Bertumbuh bersama melalui firman Tuhan dan rasakan pengalaman berjalan bersama Tuhan setiap hari
Rabu, 31 Maret 2021
Selasa, 30 Maret 2021
Senin, 29 Maret 2021
Minggu, 28 Maret 2021
Sabtu, 27 Maret 2021
Jumat, 26 Maret 2021
BERLIBUR
Bacaan: 1 Yohanes 1:1-7
NATS: Persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-Nya, Yesus Kristus (1Yohanes 1-3)
Adakah orang Kristen yang hidup begitu dekat dengan Allah atau yang begitu saleh sehingga ia "boleh berlibur" membina hubungannya dengan Allah? Sebuah pendapat konyol, bukan? Sangatlah tidak masuk akal jika kita sadar bahwa perjalanan hidup kita bersama Allah harus berlangsung terus menerus, setiap hari, setiap saat, namun pada kenyataannya kita sering mengikuti kemauan kita sendiri dan mengabaikan persekutuan kita dengan-Nya.
Prinsip yang sama juga berlaku dalam dunia olahraga. Grant Hill, seorang pemain basket profesional yang ternama, berkomentar tentang jadual latihannya selama tidak ada pertandingan demikian: "Saya tidak dapat libur berlatih selama satu minggu. Sehari saja saya berlibur, rasanya keahlian saya sudah berkurang."
Bila kita sebagai orang Kristen "meliburkan" hubungan kita dengan Allah, kita pun pasti akan merasakan sesuatu yang "berkurang". Kita akan kehilangan tuntunan dari Firman-Nya dan persekutuan dengan-Nya yang kita rasakan melalui doa. Kita akan mengabaikan prioritas dan hanyut ke daerah terlarang yang dapat membawa kita pada kejatuhan.
Entah sudah berapa lama Anda menjadi anak Allah yang beriman dalam Kristus, tetapi yang jelas Anda harus selalu menjaga hubungan dengan Dia. Bukan hanya dengan setia pergi ke gereja atau bersaat teduh setiap hari, tetapi juga dengan memelihara hubungan itu secara terus-menerus. "Berlibur" memelihara hubungan dengan-Nya akan melemahkan langkah hidup Anda -JDB
AGAR KEROHANIAN KITA TETAP SEHAT BERJALANLAH SELALU BERSAMA KRISTUS
Sumber: Renungan Harian
Kamis, 25 Maret 2021
Rabu, 24 Maret 2021
Selasa, 23 Maret 2021
Pasti Ada Maksudnya
Bacaan: Kisah Rasul 6:8-15
Dengan jalan demikian mereka mengadakan suatu gerakan di antara orang banyak serta tua-tua dan ahli-ahli Taurat; mereka menyergap Stefanus, menyeretnya dan membawanya ke hadapan Mahkamah Agama. (Kisah Rasul 6:12)
Stefanus? Siapakah dia?
Kalau dibandingkan dengan Petrus atau Yohanes pada zaman itu, tentunya nama Stefanus tidaklah setenar nama mereka. Alkitab berkata bahwa Stefanus adalah seorang "pelayan meja" (Kisah Rasul 6:2). Dia bukan pengkhotbah yang biasa berdiri di belakang mimbar. Tetapi kita lihat bahwa perbuatannya justru mungkin akan mempermalukan para pengkhotbah dan penginjil modern zaman sekarang ini.
Stefanus adalah potret seorang hamba Tuhan yang sempurna. Pertanyaannya, dimana Allah ketika orang muda ini diadili dalam suatu pengadilan yang tidak adil, ketika ia difitnah secara keji? Di mana Allah ketika orang muda ini dirajam batu hingga meninggal? Di mana kuasa Allah dan mujizat yang selama ini menyertainya dalam pelayanan? Peristiwa ini mungkin sangat mengguncangkan iman orang-orang percaya waktu itu.
Stefanus mati secara tragis, meninggalkan begitu banyak pertanyaan dan kesedihan yang mendalam di hati orang-orang percaya pada waktu itu; Apa maksud Allah di balik peristiwa ini ? Agaknya orang-orang percaya pada zaman itu tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan atas pertanyaan tersebut.
Adakah sesuatu yang baik dari peristiwa matinya Stefanus itu?
Dalam kisah 8:1a, di situ dituliskan kalau kematian Stefanus itu diamati oleh seorang pemuda fanatik bernama Saulus. Dia menyetujui pembunuhan tersebut. Saulus pasti berada dalam jarak yang sangat dekat dengan Stefanus yang sedang dirajam itu. Saulus melihat dengan jelas semua kronologi yang terjadi. Dia ”merekam” setiap adegan penyiksaan itu. Tetapi Saulus pasti kaget dan heran melihat ketenangan dan ketabahan Stefanus ketika ia dirajam batu. la heran benar akan keteguhannya memegang imannya!
Di dalam kegelisahan hatinya Saulus semakin membabi buta untuk menangkap, menyiksa, dan membunuh orang-orang percaya. Kita semua tahu, justru dalam perjalanan ke Damsyik Tuhan Yesus menemui dan memanggil Saulus untuk melayani Dia.
Kita tentunya yakin, bahwa Allah izinkan Saulus melihat peristiwa kematian Stefanus dan itu untuk menghantarkannya pada pertobatannya.
Apakah kita juga dihadapkan dengan peristiwa yang tidak kita pahami dalam hidup kita? Tuhan pasti punya maksud. Segala perkara berjalan bersama untuk mendatangkan kebaikan (Roma 8:28-30).
Kadang Allah bekerja secara rahasia untuk kepentingan anak-anakNya.
Sumber: Renungan Bethany Graha
Senin, 22 Maret 2021
Minggu, 21 Maret 2021
Sabtu, 20 Maret 2021
Jumat, 19 Maret 2021
Kamis, 18 Maret 2021
Rabu, 17 Maret 2021
Selasa, 16 Maret 2021
Senin, 15 Maret 2021
Minggu, 14 Maret 2021
JANGAN MAIN-MAIN
[[“Akulah yang terdahulu dan Akulah yang terkemudian; tidak ada Allah selain dari pada-Ku.” ]] (Yesaya 44:6)
Apa yang akan terjadi bila kita terisolasi di suatu tempat yang jauh dari keluarga dan teman, dan semua komunikasi terputus dengan mereka. Tentunya kita akan sangat kesepian dan menderita. Itulah keadaan umat Israel di dalam pembuangan. Mereka tidak hanya merasa terbuang dari tanah leluhur mereka, tetapi terutama merasa jauh dari Tuhan dan firman-Nya.
Namun, janji Tuhan tetap menyertai Israel. Janji pemulihan yang Tuhan nyatakan melalui pencurahan Roh-Nya, yang akan menyegarkan jiwa-jiwa yang kehausan, menjadi seperti hujan yang membasahi dan menyegarkan tanah gersang (Yesaya 44:3-4). Mengapa umat Israel kembali kepada-Nya? Pertama, mereka ternyata tidak mendapatkan apa pun dari ilah-ilah yang mereka sembah untuk menggantikan ibadah kepada Tuhan (ayat 7).
Itulah pengalaman mereka yang telah mencoba bermain-main dengan dewa dewi bangsa kafir. Semuanya sia-sia belaka. Kedua, Israel telah mengenal dan mengalami penyertaan Allah dalam hidup mereka. Walaupun mereka pernah meninggalkan Allah, tetapi Dia tetap setia dan tidak berubah dalam kasih-Nya (ayat 2, 8). Allah memang tidak tergantikan.
Pengalaman Israel tidak perlu terulang di dalam hidup kita. Jangan main-main atau coba-coba dengan berhala apa pun karena hanya akan mendatangkan hukuman dan kekeringan rohani. Kalau saat ini kita sedang dalam kondisi seperti Israel, carilah Tuhan! Kesetiaan-Nya tidak pernah berubah. Dia siap memulihkan rohani kita dan memandu hidup kita kembali dengan kuasa-Nya. (Eddy Nugroho)
Sumber: Amsal Hari Ini
#Bacaan hari ini Wahyu pasal 16#
Sabtu, 13 Maret 2021
Jumat, 12 Maret 2021
Kamis, 11 Maret 2021
Rabu, 10 Maret 2021
Kita Bukan Tuhan
Engkau menjadi tinggi hati, dan berkata: “Aku adalah Allah!” –Yehezkiel 28:2
Dalam buku Mere Christianity, C. S. Lewis menyarankan kita agar merenungkan beberapa pertanyaan untuk menyelidiki apakah sebenarnya kita angkuh atau tinggi hati: “Seberapa besar rasa tidak suka saya ketika orang lain menolak saya, atau tidak menghiraukan saya, . . . atau memandang rendah saya, atau menyombongkan diri di depan saya?” Lewis memandang keangkuhan sebagai sifat “yang terburuk dari yang buruk” dan penyebab utama kesengsaraan dalam rumah tangga dan negara. Ia menyebutnya sebagai “kanker jiwa” yang membuat seseorang sama sekali tidak bisa mengasihi, merasa puas, atau bahkan menggunakan akal sehatnya.
Keangkuhan sudah menjadi masalah dari abad ke abad. Melalui Nabi Yehezkiel, Allah memperingatkan raja negeri Tirus yang kuat itu tentang keangkuhannya. Dia mengatakan bahwa keangkuhan sang raja akan membawanya kepada kehancuran: “Karena hatimu menempatkan diri sama dengan Allah, maka, sungguh, Aku membawa orang asing melawan engkau” (Yeh. 28:6-7). Lalu ia akan menyadari bahwa dirinya bukanlah Allah, melainkan hanya manusia biasa (ay.9).
Semakin kita menyembah Allah, semakin kita mengenal-Nya dan rela merendahkan diri kita di hadapan-Nya.
Lawan dari keangkuhan adalah kerendahan hati, yang disebut Lewis sebagai sifat luhur yang kita terima melalui pengenalan akan Allah. Lewis mengatakan bahwa karena kedekatan kita dengan Allah, kita akan “bahagia dalam kerendahan hati.” Kita merasa lega karena terbebas dari pandangan omong kosong tentang harga diri kita sendiri yang sebelumnya membuat kita gelisah dan tidak bahagia.
Semakin kita menyembah Allah, semakin kita mengenal-Nya dan rela merendahkan diri kita di hadapan-Nya. Semoga kita terus dibentuk-Nya menjadi pribadi yang mengasihi dan melayani dengan penuh sukacita dan kerendahan hati.
Mengacu pada pertanyaan dari Lewis, apakah Anda termasuk tinggi hati? Apakah jawabannya mengejutkan Anda? Mengapa?
Sumber: Santapan Rohani
#Bacaan hari ini Wahyu pasal 12#
Selasa, 09 Maret 2021
Tuhan itu Baik
Mazmur 119:65 Kebajikan telah Kaulakukan kepada hamba-Mu, ya TUHAN, sesuai dengan firman-Mu.
Mazmur 119 menyatakan bahwa Tuhan itu baik dan apa yang Dia lakukan itu baik (Mazmur 119:68). Namun, kita semua mengalami hal-hal yang membuat kita mempertanyakan kebaikan Tuhan.
Ketika Anda menghadapi kondisi yang sulit atau menyakitkan, mungkin Anda bertanya, "Jika Tuhan itu baik, mengapa Dia mengizinkan hal buruk terjadi?" Ini adalah respon alami ketika hidup terjungkir balik. Sulit untuk bernyanyi tentang Bapa yang baik ketika Anda menghadapi penyakit, kemandulan, atau kehilangan pekerjaan.
Cara terbaik untuk mengatasi keraguan mengenai kebaikan Tuhan adalah dengan memahami pentingnya cara pandang. Bahkan Anak Allah harus menghadapi hal-hal sulit dan menyakitkan ketika berada di dunia. Dia menderita dan menanggung kematian yang menyakitkan dan tidak adil. Namun, kematian dan kebangkitan Yesus juga membuat jalan bagi kita untuk diperdamaikan dengan Allah. Melalui hal yang terlihat buruk, Tuhan mampu melakukan sesuatu yang sangat baik.
Terkadang, Anda akan mampu menoleh ke belakang kepada musim-musim yang menyakitkan dan melihat bagaimana Tuhan akhirnya memakai hal itu untuk kebaikan. Di saat lain, Anda tidak akan pernah memahami sepenuhnya tujuan dari penderitaan Anda di dunia.
Hal buruk terjadi dalam kehidupan dan akan terus terjadi selama kita hidup di dunia yang hancur. Namun, Yesus berkata kepada kita untuk tidak menyerah karena Dia telah mengalahkan dunia (Yohanes 16:33). Jika kita memiliki relasi dengan Yesus, kita memiliki harapan untuk menghabiskan waktu selamanya dengan Tuhan di dalam sorga, tak peduli kejahatan apapun yang kita hadapi di dunia ini.
Roma 8:28 berkata, "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." Kita dapat percaya bahwa Tuhan itu baik, bahkan ketika kondisi kita tidak masuk akal. Kita tidak dapat melihat sesuatu hal seperti Tuhan melihatnya, tapi kita dapat percaya bahwa dari sudut pandang-Nya semua penderitaan kita sedang bekerja menuju sesuatu yang baik.
Kondisi apa yang membuat Anda mempertanyakan kebaikan Tuhan?
Bagaimana dengan memikirkan sudut pandang Tuhan mempengaruhi anggapan Anda mengenai kebaikan-Nya?
Sumber: You Version
#Bacaan hari ini Wahyu pasal 11#
Senin, 08 Maret 2021
Memenangkan Ujian
Socrates pernah mengatakan bahwa “Hidup yang belum teruji belum dapat disebut kehidupan yang berharga”. Dalam kehidupan ini, bila seseorang ingin memiliki hidup yang lebih baik, ia harus melalui berbagai macam ujian dalam kehidupan, sama seperti seorang murid harus lulus ujian agar bisa naik ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Untuk mendapat kenaikan jabatan pun, setiap orang harus melewati berbagai ujian. Walaupun ujian sering kali terasa tidak menyenangkan, tetapi setelah ujian itu berhasil dilewati, orang yang melewatinya akan mengalami kemajuan.
Dalam kehidupan rohani, orang percaya juga harus melewati berbagai ujian agar dapat terus bertumbuh dalam iman. Bila seorang percaya berhasil memenangkan ujian iman, ia akan bertumbuh dan imannya akan menjadi semakin kuat. Sebaliknya, orang yang tidak berani menghadapi ujian iman—dan selalu berusaha menghindar atau mengabaikan ujian itu—tidak akan bertumbuh secara rohani. Yang penting untuk kita perhatikan adalah bahwa kadang-kadang Tuhan menghendaki agar kita mengalami ujian berupa penderitaan (bandingkan dengan 1 Petrus 4:19). Tuhan Yesus juga mengalami ujian atas kehendak Allah sebelum memulai pelayanan-Nya. Roh Kuduslah yang membawa Yesus Kristus ke padang gurun untuk dicobai oleh iblis (Lukas 4:1-2). Allah menghendaki agar Tuhan Yesus mengalami pencobaan, tetapi yang mencobai bukan Allah, melainkan Iblis. Allah mengizinkan terjadinya pencobaan bukan dengan maksud untuk menjatuhkan, tetapi untuk menguji dan memurnikan (1 Petrus 4:12). Allah menguji iman sama seperti kemurnian emas diuji dengan api (1 Petrus 1:7). Yesus Kristus berhasil melewati ujian dengan berpegang pada firman Tuhan. Siasat dan godaan iblis dipatahkan dengan memakai firman Tuhan. Orang yang melakukan firman Tuhan dan hidup berdasarkan firman Tuhan akan mampu memenangkan ujian iman dalam hidupnya. Terhadap orang yang memenangkan ujian iman, Tuhan berjanji untuk memberikan upah kelak (Wahyu 2:7, 11, 17, 26-28; 3:5, 12, 21).
Ujian apa yang sedang Anda hadapi sat ini? Pandemi bisa kita pandang sebagai ujian bagi iman kita. Bagaimana sikap Anda saat menghadapi pandemi ini? Apakah Anda berpegang teguh pada firman Tuhan dan tetap mengasihi Tuhan meskipun hal itu sulit? [GI Wirawaty Yaputri]
Sumber: Renungan GKY
#Bacaan hari ini Wahyu pasal 10#
Minggu, 07 Maret 2021
Yesus Meninggalkan Nazaret
Ia meninggalkan Nazaret dan diam di Kapernaum, di tepi danau, di daerah Zebulon dan Naftali. (Matius 4:13)
Sony, bukan nama sebenarnya, sempat merasa "tidak terima" ketika keluarganya harus berpindah dari kota metropolitan ke sebuah desa yang berjarak 300-an kilometer. Ia merasa sulit menerima fakta dan harus meninggalkan kota kelahirannya karena kondisi yang memaksa. Namun, siapa sangka bahwa semua itu bagian dari rencana Tuhan? Kelak di daerah yang baru itu, ia tak hanya mengenal Tuhan dengan lebih baik karena bergabung dengan komunitas yang tepat, tetapi juga bertemu dengan wanita yang kini menjadi istrinya.
Membaca nas renungan hari ini, kita mungkin berpikir bahwa Yesus mengalami hal yang biasa. Cuma pergi dari Nazaret, lalu tinggal di tepi danau. Apa yang menarik? Namun, catatan selanjutnya membuat kita mengerti bahwa kepergian Yesus dari Nazaret ke daerah Zebulon dan Naftali, yang tampak sebagai hal yang biasa pasca ditangkapnya Yohanes (ay. 12), ternyata menggenapi nubuat yang pernah diucapkan oleh Yesaya (ay. 14-16). Alkitab memang tak mencatat bahwa Yesus mendapat "perintah langsung" dari Bapa-Nya, tetapi dari peristiwa ini kita mengerti bahwa Tuhan dapat membawa kita menggenapi rencana-Nya lewat berbagai cara, meski tampaknya kebetulan atau tak mengenakkan!
Apakah hari ini kita sedang menghadapi dilema atau sukar menerima kenyataan hidup yang berbeda dengan keinginan atau harapan kita? Tahan dulu kesimpulan Anda karena Allah belum selesai bekerja dalam hidup Anda. Yakinlah bahwa keberadaan, situasi, atau ketidaknyamanan yang kita alami adalah bagian dari rencana-Nya yang terbaik bagi kita. --GHJ/www.renunganharian.net
ALLAH TAK PERNAH KEHABISAN CARA UNTUK MEMBAWA KITA MENGGENAPI RENCANA-NYA.
Sumber: Renungan Harian
#Bacaan hari ini Wahyu pasal 9#
Sabtu, 06 Maret 2021
MENJALANI HIDUP TANPA SANDIWARA
"Sebab kami tidak mengikuti dongeng-dongeng isapan jempol manusia, ketika kami memberitahukan kepadamu kuasa dan kedatangan Tuhan kita, Yesus Kristus sebagai raja, tetapi kami adalah saksi mata dari kebesaran-Nya." 2 Petrus 1:16
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata 'dongeng' memiliki arti: cerita yang tidak benar-benar terjadi (terutama tentang kejadian zaman dulu yang aneh-aneh; atau perkataan (berita dan sebagainya) yang bukan-bukan atau tidak benar. Tetapi justru dongeng inilah yang sedang dicari-cari orang di zaman sekarang ini, tak terkecuali orang Kristen. "Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng." (2 Timotius 4:4). Mereka seringkali lebih menyukai khotbah 'ringan' yang meninabobokan, khotbah yang bisa membuat tertawa lepas, khotbah yang menghibur.
Tanpa disadari gereja bukan lagi menjadi tempat untuk sungguh-sungguh mencari Tuhan dan kebenaran-Nya, tapi tempat mencari hiburan penghilang kepenatan. Akhirnya gereja pun dipenuhi dengan orang-orang yang menjalankan peran seperti tokoh-tokoh dalam dongeng, penuh kepura-puraan dan kepalsuan. Para pelayan Tuhan pun saat menjalankan tugas pelayanannya berlaku seperti orang yang memerankan tokoh pada sandiwara atau sinetron, menjalankan karakter yang berbeda dari aslinya, berlaku seperti malaikat dengan tutur kata yang santun dan tampak rohani. Para pembicara pun menempuh jalur 'aman' dengan berusaha menyampaikan materi-materi khotbah yang dapat diterima dan disenangi jemaat. Banyak orang tidak suka dengan firman Tuhan keras yang berisikan teguran dan pertobatan karena dianggap menghalangi untuk menikmati kesenangan dagingnya.
Ini adalah jebakan Iblis! Padahal teguran keras firman Tuhan bertujuan membangunkan kita dari 'tidur' rohani, mengingatkan kita akan akibat dosa, "Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat." (Ibrani 5:13-14).
Dunia ini sedang lenyap dengan segala keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Tuhan, tetap hidup selama-lamanya (1 Yohanes 2:17).
Sumber: Air Hidup Blog
#Bacaan hari ini Wahyu pasal 8#
Jumat, 05 Maret 2021
BERESKAN SEGERA
NATS: Pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu (Matius 5:24)
Seberapa jauh perjalanan yang harus Anda tempuh untuk menyelesaikan masalah dengan saudara yang tidak mau berbicara dengan Anda selama 10 tahun terakhir? Maukah Anda menempuh perjalanan sejauh 480 kilometer dari Iowa ke Wisconsin? Dengan mengendarai mesin pemotong rumput?
Karena tidak bisa menyetir dan tidak suka naik bus, Alvin Straight benar-benar melakukan hal diatas. Kisah itu dipaparkan dalam sebuah film yang membangkitkan rasa ingin tahu, yakni The Straight Story. Ini merupakan drama kehidupan nyata tentang seorang pria berusia 73 tahun yang memutuskan untuk mengakhiri kesunyian, menghentikan kebencian, dan menghancurkan tembok kemarahan yang telah memisahkan ia dan saudaranya.
Ketika menonton film tersebut di bioskop yang penuh sesak dengan penonton yang terdiam dari awal sampai akhir, saya merenungkan tentang setiap keretakan hubungan yang saat itu pasti muncul dalam pikiran orang-orang yang duduk dalam kegelapan tersebut. Saya juga merenungkan kata-kata Yesus yang meminta kita berdamai dengan orang-orang yang telah menjauhi kita. Ia berkata, "Jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu" (Matius 5:23,24).
Adakah seorang kerabat, teman, atau saudara di dalam Kristus yang perlu diajak berdamai? Jika demikian, mengapa Anda tidak segera menghampirinya? -DCM
SAKIT HATI TERHADAP SESAMA AKAN MENGHALANGI HUBUNGAN ANDA DENGAN ALLAH
Sumber: Renungan Harian
#Bacaan hari ini Wahyu pasal 7#
Kamis, 04 Maret 2021
RASA TAKUT YANG SEHAT
NATS: Takut kepada orang mendatangkan jerat, tetapi siapa percaya kepada TUHAN, dilindungi (Amsal 29:25)
Ketakutan akan pandangan negatif orang lain sering kali mempengaruhi cara kita bertindak. Sebagian penduduk asli Amerika menyadari hal ini, sehingga mereka menggunakan cemoohan dan sindiran untuk mengajarkan aturan kemasyarakatan. Sebagai contoh, ketika seorang anak dari suku Fox sedang diajar tentang apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan dalam kebudayaannya, para tetua suku tidak menjejali kepala si anak dengan aturan-aturan abstrak tentang moralitas. Mereka juga tidak mengancamnya dengan hukuman. Sebaliknya mereka hanya berkata kepada anak itu, "Orang-orang di desa ini akan membicarakan banyak hal tentang kamu."
Dalam budaya suku itu, tekanan masyarakat dapat digunakan sebagai pendorong dalam membentuk kelakuan yang baik. Namun Tuhan memperingatkan bangsa Israel pada zaman dahulu bahwa kekuatiran manusia akan apa yang dipikirkan orang-orang di sekitarnya dapat menghantar mereka pada kejatuhan (Yesaya 51:7-16). Perhatian terhadap apa yang dikatakan orang-orang tentang mereka menyebabkan mereka akhirnya berkompromi. Padahal, mereka dipanggil untuk mempercayai Tuhan dan hidup berkenan kepada-Nya.
Ini juga merupakan nasihat yang baik bagi kita, karena "takut akan manusia" adalah jerat bagi banyak orang Kristen. Akan jauh lebih baik bila kita mendapat kepuasan dari melakukan apa yang menyenangkan Allah! Maka rasa takut yang tidak benar yakni akan apa yang orang lain pikirkan dapat berubah menjadi keyakinan yang benar dari rasa takut yang sehat. Hormat bagi Allah yang membebaskan kita sehingga kita dapat hidup berkenan kepada-Nya --MRDII
TAKUT AKAN ALLAH DAPAT MEMBEBASKAN KITA DARI RASA TAKUT AKAN PEMIKIRAN ORANG LAIN
Sumber: Renungan Harian
#Bacaan hari ini Wahyu pasal 6#
Rabu, 03 Maret 2021
APAKAH ARTI IBADAHMU?
[[Ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. ]] (1 Timotius 6:6)
Pada akhir abad ke-20 muncul ajaran yang dikenal dengan nama teologi sukses, teologi kemakmuran, atau teologi anak Raja. Intinya, orang beriman pasti kaya, sukses, dan selalu sehat sebab Allah itu kaya dan penuh berkat. Akibatnya, banyak orang beribadah dengan tujuan untuk mendapatkan semuanya itu. Fokus ibadah bukan lagi pada Tuhan, melainkan pada berkat-berkat-Nya. Orang-orang datang beribadah dengan pertanyaan, “Apa yang bisa kudapatkan jika aku datang beribadah?” Terhadap orang-orang itu, firman Tuhan menegur dengan keras bahwa mereka dalam bahaya “terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang”.
Ibadah yang benar tidak bertanya, “Apa yang kudapatkan?” tetapi “Apa yang bisa kupersembahkan kepada Tuhan?” Itulah yang dimaksud dengan ibadah yang disertai rasa cukup. Kita datang beribadah bukan untuk mendapatkan sesuatu, melainkan untuk bersyukur atas semua yang diberikan Tuhan kepada kita: kasih-Nya, penyertaan-Nya, pemeliharaan-Nya atas hidup kita, dan teristimewa keselamatan yang dianugerahkan-Nya kepada kita melalui pengurbanan Kristus di atas kayu salib. Rasa syukur atas semua berkat Tuhan mendatangkan sukacita, damai sejahtera, hikmat, kekuatan, keberanian, dan banyak hal yang bersifat kekal, bukan sekadar berkat secara materi.
Bagaimana dengan ibadah kita? Sudahkah kita beribadah dengan benar? (Ruth Retno Nuswantari)
Sumber: Amsal Hari Ini
#Bacaan hari ini Wahyu pasal 5#