipisahkan dari pasir!" sambil mulai membersihkan beras.

Kehidupan kita sebagai orang Kristen terkadang mengalami hal yang tidak menyenangkan di saat hal menyenangkan tiba seperti beras bercampur pasir. Meskipun demikian kita sesungguhnya masih dapat menemukan alasan untuk mengucap syukur kepada Tuhan seperti ucapan dan perbuatan ibu tersebut terhadap beras yang dia miliki. Kita tetap dapat berfokus pada berasnya dan memisahkan pasirnya.

Mengapa firman Tuhan mengajak kita mengucap syukur senantiasa dan itulah yang dikehendaki Tuhan? Sebab ada banyak hal dalam hidup ini yang perlu disyukuri, ketimbang kita terlalu berkeluh kesah dengan hal yang menyusahkan.

Ketika kita tidak bisa bersyukur, maka hidup kita akan dikuasai masalah. Masalah akan menjadi pusat perhatian kita dan bukan Tuhan yang memberi kita kekuatan untuk menang dari segala masalah.

Dengan tetap berfokus pada yang baik ketika ada campuran yang tidak baik, kita bisa mengucap syukur dalam segala hal dan bersukacita senantiasa serta tetap berdoa.

Sumber: Renungan Kristen

Rabu, 08 September 2021

Lihatlah Hal Terbaik

Bacaan: KISAH PARA RASUL 9:1-19

Sementara itu hati Saulus masih berkobar-kobar untuk mengancam dan membunuh murid-murid Tuhan. Ia menghadap Imam Besar. (Kis. Pr. Rasul 9:1)

Saat saya bingung mencari tukang untuk memperbaiki atap rumah yang bocor, seorang tetangga merekomendasikan seseorang. Sebutlah namanya Ahe. Yang saya tahu, Ahe ini orangnya jorok, loyo dan ngantukan. "Jangan hanya lihat jeleknya. Begitu-begitu dia jago urusan betulin rumah, " kata tetangga. Saya temui Ahe dan minta tolong dia memperbaiki atap. Ternyata hasil kerjanya mantap. Sampai sekarang rumah kami aman dari bocor padahal hampir setiap hari turun hujan.

Kita harus senantiasa mencari hal-hal terbaik yang terdapat dalam diri setiap orang. Apa yang kita fokus dan cari, itulah yang kita lihat. Kalau kita mencari-cari jeleknya seseorang, pasti kita temukan jeleknya. Tapi kalau kita mencari kebaikannya, pasti kita temukan baiknya. Di mata Ananias, Saulus adalah seorang yang berbuat banyak kejahatan untuk orang-orang kudus di Yerusalem (ay. 13). Alkitab mencatat Saulus berusaha membinasakan jemaat Tuhan, masuk dari rumah ke rumah, menyeret laki-laki dan perempuan keluar dan memasukkan mereka ke dalam penjara (Kis 8:1b-3). Tetapi Tuhan melihat hal terbaik dari Saulus, yaitu hati yang berkobar-kobar. Saulus bisa dipakai untuk memberitakan nama Kristus kepada bangsa-bangsa lain, serta raja-raja, dan orang-orang Israel (ay. 15). Saulus akhirnya menjadi rasul yang sangat giat menginjil.

Saat kita melihat hal-hal terbaik dalam diri seseorang, itu membuat mereka merasa dihargai. Selanjutnya, mereka akan berusaha menjadi lebih baik lagi. Sikap yang kita berikan adalah sikap yang kita peroleh dari orang lain. --RTG/www.renunganharian.net

KITA HARUS SENANTIASA MENCARI HAL-HAL TERBAIK YANG TERDAPAT DALAM DIRI SETIAP ORANG.

Selasa, 07 September 2021

Fitnah yang Menghakimi

Bacaan: Yakobus 4:11-12

Komunitas orang percaya adalah wadah untuk mengenal Allah dan saling membangun satu sama lain, meskipun dalam proses interaksinya kerap kali terjadi goresan dan perpecahan. Yakobus mengingatkan jemaat supaya jangan saling memfitnah (11). Ia juga mengingatkan jemaat bahwa hanya ada satu Hakim, yaitu Allah yang berkuasa menyelamatkan dan membinasakan (12).

Secara umum, fitnah berarti ucapan bohong yang tidak memiliki dasar kebenaran dan disebarkan dengan maksud menjelekkan orang lain. Yakobus menyandingkan fitnah dengan menghakimi. Orang yang melakukan fitnah adalah pencela hukum. Fitnah sering kali dilakukan orang dengan mencela dan menilai hidup orang lain sebagai tidak selaras dengan nilai Alkitab. Padahal nilai yang dibicarakannya bukanlah pengajaran Alkitab, melainkan prinsip hidup dirinya sendiri.

Alkitab sering kali dijadikan alasan melestarikan budaya menghakimi orang lain. Contoh, mencela orang lain yang melakukan saat teduh pada malam hari. Orang itu berprinsip, saat teduh yang paling benar adalah pada pagi buta. Sementara pengajaran Alkitab menekankan pentingnya menjalin relasi dengan Allah, tanpa mempersoalkan kapan waktunya. Ironis, di satu sisi kita berusaha menegakkan sesuatu. Di sisi lain, kita menyimpang dari ajaran kebenaran firman.

Menghakimi adalah persoalan kesombongan. Seseorang menempatkan dirinya sebagai hakim, menganggap diri lebih tinggi dan lebih sempurna daripada orang lain. Padahal dirinya memiliki banyak sekali kelemahan dan dosa. Sudah sepantasnya, kita tunduk di bawah hukum Allah.

Pemahaman kita terhadap diri sendiri tidaklah lengkap, apalagi kalau ditambah meneliti orang lain. Pengenalan terhadap diri sendiri atau orang lain bisa saja salah. Kita kerap salah memahami dan salah menilai orang karena dibatasi ruang dan waktu. Kita juga dibatasi indera yang terbatas dan informasi yang tidak lengkap.

Biarlah kita menelusuri dosa-dosa pribadi dan melihat sesama sebagai rekan seperjalanan dalam membangun kekudusan hidup. [MKG]

Sumber: Santapan Harian

Senin, 06 September 2021

Apa yang Ada di Pikiranmu Saat Ini?

Yakobus 4:14 Sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap.

Perancang busana dan penulis blog terkenal dunia Kyrzayda Rodriguez, memposting tulisannya saat ia masih berperang melawan kanker perut stadium 4 yang dideritanya.

Begini tulisannya, “Bersyukurlah atas hal-hal kecil dalam hidupmu seperti indera perasa, melihat dan menyentuh. Kita selalu terganggu dengan apa yang kita kenakan, kita lupa untuk mencintai kulit kita sendiri. Gunakan waktu setiap hari untuk lebih mencintai dirimu sendiri.”

Beberapa waktu dia menulis lagi, begini bunyi postingannya, “Kemo dan radiasi tak akan lagi kulakukan karena itu tak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Aku memutuskan untuk tak lagi melakukan treatment tersebut dan memilih untuk menghabiskan sisa waktu yang ku punya bersama keluarga dan temanku. Aku tak mau merasakan sakit lagi…” tulisnya.

Dan akhirnya dia harus menyerah kalah setelah 10 bulan berperang melawan penyakitnya di usia 40 tahun, di saat karir baik sedang berpihak padanya dan dalam kondisi dimana putri kecilnya masih membutuhkan perhatiannya.

Saudara yang terkasih, Tuhan memberikan waktu dan kesempatan untuk dipergunakan sebaik-baiknya. Jika saat ini ada sesuatu di pikiran Anda yang belum terpenuhi, lakukanlah sekarang agar tidak menyesal di kemudian hari. Terutama bila Anda terpikir untuk untuk menyenangkan hati orang tua, menyenangkan hati anak-anak atau ada orang lain yang Anda kasihi. Jangan lupa berikan pelukan sayang dan katakan “I Love You” pada mereka. Karena waktu kita terbatas jadi jangan disia-siakan.

Ditulis oleh LR, disadur dari berbagai sumber.

Minggu, 05 September 2021

MENERIMA YANG BAIK DAN BURUK

[[Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan TUHAN-lah yang terlaksana. ]] (Amsal 19:21)

Saya memelihara seekor kelinci bernama BlackJack di rumah. Jack ini biasanya bersikap manis kalau baru saja diberi biskuit dan popcorn kesukaannya. Namun, kalau diberi makanan kering buatan lokal yang harganya murah, Jack biasanya akan mengamuk dan melancarkan aksi protes dengan cara mogok makan!

Mungkin kita sendiri pun kerap bertingkah seperti Jack ini. Ketika hidup begitu nyaman, kita memuji-muji Tuhan dengan segenap hati dan jiwa. Tetapi ketika kenyamanan hidup diusik, sikap kita langsung berbalik seratus delapan puluh derajat! Protes kepada Tuhan, mogok tidak mau ke gereja.

Kisah Ayub (Ayub 2:1-10) adalah salah satu contoh paling jelas tentang manusia yang mengalami hal-hal yang baik dan yang buruk dari Tuhan. Setelah segala kekayaan, keluarga, dan kesehatannya ditarik dari hidupnya, Ayub duduk di atas abu dan melukai diri sendiri dengan pecahan tembikar. Dalam budaya Yahudi, tindakan ini adalah simbol dari kedukaan yang mendalam.

Sebagai manusia biasa, tentu Ayub merasa pedih dan terpuruk ketika tragedi itu menimpanya. Namun, di tengah kedukaannya, Ayub masih menyatakan bahwa segala sesuatu datangnya dari Tuhan, yang baik ataupun yang buruk. Meskipun merasa marah dan bingung akan keadaan yang dihadapinya, Ayub tidak pernah meninggalkan Tuhan. Pandangan Ayub pun terbuka; ia mengerti bahwa Tuhan kerap bekerja dengan cara yang tidak dipahami oleh manusia. Bagaimana dengan kita? (Olivia Elena Hakim)

Sumber: Amsal Hari Ini

Sabtu, 04 September 2021

Headphone Rohani Si Penghalang Hadirnya Sang Juruslamat

Lukas 19: 38 Diberkatilah Dia yang datang sebagai Raja dalam nama Tuhan, damai sejahtera di sorga dan kemuliaan di tempat yang mahatinggi!

Saya agak terkesima saat saya melihat anak-anak memakai headphone. Para pengguna biasanya akan tenggelam dengan dunianya sendiri dan menutup semua suara dari luar.

Beberapa orang memakai headphone dan diam saja. Yang lainnya mungkin mendengarkan sendiri tetapi mereka tidak bisa menahan diri untuk menyanyikan lagu yang mereka dengar. Namun setiap kali menggunakan headphone, kita sebisa mungkin harus bisa mengontrol suara supaya tidak berteriak sekeras mungkin tanpa kita sadari.

Anda tidak pernah atau mungkin belum mendengar soal hal ini. Ada tren resepsi pernikahan baru-baru ini. Semua orang di lantai dansa mengenakan satu set headphone dan menari mengikuti alunan music yang mereka putarkan. Pertama-tama, saya minta maag, tetapi yang membuatnya lebih baik adalah mereka terlihat seperti orang idiot.

Kedua, mereka semua menari tidak seirama. Mereka masing-masing tenggelam di dunianya. Ruangan itu sangat sunyi, kecuali musik yang berputar di kepala mereka. Agak sulit untuk mempercayai bahwa ada orang yang menari tanpa musik yang mengalun secara penuh di sebuah ruangan.

Bisakah Anda membayangkan jika kita beribadah seperti itu di hari minggu pagi? Bagaimana jika kita semua memakai headphone, memilih saluran dan bernyanyi di ruangan yang sama, tetapi hanya lagu atau aransemen yang kita sukai saja. Pikiran itu membuat saya menggigil. Tak satu pun dari kita akan diberkati dengan menyanyikan kata-kata yang sama. Kita akan merindukan nuansa paduan suara para penyembah, hiruk pikuk pujian. Entah bagaimana saya tidak berpikir jika itulah yang diinginkan oleh Tuhan.

Jadi, pertanyaannya adalah apakah kita kadang mengenakan headphone rohani kita? Yang saya maksud adalah, apakah kita mengalami kasih karunia dan belas kasihan Yesus? Apakah kita baru saja dilahirkan kembali, mengalami kasih karunia pertobatan yang baru, terpesona dengan sesuatu yang kita baca di dalam Alkitab, merasa jika beban berat terangkat dari jiwa kita? Namun semua itu hanya kita simpan di dalam headphone rohani kita.

Tuhan menulis kisah kasih karunia di dalam hidup Anda supaya Anda membagikannya kepada mereka yang membutuhkan Juruslamat bernama Yesus yang hidup, mati dan bangkit kembali bagi orang-orang berdosa.

Injil adalah kabar baik bagi dunia, bukan hanya untuk Anda.

Allah mengutus anak-Nya Yesus untuk menyelamatkan setiap orang. Hal ini bukan hanya tentang Anda dan Yesus. Tetapi tentang semua orang.

Jadi, lepaskan headphone Anda, biarkan waktu tenang Anda meledak menjadi teriakan keras dan pujian bagi Tuhan. Sehingga seluruh dunia tahu siapa Yesus itu.

Hak cipta Nan Doud, disadur dari Crosswalk.com

       

Jumat, 03 September 2021

Menjadi Saluran Kasih Karunia

Mereka semua hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah. Sebab tidak ada seorangpun yang berkekurangan di antara mereka. –Kisah Para Rasul 4:33-34

Ayat Bacaan & Wawasan:
Kisah Para Rasul 4:32-35

Putra kami menghabiskan tahun-tahun awal hidupnya di panti asuhan sebelum kami mengadopsi dirinya. Sebelum meninggalkan panti tersebut untuk pulang bersama kami, kami memintanya untuk mengambil barang-barang pribadinya. Namun, ia tidak punya apa-apa. Akhirnya kami mengganti pakaian yang ia kenakan dengan baju baru yang kami bawakan untuknya, sekaligus meninggalkan beberapa potong baju untuk anak-anak lain di sana. Meskipun sedih melihat sedikitnya barang yang ia miliki, saya bersukacita karena sekarang kami dapat membantu memenuhi kebutuhan jasmani dan rohaninya.

Beberapa tahun kemudian, kami melihat seseorang meminta sumbangan untuk keluarga-keluarga yang membutuhkan. Anak laki-laki saya begitu bersemangat menyumbangkan boneka-boneka binatangnya dan beberapa keping uang receh untuk menolong mereka. Mengingat latar belakangnya yang sulit, sebenarnya wajar jika ia memilih untuk menolak berbagi.

Akan tetapi, menurut saya, alasan dari kemurahan hatinya itu sama seperti yang dimiliki oleh jemaat mula-mula: “Mereka semua hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah. Sebab tidak ada seorangpun yang berkekurangan di antara mereka” (Kis. 4:33-34). Jemaat itu rela menjual harta benda milik mereka demi memenuhi kebutuhan satu sama lain.

Ketika kita menyadari kebutuhan orang lain, jasmani maupun rohani, kiranya kasih karunia Allah bekerja dengan berlimpah-limpah di dalam kita sehingga kita bisa memberikan respons seperti jemaat mula-mula, dengan rela dan tulus memberi kepada mereka yang membutuhkan. Kita pun menjadi saluran kasih karunia Allah sebagai saudara-saudari seiman yang “sehati dan sejiwa” di dalam Yesus Kristus (ay. 32) - Kirsten Holmberg

Renungkan dan Doakan
Bagaimana kasih karunia Allah telah bekerja dalam hidup Anda? Apa yang dapat Anda bagikan kepada orang lain, sebagai manifestasi dari kasih karunia Allah?

Terima kasih, ya Allah, untuk semua yang telah Engkau berikan kepadaku, termasuk kasih karunia-Mu. Tolonglah aku untuk membagikan kasih karunia-Mu itu kepada sesamaku.

Sumber: Our Daily Bread Ministries

Kamis, 02 September 2021

"AKU DATANG"

Bacaan: Mazmur 23

NATS: Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya (Mazmur 23:4)

Saat baru berusia 10 tahun, saya memanjat sebuah pohon cemara besar yang tumbuh di pekarangan rumah. Saya melompat, meraih dahan yang paling atas sehingga tubuh saya pun ikut terangkat. Namun tiba-tiba saja ujung dahan yang sudah tua itu patah hingga saya jatuh ke tanah dan mendarat dengan posisi telentang. Saya hampir tidak bisa bernapas saat itu. Sewaktu napas saya terengah-engah, saya pikir saya akan mati, tetapi saya tidak merasa takut. Malah saya masih bisa berpikir, ah, saya akan ke surga! Sesaat sebelum tak sadarkan diri, saya berkata, "Bapa, saya datang."

Pada saat peristiwa itu terjadi, rupanya Ayah sedang membaca di bawah sebuah pohon tidak jauh dari pohon yang saya panjat dan mendengar saya terjatuh. Karenanya Ayah segera berlari menghampiri, mengangkat, dan membawa saya masuk rumah. Betapa terkejutnya saya saat membuka mata, karena saya ternyata sedang terbaring di tempat tidur, dan bukan disurga!

Pengalaman tersebut mengajar saya sejak masih sangat muda bahwa orang-orang Kristen tetap dapat memiliki kedamaian walau dalam lembah kekelaman [bayang-bayang kematian]. Bagi orang-orang percaya, "beralih dari tubuh ini berarti menetap pada Tuhan" (2 Korintus 5:8). Sebagai anak-anak Allah, setiap hari kita bisa hidup dengan jaminan bahwa kita tetap milik Tuhan, baik hidup ataupun mati.

Jika Anda mengenal Kristus sebagai Juruselamat pribadi, Anda pun dapat merasakan suatu kedamaian yang luar biasa, walau Anda sedang berjalan melewati lembah kekelaman (Mazmur 23:4)-RWD

JIKA ANDA HIDUP DEMI KEKEKALAN
ANDA AKAN MENINGGAL DALAM KEDAMAIAN

Sumber: Renungan Harian

Rabu, 01 September 2021

IMAN DAN PERBUATAN

Bacaan: Yakobus 2:14-20

NATS: Iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong (Yakobus 2:20)

Tak seorang pun dapat diselamatkan oleh perbuatan baiknya. Namun, Rasul Yakobus mengajarkan: iman tanpa perbuatan sia-sia (2:20). Sebagai gambaran, ia menjelaskan bahwa iman saja tak dapat memberi makan orang yang lapar. Hanya iman yang disertai perbuatanlah yang berguna (ayat 15-16).

Pesan ini benar-benar tepat! Banyak orang di dunia ini sakit perut karena kekurangan makanan, sementara sisanya sakit perut karena terlalu banyak makan.

Tragisnya, kita yang memiliki cukup makanan seringkali "sakit perut" karena makanan kita terlalu matang, terlalu keras, terlalu manis, terlalu dingin, atau terlalu lunak. Bahkan kita mengeluh tentang piring-piring yang menjadi kotor karena dipakai untuk makan. Sebuah puisi didalam salah satu buku resep saya, menunjukkan sikap yang sebaliknya. Dalam puisi itu Pauline Davis menulis: Terima kasih Tuhan untuk piring-piring kotor, karena di dalamnya tersimpan kisah. Sementara insan lain menahan lapar, kami dapat makan dengan nikmat. Dengan rumah, kesehatan, dan kebahagiaan, tak patut saya mengeluh. Dengan bukti sebanyak ini, sungguh betapa baiknya Allah kepada kami!

Ya, sudah seharusnya kita selalu bersyukur, karena ucapan syukur sangat penting bila kita ingin memiliki iman yang disertai perbuatan. Orang yang tak pernah mengucap syukur jarang mempedulikan apakah mereka memiliki iman yang disertai perbuatan atau tidak. Allah pasti rindu untuk membagikan berkat itu kepada yang lain.

Pastikanlah bahwa iman Anda berguna, tidak sia-sia. Dan jangan mengabaikan mereka yang membutuhkan, baik secara rohani maupun jasmani, di seluruh dunia--dan di setiap sudut jalan!--JEY

IMAN SELALU MENGERJAKAN SESUATU

Sumber: Renungan Harian