Sabtu, 13 Desember 2025

Harta Kesayangan

Maria mengambil setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya. –Yohanes 12:3

Ayat Bacaan & Wawasan :
Yohanes 12:1-8

Ayah saya pertama kali bertatapan dengan ibu saya dalam sebuah pesta di London. Setelah itu, ia menyelinap masuk ke pesta berikutnya, lalu mengadakan pesta yang lain, semuanya demi bertemu dengan ibu saya lagi. Akhirnya, ia berhasil mengajak Ibu pergi berjalan-jalan ke pedesaan, lalu menjemputnya dengan mobil Rover tua, harta milik yang paling disayanginya.

Ibu dan ayah saya kemudian menjadi sepasang kekasih, tetapi ada satu masalah. Ibu saya berencana pindah ke Peru untuk melayani sebagai misionaris. Ayah saya mengantarnya ke bandara, dan lima bulan kemudian menyusulnya ke Peru—dengan tujuan untuk melamar Ibu. Yang paling indah dari cerita ini? Ia menjual mobil Rover kesayangannya untuk membeli tiket pesawat tersebut.

Jika Anda bertanya kepada Maria, saudara Marta dan Lazarus, apa harta yang paling disayanginya, mungkin ia akan menunjukkan sebotol “minyak narwastu murni yang mahal harganya” (Yoh. 12:3). Bila Anda hadir pada perjamuan yang ia dan Marta adakan untuk Yesus (ay. 2), dan melihat ia mencurahkan isi botol tadi pada kaki-Nya, Anda dapat memahami sejauh mana Kristus berarti bagi Maria. Dia begitu berharga, begitu bernilai.

Bagi ibu saya, tindakan Ayah yang menjual mobilnya bukan hanya soal selembar tiket pesawat. Itu adalah bukti seberapa bernilai ibu saya baginya. Tindakan Maria juga mengandung makna yang lebih dalam—ia sedang mempersiapkan Yesus untuk penguburan-Nya (ay. 7). Seperti Maria, ketika kita mempersembahkan apa yang paling kita sayangi kepada Allah, kita turut ambil bagian dalam karya penebusan-Nya dengan meneladan pengorbanan-Nya yang besar bagi kita.

Oleh: Sheridan Voysey

Renungkan dan Doakan
Harta kesayangan apa yang rela Anda lepaskan demi Allah? Jika Anda di posisi Maria, bagaimana perasaan Anda mendengar Yesus menyingkapkan makna yang lebih dalam dari tindakannya?

Sumber: Renungan Our Daily Bread

Jumat, 12 Desember 2025

Diperdaya Keangkuhan Hati

Bacaan: OBAJA 1:1-9

"Keangkuhan hatimu telah memperdaya engkau, ya, engkau yang tinggal di liang-liang batu, di tempat kediamanmu yang tinggi; engkau yang berkata dalam hatimu: Siapakah yang sanggup menurunkan aku ke bumi?" (Obaja 1:3)

Kita biasa berbangga diri ketika melihat anak-anak kita berhasil dalam studi, ketika pasangan kita sukses dalam pekerjaan. Kebanggaan yang wajar, tetapi jika tak terkendali kebanggaan bisa membuat hati kita sombong lalu merendahkan orang lain. Kebanggaan diri seperti ini jelas sesuatu yang jahat karena kita merasa diri lebih baik atau lebih tinggi dari orang lain.

Bangsa Edom membanggakan dirinya dengan beberapa hal, antara lain merasa diri sebagai orang-orang yang bijaksana (ay. 8) dan menganggap dirinya kuat bak pahlawan (ay. 9). Kebanggaan diri itu berlanjut dengan merasa diri mereka telah menjadi bangsa yang kuat dan tidak dapat dikalahkan karena mereka tinggal di dataran tinggi atau daerah pegunungan (ay. 3-4). Mereka menyombongkan dirinya di hadapan Yehuda (sisa bangsa Israel yang masih berada di tanah milik pusaka mereka) saat Yehuda sedang mengalami kehancuran, bukan ketika Yehuda masih dalam keadaan yang aman (Ob 1:12-13). Kebanggaan demikian jelas tidak bisa ditolerir oleh Tuhan dan Edom akan direndahkan!

Godaan terbesar dalam hidup seseorang adalah ketika ia berada di tempat yang tinggi, terlindung, dan nyaman. Dari tempat yang tinggi, ia tergoda untuk melihat semua hal yang ada di bawahnya, tergoda merasa diri lebih kuat, dan tergoda untuk merendahkan orang lain. Ia tidak menyadari bahwa godaan itu akan membuatnya tergelincir dan jatuh. Bahkan teguran keras pun tidak mampu menyadarkannya dan ia tetap bersikeras berkata, "Siapakah yang sanggup menurunkan aku ke bumi?" --SYS/www.renunganharian.net

BERHATI-HATILAH KETIKA KITA DIBAWA KE TEMPAT YANG TINGGI KARENA KITA AKAN DITURUNKAN SERENDAH-RENDAHNYA JIKA KITA TIDAK MENJAGA HATI.

Kamis, 11 Desember 2025

Bersyukur di Tengah Hari Buruk Penuh Ujian

Ayat Renungan: 2 Korintus 12: 9–10 – “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat."

Ada saat ketika kita melalui hari yang terasa kacau – mungkin janji yang tidak ditepati, perkataan orang melukai, hasil pekerjaan yang kacau balau. Lalu segalanya terasa di luar kendali kita. Sampai di akhir hari menjelang petang, rasa kesal dan marah masih tersisa. Kita mulai bertanya, “Kenapa sih hari ini harus sekacau ini?”

Namun ketika perasaan itu masih membayangi meski hari sudah berganti, kita diingatkan pada satu kebenaran yang melegakan: kita memang tidak bisa mengendalikan semuanya—dan itu tidak apa-apa. Justru di saat terlemah kita, Firman Tuhan mengingatkan bahwa “Kuasa Tuhan menjadi sempurna.” 

Paulus pun pernah mengalami hal serupa. Ia merasa lemah, terbatas, dan tertekan. Tetapi Tuhan berkata, “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu.” Tuhan tidak menuntut kita menjadi kuat dengan usaha sendiri; Dia mengundang kita bersandar pada kuasa-Nya. Karena saat kita berhenti memaksakan diri untuk mengatur segala sesuatu, kita akan menyadari bagaimana Tuhan menopang kita.

Kitab Pengkhotbah juga mengingatkan bahwa hidup memang penuh badai. Kita tidak diminta memahami semua hal atau memastikan segala sesuatu berjalan sempurna. Tetapi kita diminta menerima bagian hidup kita, mensyukuri apa yang Tuhan berikan, dan mempercayai bahwa kedaulatan-Nya mengatasi apa pun yang kita hadapi.

“…adalah baik bagi manusia untuk makan, minum, dan menikmati jerih payahnya… dan untuk menerima bagiannya dalam hidup itu.” (Pengkhotbah 5:18)

Di hari-hari yang buruk, Tuhan memanggil kita berhenti melawan kelemahan kita dan mulai bersandar pada kekuatan-Nya. Di saat kita merasa gagal, kasih karunia-Nya tetap cukup. Dan di tengah ujian yang melelahkan, selalu ada alasan untuk bersyukur: Tuhan tetap memegang hidup kita dengan setia.

Action Praktis:
Ambil 1-2 menit untuk berdiam dan mulai berdamai dengan keadaan dan diri Anda sendiri. Undang Roh Kudus untuk mengisi hati Anda dan melingkupinya dengan ketenangan.

Sumber: Jawaban.com

Rabu, 10 Desember 2025

Semua Menjadi Satu

Bacaan: Filipi 2:1-11

karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan - Filipi 2:2

Dalam kehidupan yang kita jalani pasti dipenuhi dengan relasi. Kita berelasi dengan keluarga, dengan teman, dengan jemaat gereja, bahkan berelasi dengan orang-orang yang tidak kita kenal, seperti saat berinteraksi dengan penjual di pasar, pengemudi ojol, dan sebagainya. Relasi yang dibangun bisa baik, tetapi bisa juga buruk.

Di dalam Surat Filipi, Rasul Paulus mengingatkan para jemaat untuk berelasi yang benar di dalam Kristus. Bagaimana relasi yang benar? Relasi yang bersatu. Kristus telah mempersatukan setiap pengikutnya (Yoh. 17:20-21). Karena itu, sebagai seorang pengikut Kristus, kita harus menunjukkan relasi yang bersatu dengan sesama pengikut Kristus baik dalam pikiran, kasih, dan tujuan (ay. 2). Kesatuan relasi ini seharusnya terjadi dalam hidup umat-Nya. Kesatuan relasi yang terbentuk bukan karena kecocokan secara karakter dan sifat, melainkan karena Kristus telah mempersatukan.

Untuk membangun relasi yang bersatu, diperlukan sikap rendah hati dan saling memperhatikan. Paulus menjelaskan dalam ayat 3-4, bahwa seorang pengikut Kristus harus memiliki kerendahan hati. Ia tidak lagi mencari kepentingan diri sendiri. Ketika berelasi ia bukan berfokus pada keinginan diri, melainkan melihat apa yang menjadi keinginan orang lain. Paulus mengingatkan agar seorang pengikut Kristus menganggap orang lain lebih utama. Ia akan memerhatikan orang lain, khususnya saudara-saudari seiman, tidak hanya memerhatikan diri sendiri. Seorang pengikut Kristus juga diharapkan mampu melihat dalam kasih, apa yang menjadi kepentingan dan kebutuhan orang-orang di sekitarnya.

Sikap rendah hati dan saling memerhatikan, menyatukan seluruh umat Allah. Mereka yang sungguh merendahkan hati dan saling memerhatikan satu sama lain, tentu akan menciptakan sebuah relasi komunitas bergereja yang bersatu. Hal ini terjadi karena tidak ada lagi keegoisan diri yang menghancurkan, melainkan kasih dari Kristus yang menyatukan. Kesatuan ini dilakukan agar nama Yesus Kristus semakin dimuliakan (ay. 10-11).

Yuk, sebagai umat Allah, kita memelihara sikap rendah hati dan saling memerhatikan. Tanggalkanlah keegoisan diri dan mulai memperhatikan kepentingan orang lain. Biarlah nama Kristus semakin dimuliakan melalui kesatuan yang terjadi dalam relasi yang dibangun. Bersama dengan Kristus, semua menjadi satu.

Refleksi Diri:
Apakah Anda sudah menghidupi sikap rendah hati dan memperhatikan sesama?

Apa yang bisa Anda lakukan untuk memperlihatkan sikap rendah hati dan memperhatikan sesama saudara-saudari seiman?

Sumber: Renungan GII Hok Im Tong

Selasa, 09 Desember 2025

Mengelola Stres dengan Mengetahui Siapa Diri Anda

Bacaan Hari ini:
Yohanes 5:30 "Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri; Aku menghakimi sesuai dengan apa yang Aku dengar, dan penghakiman-Ku adil, sebab Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku."

Yesus menjalani hidup-Nya di bawah tekanan yang konstan. Banyak orang selalu mengikuti-Nya—meminta kesembuhan, pengajaran, atau bahkan berusaha menjebak dan membunuh-Nya. Namun, jika kita membaca kisah hidup-Nya dalam Alkitab, kita akan melihat bahwa Ia tidak pernah tampak terganggu oleh semua itu. Ia bahkan tidak pernah terlihat terburu-buru. Ia menghadapi tekanan hidup dengan damai.

Saya ingin belajar bagaimana melakukan hal itu. Bukankah Anda juga demikian? Selama beberapa hari ke depan, kita akan mempelajari rahasia mengelola stres dari kehidupan Yesus. Jika Anda menerapkannya, stres Anda akan berkurang, dan sukacita serta rasa puas Anda akan meningkat.

Langkah pertama untuk mengurangi stres adalah mengetahui siapa diri Anda.
Jika Anda tidak tahu siapa Anda menurut rancangan Allah, maka keluarga, teman atau budaya di sekitar Anda akan mencoba membentuk Anda menjadi seseorang yang bukan diri Anda. Dan identitas yang bingung hanya akan menimbulkan stres.

Yesus tahu persis siapa diri-Nya. Ia menegaskan identitas-Nya berulang kali, dengan berkata:
"Akulah jalan dan kebenaran dan hidup" (Yohanes 14:6),
"Akulah pintu" (Yohanes 10:9),
"Akulah roti hidup" (Yohanes 6:35).

Ketika Anda tidak tahu siapa diri Anda, Anda akan cenderung meniru dan membandingkan diri. Anda mencoba menjadi orang lain, atau merasa rendah diri karena mengukur diri terhadap orang lain.

Tetapi Allah menciptakan Anda menjadi diri Anda sendiri—dengan kelebihan dan kekurangan yang unik. Tidak ada orang lain di dunia ini yang persis seperti Anda. Sidik jari, jejak kaki, mata, dan suara Anda semuanya unik. Allah tidak pernah membuat duplikat. Anda adalah satu-satunya versi Anda yang ada di dunia.

Selain mengetahui siapa diri Anda, Anda juga perlu tahu untuk siapa Anda hidup. Ketika Anda tidak tahu untuk siapa Anda hidup, Anda akan mencoba menyenangkan semua orang. Dan hal itu menimbulkan stres besar, karena tidak mungkin menyenangkan semua orang!

Yesus tahu untuk siapa Ia hidup:
"Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri; Aku menghakimi sesuai dengan apa yang Aku dengar, dan penghakiman-Ku adil, sebab Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku." (Yohanes 5:30)

Satu-satunya tanggung jawab Anda adalah melakukan apa yang Allah ciptakan untuk Anda lakukan. Apakah Anda ingin hidup seperti Yesus—dengan stres yang lebih sedikit dan damai yang lebih besar? Maka ketahuilah siapa Anda dan untuk siapa Anda hidup.

Renungkan :
- Pernahkah Anda membiarkan orang lain—keluarga, teman, atau budaya—menentukan siapa diri Anda? Apa hasilnya?
- Untuk siapa Anda hidup hari ini? Apakah cara itu membawa damai atau justru menambah beban?
- Siapa dalam hidup Anda yang tahu persis siapa dirinya dan untuk siapa ia hidup? Apa yang membuat kehidupan orang itu menarik bagi Anda?

Ketika Anda hidup hanya untuk menyenangkan satu Pribadi—Allah—hidup menjadi lebih sederhana dan stres Anda berkurang drastis.

(Diterjemahkan dari Daily Devotional by Rick Warren)

Senin, 08 Desember 2025

Cara Utama Allah Berbicara kepada Anda

Bacaan Hari ini:
2 Timotius 3:16-17 "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik."

Cara utama Allah berbicara adalah melalui Firman-Nya.

Banyak orang berharap Allah menuliskan di langit apa yang Ia ingin mereka lakukan. Tetapi Allah tidak akan menuliskan di langit sesuatu yang sudah Ia tuliskan dalam Kitab-Nya!

Segala sesuatu yang perlu Anda ketahui tentang Allah dan bagaimana menjalani hidup yang penuh tujuan serta makna sudah ada dalam Firman-Nya. Jika Anda tidak pernah membuka dan membaca Alkitab, maka Allah tidak banyak berbicara kepada Anda—dan Anda kehilangan banyak hal yang Allah ingin sampaikan.

Alkitab berkata dalam 2 Timotius 3:16-17: "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik."

Allah memberikan Alkitab dengan empat tujuan: untuk mengajar, menolong, memperbaiki, dan menunjukkan cara hidup yang benar. Perhatikan bahwa ayat ini memakai kata "segala" dan"semuanya". Itu berarti seluruh isi Alkitab adalah Firman Allah dan semuanya berguna. Artinya, Alkitab 100 persen dapat dipercaya dan 100 persen praktis. Anda dapat menggunakannya untuk setiap aspek hidup Anda, sepanjang hidup Anda.

Memang ada bagian Alkitab yang sulit dipahami. Ada juga bagian yang perlu dipelajari lebih dalam dibandingkan bagian lain. Tetapi semuanya ada dengan tujuan: untuk menolong Anda.

Karena itu, penting sekali memiliki waktu teduh yang konsisten—di mana Anda meluangkan waktu bersama Allah dan mempelajari Alkitab setiap hari. Jika Anda baru memulai, cukup dengan 10 menit. Duduklah setiap hari selama 10 menit dan berikan perhatian penuh kepada Allah. Bacalah Alkitab dan dengarkan Dia berbicara. Bicaralah kepada-Nya dalam doa.

Mengapa hal ini begitu penting? Mazmur 119:105 berkata: "Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku."

Alkitab itu bagaikan senter bagi hidup. Ia bukan cahaya sorot besar yang langsung memperlihatkan tiga tahun ke depan dari hidup Anda. Sebaliknya, Alkitab memberi cukup terang untuk langkah berikutnya, lalu Anda belajar mempercayai Allah untuk langkah-langkah selanjutnya.

Itulah yang disebut hidup dengan iman. Anda belajar melakukannya dengan mempelajari Firman Allah, menaati-Nya, dan menjalaninya hari demi hari.

Renungkan :
- Mengapa menurut Anda ada bagian dalam Alkitab yang mungkin tidak akan pernah sepenuhnya kita pahami?
- Apa yang Allah ingin Anda lakukan terhadap bagian-bagian Alkitab yang belum Anda mengerti?
- Dalam hal apa konsistensi dan disiplin membantu Anda bertumbuh secara rohani?

Kenalilah Allah lebih dalam dan biarkan Dia mengajar, menolong, memperbaiki, serta menunjukkan kepada Anda bagaimana hidup melalui Firman-Nya.

(Diterjemahkan dari Daily Devotional by Rick Warren)

Minggu, 07 Desember 2025

Apakah Tuhan Peduli?

Bacaan: Matius 4:1-11

Yesus berkata kepadanya: “Ada pula tertulis: Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!” - Matius 4:7

Saat menghadapi kesulitan-kesulitan hidup, seseorang bisa merasa Tuhan tidak peduli kepadanya. Ia kemudian ingin menguji Tuhan, “Kalau Tuhan sayang kepadaku, coba buktikan!” Sesungguhnya, ketika meminta pembuktian dari Tuhan, ia sedang tidak memercayai-Nya.

Iblis memakai cara serupa untuk menjatuhkan Yesus. Iblis tahu yang dihadapinya adalah Anak Allah. Ia melancarkan serangan kedua, yang tidak kalah menggoda dari serangan pertama. (ay. 5-6). Kali ini Iblis tampak rohani. Pertama-tama, ia membawa Yesus ke Kota Suci, kemudian menempatkan-Nya di bubungan bait Allah. Wah tampak rohani banget. Iblis lalu memakai ayat firman Tuhan, tepatnya Mazmur 91:11-12: sebab malaikat-mailakat-Nya akan diperintahkan-Nya kepadamu untuk menjaga engkau di segala jalanmu. Mereka akan menatang engkau di atas tangannya, supaya kakimu jangan terantuk kepada batu, seakan-akan firman tersebut tidak benar sebelum dibuktikan. Bayangkan jika Yesus menjatuhkan diri dari tempat tinggi tersebut, lalu malaikat tiba-tiba datang menolong-Nya. Ini akan jadi pemandangan yang keren, bukan? Yesus seolah-olah mampu melawan gravitasi, orang-orang akan berdecak kagum kepada-Nya. Apalagi Yesus baru memulai karier pelayanan-Nya, bukankah dengan pertunjukkan spektakuler seperti ini orang banyak akan segera mengikuti-Nya tanpa ragu-ragu?

Namun, ini tidaklah benar karena seolah-olah Tuhan Yesus harus membuktikan diri kepada Iblis bahwa Dia adalah Tuhan. Lalu apa jawab Yesus dengan jebakan iblis ini? Dia kembali menjawab godaan Iblis dengan firman. Yesus berkata, “Ada pula tertulis: Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!” (ay. 7). Yesus tidak perlu membuktikan kepada Iblis bahwa Allah Bapa akan menjaga-Nya. Dia tahu Bapa mengasihi-Nya seperti diri-Nya mengasihi Bapa. Firman Tuhan tidak boleh digunakan untuk mencobai Tuhan.

Di saat menghadapi kesulitan dan tantangan hidup, janganlah kita berkata, “Tuhan, ada tertulis di Matius 7:7-8: Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapatkan; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena itu Tuhan, aku meminta uang 100 juta untuk memenuhi kebutuhanku. Jika benar Engkau berkuasa, buktikan besok uangnya ada!” Kita tidak perlu meminta bukti dari firman Tuhan atau bahwa Tuhan Yesus mengasihi kita karena semuanya sudah dibuktikan-Nya melalui pengorbanan di kayu salib. Jangan mencobai Tuhan, tetapi percayalah kepada-Nya.

Refleksi Diri:

Apakah Anda pernah meminta Tuhan untuk membuktikan kasih-Nya kepada Anda? Jika pernah, mengapa Anda melakukannya?

Apa dasar Anda tetap memercayai Tuhan Yesus saat menghadapi kesulitan-kesulitan hidup, tanpa menuntut Dia harus membuktikannya kepada Anda?

Sumber: Renungan GII Hok Im Tong