Rabu, 31 Agustus 2022

PADAMKAN API!

Bacaan: Amsal 26:20-28

NATS: Bila kayu habis, padamlah api; bila pemfitnah tak ada, redalah pertengkaran (Amsal 26:20)

Untuk dapat memadamkan api, Anda harus memindahkan atau meniadakan bahan-bahan yang menjadi penyebab terjadinya kebakaran. Sebagai contoh, salah satu metode yang sering digunakan untuk menanggulangi kebakaran hutan adalah dengan cara menghilangkan atau mencegah bahan-bahan yang mudah terbakar oleh api. Pada suatu batas tertentu yang telah diperkirakan, pohon-pohon yang ada di situ di tebang, kemudian dengan sengaja dibakar hingga ludes. Ketika api yang membakar hutan itu merambat datang pada batas tersebut, di sana tidak ada lagi kayu yang tersisa untuk terbakar. Dengan demikian kebakaran hutan lebih luas dapat dihambat dan dihentikan.

Alkitab mengajarkan kita bahwa karena kekurangan kayu "padamlah api" (Amsal 26:20). Hal ini mengacu pada pemadaman terhadap sesuatu yang jauh lebih mengerikan dibandingkan kebakaran suatu benda. Itulah api yang ditimbulkan oleh lidah yang tak bertanggung jawab, penuh dengan kepahitan dan menebar luka, yang terbakar di dalam hati orang-orang yang dihanguskan oleh panasnya. Betapa dalam dan parahnya luka yang dapat diakibatkan oleh apa yang kita ucapkan kepada orang lain! Keluarga dan persahabatan dapat menjadi retak dan orang-orang dilukai seumur hidupnya karena fitnah.

Betapa pentingnya umat Allah untuk memikirkan kembali perkataan mereka sebelum diucapkan! Dengan demikian kita dapat menghindari banyak api yang dapat merusak hubungan kita dengan orang lain.

Dengan mempersembahkan lidah kita kepada Tuhan Yesus -- karena hanya Dia saja yang mampu menguasainya -- kita dapat memadamkan banyak api berbahaya yang dapat menyulut fitnah dan gosip -- MRD II

LEBIH BAIK MEMILIKI LIDAH YANG TERGIGIT DARIPADA MEMILIKI LIDAH YANG SUKA MENGGIGIT

Sumber: Renungan Harian

Selasa, 30 Agustus 2022

BUNG KARNO MINTA MAAF

Ini kisah Maulwi Saelan, salah satu mantan ajudan Bung Karno.

Suatu hari ia berbantah-bantahan dengan Bung Karno. "Kalau marah, mata Bung Karno merah. Ia langsung masuk kamar," katanya.

Tak lama kemudian Bung Karno keluar kamar dan memanggil Maulwi. "Komm je hier maar (Kemarilah kamu)," kata Bung Karno.

"Mampus, saya pasti dipecat," pikir Maulwi.

Apa yang terjadi? "Kamu benar, maafkan saya," kata Bung Karno meminta maaf pada Maulwi.

Mengakui kesalahan dan meminta maaf bukanlah perkara yang mudah untuk dilakukan, terlebih jika yang bersalah itu seorang pemimpin. Kebanyakan kita mengaitkan kepemimpinan dengan kedudukan terhormat, kekuasaan besar, dan kekebalan terhadap kesalahan. "Peraturan pertama: Bos tidak pernah salah. Peraturan kedua: Jika bos salah, lihat peraturan pertama," kata sebuah guyon.

Yesus menjungkirbalikkan pandangan itu. Dia menakar kebesaran seorang pemimpin menurut kerendahan hati dan kesediaannya untuk melayani. Orang yang rendah hati tidak akan bersikap membenarkan diri. Ia menyadari dirinya toh masih manusia yang mungkin saja khilaf. Ia akan menjalankan tanggung jawab kepemimpinannya dengan mengandalkan bimbingan Tuhan dan tidak menutup diri terhadap masukan dan koreksi dari sesama. Kesediaan untuk meminta maaf ketika melakukan kesalahan, dengan demikian, menandakan kebesaran hati si pemimpin.

Dalam taraf tertentu, kepada kita masing-masing dipercayakan kepemimpinan. Apakah kita rendah hati dan mau melayani?

"Tetapi kamu tidaklah demikian, melainkan yang terbesar di antara kamu hendaklah menjadi sebagai yang paling muda dan pemimpin sebagai pelayan." (Lukas 22:26)

Sumber: Renungan Kristen

Senin, 29 Agustus 2022

JIKA SESEORANG LUPA

Bacaan: Roma 12:9-16

NATS: Dan janganlah kamu lupa berbuat baik dan memberi bantuan, sebab korban-korban demikianlah yang berkenan kepada Allah (Ibrani 13:16)

Kisah ini menceritakan tentang seorang anak laki-laki yang tinggal di daerah miskin di sebuah kota besar. Suatu hari bertobat setelah menghadiri sebuah kebaktian penginjilan. Tidak lama kemudian, seseorang mencoba menggoncangkan imannya melalui sejumlah pertanyaan yang membingungkan: "Jika Allah mengasihimu, mengapa tidak ada seorang pun yang memperhatikanmu? Mengapa Dia tidak menyuruh seseorang untuk mengirim sepasang sepatu baru kepadamu?" Anak laki-laki itu berpikir sejenak dan kemudian berkata dengan mata yang berkaca-kaca, "Saya kira Dia telah menyuruh seseorang, tetapi orang yang disuruh itu lupa!"

Memang benar bahwa kewajiban orang percaya yang pertama adalah membawa orang kepada Kristus, tetapi kadang-kadang kita menggunakannya sebagai alasan untuk melarikan diri dari tanggungjawab untuk berbuat baik dan membagi berkat kepada orang lain (Ibrani 13:16). Kita perlu memiliki keseimbangan rohani dan tidak lupa untuk berbuat baik kepada semua orang, terutama yang seiman (Galatia 6:10). Jika orang yang tidak beriman saja sadar akan kepentingan orang lain, kita sebagai orang yang telah mengalami kasih Allah secara pribadi, seharusnya lebih dari itu, turut mengurangi penderitaan dan mengangkat beban dari mereka yang lebih tidak beruntung dari kita.

Jika Allah memberi tugas kepada kita untuk membantu orang lain, jangan sampai orang mengatakan bahwa kita lupa! -- RWD

MAKIN BESAR KASIH KRISTUS TUMBUH DALAM DIRI KITA MAKIN BESAR PULA KASIHNYA MENGALIR DARI KITA

Sumber: Renungan Harian

Minggu, 28 Agustus 2022

Sediakan Waktumu untuk Tuhan

Baca: 1 Petrus 4:7-11

"Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." (1 Petrus 4:7)

Di zaman sekarang ini semua orang tampak sibuk dengan aktivitas sehari-hari, serasa berkejar-kejaran dengan waktu. Bangun pagi sudah disuguhi agenda kerja yang teramat padat di hari itu. Semua dikerjakan serba terburu! Makan terburu-buru, berangkat ke kantor/sekolah/kampus terburu-buru karena jalanan macet, berdoa terburu, baca Alkitab terburu. Waktu 24 jam sehari serasa tidak pernah cukup. Keadaan yang demikian ini sudah pasti membuat orang tidak bisa tenang. Alhasil keadaan yang demikian akan mempengaruhi hidup kerohanian kita.

Bila kita mengerjakan segala sesuatu dengan terburu-buru, kapan kita punya waktu untuk bersekutu dengan Tuhan dalam arti yang sebenarnya? Kapan kita punya waktu untuk membaca, meneliti, dan merenungkan firman Tuhan? Jangan sampai karena terjebak dengan kesibukan sehari-hari lalu kita mengesampingkan perkara-perkara rohani. Adalah penting sekali kita menyediakan waktu secara khusus untuk Tuhan setiap hari. Tuhan bertanya, "Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku?" (Matius 26:40b). Satu jam saja, melepaskan diri dari kesibukan, untuk bersaat teduh, duduk diam di bawah kaki Kristus: berdoa dan mendengar suara-Nya, tak mudah dilakukan oleh banyak orang Kristen.

Rasul Petrus mengingatkan, "Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." (ayat nas). Daud, sebagai seorang raja, pasti sibuk sekali mengatur pemerintahannya, ia pun pernah mengalami ketakutan dan kekuatiran, tapi ia tidak pernah melupakan pertolongan dan kebaikan Tuhan. Karena itu ia paksa jiwanya untuk kembali tenang, "Kembalilah tenang, hai jiwaku, sebab TUHAN telah berbuat baik kepadamu." (Mazmur 116:7). Di dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatan (baca Yesaya 30:15).

Untuk dapat melihat kuasa Tuhan dinyatakan dalam hidup ini kita harus bersikap tenang. Ketenangan akan dapat kita miliki bila kita dapat berdoa dan bersekutu dengan Tuhan. Hanya dekat Tuhan saja kita akan merasa tenang. "Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku." (Mazmur 62:2).

Dengan keyakinan penuh akan pertolongan-Nya kita akan tetap tenang, seburuk apa pun keadaan yang sedang kita hadapi!

Sumber: Renungan Kristen

Sabtu, 27 Agustus 2022

Pengaruh Nada Suara terhadap Respons yang Diberikan

Amsal 15:1 yang menyatakan, "Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah."

Para peneliti di Kenyon College bekerja sama dengan US Navy (Angkatan Laut Amerika Serikat) untuk melakukan sebuah percobaan.

Tujuan percobaan itu adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh nada suara terhadap para pelaut ketika mereka diberi perintah. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa cara seseorang ditegur sangat menentukan tanggapan yang akan diberikannya.

Sebagai contoh, jika seseorang ditegur dengan suara yang lembut, ia akan menjawab dengan cara serupa. Namun ketika ia diteriaki, orang itu akan menjawab dengan nada yang sama tajamnya. Hal ini juga berlaku pada komunikasi yang dilakukan secara langsung, melalui interkom, atau melalui telepon.

Penelitian ini mengingatkan kita pada Amsal 15:1 yang menyatakan, "Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah." Perkataan kita dan cara pengungkapannya tidak hanya membuat perbedaan terhadap reaksi yang akan kita terima, tetapi juga menentukan apakah perkataan tersebut akan menghasilkan kedamaian atau justru mendatangkan konflik. Dengan mempraktikkan kebenaran dari ayat di atas, maka kita dapat menghindari perselisihan pendapat dan mendinginkan situasi yang tegang.

Di waktu yang akan datang, jika seseorang berbicara kepada kita dengan nada marah atau kasar, baliklah kecenderungan itu dengan cara mengungkapkan kelembutan, ketenangan jiwa, dan perhatian yang penuh kasih. Dan lihatlah, bagaimana jawaban yang lembut dapat membuat perbedaan dalam hubungan kita!

Sumber: Renungan Kristen

Jumat, 26 Agustus 2022

DIBUTUHKAN: HATI YANG LEMBUT

Bacaan: Efesus 4:17-32

NATS: Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan (Efesus 4:31)

Pada tanggal 12 Desember 1938, pemimpin Soviet Joseph Stalin menandatangani 30 daftar hukuman mati. Pada malam harinya, orang yang tidak memiliki perasaan dan kejam ini mengunjungi teater pribadinya dan menonton dua film komedi. Dimitri Volkogonov, penulis biografi Stalin, merasa heran bagaimana mungkin seorang manusia dapat memiliki hati yang demikian keras sehinnga ia dapat tersenyum dan tertawa setelah mengelurkan perintah untuk membunuh 5000 orang, dimana banyak di antaranya ia kenal secara pribadi.

Selama berabad-abad kekejaman, pembunuhan karena dendam dan penyiksaan yang mengerikan, telah menjadikan sejarah sebagai suatu cerita tragedi yang panjang. Meskipun Anda dan saya tidak akan sampai hati untuk menandatangani surat perintah untuk menghukum mati para korban yang tidak berdosa, kita tetap harus berjaga-jaga terhadap kekerasan hati dan kita harus berdoa untuk memperoleh roh yang berlawanan dengan kekejaman Stalin. Kita harus meminta kemampuan ilahi untuk melaksanakan perintah Paulus: "Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian, dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan. Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu" (Efesus 4:31-32).

Marilah kita meminta Yesus untuk menolong kita agar dapat menghilangkan kekerasan hati kita dan menggantikannya dengan kelemahlembutanNya. Dan marilah kita menunjukkan belas kasih Kristus kepada seseorang hari ini -- VCG

SELAMA BALAS DENDAM MASIH TERASA MANIS SELAMA ITU PULA ADA KEPAHITAN DALAM HATI

Sumber: Renungan Harian

Kamis, 25 Agustus 2022

DALAM NAMANYA

Bacaan: Matius 25:31-46

NATS: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku (Matius 25:40)

Menurut sebuah kisah, suatu hari Fransiskus dari Assisi (1182-1226) sedang menunggang kuda tatkala ia berjumpa dengan seorang penderita kusta yang sedang mengemis di tepi jalan yang akan dilewatinya. Ia kemudian turun dari kudanya, memberikan sejumlah uang dan mencium pipi orang tersebut. Ketika Franciskus melanjutkan perjalanan, ia menoleh ke belakang dan berpikir sesaat bahwa ia telah melihat Kristus sendiri berdiri di tempat pengemis itu.

Cerita ini merupakan ilustrasi yang sangat mengena mengenai kebenaran Alkitab: Kita melayani Tuhan bila kita melayani orang yang kekurangan. Yesus menyatakan hal ini dengan jelas tatkala Dia berkata bahwa setiap kebaikan yang dilakukan kepada mereka yang lapar, haus, tidak memiliki tempat tinggal, sakit, miskin, dan dipenjara, akan dinilai sebagai tindakan yang dilakukan langsung kepadaNya (Matius 25:40,45). Dia mengidentifikasikan diri dengan sangat dekat pada orang-orang yang terhimpit dalam hidup sehingga bila kita melayani mereka dalam namaNya, berarti kita telah melayani Dia.

Kita cenderung membatasi pelayanan kita kepada Kristus dengan berpikir bahwa hamba Tuhan dan utusan Injil adalah orang yang paling tepat untuk melakukan hal itu. Namun ketika kita mengulurkan pertolongan dalam nama Yesus Kristus melalui tindakan kita, Yesus sendiri hadir di sana sekalipun kita tidak dapat melihatNya. Dan suatu saat, ketika kita berdiri di hadapanNya kelak, Dia akan mengingat kembali perbuatan kasih kita yang dilakukan dalam namaNya dan Dia akan berkata, "Baik sekali perbuatanmu!"

Marilah kita terus melayani Dia dengan cara melayani orang lain yang membutuhkan -- DJD

KITA MELAYANI KRISTUS TATKALA KITA MELAYANI ORANG-ORANG YANG MEMBUTUHKAN

Sumber: Renungan Harian

Rabu, 24 Agustus 2022

Bukan Menyemprot Wewangian

Bacaan: 1 SAMUEL 26

Lalu berkemaslah Saul dan turun ke padang gurun Zif dengan tiga ribu orang yang terpilih dari orang Israel untuk mencari Daud di padang gurun Zif. (1 Samuel 26:2)

Alkisah, si dungu berkeluh kesah kepada si bijak. "Tiap hari aku menyemprot rumahku dengan berbagai wangi-wangian, namun bau busuk tetap menyengat." Sejenak si bijak menghela nafas. "Jikalau kau ingin bau busuk itu hilang lenyap, caranya bukan menyemprotkan wewangian, melainkan menyingkirkan semua sampah dari rumahmu!"

Pada kali pertama Daud membiarkannya hidup, Saul menyesal sudah berupaya membunuh Daud. Sambil menangis ia mengatakan, "Engkau lebih benar dari pada aku, sebab engkau telah melakukan yang baik kepadaku, padahal aku melakukan yang jahat kepadamu" (1Sam 24:18). Rasa penyesalan menjadikan bau busuk seketika lenyap dari Saul. Sayang, Saul hanya "menyemprotkan" wewangian, tetapi tidak menyingkirkan sampah kedengkian dari hatinya. Faktanya, Saul tetap tidak menerima kenyataan bahwa dirinya telah ditolak, dan sebagai gantinya Tuhan telah memilih Daud. Beberapa waktu kemudian, bau busuk itu tercium kembali. Ketika seseorang melaporkan bahwa Daud ada di bukit Hakhila, kembali Saul mengejar hendak membunuhnya (ay. 2).

Apabila kita kerap jatuh bangun di dalam dosa, artinya masih ada sampah tertimbun dalam kehidupan kita. Pertobatan yang kita lakukan belum menyeluruh, hanya sekadar upaya penyemprotan wangi-wangian. Jika kita tidak ingin berlama-lama berada dalam lingkaran "berdosa, bertobat, lalu berdosa lagi", tidak ada cara lebih tepat selain menyingkirkan semua sampah dari kehidupan kita. Berbekal hikmat Tuhan, kita dapat menyadari berbagai sampah-sampah itu. Segera singkirkan semuanya supaya kehidupan menjadi bersih dan memancarkan keharuman surgawi! --LIN/www.renunganharian.net

SEBENARNYA KITA TIDAK MEMBUTUHKAN WANGI-WANGIAN, TETAPI KESEDIAAN UNTUK MENGELUARKAN TIMBUNAN SAMPAH DARI KEHIDUPAN KITA.

Selasa, 23 Agustus 2022

Respon Hati yang Benar Saat Mendengar Firman Tuhan

Yakobus 1:21 ”Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu”.

Setiap orang yang mengaku sebagai orang Kristen memiliki respon yang berbeda-beda, satu dengan yang lainnya. Tak jarang kita menjumpai orang Kristen yang sudah menjadi Kristen sejak lahir (karena latar keluarga), berulang kali pindah dari satu gereja ke gereja lain. Seringkali hati mereka seakan terusik dan memberontak karena “disentil” oleh pemberitaan Firman Tuhan.

Bukan hanya berpindah gereja, namun mereka juga memutuskan keluar dari komunitas agar merasa aman dari koreksi firman Tuhan. Ditambah lagi dengan tidak adanya kerendahan hati, ketika ada orang yang lebih muda dan tak berpengalaman, menegur atau mengingatkan kesalahannya.

Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada jaminan bahwa semakin lama seseorang menjadi Kristen, berarti dia juga semakin dewasa dalam iman atau kerohanian dan memiliki kerendahan hati.

Bagaimana respon hati kita terhadap ‘benih’ yang disampaikan, akan menentukan efektif atau tidaknya kuasa firman itu dalam hidup kita. Hati sebenarnya harus benar-benar dijaga karena hati memegang peran penting dalam kita melewati kehidupan. “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.” (Amsal 4:23)

Saat hati kita bersih maka kita sedang mempersilakan Roh Kudus berdaulat penuh atas kehidupan kita. Kita pun akan beres dengan masa lalu yang seringkali mengintimidasi kita. Dan ketika hati kita bersih, saat itu jugalah kita mampu merespon dengan benar akan pemberitaan Injil.

Dan Injil itu sendiri merupakan kekuatan bagi setiap orang yang mau diatur dan diarahkan untuk bisa hidup serupa dengan Kristus. “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.” (Yohanes 8:31-32)

Agar setiap firman yang disampaikan bisa bekerja dengan maksimal dalam hidup kita, perlu adanya perubahan dari kita sendiri untuk benar-benar mau diperbaharui. Meninggalkan dosa, mengambil komitmen, dan memandang pada Yesus sebagai pemilik kehidupan adalah satu-satunya cara untuk kita dapat merespon setiap firman yang didengar dengan baik.

Kiranya Allah yang penuh kasih, melimpahkan rahmatnya bagi setiap kita. Amin.

Sumber: Jawaban.com

Senin, 22 Agustus 2022

Berikan Waktu Terbaik Anda Buat Tuhan

Bacaan Hari ini:
Mazmur 25:14 “TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka.”

Jika Anda ingin membangun hubungan yang dalam dengan Tuhan, Anda harus pelan-pelan dan diam.

Persahabatan dengan Tuhan sama seperti persahabatan lainnya—Anda harus memberikan waktu Anda di dalamnya. Jika Anda tidak meluangkan waktu untuk teman-teman Anda, itu artinya mereka bukan teman sejati Anda. Sebab pastinya Anda akan meluangkan waktu buat teman sejati. Jika Anda mau Tuhan menjadi teman terbaik Anda, maka Anda harus memberikan Dia waktu terbaik Anda.

Alkitab berkata, “Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! Aku ditinggikan di antara bangsa-bangsa, ditinggikan di bumi!” (Mazmur 46:10)

Agar dapat mengenal Tuhan dengan lebih baik, Anda harus berdiam diri- agar punya waktu teduh bersama-Nya setiap hari.

Mazmur 25:14 mengatakan, “TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka.”

Banyak orang tidak mengenal Tuhan. Mereka belum pernah mengalami kasih Tuhan. Mereka tidak mengerti mengapa Tuhan melakukan apa yang Dia lakukan. Namun, Alkitab mengatakan bahwa persahabatan dengan Tuhan diperuntukkan bagi mereka yang takut akan Dia—singkat kata, mereka yang pelan-pelan dan yang menghabiskan waktu bersama-Nya.

Seperti apakah bentuk persahabatan jika Anda tidak pernah menginvestasikan waktu Anda di dalamnya? Persahabatan memerlukan perhatian. Anda tidak akan pernah mengenal Tuhan dengan dalam apabila Anda hanya pergi ke kebaktian gereja di hari Minggu.

Anda harus membaca Firman Tuhan dan berseru kepada-Nya, “Tuhan, apakah ada sesuatu yang ingin Engkau sampaikan kepadaku?” Anda tak perlu memakai frasa atau kata-kata yang canggih. Bicaralah dengan-Nya apa adanya. Kemudian dengarkanlah!

Alkitab menuliskannya demikian: "Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu” (Matius 6:5-6).

Renungkan hal ini:
- Gangguan-gangguan apa saja yang mencegah Anda untuk berdiam diri di hadapan Tuhan? Bagaimana Anda dapat mengatasi gangguan itu?
- Mengapa terkadang lebih mudah atau lebih menyenangkan saat kita menghabiskan waktu bersama teman-teman daripada bersama Tuhan? Apa yang Anda salah pahami tentang Tuhan ketika Anda merasa demikian?
- Kadang orang terlalu memperumit waktu teduh mereka dengan Tuhan. Hal-hal apa yang bisa Anda lakukan untuk memperlambat kegiatan Anda, berdiam diri, dan menghabiskan waktu bersama Tuhan secara sederhana dan tulus?

Pelan-pelanlah hari ini, fokuslah kepada Tuhan, dan dengarkanlah ketika Dia berbicara kepada Anda tentang kasih karunia-Nya.

(Diterjemahkan dari Daily Devotional by Rick Warren)



Minggu, 21 Agustus 2022

Kita Butuh "Pelatih"

Bacaan: IBRANI 10:19-27

Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti yang dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, terlebih lagi sementara kamu melihat hari Tuhan semakin mendekat. (Ibrani 10:25)

Di balik kesuksesan seorang atlet, pastilah memiliki pelatih yang setia mendampinginya. Kesuksesan atlet bulu tangkis asal Cina, Lin Dan, memenangi berbagai gelar bergengsi, tidak luput dari pendampingan pelatihnya, Xia Xuanze. Padahal jika mereka berdua diadu, sang pelatih pun tak kuasa menandinginya. Tapi Lin Dan tetap membutuhkan pelatihnya itu untuk melihat hal-hal yang tidak dapat dilihatnya sendiri. Setiap kali bertanding, sang pelatihlah yang terus-menerus menasihati, mengingatkan, dan menegur jika atletnya itu kerap membuat kesalahan, di samping memberitahu letak kelemahan lawannya.

Penulis kitab Ibrani menasihati agar setiap orang kristiani tidak menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah. Tak sekadar beribadah, dalam pertemuan itulah setiap orang berkesempatan untuk saling mengingatkan, saling menegur jika salah, saling mendoakan, dan saling membangun dalam kasih. Dengan cara seperti itulah iman semakin bertumbuh, setiap orang butuh sesamanya untuk bertumbuh.

Ibarat seorang atlet, kita selalu butuh orang lain untuk menjadi "pelatih" kita. Dalam hidup, terkadang kita melakukan hal-hal yang keliru yang tidak kita lihat atau sadari dan itu bisa sangat membahayakan hidup kita. Sejatinya kita membutuhkan orang-orang yang mampu melihat apa yang tidak mampu kita lihat untuk menegur, menasihati, bahkan mengkritik kesalahan kita. Mari belajar rendah hati untuk menyadari bahwa Allah dapat berbicara melalui mereka untuk menyelamatkan hidup kita dari hal-hal yang lebih buruk. --SYS/www.renunganharian.net

SIAPA MENGINDAHKAN DIDIKAN, MENUJU JALAN KEHIDUPAN,
TETAPI SIAPA MENGABAIKAN TEGURAN, TERSESAT.-AMSAL 10:17

Sabtu, 20 Agustus 2022

MEMILIH WARNA HIDUP

Bacaan: Kisah 16:16-25

NATS: Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku (Filipi 4:13)

Pada suatu liburan kuliah, seorang mahasiswa memutuskan untuk menjual Alkitab dari rumah ke rumah untuk membiayai kuliahnya. Ia memulai usahanya dengan mendatangi rumah rektornya. Istri rektor itu membuka pintu dan dengan sopan menjelaskan bahwa keluarganya tidak membutuhkan buku apa pun lagi. Ketika mahasiswa tersebut melangkah keluar dari pintu pagar, sang istri rektor melihat mahasiswa itu berjalan dengan timpang. "Oh, maafkan saya," katanya. "Saya tidak tahu kalau Anda cacat!"

Ketika mahasiswa itu berpaling, istri rektor tersebut menyadari bahwa ia telah menyinggung perasaan mahasiswa itu. Dengan segera ia menambahkan kalimat, "Saya tidak bermaksud apa-apa selain menyampaikan rasa kagum saya. Namun, tidakkah cacat pada tubuh Anda mengubah warna hidup Anda?" Mahasiswa itu menjawab dengan mantap, "Ya, tentu saja. Tetapi puji Tuhan, saya dapat memilih warnanya."

Ketika Paulus dan Silas berada di dalam penjara Filipi dan menanggung keperihan yang sangat karena punggung mereka penuh dengan luka pukulan, dengan sukacita mereka menyanyikan puji-pujian (Kisah 16:23-25). Mereka memilih warna terang yang penuh dengan puji-pujian -- bukan warna kelam karena tertekan, kepahitan dan putus asa.

Seberat apa pun penderitaan dan kesulitan yang kita hadapi, kita dapat turut menentukan bagaimana kita bersikap terhadap hidup. Dengan pertolongan dari Roh Kudus, kita dapat menolak dorongan untuk mewarnai kehidupan kita dengan warna yang kelam berupa omelan dan keluhan. Dengan demikian, kita dapat memilih warna biru kepuasan yang cerah karena pertolongan Allah selalu siap diberikan kepada kita -- VCG

ALLAH MENENTUKAN JALAN YANG HARUS KITA TEMPUH DAN KITA MEMILIH BAGAIMANA KITA MELALUINYA

Sumber: Renungan Harian

Jumat, 19 Agustus 2022

Mengenal Tuhan adalah yang Paling Berarti

Bacaan Hari ini:
Filipi 3:8 “Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus."

Anda tak akan pernah menjadi sahabat Tuhan hanya di waktu luang Anda. Untuk menjadi sahabat-Nya, Anda harus menjadikan mengenal Dia sebagai prioritas nomor satu Anda.

Paulus mengatakannya seperti ini: "Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus” (Filipi 3:8). 

Apakah Anda sedang melakukannya saat ini? Apakah Anda sedang mencari Tuhan dengan segenap hati Anda setiap hari?

Ingatlah: Anda dekat dengan Tuhan sebagaimana Anda memilihnya. Anda akan menjadi sahabat Tuhan ketika Anda memutuskan untuk menjadi sahabat Tuhan.

Jika Anda merasa jauh dari Tuhan, tebaklah siapa yang pergi? Anda. Anda tidak bisa menyalahkan orang lain. Anda tidak bisa menyalahkan pasangan Anda, orang tua Anda, atau anak-anak Anda. Andalah yang tidak menjadikan Dia sebagai prioritas nomor satu dalam hidup Anda.

Mengenal dan mengasihi Tuhan merupakan hak istimewa terbesar umat manusia. Dan dikenal dan dikasihi Tuhan merupakan suka cita terbesar kita. 

Anda bisa mengetahui apa yang paling penting bagi seseorang dengan melihat dari apa yang mereka banggakan. Jika anak-anak mereka adalah yang terpenting bagi mereka, maka mereka akan membanggakan anak-anak mereka. Jika pekerjaan mereka adalah yang terpenting dalam hidup mereka, maka mereka akan membanggakan pekerjaan mereka. Jika bepergian dan pengalaman hidup adalah yang terpenting, itulah yang paling sering mereka bicarakan. Jika berpesta atau membeli baju baru adalah yang paling sering Anda bicarakan, coba tebak apa yang paling Anda hargai? Anda membanggakan apa yang paling Anda hargai.

Tuhan berfirman dalam Yeremia 9:23-24, “Beginilah firman TUHAN: "Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya, tetapi siapa yang mau bermegah, baiklah bermegah karena yang berikut: bahwa ia memahami dan mengenal Aku, bahwa Akulah TUHAN yang menunjukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi; sungguh, semuanya itu Kusukai, demikianlah firman TUHAN."

Tuhan alam semesta ini mengasihi Anda dan hendak memiliki hubungan dengan Anda. Dan semakin dekat dengan-Nya akan memberi Anda damai sejahtera dan perspektif. Itulah kabar baik!

Renungkan hal ini:
- Apa yang harus Anda lakukan untuk memprioritaskan kembali hidup Anda sehingga mengenal Tuhan lebih baik ialah prioritas nomor satu Anda?
- Berdasarkan dari yang paling Anda bicarakan, apa yang menurut orang lain adalah yang paling penting buat Anda?
- Apa yang Anda banggakan adalah yang paling penting buat Anda. Bagaimana Anda dapat membanggakan hubungan Anda dengan Tuhan dalam percakapan sehari-hari Anda dengan orang lain? 

Mengenal Tuhan adalah yang paling berarti—itulah inti kehidupan. 

(Diterjemahkan dari Daily Devotional by Rick Warren)



Kamis, 18 Agustus 2022

KEKUATAN DARI KEBAIKAN

Bacaan: Roma 12:17-21

NATS: Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu (Efesus 4:32)

Pada suatu hari seorang pekerja pabrik mendapati bahwa sebuah alat yang sangat berharga baginya tidak ada lagi di tempat penyimpan perkakas miliknya. Beberapa waktu kemudian ia mengetahui bahwa ternyata alat tersebut ada di dalam kotak perkakas milik salah seorang rekan kerjanya.

Pemuda ini adalah satu-satunya orang Kristen di bengkel itu, dan ia ingin menjadi saksi Kristus yang baik. Oleh karena itu ia menjumpai rekannya itu dan berkata, "Saya melihat salah satu perkakas saya ada di tempat Anda, tetapi kalau Anda benar-benar membutuhkannya, simpanlah." Kemudian ia melanjutkan pekerjaannya dan melupakan kejadian itu.

Selama dua minggu setelah kejadian itu, orang yang mengambil alat itu mencoba untuk menenangkan diri. Pertama-tama ia menawari pemuda itu sesuatu yang memiliki nilai yang sama dengan alat yang diambilnya, kemudian ia menawarkan diri untuk membantu pekerjaan pemuda itu di rumah, dan akhirnya ia menyelipkan sejumlah uang ke dalam saku pemuda itu. Akhirnya kedua orang ini bersahabat dan sang pencuri alat ini mengakui bahwa kebaikan temannya ini membuat ia berubah.

Kebaikan mungkin merupakan alat yang paling efektif yang perlu dimiliki oleh orang Kristen. Meskipun tidak mungkin akan menghasilkan persahabatan seperti kisah di atas, kebaikan tetap merupakan sesuatu yang benar. Tidak peduli bagaimanapun kita diperlakukan orang lain, kita harus mengikuti teladan yang diberikan Kristus (Efesus 4:32) -- HGB

INGIN MEMPERBAIKI HUBUNGAN DENGAN SESAMA? GUNAKANLAH KEBAIKAN!

Sumber: Renungan Harian

Rabu, 17 Agustus 2022

Allah yang Sejati dan Saksi Bagi -Nya

Bacaan Alkitab hari ini:
Daniel 6 

Kerajaan Babel berhasil ditaklukkan oleh Kerajaan Media dan Persia, sehingga Raja Darius menjadi penguasa di wilayah Babilonia. Peristiwa jatuhnya Kerajaan Babel dan beralihnya kekuasaan ke tangan Raja Media dan Persia dapat dibaca dalam buku Darius the Mede: A Reappraisal, karangan Stephen D. Anderson. Meskipun bangsa yang berkuasa telah berganti, Daniel tetap menjadi pejabat tinggi, bahkan Daniel "melebihi para pejabat tinggi dan para wakil raja" (6:4a). Daniel adalah pribadi yang berintegritas dan bekerja dengan sungguh-sungguh, sehingga orang-orang yang iri kepadanya tidak dapat menemukan kesalahan untuk mendakwa Daniel (6:5). Satu-satunya jalan yang mereka yakini bisa dipakai untuk menjatuhkan Daniel adalah masalah kesetiaan Daniel dalam beribadah kepada Allah. Dengan siasat licik, akhirnya mereka bisa menjebak Daniel. Mereka pasti tertawa dalam hati dengan girang saat mengetahui bahwa akhirnya Daniel dilemparkan ke dalam gua singa. Akan tetapi, Alkitab menyatakan pemeliharaan Allah. Daniel tidak mengalami celaka sedikit pun karena Allah mengatupkan mulut singa-singa ganas tersebut. Peristiwa ini memperlihatkan kuasa dan kedaulatan Allah dan membuat Raja Darius menyerukan agar orang-orang di wilayah Media dan Persia takut dan gentar akan Allah. Darius mengatakan, "Pemerintahan-Nya tidak akan binasa dan kekuasaan-Nya tidak akan berakhir" (6:27, bandingkan dengan 4:34b-35). Dua kerajaan yang berbeda—Babilonia serta Media dan Persia—mengakui kedaulatan Tuhan! Kitab Daniel dengan jelas menyatakan siapa Allah yang sejati. Allah yang kita kenal melalui Alkitab itu berdaulat atas segala allah, Dialah Raja yang tertinggi di antara segala raja di bumi. 

Sudah semestinya manusia menundukkan diri di bawah kebesaran Allah. Umat Allah seharusnya hidup dalam takut akan Allah. Takut akan Allah berarti memberi penghormatan yang sepatutnya kepada Allah dan dengan rela menundukkan diri di hadapan-Nya. Takut akan Allah berarti berjuang untuk melakukan kehendak-Nya dan setia menyembah Dia. Melalui Daniel, dua bangsa yang besar—yaitu Babel dan Media Persia—mengakui kebesaran Allah. Saat merayakan HUT Proklamasi RI pada hari ini, marilah kita renungkan: Apakah kehadiran gereja di Indonesia—termasuk kehadiran Anda dan saya—telah membuat Allah dihormati? Apakah Anda telah mengikuti teladan Daniel dengan menjadi saksi Allah bagi masyarakat di sekitar Anda? [Pdt. Emanuel Cahyanto Wibisono]

Sumber: Renungan GKY

Selasa, 16 Agustus 2022

JEMBATAN ANUGERAH

Bacaan: Kisah 5:33-42

NATS: Rasul-rasul itu meninggalkan sidang Mahkamah Agama dengan gembira, karena mereka telah dianggap layak menderita penghinaan oleh karena Nama Yesus (Kisah 5:41)

Ambil waktu sejenak dan bayangkanlah Anda sedang mengemudikan mobil melintasi jalan Tol Jagorawi yang lapang. Kemudian di suatu wilayah, Anda dibuat terkesima tatkala menyaksikan suatu pemandangan yang menakjubkan. Anda dapat melihat dengan jelas Jembatan Merah yang bersejarah itu terhampar melewati sungai Ciliwung yang terletak tak jauh dari Danau Toba. Betapa anehnya pemandangan seperti itu! Mana mungkin hal itu dapat terjadi!

Demikian pula dengan Tuhan. Dia tidak pernah memperlihatkan kuasa dan anugerahNya pada waktu dan tempat yang tidak tepat, tetapi Dia akan selalu menyediakan berkatNya bila kita mengalami masa-masa sukar. Dia tidak akan memberikan kekuatan kepada kita bila hal tersebut belum kita butuhkan.

Kita merasakan kengerian bila membayangkan penderitaan yang harus ditanggung oleh sebagian saudara-saudara seiman kita karena kesetiaan mereka kepada sang Juruselamat. Banyak di antara mereka memilih untuk menempuh jalan yang penuh dengan penderitaan daripada mengikuti jalan dengan sedikit kesukaran tetapi mengorbankan ketaatan kepada Allah. Apakah kita juga memilih untuk melakukan hal yang sama?

Tentu saja Tuhan tidak meminta kita untuk membuat komitmen bila hal itu belum diperlukan. Dan jika kita diharuskan menderita karena namaNya, kita dapat meyakini bahwa Dia akan menyediakan semua yang kita butuhkan untuk menanggung penderitaan tersebut.

Sebagai hamba Kristus, kita dapat melangkah dengan penuh keyakinan bahwa meskipun kita akan melalui jurang yang terjal atau menyeberangi sungai yang deras, jembatan anugerah Tuhan akan cukup bagi kita untuk menyeberang dengan selamat tiba sisi yang lain -- MRD II

ALLAH MEMBERIKAN ANUGERAH YANG CUKUP UNTUK SETIAP PENCOBAAN YANG KITA HADAPI

Sumber: Renungan Harian

Senin, 15 Agustus 2022

TAK ADA PERBUATAN YANG SEPELE

Bacaan: 1 Korintus 1:26-31

NATS: ...dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat (1 Korintus 1:27)

Pernahkah Anda merasa bahwa hidup Anda tidak berarti di hadapan Tuhan? Saya pernah. Jumlah penduduk dunia saat ini mencapai sekitar 6 milyar, dan sebagian besar belum mengenal Yesus. Sementara itu persoalan di dunia ini sedemikian banyak. Setiap doa, kesaksian, dan kebaikan saya tampaknya terlalu kecil untuk dapat mengubah dunia yang sedemikian bobrok.

Baru-baru ini, ketika saya seolah hendak tenggelam dalam perasaan sia-sia, saya membaca tulisan Frederick Buechner yang membangkitkan semangat saya. Dengan menggambarkan dunia seperti jaring laba-laba raksasa, Buechner menulis, "Jika Anda menyentuh jaring laba-laba tersebut di satu bagian, maka Anda akan menggetarkan seluruh bagiannya.... Ketika kita berjalan di dunia ini dan menyentuhnya dengan kebaikan, atau mungkin dengan ketidakpedulian, atau dengan sikap permusuhan terhadap orang-orang yang kita jumpai, berarti kita sedang menggetarkan jaring raksasa itu. Kehidupan yang saya sentuh dengan kebaikan atau dengan kejahatan itu akan menyentuh kehidupan yang lain, yang kemudian juga akan menyentuh kehidupan yang lainnya lagi, demikian seterusnya, dan tidak ada yang tahu di mana getaran itu akan berhenti, atau sampai seberapa jauh atau seberapa lama. Sentuhan yang saya buat itu masih terasa. Kehidupan kita selalu berhubungan satu dengan yang lain. Tak seorang manusia pun hidup secara terisolir."

Di dorong oleh kata-kata Buechner, dengan semangat baru saya kembali melakukan hal-hal yang dulu tampak sepele. Dan nanti jiwa-jiwa yang kita sentuh akan menyentuh jiwa-jiwa yang lain dan berikutnya menyentuh jiwa-jiwa yang lain lagi! Allah menggunakan kita dalam kelemahan dan ketidakberartian kita untuk memenuhi tujuan-Nya yang mulia (1 Korintus 1:26:31) [VCG]

TAK ADA PERBUATAN YANG SEPELE BILA DILAKUKAN BAGI KRISTUS

Sumber: Renungan Harian

Minggu, 14 Agustus 2022

BUKAN MILIK KITA 

[[“TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!” ]] (Ayub 1:21) 

“Tuhan, Engkau telah meminjamkan dirinya kepada kami, dan kami sungguh merasa bahagia karena pernah memilikinya. Tapi sekarang, Engkau mengambilnya dari kami. Kami menyerahkannya kembali kepada-Mu tanpa protes walau hati kami terkoyak sedih!” Doa itu diucapkan oleh sepasang suami istri yang anaknya—anak satu-satunya, berusia tujuh tahun—meninggal dunia karena tertabrak mobil yang dikendarai oleh sopir mabuk. 

Ada kesedihan yang mendalam di sana, tetapi sekaligus penyerahan diri kepada Tuhan. Hampir sama dengan doa Ayub ketika satu per satu miliknya hilang—harta bendanya, anak-anaknya, bahkan kesehatannya. Jauh dari mengumpat dan marah-marah, Ayub menghadapi kenyataan pahit itu dengan iman dan penyerahan diri kepada Tuhan, “TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!” demikian doanya. 

Ada saatnya kita kehilangan sesuatu yang sangat berharga dalam hidup. Bagaimana menyikapinya bergantung pada cara kita memandang apa yang hilang itu. Bila kita memandangnya sebagai milik pribadi, kita akan menyikapi dengan kemarahan yang meluap. Dan bisa-bisa kita akan kehilangan yang lainnya. Namun, bila kita memandangnya sebagai kepunyaan Tuhan, itu berarti apa yang hilang itu kita anggap telah kembali kepada Pemiliknya yang sejati. Kita hanya dititipi sehingga kita dapat menghadapi fakta itu dengan tetap berpengharapan. Kesedihan tetap ada, tetapi itu tidak akan membuat kita undur dari iman kita. Seperti pasangan suami istri di atas. Seperti Ayub.
 (Ayub Yahya)

Sumber: Amsal Hari Ini 

Sabtu, 13 Agustus 2022

Perangkap Konyol

Bacaan: KELUARAN 32

Ketika bangsa itu melihat, bahwa Musa mengundur-undurkan turun dari gunung itu, maka berkumpullah mereka mengerumuni Harun dan berkata kepadanya: "Mari, buatlah untuk kami allah, yang akan berjalan di depan kami ...." (Keluaran 32:1)

Salah satu tantangan bagi pemimpin ialah adanya godaan untuk menyenangkan para pengikutnya, dengan cara yang keliru. Tidak berani menolak permintaan mereka, sekalipun jelas bertentangan dengan kebenaran. Memilih tetap populer dan mendapat pengakuan banyak orang, sekalipun menyimpang dari jalur yang seharusnya. Hanya cari aman, serta demi kenyamanan sendiri.

Harun terjebak dalam perangkap ini pada salah satu episode kepemimpinannya. Musa telah naik ke Gunung Sinai selama 40 hari, sedangkan seluruh umat berkemah di padang gurun. Selama absennya Musa, Harunlah pemimpin mereka. Lalu, umat itu meminta Harun membuat allah bagi mereka. Sebuah patung untuk disembah, yang akan memimpin mereka menuju Kanaan.

Mudah sekali melihat bahwa ini adalah permintaan yang salah dan konyol. Setelah mengalami berbagai mukjizat Allah untuk membebaskan mereka dari Mesir, bagaimana mungkin mereka berpikir bahwa Allah yang hidup dan berkuasa itu dapat diganti dengan sebuah patung? Namun yang lebih parah lagi adalah reaksi Harun. Ia tidak membantah atau mengoreksi mereka. Malahan, ia meminta anting-anting emas seluruh bangsa itu, lalu membentuknya menjadi patung lembu. Seluruh umat itu pun jatuh dalam penyembahan berhala, yang harus mereka bayar mahal dengan hilangnya tiga ribu nyawa.

Seperti Harun, terkadang kita bertindak secara salah bukan karena kita tidak mengetahuinya, namun karena kita lebih memilih untuk menyenangkan manusia. Satu kesalahan fatal yang nantinya kita sesali. Hendaknya kita terus belajar menaati Tuhan. Itulah yang menyenangkan hati-Nya. --HT/www.renunganharian.net

MENGETAHUI KEBENARAN TIDAKLAH CUKUP, DIPERLUKAN KEBERANIAN UNTUK MENERAPKANNYA DALAM HIDUP.

Jumat, 12 Agustus 2022

Teguran yang Membawa Kehidupan

Orang yang mengarahkan telinga kepada teguran yang membawa kepada kehidupan akan tinggal di tengah-tengah orang bijak. –Amsal 15:31

Ayat Bacaan & Wawasan:
Amsal 15:31-33

“Aku sudah mengajaknya bicara baru-baru ini, dan itu tidak mudah,” kata Shellie. “Membicarakan masalahnya memang tidak nyaman, tetapi aku rasa sikap dan tindakannya perlu diluruskan agar ia tidak lagi menyakiti orang-orang di sekitarnya.” Shellie sedang berbicara tentang seorang wanita muda yang ia bimbing. Meski tidak nyaman, percakapan tersebut membuahkan hasil dan justru memperkuat hubungan mereka. Bahkan, beberapa minggu kemudian, kedua wanita itu dapat berbicara tentang tema kerendahan hati dalam kebaktian doa di gereja mereka.

Percakapan sulit seperti itu juga mungkin dialami di luar konteks pembimbingan rohani, misalnya ketika kita perlu berbicara empat mata dengan seorang saudara atau saudari seiman kita. Kitab Amsal, dengan hikmat yang tak lekang oleh waktu, berkali-kali berbicara tentang pentingnya kerendahan hati dalam memberi dan menerima teguran. Bahkan, kritik yang membangun disebut dapat “membawa kepada kehidupan” dan menuntun orang kepada hikmat sejati (Ams. 15:31). Amsal 15:5 berkata bahwa orang yang menolak didikan itu bodoh, tetapi mereka yang mengindahkan teguran adalah orang bijak. Intinya, “siapa benci kepada teguran akan mati” (ay. 10). Seperti yang Shellie saksikan, kebenaran yang disampaikan dengan kasih dapat memperbarui sebuah hubungan.

Adakah seseorang dalam hidup Anda yang perlu menerima teguran yang membawa kehidupan dengan kasih? Atau mungkin Anda baru menerima nasihat yang bijak, tetapi sempat tergoda untuk menanggapinya dengan kemarahan atau bahkan mengabaikannya? Ingatlah, “orang yang tidak mau dinasihati, tidak menghargai diri sendiri; orang yang mau menerima teguran, menjadi berbudi” (ay. 32 BIS). Marilah memohon kepada Allah untuk memampukan kita memberi dan menerima teguran dengan rendah hati hari ini (Karen Pimpo).

Renungkan dan Doakan
Bagaimana sikap Anda saat menerima kritik yang membangun? Kerendahan hati seperti apa yang Anda tunjukkan?

Ya Allah, aku membutuhkan hikmat-Mu. Berilah aku kerendahan hati dan kesiapan menerima teguran yang membawa kepada kehidupan.

Sumber: Our Daily Bread

Kamis, 11 Agustus 2022

KASIH YANG NYATA

Bacaan: 1 Korintus 13

NATS: Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku (1 Korintus 13:3)

Cerita ini mengisahkan tentang seorang psikolog anak yang menghabiskan banyak waktu untuk membuat jalan mobil yang baru di rumahnya. Baru saja ia menghaluskan permukaan beton yang baru dituang itu, anak-anaknya yang masih kecil mengejar bola melintasi jalan mobil tersebut, dan membuat jejak-jejak kaki yang dalam. Pria itu meneriaki mereka dengan semburan kata-kata amarah. Istrinya terkejut mendengar luapan emosinya dan berkata, "Kau adalah seorang psikolog yang seharusnya mengasihi anak-anak." Pria yang sedang naik darah itu berseru, "Saya mengasihi anak-anak secara teori, bukan dalam kenyataan!"

Saya menahan tawa membaca kisah tersebut dan kurang setuju dengan permainan kata yang disodorkan di sana, tetapi saya dapat merasakan kebenaran yang dinyatakan dalam kisah di atas. Meski pada prinsipnya saya setuju dengan konsep tentang kasih yang rela memberi diri, tetapi saya gagal menyatakannya pada orang-orang yang tinggal dan bekerja dengan saya tiap-tiap hari.

1 Korintus 13 menggambarkan kasih kristiani dalam ungkapan yang nyata: "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain" (Ayat 4-5).

Sebagai teori, kasih tidak cukup berarti; dalam praktek, kasih adalah harta dunia yang terbesar. Jika muncul jejak kaki pada jalan mobil Anda, orang lain akan dapat melihat apakah kasih Anda hanya secara teori, atau secara nyata [DCM]

KASIH ADALAH KATA KERJA AKTIF

Sumber: Renungan Harian

Rabu, 10 Agustus 2022

PENYAMARAN SETAN

Bacaan: 1 Yohanes 2:15-29

NATS: Tetapi aku takut, kalau-kalau pikiran kamu disesatkan...sama seperti Hawa diperdayakan oleh ular itu dengan kelicikannya (2 Korintus 11:3)

Sangatlah sulit untuk dimengerti mengapa orang mudah menyerah pada pencobaan-pencobaan tertentu. Jika kita memilhat dari sudut pandang kita, masalah mereka sebenarnya mudah untuk ditangani.

Kita bahkan mungkin merasa heran bagaimana Adam dan Hawa begitu bodoh menyia-nyiakan pemberian Allah di awal keberadaan mereka. Kita tidak akan jatuh semudah itu -- atau sebaliknya?

Masalahnya adalah sang penggoda menggunakan penyamaran tatkala merayap ke dalam hidup kita. Seperti ucapan Mephistopheles dalam drama berjudul Faust, "Orang-orang tidak menyadari bahwa iblis ada dan sedang memegang leher mereka."

Alkitab mengatakan kepada kita bahwa ular adalah "yang paling cerdik dari segala binatang di darat" (Kejadian 3:1). Tak ada bunyi derak atau desisan yang tidak menyenangkan untuk mengingatkan akan adanya bahaya. Ia tidak akan bertanya terlebih dahulu, "Permisi, bisakah saya menggunakan waktu selama 20 menit untuk menghancurkan hidup Anda?"

Musuh Dunia Nomor 1, menggunakan taktik yang sama pada masa kini, seperti yang dipakainya dahulu. Firman Allah mengingatkan kita bahwa setan berpakaian seperti malaikat terang, dan para pengikutnya terlihat seperti pelayan-pelayan kebenaran (2 Korintus 11:14-15). Kita harus waspada terhadap penipu ulung ini dan mencegahnya agar tidak menyusup ke dalam hidup kita.

Apakah Anda mencintai dunia ini? Mintalah Roh Kudus menolong Anda untuk hidup dalam persekutuan yang erat dengan Kristus (1 Yohanes 2:28). Jangan mudah tertipu oleh penyamaran setan -- HWR

KITA HARUS MENGENAL KEBENARAN ALLAH UNTUK MENYINGKAP TIPU MUSLIHAT IBLIS

Sumber: Renungan Harian

Selasa, 09 Agustus 2022

Ketika Hikmat Memanggil 

Bacaan: Amsal 1:20-33 

Dalam dunia ini banyak hal dapat menjadi pengejaran dalam hidup manusia. Kesuksesan, kekuasaan, ketenaran, dan kenyamanan hidup seolah memanggil-manggil kita sehingga perhatian kita teralih dan terfokus padanya. Bahkan, tidak jarang kita meninggalkan hal-hal yang sangat berharga dalam hidup kita seperti iman, keluarga, dan kesehatan untuk mengikuti panggilan-panggilan dunia tersebut.

Dalam bacaan hari ini, hikmat digambarkan penulis amsal seperti seseorang yang berteriak memanggil siapa saja yang ditemuinya (20-21). Terlebih ketika hikmat bertemu dengan mereka yang tidak mau menjadi lebih bijak dalam hidupnya. Hikmat itu seolah-olah mengingatkan mereka serta terus memanggil mereka untuk bertobat dan berubah supaya setiap orang dapat hidup lebih baik dan lebih benar. Sebab sesungguhnya, Tuhan Sang Sumber hikmat itu ingin mengajar dan menyatakan kebenaran-Nya (22-23). Namun sayangnya, banyak orang yang menolak dan mengeraskan hati.

Banyak orang merasa dirinya cukup berpengetahuan juga cukup mampu untuk mengatur dan menjalankan hidup yang sempurna sehingga menolak untuk diatur oleh Tuhan. Banyak orang tidak menyadari bahwa sesungguhnya mereka adalah orang yang berdosa dengan banyak cacat cela sehingga sering membuat kesalahan dan bertindak bodoh dalam hidupnya. Mereka itulah orang-orang yang Amsal sebut sebagai orang bebal dan yang hidupnya akan menuju kepada kebinasaan (32).

Oleh sebab itu, hari ini kita diingatkan untuk senantiasa menjadi orang yang rendah hati serta bersedia mendengar dan menerima nasihat. Ada pun nasihat yang Tuhan nyatakan kepada kita adalah panggilan hikmat yang mengingatkan kita ketika kita merenungkan firman-Nya. Tuhan juga menegur kita melalui pasangan atau sahabat kita, rekan-rekan sepelayanan, bahkan juga orang-orang yang kurang kita sukai. Tuhan dapat memakai siapa saja dan situasi apa saja untuk menuntun kita kepada jalan yang benar.

Oleh karena itu, ikutilah panggilan hikmat yang sedang berseru-seru memanggil kita. [ABL]

Sumber: Santapan Harian

Senin, 08 Agustus 2022

Menabur Kebahagiaan dengan Membantu Orang yang Lemah

Kisah Para Rasul 20: 35 Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima.

Pengaruh materialisme dan individualisme mendorong orang untuk mementingkan dirinya sendiri. Bahkan ada banyak kegiatan sosial sekarang ini dikerjakan untuk konten pribadi agar viral, atau mendapatkan viewer dan subcriber. Tak jarang hal-hal yang di post itu ternyata hanya palsu dan sudah diatur sedemikian rupa.

Ayat ini mengingatkan kita untuk berani menolong orang yang lemah dan dalam kesulitan tanpa ada motivasi dibaliknya. Amsal 19:17 mengingatkan bahwa orang yang berbelas kasihan pada orang lemah sebenarnya mereka sedang memiutangi Tuhan dan Tuhan pasti akan membalasnya. Jadi menolong orang lemah itu sebenarnya tidak rugi.

Secara kasat mata kelihatannya kita kehilangan, karena apa yang harusnya menjadi milik kita malah diberikan pada orang lain. Tetapi dibalik itu semua, sebenarnya kita tidak akan rugi atau kehilangan, karena Allah akan membalasnya kepada kita.

Berkat lain dibalik menolong orang lemah adalah kebahagiaan. Orang yang memberi sebenarnya sedang menabur kebahagiaan, karena hampir tidak ada orang yang akan marah ketika diberi. Mayoritas orang akan bahagia ketika diberi. Dengan kita memberi, sebenarnya kita sedang menabur kebahagiaan dan suatu saat kita pun akan menuainya.

Siapkah kita menuai kebahagiaan? Jika ingin menuai kebahagiaan, mari tabur kebahagiaan dengan menolong orang yang lemah. Tuhan memberkati.

Sumber: Jawaban.com

Minggu, 07 Agustus 2022

SEKARANG WAKTUNYA UNTUK TAAT

Bacaan: Lukas 9:57-62

NATS: "Aku akan mengikut Engkau, Tuhan, tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku" (Lukas 9:61)

Kebanyakan orangtua akrab dengan kata-kata ini: "Saya akan segera melakukannya, tetapi lebih dulu...." Bapa kita yang di surga seringkali juga menerima tanggapan serupa dari anak-anak-Nya.

Saya tidak akan pernah melupakan pertentangan batin yang terjadi suatu pagi ketika saya sedang berlutut menyikat lantai dapur. Mulanya saya merasakan dorongan yang kuat dari Tuhan untuk mengunjungi seorang ibu muda bernama Carol. Saya memutuskan untuk melakukannya belakangan pada hari itu. "Saya harus menyikat lantai ini lebih dulu," kata saya pada diri sendiri.

Kemudian dorongan itu terasa semakin kuat. "Segera setelah saya selesai menyikat lantai ini, saya akan langsung pergi ke rumah Carol," janji saya pada Tuhan. Namun, jauh di lubuk hati, saya tahu bahwa Dia menghendaki sekarang, meski saya belum selesai menyikat lantai!

Saat itu terjadi pertentangan kehendak dalam batin saya. Saya mengakui bahwa begitu banyak kesempatan telah hilang karena adanya hal-hal yang ingin saya lakukan terlebih dahulu. Akhirnya saya berkata, "Baiklah, Tuhan, saya akan berangkat sekarang!" Ketika Carol membuka pintu rumahnya, dengan berurai airmata ia berkata, "Bagaimana engkau tahu bahwa saya membutuhkanmu saat ini?" Saya tidak tahu, tetapi Allah tahu, dan penyerahan diri saya kepada-Nya mempengaruhi Carol yang pada akhirnya juga menyerahkan diri kepada Kristus sebagai Juruselamatnya.

Dalam Lukas 9, Yesus mengajarkan bahwa beberapa hal dapat menunggu. Termasuk lantai yang sedang disikat separuh -- dan banyak lagi hal lain. Tetapi tuaian yang masak tak dapat menunggu! [JEY]

KETAATAN YANG DITUNDA
TAK JAUH BERBEDA DENGAN KETIDAKTAATAN

Sumber: Renungan Harian

Sabtu, 06 Agustus 2022

Mengasihi Orang Lain Seperti Mengasihi Tuhan

Matius 25:40 “Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.”

Pandemi Covid 19 memberikan banyak pelajaran bagi kita semua, khususnya dalam hal materi dan kesehatan. Banyak orang-orang kaya yang tidak bisa diselamatkan karena terkena covid. Seperti contohnya kematian Sang Milyarder Antonio Vieira Monteiro. Dia adalah Presdir Santander Bank Portugal yang meninggal karena Covid-19 sepulang dari Italia. Tetapi yang menarik adalah ungkapan hati putrinya, dituangkan dalam tulisan di media sosial.

Dia mengatakan bahwa mereka dari keluarga kaya raya, tapi ayahnya meninggal seorang diri. Dia sulit bernapas seperti tercekik karena mencari sesuatu yang gratis tanpa biaya, yaitu udara segar. Sedangkan harta yang dikumpulkan, ternyata tidak bisa membantunya, bahkan ditinggalkan selamanya dirumah. Ini merupakan pesan berharga bagi setiap kita. Apa arti bergelimang harta, jabatan dan kekuasaan, jika ajal menjemput? Semua itu tidak bisa menyelamatkannya. Bahkan mencari udara gratis saja tidak bisa.

Kisah di atas sangat kontras dengan apa yang Tuhan Yesus ajarkan. Yesus mengajarkan agar kita memiliki kasih yang tulus kepada sesama, kepedulian dan rasa empati kepada yang miskin, hina, terpinggirkan. Peduli kepada yang lapar, haus, membutuhkan tumpangan, sakit yang berada dalam penjara. Harta yang kita miliki tidak boleh digunakan untuk membangun kerajaan kita sendiri, tetapi untuk kita salurkan kepada yang membutuhkan. Bahkan jika kita melakukan perbuatan kasih kepada yang hina, kita sedang melakukannya untuk Tuhan Yesus.

Dalam Matius 22 ayat 38-39, Tuhan Yesus menegaskan hukum yang terutama dan yang pertama, agar kita mengasihi Allah, dengan segenap hati, jiwa dan dengan segenap akal budi. Hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.

Apa yang dilakukan Bunda Theresa adalah contoh nyata dalam melakukan perbuatan kasih kepada sesama. Ia pernah mengatakan, God give us things to share, God doesn’t give us things to hold. Jadi, Tuhan memberi kita banyak hal untuk dibagikan. Tuhan tidak memberikan banyak hal kepada kita hanya untuk kita pegang sendiri.

Sahabat, hidup tidak sekedar menumpuk harta, melainkan juga harus menumpuk kebaikan pada sesama. Jadi tunggu apa lagi? Mari kita mulai berbagi.

Sumber: Jawaban.com

Jumat, 05 Agustus 2022

Ingat, Jangan Menghakimi! 

Bacaan: Roma 14:1-12 

Mari kita menjawab dengan cepat: Apa respons Anda jika melihat pengemis meminta di jalanan padahal ia masih muda? Apa respons Anda jika melihat teman tidak pergi ke gereja? Apa pula respons Anda ketika mendengar perceraian teman yang aktif pelayanan di gereja?

Tentu, kita punya pendapat masing-masing dalam menilai orang yang agaknya melakukan hal-hal yang berbeda dari kita. Penilaian kita tentu subjektif. Cara pandang kita dipengaruhi oleh pengetahuan yang kita terima, pengalaman yang kita jalani, pergaulan, tuntutan profesi, ataupun latar belakang keluarga. Bahkan, kita mudah sekali menghakimi sesama yang tak sesuai dengan pola pikir kita.

Dalam perikop hari ini, kita diminta bertumbuh dalam kasih sehingga memiliki kedewasaan rohani. Kedewasaan rohani seseorang dilihat dari bagaimana memperlakukan orang lain. Salah satunya adalah tak mudah menghakimi, menerima orang yang lemah iman tanpa mempercakapkan pendapatnya (1). Hal itu secara serius dibahas oleh Paulus dalam membangun komunitas orang percaya.

Ada banyak alasan orang menjadi lemah iman. Mungkin, ia adalah petobat baru yang masih memiliki sedikit pemahaman. Mungkin pula ia lemah karena kurangnya pengajaran atau sedang mengalami banyak penderitaan. Kebutuhan orang yang lemah iman adalah penguatan. Kita dipanggil untuk memberikan penguatan bagi saudara kita yang mengalami lemah iman.

Kita sering kali terjebak dalam melihat perbedaan dan cenderung mudah menghakimi orang yang berbeda dari kita. Seperti halnya makanan (2-3), kejatuhan seseorang (4), ataupun hari-hari yang penting dan hari-hari yang tidak penting (5-6). Padahal, Allah sendiri menerima setiap orang apa adanya. Kristus datang bukan untuk menghakimi, melainkan menjadikan orang-orang berdosa sebagai sahabat dan membawa mereka kepada kehidupan baru. Kristus telah hadir menjadi Tuhan atas semua orang.

Ingat, jangan menghakimi! Sebab, kita semua kelak harus menghadap pengadilan Allah. [SLM]

Sumber: Santapan Harian

Kamis, 04 Agustus 2022

Kepatuhan Si Anjing

Seorang pria memelihara seekor anjing di rumahnya.

Pria itu sering menguji kepatuhan anjing kesayangannya itu. Ia meletakkan sepotong daging yang membangkitkan selera di hadapannya dan memberi perintah, "Tidak boleh!"

Anjing itu, yang tentunya memiliki dorongan yang sangat kuat untuk mendapatkan daging, dihadapkan pada situasi yang sangat sulit: mematuhi atau melanggar perintah tuannya.

Awalnya anjing itu sering melanggar dan segera melahap daging segar di depannya itu. Namun lama-kelamaan anjing itu menjadi patuh. Daging di hadapannya sama sekali tak disentuhnya.

Anjing itu hanya diam, namun padangannya tidak diarahkan pada daging melainkan pada tuannya.

Tampaknya anjing itu merasa bahwa jika ia memandang ke arah daging, godaan untuk melanggar perintah itu akan menjadi terlalu besar. Maka ia terus-menerus memandang wajah tuannya sampai tuannya memberi perintah untuk makan barulah ia melahap daging di depannya.

Ada sebuah pelajaran untuk kita semua: Arahkan selalu pandangan kita pada wajah "Tuan" kita. Jika kita memalingkan pandangan kita dari-Nya, maka kita akan tergoda untuk melanggar perintah-Nya.

Meskipun kita mengalami banyak pencobaan, jika pandangan kita tertuju kepada Tuhan Yesus, kita akan mampu mengatasinya. Ketika dihadapkan pada bujukan yang dapat dengan mudah menundukkan kita, sebaiknya kita memandang kepada Kristus dan mengikuti petunjuk-Nya.

"Melihat" dan "mendengarkan"-Nya akan memberi kita kepekaan untuk mengetahui mana yang benar, serta keinginan dan kekuatan untuk mematuhi-Nya.

Apakah Anda sedang berjuang melawan pencobaan? Arahkan pandangan kepada Tuhan Yesus. Dia akan memberi kemenangan!

"Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah." (Ibrani 12:2)

Sumber: Renungan Kristen

Rabu, 03 Agustus 2022

Menderita Sengsara dan Menjalani Mil Kedua

Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. — Matius 5:39

Ayat ini menyatakan penghinaan yang diterima seseorang karena menjadi seorang Kristen. Dalam lazimnya, jika seseorang tidak membalas tamparan, itu disebabkan dia seorang pengecut. Akan tetapi, dalam alam rohani, jika dia tidak balas memukul maka itu merupakan bukti dari keberadaan Anak Allah dalam dirinya.

Bila Anda dihina, Anda bukan saja tidak boleh merasa jengkel, melainkan Anda harus menjadikan itu sebagai peluang untuk menunjukkan/menyatakan Anak Allah di dalam hidup Anda. Dan Anda tidak dapat meniru sifat (nature) Yesus -- tetapi hal itu ada di dalam diri Anda, atau tidak. Hinaan pribadi menjadi peluang bagi seorang percaya untuk menyatakan kebaikan Tuhan Yesus yang luar biasa -- the incredible sweetness of the Lord Jesus.

Ajaran Khotbah di Bukit bukanlah, “Lakukanlah kewajibanmu,” melainkan, “Lakukanlah hal yang bukan kewajibanmu.” Bukan menjadi kewajiban Anda untuk berjalan sejauh dua mil atau memberikan lagi pipi lainnya untuk ditampar, tetapi Yesus berkata jika kita menjadi murid-Nya, maka kita diminta selalu melakukan hal ini. Kita takkan berkata, “Ah, aku tidak dapat melakukannya lagi, dan aku telah disalah mengerti dan disalahpahami.”

Setiap kali saya berkeras akan hak-hak saya, saya menyakiti Anak Allah, padahal sebenarnya saya dapat mencegah agar Yesus tidak disakiti jika saya mau menerima tamparan itu. Itulah makna sesungguhnya dari “menggenapkan dalam tubuhku apa yang kurang pada penderitaan Kristus” (Kolose 1:24). Seorang murid menyadari bahwa kehormatan Tuhanlah yang dipertaruhkan dalam hidupnya, bukan kehormatannya sendiri.

Jangan pernah mencari kebenaran (righteousness) dalam diri orang lain, tetapi Anda sendiri jangan pernah berhenti menjadi benar. Kita selalu mencari keadilan, tetapi inti sari ajaran Khotbah di Bukit ialah -- Jangan pernah mencari keadilan, tetapi jangan pernah berhenti untuk memberikan keadilan itu.

Sumber: Renungan Oswald Chambers

Selasa, 02 Agustus 2022

TOLONG MEREKA SATU PER SATU

Bacaan: Lukas 8:40-56

NATS: Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku (Matius 25:40)

Seorang pemuda yang sedang berjalan-jalan di tepi pantai suatu pagi, memperhatikan seorang tua yang sedang memunguti bintang laut dan melemparkannya ke laut. Orang tua itu berkata bahwa ia sedang menyelamatkan hewan-hewan laut tersebut sebelum matahari musim panas yang terik memanggang mereka. Dengan nada mencemooh pemuda itu berkata, "Setidaknya ada beratus-ratus bintang laut di sini. Bagaimana Anda dapat membuat perubahan?" Orang tua itu menatap bintang laut di tangannya sebelum melemparkannya ke dalam ombak. "Perubahan besar bagi bintang laut yang satu ini," jawabnya.

Tuhan Yesus tidak pernah membiarkan kerumunan orang banyak melemahkan semangat-Nya untuk menolong orang secara pribadi. Dalam Lukas 8 kita baca betapa banyaknya orang mengerumuni Dia (ayat 40). Namun Dia tetap mengambil waktu untuk melayani seorang lelaki dan seorang wanita yang membutuhkan-Nya (ayat 41-56). Tuhan Yesus memanggil kita untuk melakukan hal yang sama. Tetapi melihat banyaknya manusia saat ini, mungkin kita berkata, "Bagaimana saya dapat membuat perubahan terhadap sekian banyak orang?"

Henri Nouwen menulis, "Mereka yang ingin memberi diri pada 'semua orang' hanya akan mendapati diri mereka seringkali tidak dapat menjadi dekat pada seorang pun." Banyak di antara kita mengalami masalah serupa. Meski demikian kita harus menyadari pentingnya pelayanan pribadi, seperti ujar Yesus, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku" (Matius 25:40). Lebih baik menolong satu orang daripada tidak sama sekali! [JEY]

LAKUKAN SEMAMPU ANDA UNTUK MENOLONG SATU ORANG PADA SUATU WAKTU DAN SERAHKAN SELEBIHNYA PADA ALLAH DALAM DOA

Sumber: Renungan Harian

Senin, 01 Agustus 2022

MUDAH TERKECOH

Bacaan: 2 Timotius 2:22-26

NATS: Marilah kita...berlomba dengan tekun...dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan (Ibrani 12:1-2)

Anak saya Steven baru mulai belajar bermain sepakbola. Kami menghabiskan waktu dengan menendang-nendang bola di halaman depan. Pada saat saya sedang menyampaikan apa yang saya ketahui tentang olahraga ini, Steven melontarkan gagasannya sendiri tentang strategi bermain. Ia berkata demikian, "Saya tahu bagaimana caranya saya dapat melewati seorang pemain. Pada saat menggiring bola, saya akan berkata, 'Hei, lihatlah di sana!' Ketika ia menoleh ke arah itu, saya dapat menggiring bola melewatinya."

Strategi sederhana dengan ucapan-ucapan tipuan yang mengecohkan ini juga diterapkan oleh iblis dalam menyerang orang-orang Kristen -- dan strategi ini ternyata berhasil! Ia menggunakan berbagai macam cara untuk berkata, "Hei, lihatlah di sana!" Semua yang dilakukan iblis adalah membuat kita terkecoh sehingga melakukan hal yang lain, bukannya melayani atau memuliakan Allah.

Salah satu tujuan yang harus kita miliki sebagai seorang pengikut Tuhan adalah tetap memandang kepada Yesus (Ibrani 12:2). Kita akan berpaling dariNya bila kita meletakkan perhatian pada hal-hal yang mencela orang lain. Kita akan berpaling dariNya bila kita membiarkan kekuatiran menguasai hidup kita. Kita akan berpaling dariNya bila kita mengabaikan firmanNya.

Iblis adalah pengecoh yang hebat. Jangan hiraukan godaannya dan arahkanlah senantiasa pandanganmu pada Yesus. Jika kita melakukan hal ini dan tidak lagi mengikuti keinginan iblis, maka kita akan melihat bahwa hidup menjadi lebih mudah dengan memuliakan Allah. Dan dengan demikian kita menjadi sadar dan terlepas dari jerat iblis yang mengikat kita pada kehendaknya (2Timotius 2:26) -- JDB

CARA-CARA SETAN TIDAK PERNAH SEIRING DENGAN KUASA SANG JURUSELAMAT

Sumber: Renungan Harian