Rabu, 31 Maret 2021

Saya Hari Ini Bukanlah Saya yang Kemarin

Seorang pria mendatangi guru yang terkenal dengan kebijakannya. Tak diduga, pria itu datang hanya untuk meludahi muka sang guru.

Seorang murid yang berdiri di sebelah sang guru segera bergerak maju untuk membuat perhitungan. Namun sang guru memberi isyarat kepadanya untuk membiarkannya pergi.

"Bukan saya yang diludahinya. Ia belum mengenal saya. Ia meludahi gagasannya sendiri tentang saya, yang ia dengar dari orang lain," kata sang guru.

Perkataan itu membuat si pria merasa bersalah. Keesokan harinya ia datang kembali kepada sang guru, katanya: "Saya hendak meminta maaf atas perbuatan saya kemarin."

"Perbuatan yang mana?" balas sang guru.

"Meludahi Anda," sahutnya.

"Tidak ada yang perlu dimaafkan, karena saya yang hari ini bukanlah saya yang kemarin! Seperti Anda hari ini, yang juga berbeda dari Anda yang kemarin!"

Hidup baru yang Tuhan berikan menggerakkan kita untuk berubah setiap hari. Perubahan kita menjadi semakin serupa dengan Kristus dinyatakan melalui hidup keseharian. Kita belajar untuk tidak lagi berfokus pada dunia melainkan menuju hidup baru yang rohani, yang senantiasa diperbarui untuk semakin serupa dengan karakter Allah.

Seperti sungai yang selalu mengalirkan air baru setiap hari, demikian pula hidup kita. Kita pada hari ini bukan lagi kita pada hari kemarin. Dan perubahan ini kiranya tidak berhenti dalam kehidupan pribadi, melainkan terulur sebagai berkat bagi sesama.

Sumber: Renungan Kristen

Selasa, 30 Maret 2021

Pandangan Tuhan Yesus (Masa Sengsara)

Bacaan Alkitab hari ini:
Lukas 22:54-62

Kesengsaraan yang dialami Yesus Kristus dapat dikatakan sebagai paling berat yang belum pernah dialami oleh manusia biasa. Ia dikhianati oleh murid-Nya sendiri. Saat Ia menghadapi bahaya, murid-murid-Nya meninggalkan Dia, bahkan Petrus menyangkal dia sampai tiga kali. Saat berada di kayu salib, Ia mengalami penderitaan terberat yang membuat Ia mengeluh, yaitu ditinggalkan oleh Allah Bapa (Matius 27:46). Penderitaan-Nya yang sedemikian berat untuk menanggung hukuman dosa manusia itu tercermin dalam nubuat Yesaya 53.

Saat Tuhan Yesus menghadapi pengadilan agama di rumah Imam Besar, Petrus menyangkal Tuhan Yesus sampai tiga kali. Setelah ayam berkokok, Tuhan Yesus berpaling dan memandang Petrus (Lukas 22:61). Kata memandang di sini berarti melihat dengan ketertarikan, kasih, dan perhatian. Walaupun penyangkalan Petrus amat menyakitkan, Tuhan Yesus memandang Petrus dengan penuh kasih. Kemungkinan, Beliau mengkhawatirkan keadaan Petrus yang merasa sedih dan malu karena telah tiga kali menyangkal Guru-Nya. Pandangan penuh kasih dan pengampunan yang bebas dari rasa benci dan keinginan menghakimi itu mengungkapkan kasih yang luar biasa yang membuat Petrus menangis dengan sedih (22:62). Anugerah-Nya menopang iman Petrus (lihat 22:31-32). Saya yakin bahwa kasih Tuhan Yesus juga tertuju kepada setiap orang percaya. Ia sangat mengasihi kita sehingga Ia mau mengorbankan nyawa-Nya sendiri untuk kita. Bila Anda jatuh ke dalam dosa, ingatlah bahwa Tuhan Yesus sedang memandang diri Anda dengan penuh kasih. Ia ingin agar Anda kembali kepada-Nya. Anugerah-Nya tersedia bagi Anda dan saya. Petrus dapat bangkit dari keterpurukan dan bisa dipakai oleh Tuhan di kemudian hari hanya karena anugerah Tuhan.

Dalam dunia yang berdosa ini, kita tidak bisa luput dari dosa, bahkan mungkin saja kita sering berbuat dosa. Kita mungkin tidak melakukan dosa secara aktif. Akan tetapi, sebenarnya, saat kita tidak melakukan apa yang Tuhan kehendaki, kita sudah berdosa di hadapan Tuhan (bandingkan dengan Yakobus 4:17). Kita bisa berubah karena Allah telah berjanji untuk mengampuni kita saat kita mengakui dosa kita (1 Yohanes 1:9). Saat Anda melihat orang lain yang jatuh ke dalam dosa atau hidup jauh dari Tuhan, apakah Anda bisa memandang dengan kasih, atau Anda justru menghakimi mereka? [GI Wirawaty Yaputri]

Sumber: Renungan GKY

Senin, 29 Maret 2021

KETERBATASAN KANKER

Bacaan: 1Korintus 15:35-49

NATS: Syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita (1Korintus 15:57)

Sebuah kalimat yang paling menakutkan bagi seorang pasien adalah: "Anda menderita kanker." Kalimat ini biasanya membuat hati kita merinding. Walaupun teknologi untuk mengobati penyakit ini telah mengalami kemajuan pesat, namun penyembuhannya tetap membutuhkan waktu yang lama dan menyakitkan, sehingga banyak penderita tidak dapat bertahan.

Seorang yang beriman teguh kepada Kristus, Dan Richardson, telah kalah dalam berjuang melawan kanker. Akan tetapi lewat hidupnya ia menunjukkan bahwa walaupun tubuh jasmaninya dihancurkan oleh penyakit, namun jiwanya tetap menang. Puisi di bawah ini dibagikan saat upacara pemakamannya:

Kanker itu sangat terbatas ...
Ia tak dapat melumpuhkan kasih,
Ia tak dapat menghancurkan harapan,
Ia tak dapat merusak iman,
Ia tak dapat menggerogoti kedamaian,
Ia tak dapat meruntuhkan keyakinan,
Ia tak dapat menghapus persahabatan,
Ia tak dapat memadamkan kenangan,
Ia tak dapat membungkam keberanian,
Ia tak dapat menyerang jiwa,
Ia tak dapat mempersingkat hidup kekal,
Ia tak dapat memadamkan Roh,
Ia tak dapat melemahkan kuasa kebangkitan.

Jika suatu penyakit berbahaya yang tak ada obatnya menyerang Anda, jangan biarkan penyakit itu menyerang jiwa Anda. Tubuh Anda bisa saja sangat menderita dan Anda harus bergumul hebat. Namun dengan mempercayai kasih Allah, jiwa Anda akan tetap kuat -DCE

MUSUH TERBESAR KITA BUKANLAH PENYAKIT MELAINKAN KEPUTUSASAAN

Sumber: Renungan Harian

Minggu, 28 Maret 2021

BERSERU KEPADA-NYA

Bacaan: Mazmur 34:1-22

NATS: Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya (Mazmur 34:18)

Bertahun-tahun yang lalu tatkala keluarga kami tinggal di Berlin Barat, terkadang kami mengadakan pendalaman Alkitab bagi para anggota angkatan bersenjata. Pada suatu malam beberapa orang prajurit berkumpul untuk mendengarkan kesaksian dari seorang pria tua. Ia mengisahkan pengalamannya, "Saudara-saudara, saya telah mengikut Tuhan selama bertahun-tahun. Saya telah banyak belajar bahwa setiap kali saya berpaling kepada Tuhan dalam kesulitan, Dia selalu memampukan saya untuk menang atas kesulitan itu. Seorang yang kurang percaya, pernah menantang saya, 'Cepat atau lambat, suatu saat kau akan mengalami sesuatu yang sangat sulit, yang Tuhan sekalipun tak akan mampu menolongmu. Tunggu saja!'"

Setelah berhenti sejenak, pria itu berkata kepada para prajurit, "Tahun-tahun berlalu dan saya telah melalui berbagai persoalan. Tahukah Anda apa yang terjadi? Saya hanya menunggu dan menunggu...karena Tuhan tak pernah gagal!"

Daud, yang menulis Mazmur 34, telah menghadapi berbagai masalah dan seringkali berseru kepada Allah. Dan tiap kali, Tuhan melepaskannya dari kesulitan (ayat 5-8, 18-20). Apa yang dilakukan Daud adalah tetap berpaling pada Allah, pelindung dan penolongnya.

Tuhan juga adalah penolong kita. Terkadang Dia menghindarkan kita dari ujian kehidupan, dan terkadang tidak. Namun, Dia akan menguatkan kita melalui setiap kesulitan yang ada dengan kasih karunia dan damai sejahtera-Nya. Yang dapat kita lakukan adalah berseru kepada-Nya --JEY

JIKA KITA BERGANTUNG PADA KRISTUS DALAM SEGALA HAL KITA AKAN MAMPU MENANGGUNG SEGALA PERKARA

Sumber: Renungan Harian

Sabtu, 27 Maret 2021

LANGKAH PERTAMA

Bacaan: Ulangan 2:16-25

NATS: Aku mulai menyerahkan Sihon dan negerinya kepadamu. Mulailah menduduki negerinya (Ulangan 2:31)

Ada banyak cara untuk menyelesaikan tugas yang berat. Kita bisa membiarkan tugas itu dan berharap Allah akan membereskannya secara ajaib. Atau, kita dapat segera bertindak dengan mengambil langkah pertama untuk menyelesaikannya.

Setelah 40 tahun mengembara, Musa diberitahu bahwa sudah tiba waktunya umat Israel menduduki tanah yang telah Allah janjikan kepada mereka. Perintah pertama dari tugas ini adalah memutuskan apa yang harus dilakukan terhadap seorang raja bernama Sihon, yang menghadang bangsa Israel tatkala hendak memasuki tanah Kanaan. Perintah Allah adalah, "Mulailah menduduki negerinya dan seranglah Sihon" (Ulangan 2:24). Tentu saja Allah dapat melenyapkan Sihon tanpa bantuan siapa pun, tetapi Allah memerintahkan umat-Nya untuk mengambil langkah yang pertama.

Hal yang sama juga sering berlaku bagi kita. Kondisi yang sulit atau hubungan yang retak dapat menghalangi tercapainya jalan keluar. Saat kondisi itu terus bertahan selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, kita mungkin merasa bahwa usaha kita tidak membawa perubahan. Namun Tuhan berkata, "Bertindaklah." Kita harus mulai mengambil tindakan--mungkin dengan mengucapkan sepatah kata yang memberi semangat, meminta maaf, atau membayar utang kita. Kita harus berinisiatif memulainya.

Sukacita bukan hanya dirasakan saat kita berhasil mencapai tujuan, tetapi juga saat kita berjalan bersama Allah pengasih yang berkata, "Aku mulai menyerahkan .... Mulailah menduduki negerinya" (ayat 31).

Adakah langkah pertama yang harus Anda ambil hari ini? --DCM

TAK ADA SESUATU PUN YANG TERSELESAIKAN TANPA LANGKAH PERTAMA

Sumber: Renungan Harian

Jumat, 26 Maret 2021

BERLIBUR

Bacaan: 1 Yohanes 1:1-7

NATS: Persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-Nya, Yesus Kristus (1Yohanes 1-3)

Adakah orang Kristen yang hidup begitu dekat dengan Allah atau yang begitu saleh sehingga ia "boleh berlibur" membina hubungannya dengan Allah? Sebuah pendapat konyol, bukan? Sangatlah tidak masuk akal jika kita sadar bahwa perjalanan hidup kita bersama Allah harus berlangsung terus menerus, setiap hari, setiap saat, namun pada kenyataannya kita sering mengikuti kemauan kita sendiri dan mengabaikan persekutuan kita dengan-Nya.

Prinsip yang sama juga berlaku dalam dunia olahraga. Grant Hill, seorang pemain basket profesional yang ternama, berkomentar tentang jadual latihannya selama tidak ada pertandingan demikian: "Saya tidak dapat libur berlatih selama satu minggu. Sehari saja saya berlibur, rasanya keahlian saya sudah berkurang."

Bila kita sebagai orang Kristen "meliburkan" hubungan kita dengan Allah, kita pun pasti akan merasakan sesuatu yang "berkurang". Kita akan kehilangan tuntunan dari Firman-Nya dan persekutuan dengan-Nya yang kita rasakan melalui doa. Kita akan mengabaikan prioritas dan hanyut ke daerah terlarang yang dapat membawa kita pada kejatuhan.

Entah sudah berapa lama Anda menjadi anak Allah yang beriman dalam Kristus, tetapi yang jelas Anda harus selalu menjaga hubungan dengan Dia. Bukan hanya dengan setia pergi ke gereja atau bersaat teduh setiap hari, tetapi juga dengan memelihara hubungan itu secara terus-menerus. "Berlibur" memelihara hubungan dengan-Nya akan melemahkan langkah hidup Anda -JDB

AGAR KEROHANIAN KITA TETAP SEHAT BERJALANLAH SELALU BERSAMA KRISTUS

Sumber: Renungan Harian

Kamis, 25 Maret 2021

USAHA SENDIRI?

Bacaan: Ulangan 8:1-20

NATS: Keangkuhan merendahkan orang, tetapi orang yang rendah hati, menerima pujian (Amsal 29:23)

Ada sebuah kisah tentang seorang miliuner yang menghadiri sebuah pesta dan duduk bersama beberapa orang yang sedang berdiskusi tentang doa. Ia menyatakan, "Mungkin doa berguna bagi Anda, tetapi saya tidak membutuhkannya. Saya bekerja keras untuk mendapatkan segala sesuatu yang sekarang saya miliki. Saya tak meminta apa-apa dari Allah!" Seorang rektor universitas menanggapinya, "Pak, masih ada satu hal yang belum Anda miliki dan perlu Anda doakan." Sang miliuner bertanya, "Apakah itu?" Jawab sang rektor, "Anda dapat berdoa memohon kerendahan hati."

Ketika umat Israel hendak menduduki Kanaan, Musa melihat jauh ke depan dan tahu bahwa mereka akan diberkati dengan ternak, perak, dan emas yang melimpah, yang semata-mata merupakan kebaikan Allah. Kelimpahan ini dapat dengan mudah membuat orang merasa berhasil karena usahanya sendiri, maka Musa memperingatkan bahwa tak seorang pun boleh menyombongkan diri dan berkata, "Kekuasaan dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini" (Ulangan 8:17).

Kita semua cenderung menyombongkan diri. Jika segala sesuatu berjalan lancar, kita merasa sanggup mencukupi kebutuhan dengan usaha kita sendiri. Tatkala diberkati, kita mungkin menganggap bahwa kita mendapatkannya karena memang layak menerimanya. Ini adalah kesombongan yang bodoh dan tidak boleh ada dalam kehidupan anak Allah.

Hormatilah Dia yang memberi setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna (Yakobus 1:17) dengan memuji Dia atas segala kemurahan-Nya --RWD

ORANG YANG MERASA BERHASIL ATAS USAHANYA SENDIRI SULIT UNTUK MENYEMBAH SANG PENCIPTA

Sumber: Renungan Harian

Rabu, 24 Maret 2021

Baru Tiap Pagi

Baca: Ratapan 3:19-26

Tak habis-habisnya rahmat Allah, selalu baru tiap pagi. –Ratapan 3:22-23

Adik saya, Paul, menderita epilepsi sejak kecil, dan memasuki masa remaja, penyakitnya semakin memburuk. Secara khusus malam hari menjadi beban berat baginya dan bagi orangtua kami, karena ia bisa terus-menerus mengalami kejang, yang sering berlangsung hingga lebih dari enam jam. Dokter tidak menemukan pengobatan yang dapat meredakan gejala-gejalanya sambil membuatnya tetap sadar, setidaknya untuk setengah hari. Orangtua saya sering berseru dalam doa: “Ya Allah, oh Allah, tolonglah kami!”

Meski perasaan mereka babak belur dan tubuh mereka sangat letih, Paul dan orangtua kami memperoleh kekuatan baru yang cukup dari Allah setiap harinya. Selain itu, orangtua kami memperoleh penghiburan dari firman Tuhan dalam Alkitab, termasuk dari kitab Ratapan. Di sana Nabi Yeremia mengungkapkan kesedihannya atas kota Yerusalem yang dihancurkan orang Babel, dan ia teringat pada “ipuh dan racun” (3:19). Namun, Yeremia tidak kehilangan harapan. Ia mengingat-ingat belas kasihan Allah, yaitu bahwa rahmat-Nya “selalu baru tiap pagi” (ay.23). Demikian juga orangtua saya mengingat-ingat rahmat Tuhan.

Apa pun keadaan yang Anda hadapi, ketahuilah bahwa Allah setia tiap pagi. Dia memperbarui kekuatan kita dari hari ke hari dan memberikan kita pengharapan. Adakalanya, seperti yang dialami keluarga saya, Dia memberikan kelegaan. Beberapa tahun kemudian, sudah tersedia metode pengobatan baru yang dapat menghentikan kejang yang diderita Paul, sehingga keluarga saya bisa beristirahat dengan pulas sambil terus berpengharapan untuk masa depan.

Ketika jiwa kita tertekan (ay.20), biarlah kita mengingat-ingat bahwa rahmat Allah selalu baru tiap pagi.

Bagaimana Allah telah menopang Anda melewati berbagai pergumulan yang Anda hadapi? Bagaimana Anda dapat mendukung seseorang yang saat ini sedang mengalami masa-masa yang sulit?

Ya Allah, kasih-Mu tidak pernah meninggalkanku. Ketika aku letih dan hampir putus asa, ingatkanlah aku akan belas kasihan dan rahmat-Mu.

Sumber: Santapan Rohani

Selasa, 23 Maret 2021

Pasti Ada Maksudnya

Bacaan: Kisah Rasul 6:8-15

Dengan jalan demikian mereka mengadakan suatu gerakan di antara orang banyak serta tua-tua dan ahli-ahli Taurat; mereka menyergap Stefanus, menyeretnya dan membawanya ke hadapan Mahkamah Agama. (Kisah Rasul 6:12)

Stefanus? Siapakah dia?

Kalau dibandingkan dengan Petrus atau Yohanes pada zaman itu, tentunya nama Stefanus tidaklah setenar nama mereka. Alkitab berkata bahwa Stefanus adalah seorang "pelayan meja" (Kisah Rasul 6:2). Dia bukan pengkhotbah yang biasa berdiri di belakang mimbar. Tetapi kita lihat bahwa perbuatannya justru mungkin akan mempermalukan para pengkhotbah dan penginjil modern zaman sekarang ini.

Stefanus adalah potret seorang hamba Tuhan yang sempurna. Pertanyaannya, dimana Allah ketika orang muda ini diadili dalam suatu pengadilan yang tidak adil, ketika ia difitnah secara keji? Di mana Allah ketika orang muda ini dirajam batu hingga meninggal? Di mana kuasa Allah dan mujizat yang selama ini menyertainya dalam pelayanan? Peristiwa ini mungkin sangat mengguncangkan iman orang-orang percaya waktu itu.

Stefanus mati secara tragis, meninggalkan begitu banyak pertanyaan dan kesedihan yang mendalam di hati orang-orang percaya pada waktu itu; Apa maksud Allah di balik peristiwa ini ? Agaknya orang-orang percaya pada zaman itu tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan atas pertanyaan tersebut.

Adakah sesuatu yang baik dari peristiwa matinya Stefanus itu?

Dalam kisah 8:1a, di situ dituliskan kalau kematian Stefanus itu diamati oleh seorang pemuda fanatik bernama Saulus. Dia menyetujui pembunuhan tersebut. Saulus pasti berada dalam jarak yang sangat dekat dengan Stefanus yang sedang dirajam itu. Saulus melihat dengan jelas semua kronologi yang terjadi. Dia ”merekam” setiap adegan penyiksaan itu. Tetapi Saulus pasti kaget dan heran melihat ketenangan dan ketabahan Stefanus ketika ia dirajam batu. la heran benar akan keteguhannya memegang imannya!

Di dalam kegelisahan hatinya Saulus semakin membabi buta untuk menangkap, menyiksa, dan membunuh orang-orang percaya. Kita semua tahu, justru dalam perjalanan ke Damsyik Tuhan Yesus menemui dan memanggil Saulus untuk melayani Dia.

Kita tentunya yakin, bahwa Allah izinkan Saulus melihat peristiwa kematian Stefanus dan itu untuk menghantarkannya pada pertobatannya. 

Apakah kita juga dihadapkan dengan peristiwa yang tidak kita pahami dalam hidup kita? Tuhan pasti punya maksud. Segala perkara berjalan bersama untuk mendatangkan kebaikan (Roma 8:28-30).

Kadang Allah bekerja secara rahasia untuk kepentingan anak-anakNya.

Sumber: Renungan Bethany Graha

Senin, 22 Maret 2021

PESAN SI PENGURUS MAKAM

Bacaan: Efesus 4:17-32

NATS: Janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu (Efesus 4:26)

Dalam buku Thomas Lynch yang terkenal The Undertaking: Life Studies From The Dismal Trade, ia mengenang pekerjaannya sebagai pengurus pemakaman di sebuah kota kecil di Michigan. Selama 25 tahun, ia telah mengatur kira-kira 5000 pemakaman. Bagaimana hal itu mempengaruhi cara berpikirnya?

"Hal itu cenderung membuat saya ingin menyelesaikan konflik sedikit lebih cepat," Lynch berkata, "karena saya melihat ada orang-orang yang berangkat kerja namun tidak pernah kembali lagi ke rumah."

Sudah berapa kali kita keluar rumah dengan marah di pagi hari atau mematikan lampu di malam hari dengan amarah meluap di hati? Kita memang bermaksud menyelesaikan konflik, tetapi tidak pada saat itu juga. Biasanya kita berpikir demikian, Saya akan mendiamkannya untuk sementara waktu, biar ia tahu rasa! Jika kita sering melihat orang yang berdukacita sesering Lynch, hal itu akan mengubah cara kita berpikir dan bertindak.

"Janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis," Alkitab menasihatkan (Efesus 4:26-27). "Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu" (ayat 32). Anda tak perlu mempermasalahkan apa yang telah orang lain perbuat terhadap kita, melainkan apa yang telah Kristus perbuat bagi kita.

Tidak ada waktu yang lebih tepat selain saat ini juga untuk meminta atau memberi maaf, dan untuk memperbaiki hubungan yang tak ternilai harganya. Seorang pengurus makam tahu benar akan hal ini --DCM

PUTTING IT INTO PRACTICE
What keeps me from taking care of anger immediately?
What do I do when another person does not respond to
attempts at reconciliation?
See Romans 12:17-21

HENDAKLAH ANDA LAMBAT UNTUK MARAH DAN CEPAT UNTUK MENYESAL

Sumber: Renungan Harian

Minggu, 21 Maret 2021

Berdoa untuk Segala Sesuatu

Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. –Filipi 4:6

Anak kucing yang kotor itu duduk tenang di lantai beton dan memandangi saya dengan cara yang elegan. Bersama beberapa saudaranya, anak kucing itu tinggal di lantai parkir bawah tanah dari gedung kantor klien saya berada. Karena merasa kasihan kepada kucing-kucing itu, saya menitipkan makanan kucing kepada seorang petugas keamanan agar kucing-kucing itu diberi makan setiap hari, dan saya juga membelikannya lagi kalau sudah habis.

Namun, suatu hari petugas itu dipindahkan ke bagian lain. “Tuhan,” saya berdoa, “anak-anak kucing yang tidak berdaya ini adalah makhluk ciptaan-Mu. Tolong kirimkan seseorang yang bisa dipercaya untuk memberi makan kucing-kucing ini.” Akan tetapi, dalam hati saya bertanya-tanya: Apakah permohonan seperti itu dipedulikan oleh Allah? Bukankah Allah punya banyak hal lain yang lebih penting untuk diurus?

Rasul Paulus mengingatkan kita dalam Filipi 4:6: “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.” Kita mempunyai Bapa yang penuh kasih dan Dia ingin kita membawa segala keprihatinan kita kepada-Nya, bahkan yang kelihatannya sepele.

Malam itu, seorang petugas kebersihan berusia lanjut yang sudah lama bekerja di gedung itu menghampiri saya. Sebelum saya sempat mengatakan apa-apa, ia pun berkata, “Karena sekarang petugas itu tidak lagi bekerja di sini, saya saja yang memberi makan kucing-kucing itu.”

Memang benar, tidak ada yang terlalu sulit atau terlalu sepele untuk dibawa ke hadapan Allah. Persoalan yang sangat pribadi bagi kita dipandang penting oleh Allah. Marilah kita memercayakan semua itu kepada-Nya.

Adakah kekhawatiran atau kecemasan yang tampaknya terlalu sepele untuk Anda bawa kepada Allah? Bagaimana Filipi 4:6 telah menguatkan Anda?

Ya Bapa, terima kasih Engkau begitu mengasihiku, sehingga aku tahu aku dapat membawa perkara yang paling sepele sekalipun kepada-Mu dan memercayakannya ke dalam tangan pemeliharaan-Mu.

Sumber: Santapan Rohani

Sabtu, 20 Maret 2021

Saat Tuhan Menuntun dan Menyertai Jalanmu

Amsal 16:9 Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi TUHAN lah yang menentukan arah langkahnya.

Pernah gak sih kamu berpikir bagaimana cara Tuhan mengatur setiap perjalanan kita?

Waktu sesuatu terjadi dan menghambat perjalanan kita, Tuhan bisa saja mengizinkannya terjadi sebagai cara untuk melindungi kita dari rencana si iblis yang membahayakan kita.

Inilah yang aku alami saat sedang melakukan perjalanan empat jam di California. Waktu itu aku harus datang karena undangan sebagai pembicara. Tapi tanpa diduga kebakaran hebat pun terjadi di wilayah California Selatan dan menyebabkan penutupan jalan.

Aku pun terjebak di jalan selama satu jam. Aku mencoba mencari jalan lain dan mulai bertanya-tanya apakah aku memang harus kembali? Lalu aku berhenti di sebuah toko serba ada.

Seorang wanita yang mengisi bensin di sebelahku menyampaikan kalau jalan antar negara bagian sedang ditutup. Itu artinya, kalau aku melanjutkan perjalanan ke bagian utara, aku tidak akan pernah sampai ke tempat tujuanku dan bahkan kalau pun aku sampai di sana aku pasti akan kesulitan untuk kembali.

Tiba-tiba aku mulai merasa takut jika nantinya aku tersesat. Aku mulai berdoa dalam hati, bertanya ke Tuhan apakah ini adalah petunjuk dari-Nya supaya aku kembali saja? Aku kembali ke toko serba ada itu untuk meminta peta. Dan waktu aku sedang berdiri di sana, seorang pria berjalan ke arahku dan berkata, “Kamu mau kemana?”

Lalu aku membagikan dilema yang ada di dalam hati dan pikiranku. Kemudian dia menyampaikan jika jalan antar negara bagian utara itu terbuka dan dia dengan senang hati menuntunku ke sana. Dia lalu membawaku  melalui jalanan sempit yang sangat asing. Dengan kondisi ini, aku pasti tidak akan pernah sampai ke sana sendirian!

Kami pun tiba di jalan antar bagian itu. Di sanalah kami berpisah dan aku akhirnya melanjutkan perjalanan. Semuanya bebas hambatan sampai aku tiba di tempat tujuan tepat saat jam makan siang dan mulai melayani para pengusaha.

Aku sering mengalami situasi seperti ini dan bertanya-tanya mungkinkah Tuhan yang mengirim malaikat untuk menuntunku sampai di tempat tujuan? Aku ingat bahwa waktu aku sedang di toko serba ada itu, saat itu aku sedang berdoa. Lalu tiba-tiba pria itu datang dan memberiku solusi.

Pernahkah kamu mengalami kejadian yang sama? Waktu sesuatu terjadi dan merusak rencanamu, apakah kamu merasa kalau itu adalah rencana Tuhan untuk menunjukkan perlindungan-Nya atas hidupmu? Di tengah situasi tak terduga yang kita alami, kerendahan hati kita untuk meminta pertolongan dari Tuhan akan menggerakkan-Nya untuk bertindak.

Sumber: Hak cipta Os Hillman, disadur dari Crosswalk.com

#Hari ini kita menyelesaikan pembacaan kitab Wahyu yaitu pasal 22. Teman-teman yang ingin melanjutkan pembacaan Alkitab setiap hari, bisa dilanjutkan dengan Perjanjian Lama atau kembali mengulangi bacaan dari Perjanjian Baru#

Jumat, 19 Maret 2021

Berhentilah Menghakimi

"Tetapi engkau, mengapakah engkau menghakimi saudaramu? Atau mengapakah engkau menghina saudaramu? Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Allah." (Roma 14:10)

Sampai saat ini masih sering terjadi saling menghakimi di antara anak-anak Tuhan. Kita begitu mudahnya melihat dosa, kelemahan dan kekurangan orang lain. Ketika ada saudara seiman yang jatuh dalam dosa kita langsung mencemooh dan sesegera mungkin menyebarkan "kabar hangat" ini ke orang lain. Ketika ada saudara yang mengalami pergumulan berat dan sakit tak kunjung sembuh kita langsung berkata, "Wah... dia terlalu banyak dosanya, makanya Tuhan menimpakan masalah berat padanya."

Ada peribahasa yang mengatakan bahwa tak ada gading yang tak retak. Setiap orang itu tidak pernah luput dari kesalahan. Tak ada manusia yang sempurna! Bahkan hamba Tuhan atau pendeta pun tak luput dari kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu "...janganlah kita saling menghakimi lagi! Tetapi lebih baik kamu menganut pandangan ini: Jangan kita membuat saudara kita jatuh atau tersandung!" (Roma 14:13).

Di dalam Alkitab banyak sekali ayat yang mengingakan kita untuk tidak mudah menghakimi orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa menghakimi orang lain adalah dosa di hadapan Tuhan. Melalui renungan ini kita disadarkan agar tidak mudah duduk sebagai hakim terhadap saudara yang lain. Firman Tuhan dengan tegas menyatakan bahwa "Hanya ada satu Pembuat hukum dan Hakim, yaitu Dia yang berkuasa menyelamatkan dan membinasakan. Tetapi siapakah engkau, sehingga engkau mau menghakimi sesamamu manusia?" (Yakobus 4:12).

Jika saat ini kita masih merasa sebagai orang yang paling benar dan menempatkan orang lain selalu menjadi terdakwa, segeralah bertobat sebelum semuanya terlambat, sebab "...dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Matius 7:2). Jika ada saudara kita yang lemah dan jatuh justru adalah kesempatan bagi kita untuk menunjukkan kasih dengan menolong dan menguatkan, sehingga dia segera bangkit dan dipulihkan. Jangan menjadi hakim dan malah menjatuhkan vonis.

Sebagai anak-anak Tuhan mari saling melengkapi, menjaga, mendukung, menopang dan menguatkan satu sama lain!

Sumber: Renungan Kristen

#Bacaan hari ini Wahyu pasal 21#

Kamis, 18 Maret 2021

GENDONG SAYA!

NATS: Engkau melihat bahwa TUHAN, Allahmu, mendukung engkau, seperti seseorang mendukung anaknya (Ulangan 1:31)

Hampir setiap malam, ayah Kelsey setia membacakan cerita sebelum Kelsey tidur. Suatu kali, Kelsey mengambil buku tentang kebun binatang, dan dengan imajinasinya yang aktif ia membayangkan seolah-olah ia dan ayahnya benar-benar berada di sana. Ia kelihatan sangat gembira tatkala melihat gambar jerapah, zebra, dan gajah. Namun ketika mereka sampai pada halaman yang bergambar beruang yang besar dan buas, Kelsey berkata, "Ayah harus menggendong saya." Ia mengatakan hal yang sama ketika melihat gorila di halaman berikutnya. Dengan penuh rasa ingin tahu, ayahnya bertanya mengapa ia harus menggendongnya. "Karena saya akan merasa takut," jawab Kelsey terus terang.

Saat orang Israel melihat orang Amori dan orang Enak yang ganas itu ada di hadapan mereka, mereka merasa takut. Lalu, Musa mengingatkan mereka bagaimana Allah telah menolong mereka di padang gurun, dan berkata, "Engkau melihat bahwa TUHAN, Allahmu, mendukung engkau." Kali ini pun Dia pasti akan mendukung mereka lagi.

Kita dapat meyakini bahwa Tuhan akan melakukan hal yang sama bagi kita ketika kita merasa takut. Ketika saat-saat yang menakutkan datang, ketika kita harus melakukan hal-hal yang berat dalam kehidupan, Allah akan mengangkat dan menggendong kita. Dia akan memberi kita kekuatan di dalam Kristus.

Adakah sesuatu yang menakutkan dalam hidup Anda saat ini? Adakah hal-hal sulit yang harus Anda kerjakan? Mintalah Bapa surgawi menolong Anda. Dia akan memeluk Anda dengan tangan-Nya yang penuh kasih dan menggendong Anda --DCE

DENGAN TANGAN ALLAH MENOPANG KITA, KITA TIDAK PERLU TAKUT PADA APA YANG ADA DI HADAPAN KITA

Sumber: Renungan Harian

#Bacaan hari ini Wahyu pasal 20#

Rabu, 17 Maret 2021

Kesuksesan Seringkali Jadi Tempat Berkembangnya Kesombongan

2 Samuel 7:8 Oleh sebab itu, beginilah kau katakan kepada hamba-Ku Daud: Beginilah firman TUHAN semesta alam: Akulah yang mengambil engkau dari padang, ketika menggiring kambing domba, untuk menjadi raja atas umat-Ku Israel.

Saat Daud sudah beranjak tua. Nabi Natan meresponi gagasan Daud untuk membangun sebuah kemah sebagai tempat menempatkan Tabut Perjanjian. Tuhan mengingatkan Daud melalui nabi Natan tentang bagaimana dan dimana Daud harus membawanya.

Mari mengingat bahwa, sebelum menjadi raja Tuhan sendiri yang memilih Daud dari ladang penggembalaan domba untuk menggembalakan suatu bangsa. Tuhan juga yang menyediakan kemenangan di setiap pertempuran yang dihadapi Daud dan bangsanya. Lewat penyertaan Tuhan, Daud tak pernah sekalipun kalah dalam pertempuran.

Pernahkah kamu tergoda untuk membanggakan pencapaianmu, seolah-olah itu adalah kesuksesan yang kamu capai sendiri? Pernahkah kamu berpikir kemakmuran yang kamu punya saat ini kamu peroleh berkat kepintaranmu? Apakah kesuksesanmu saat ini menjadi kesaksian bagi orang lain bahwa Tuhan adalah penguasa segala aspek kehidupanmu, bahkan dalam hal kelimpahan materi?

Godaan terbesar yang akan selalu kita hadapi dalam hidup adalah rasa bangga atau sombong atas apa yang kita punya. Kalau kita berpikir kesuksesan yang kita peroleh adalah hasil dari usaha kita sendiri, kita menghina Tuhan dan membuka pintu menuju kesombongan.

“Keangkuhan merendahkan orang, tetapi orang yang rendah hati, menerima pujian.” (Amsal 29: 23)

Kesuksesan juga bisa jadi ujian yang jauh lebih besar daripada penderitaan. Oswald Chambers berkata: “Tidak semua orang bisa membawa secangkir penuh air tanpa tertumpah. Karena ketinggian bisa saja mendadak berubah menjadi kesombongan dan kejatuhan.”

Kesuksesan adalah ujian hidup yang paling sulit. Kesuksesan bisa menjadi tempat bertumbuhnya sikap puas akan diri sendiri dan mulai sombong akan apa yang dimiliki.

Apakah kamu memahami kebenaran tentang siapa dirimu? Apakah kamu memahami bahwa Tuhanlah yang memberimu kemampuan untuk bekerja dan berprestasi? Dia adalah sumber dari segala sesuatunya. Tanyakanlah kepada Tuhan hari ini apakah hidupmu sudah menjadi contoh iman yang benar.

Berhati-hatilah supaya kesombongan sekecil apapun itu, tidak menyelinap masuk dan kita mulai menggantikan posisi Tuhan atas hidup kita.

Sumber: Hak cipta Os Hillman dan TGIF, disadur dari Crosswalk.com

#Bacaan hari ini Wahyu pasal 19#

Selasa, 16 Maret 2021

Tak Perlu Menunggu Kaya

2 Korintus 8:2 Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan.

Kakek Dobri Dobrev adalah pengemis Bulgaria yang meninggal pada usia 103 tahun (20 Juli 1914 - 13 Februari 2018).

Pada Perang Dunia II, ia kehilangan hampir seluruh pendengarannya. Setiap hari ia meminta sedekah kepada orang-orang yang lewat di depan Katedral Alexander Nevsky di kota Sofia. Namun, ia menyumbangkan seluruh uang yang didapatnya ke panti asuhan dan gereja.

Hingga akhir hidupnya, ia telah menyumbang sebesar 5.000 euro ke gereja Saints Cyril and Methodius di kota asalnya, Bailovo; 12.500 euro ke sebuah gereja dan biara di kota Sofia; dan 20.000 euro ke Katedral Alexander Nevsky - ini adalah sumbangan terbesar yang pernah diterima katedral yang berusia lebih dari seabad ini.

Ia sendiri hidup sederhana dengan uang pensiun sebesar 80 euro di sebuah rumah kecil, tanpa banyak perabotan berarti di dalamnya.

Paulus mendorong jemaat Korintus untuk mengikuti jejak jemaat Makedonia - yakni jemaat Filipi, Tesalonika, Berea (2 Korintus 8:1-7). Bahwa walaupun miskin, mereka memberi dukungan dana kepada jemaat Yerusalem yang kekurangan. Bukan karena paksaan, tetapi karena pertobatan membuat mereka ingin memiliki hidup yang berbuah. Tidak hanya dengan memiliki hubungan akrab dengan Tuhan, tetapi juga punya kasih nyata pada sesama. Dan, mereka segera melakukannya - apa pun kondisi mereka.

Tak perlu menunggu kaya baru memberi, tapi meski dalam kemiskinan, mereka memberi juga. Saat kita bertobat, mari naik satu level. Tak hanya berkata, iman saya akan meningkat, tapi mari kita menjadi saluran berkat. Alkitab mengajar bahwa memberi itu tak perlu dipaksa, bahkan orang yang bertobat malah "memaksa" untuk berbagi.

Mari memberi karena cinta Tuhan yang terlalu besar bagi kita, membuat kita tak sanggup berdiam saja.

Sunber: Renungan Kristen

#Bacaan hari ini Wahyu pasal 18#

Senin, 15 Maret 2021

DIPERLAKUKAN SEPERTI RAJA

NATS: Ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan (Matius 25:35)

Raja Abdullah yang menjadi raja Yordania sejak tahun 1999, terkenal sering menyamar dan pergi ke tempat-tempat umum. Tujuannya ialah berbicara dengan rakyat jelata dan mencari tahu apa yang sedang mereka pikirkan, dan menyelidiki bagaimana para pegawai pemerintah memperlakukan rakyatnya. Ia telah mengunjungi rumah sakit-rumah sakit dan kantor-kantor pemerintah untuk melihat bagaimana mereka melayani rakyatnya.

Raja mendapatkan ide ini ketika berada di New York. Waktu itu ia tidak dapat meninggalkan hotel tanpa dikerumuni orang, jadi ia keluar dengan menyamar. Ternyata berhasil. Selanjutnya ia mencoba melakukan hal yang sama di kerajaannya sendiri. Ia menyatakan bahwa tak lama setelah penyamaran itu dilakukan, para pegawai pemerintah dan rumah sakit mulai memperlakukan setiap orang seperti raja.

Kelak tatkala Yesus datang sebagai Raja, Dia akan menghakimi bangsa-bangsa (Matius 25:31-46). Dia berkata bahwa yang menjadi dasar penghakiman adalah tanggapan seseorang ketika Dia lapar, haus, menjadi orang asing, telanjang, sakit, atau dipenjara. Mereka yang diadili akan bertanya kapan mereka melihat Dia dalam situasi-situasi seperti itu, dan Yesus menjawab, "Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku" (ayat 40).

Karena semua manusia diciptakan menurut gambar Allah, dan karena Yesus melalui firman dan teladan-Nya mengajarkan bahwa Dia sangat memperhatikan perlakuan kita terhadap orang lain, maka kita harus memperlakukan semua orang dengan kebaikan dan belas kasihan. Perlakukanlah mereka seperti raja -DCE

KASIH KEPADA KRISTUS AKAN MENJADI NYATA BILA DIWUJUDKAN DALAM KASIH KEPADA SESAMA

Sumber: Renungan Harian

#Bacaan hari ini Wahyu pasal 17#

Minggu, 14 Maret 2021

JANGAN MAIN-MAIN  

[[“Akulah yang terdahulu dan Akulah yang terkemudian; tidak ada Allah selain dari pada-Ku.” ]] (Yesaya 44:6)    

Apa yang akan terjadi bila kita terisolasi di suatu tempat yang jauh dari keluarga dan teman, dan semua komunikasi terputus dengan mereka. Tentunya kita akan sangat kesepian dan menderita. Itulah keadaan umat Israel di dalam pembuangan. Mereka tidak hanya merasa terbuang dari tanah leluhur mereka, tetapi terutama merasa jauh dari Tuhan dan firman-Nya.  

Namun, janji Tuhan tetap menyertai Israel. Janji pemulihan yang Tuhan nyatakan melalui pencurahan Roh-Nya, yang akan menyegarkan jiwa-jiwa yang kehausan, menjadi seperti hujan yang membasahi dan menyegarkan tanah gersang (Yesaya 44:3-4). Mengapa umat Israel kembali kepada-Nya? Pertama, mereka ternyata tidak mendapatkan apa pun dari ilah-ilah yang mereka sembah untuk menggantikan ibadah kepada Tuhan (ayat 7).

Itulah pengalaman mereka yang telah mencoba bermain-main dengan dewa dewi bangsa kafir. Semuanya sia-sia belaka. Kedua, Israel telah mengenal dan mengalami penyertaan Allah dalam hidup mereka. Walaupun mereka pernah meninggalkan Allah, tetapi Dia tetap setia dan tidak berubah dalam kasih-Nya (ayat 2, 8). Allah memang tidak tergantikan.  

Pengalaman Israel tidak perlu terulang di dalam hidup kita. Jangan main-main atau coba-coba dengan berhala apa pun karena hanya akan mendatangkan hukuman dan kekeringan rohani. Kalau saat ini kita sedang dalam kondisi seperti Israel, carilah Tuhan! Kesetiaan-Nya tidak pernah berubah. Dia siap memulihkan rohani kita dan memandu hidup kita kembali dengan kuasa-Nya. (Eddy Nugroho) 

Sumber: Amsal Hari Ini 

#Bacaan hari ini Wahyu pasal 16#

Sabtu, 13 Maret 2021

Prioritas Hidup

Lukas 5:1-26

Apakah kesibukan dapat dijadikan alasan untuk tidak berdoa? “Saya sangat sibuk, bangun pagi-pagi, bekerja sampai malam-malam, sehingga tidak punya waktu untuk berdoa.” Kalimat seperti ini mungkin sudah sering kita dengar. Akan tetapi, sebenarnya pilihan berdoa atau tidak berdoa adalah masalah prioritas. Jika berdoa menjadi prioritas kita, kesibukanlah yang harus diatur di luar waktu untuk berdoa. Sering kali, orang yang mengatakan tidak punya waktu untuk berdoa ternyata punya banyak waktu untuk aktif di media sosial. Jika doa menjadi prioritas, pasti selalu ada waktu yang kita sediakan untuk berdoa.

Kehidupan Yesus Kristus merupakan teladan yang baik bagi kita. Saat kondisi pelayanan-Nya sangat sibuk pun, Ia tetap memprioritaskan berdoa dan bersekutu dengan Allah Bapa. Yesus Kristus tidak mau membiarkan diri-Nya terjebak oleh berbagai kesibukan yang membuat ia menjauhi persekutuan dengan Allah Bapa. Ia tidak mau terjebak oleh tuntutan aktivitas, seolah-olah seseorang menjadi tidak berharga bila tidak mengikuti tuntutan untuk melakukan berbagai aktivitas. Setelah Tuhan Yesus menahirkan seorang yang penuh kusta (5:12-13), berita tentang Dia semakin jauh tersiar, sehingga orang banyak berbondong-bondong  datang kepada Yesus Kristus untuk meminta disembuhkan (5:15). Akan tetapi, Tuhan Yesus justru mengundurkan diri ke tempat yang sunyi untuk berdoa (5:16). Bagi sebagian pembaca, sikap Tuhan Yesus ini mungkin terasa aneh. Bukankah menyembuhkan orang sakit merupakan hal yang baik dan patut dilakukan? Benar bahwa menyembuhkan orang sakit adalah tindakan yang mulia. Akan tetapi, prioritas pelayanan Tuhan Yesus adalah menyelamatkan manusia dari dosa, bukan menyembuhkan orang sakit. Ia harus terus bersekutu dengan Allah Bapa agar tetap berada pada track (jalur) yang benar, yaitu tetap melakukan kehendak Bapa di dalam hidup-Nya.

Kesibukan bukanlah hal yang buruk. Kesibukan akan membuat hidup kita menjadi produktif. Akan tetapi, bersekutu dengan Allah melalui doa dan pembacaan firman Tuhan lebih penting daripada kesibukan yang lain. Yang paling penting dilakukan dalam kehidupan orang percaya bukanlah menjadi terkenal, sibuk, dan mencapai karier yang tinggi, melainkan melakukan kehendak Allah. Melakukan kehendak Allah inilah yang akan membuat hidup kita menjadi bermakna. [GI Wirawaty Yaputri]

Sumber: Renungan GKY

#Bacaan hari ini Wahyu pasal 15#

Jumat, 12 Maret 2021

Membalas Kejahatan

Seorang pria jengkel. Sejak berdiri, pabriknya sering ditimpuki anak jalanan. Sudah puluhan kali alarm pencuri berbunyi.

Suatu hari dipergokinya 3 anak mencuri mangga di halaman. Mereka terpojok ketakutan. Pria itu naik darah, tetapi tiba-tiba teringat firman Tuhan: "Jangan membalas kejahatan dengan kejahatan."

Ia lalu memberi tiap anak satu mangga sambil menasihati, "Lain kali minta saja, jangan mencuri."

Dua hari kemudian, 5 anak datang minta mangga! Pria itu sabar melayani. Rela diganggu.

Lama-lama, mereka datang tiap sore. Bukan lagi untuk minta mangga, melainkan untuk berteman. Mereka pun diajari baca tulis.

Sekarang pabriknya jadi aman. Anak-anak jalanan itu pun bisa belajar. Lebih lagi, mereka bisa belajar mengenal kasih Tuhan.

Saat orang berbuat jahat, biasanya kita ingin membalas. Mengapa? Sebab kita merasa terganggu. Terluka. Jika membalas, ada rasa puas.

Namun, pembalasan membuahkan pembalasan; melahirkan lingkaran dendam tak berkesudahan. Rasul Paulus memberi saran "radikal": berbuat baiklah pada musuhmu! "Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya." (Roma 12:17,20).

Tindakan kasih tanpa pamrih berkuasa menghancurkan hati lawan, mengubah dendam menjadi pengampunan. Kita bertanya, "Lantas bagaimana dengan kejahatan mereka? Tidakkah mereka harus menerima hukuman setimpal?" Soal pembalasan, lagi kata Paulus, serahkan saja pada Tuhan. Bagian kita adalah menunjukkan kebaikan. "Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan." (Roma 12:19).

Untuk bisa berbuat baik saat disakiti, kita harus bersabar menghadapi orang-orang yang sulit dan berhati bengkok. Untuk itu dibutuhkan penyangkalan diri. Ingat janji firman Tuhan. Memang tak mudah, namun hasilnya akan sangat indah. Cobalah!

Sumber: Renungan Kristen

#Bacaan hari ini Wahyu pasal 14#

Kamis, 11 Maret 2021

Penolakan Orang-Orang Religius

Lukas 4:14-30

Sungguh menyedihkan melihat kenyataan bahwa yang menolak Yesus Kristus dalam bacaan Alkitab hari ini adalah orang-orang religius yang sering berada di sinagoge atau rumah ibadat orang Yahudi. Jelas bahwa mereka rajin beribadah, berdoa, dan membaca Kitab Suci. Akan tetapi, mereka justru tidak mengenal Yesus Kristus, Sang Mesias yang dijanjikan Allah dalam kitab-kitab yang mereka baca secara rutin! Mata mereka tertutup sehingga tidak bisa melihat kebenaran karena mereka memiliki kebenaran sendiri! Banyak orang merasa bahwa dirinya benar karena sudah menjalankan kewajiban beribadah. Membenarkan diri sendiri ini sangat berbahaya karena membuat mata hati tertutup, sehingga tidak bisa melihat kebenaran Allah.

Orang-orang religius di rumah ibadat tidak dapat menerima perkataan Yesus Kristus bahwa kehadiran-Nya menggenapi janji Allah tentang Sang Mesias. Mereka melihat Dia “hanya” sebagai anak Yusuf, seorang tukang kayu. Mereka tidak mampu melihat Yesus Kristus bukan sekadar sebagai anak Yusuf. Penolakan mereka memuncak dan menjadi kemarahan besar saat Tuhan Yesus berkata bahwa Allah mengasihi dan memperhatikan bangsa lain, termasuk bangsa kafir yang tidak menyembah Allah Israel. Allah tidak memakai janda di Israel, melainkan memakai janda di Sarfat—yang terletak di Tanah Sidon—untuk memberi makan Nabi Elia. Allah menyembuhkan Naaman—orang Siria—dari penyakit kusta, padahal di Israel banyak sekali orang berpenyakit kusta yang tidak disembuhkan (4:25-27). Orang-orang religius itu tidak dapat menerima kenyataan bahwa Allah mengasihi bangsa-bangsa lain karena mereka menganggap diri mereka sebagai bangsa yang paling benar dan paling layak untuk diselamatkan. Perasaan paling benar telah menutup mata mereka untuk bisa melihat rencana dan karya Tuhan dalam hidup mereka.

Sikap merasa diri paling benar juga sering terlihat dalam diri orang percaya. Ada orang yang merasa paling benar karena taat beribadah. Celakanya, ada pula orang yang tidak taat beribadah, namun merasa dirinya paling benar karena kesombongan telah merasuk sampai ke dalam hati. Hati-hati agar mata hati Anda tidak sampai tertutup dan Anda tetap bisa melihat kebenaran Tuhan! Apakah Anda telah membiasakan diri untuk merendahkan diri di hadapan Tuhan? [GI Wirawaty Yaputri]

Sumber: Renungan GKY

#Bacaan hari ini Wahyu pasal 13#

Rabu, 10 Maret 2021

Kita Bukan Tuhan

Engkau menjadi tinggi hati, dan berkata: “Aku adalah Allah!” –Yehezkiel 28:2

Dalam buku Mere Christianity, C. S. Lewis menyarankan kita agar merenungkan beberapa pertanyaan untuk menyelidiki apakah sebenarnya kita angkuh atau tinggi hati: “Seberapa besar rasa tidak suka saya ketika orang lain menolak saya, atau tidak menghiraukan saya, . . . atau memandang rendah saya, atau menyombongkan diri di depan saya?” Lewis memandang keangkuhan sebagai sifat “yang terburuk dari yang buruk” dan penyebab utama kesengsaraan dalam rumah tangga dan negara. Ia menyebutnya sebagai “kanker jiwa” yang membuat seseorang sama sekali tidak bisa mengasihi, merasa puas, atau bahkan menggunakan akal sehatnya.

Keangkuhan sudah menjadi masalah dari abad ke abad. Melalui Nabi Yehezkiel, Allah memperingatkan raja negeri Tirus yang kuat itu tentang keangkuhannya. Dia mengatakan bahwa keangkuhan sang raja akan membawanya kepada kehancuran: “Karena hatimu menempatkan diri sama dengan Allah, maka, sungguh, Aku membawa orang asing melawan engkau” (Yeh. 28:6-7). Lalu ia akan menyadari bahwa dirinya bukanlah Allah, melainkan hanya manusia biasa (ay.9).

Semakin kita menyembah Allah, semakin kita mengenal-Nya dan rela merendahkan diri kita di hadapan-Nya.

Lawan dari keangkuhan adalah kerendahan hati, yang disebut Lewis sebagai sifat luhur yang kita terima melalui pengenalan akan Allah. Lewis mengatakan bahwa karena kedekatan kita dengan Allah, kita akan “bahagia dalam kerendahan hati.” Kita merasa lega karena terbebas dari pandangan omong kosong tentang harga diri kita sendiri yang sebelumnya membuat kita gelisah dan tidak bahagia.

Semakin kita menyembah Allah, semakin kita mengenal-Nya dan rela merendahkan diri kita di hadapan-Nya. Semoga kita terus dibentuk-Nya menjadi pribadi yang mengasihi dan melayani dengan penuh sukacita dan kerendahan hati.

Mengacu pada pertanyaan dari Lewis, apakah Anda termasuk tinggi hati? Apakah jawabannya mengejutkan Anda? Mengapa?

Sumber: Santapan Rohani 

#Bacaan hari ini Wahyu pasal 12#

Selasa, 09 Maret 2021

Tuhan itu Baik

Mazmur 119:65 Kebajikan telah Kaulakukan kepada hamba-Mu, ya TUHAN, sesuai dengan firman-Mu. 

Mazmur 119 menyatakan bahwa Tuhan itu baik dan apa yang Dia lakukan itu baik (Mazmur 119:68). Namun, kita semua mengalami hal-hal yang membuat kita mempertanyakan kebaikan Tuhan. 

Ketika Anda menghadapi kondisi yang sulit atau menyakitkan, mungkin Anda bertanya, "Jika Tuhan itu baik, mengapa Dia mengizinkan hal buruk terjadi?" Ini adalah respon alami ketika hidup terjungkir balik. Sulit untuk bernyanyi tentang Bapa yang baik ketika Anda menghadapi penyakit, kemandulan, atau kehilangan pekerjaan. 

Cara terbaik untuk mengatasi keraguan mengenai kebaikan Tuhan adalah dengan memahami pentingnya cara pandang. Bahkan Anak Allah harus menghadapi hal-hal sulit dan menyakitkan ketika berada di dunia. Dia menderita dan menanggung kematian yang menyakitkan dan tidak adil. Namun, kematian dan kebangkitan Yesus juga membuat jalan bagi kita untuk diperdamaikan dengan Allah. Melalui hal yang terlihat buruk, Tuhan mampu melakukan sesuatu yang sangat baik.

Terkadang, Anda akan mampu menoleh ke belakang kepada musim-musim yang menyakitkan dan melihat bagaimana Tuhan akhirnya memakai hal itu untuk kebaikan. Di saat lain, Anda tidak akan pernah memahami sepenuhnya tujuan dari penderitaan Anda di dunia.

Hal buruk terjadi dalam kehidupan dan akan terus terjadi selama kita hidup di dunia yang hancur. Namun, Yesus berkata kepada kita untuk tidak menyerah karena Dia telah mengalahkan dunia (Yohanes 16:33). Jika kita memiliki relasi dengan Yesus, kita memiliki harapan untuk menghabiskan waktu selamanya dengan Tuhan di dalam sorga, tak peduli kejahatan apapun yang kita hadapi di dunia ini.

Roma 8:28 berkata, "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." Kita dapat percaya bahwa Tuhan itu baik, bahkan ketika kondisi kita tidak masuk akal. Kita tidak dapat melihat sesuatu hal seperti Tuhan melihatnya, tapi kita dapat percaya bahwa dari sudut pandang-Nya semua penderitaan kita sedang bekerja menuju sesuatu yang baik.

Kondisi apa yang membuat Anda mempertanyakan kebaikan Tuhan?

Bagaimana dengan memikirkan sudut pandang Tuhan mempengaruhi anggapan Anda mengenai kebaikan-Nya?

Sumber: You Version

#Bacaan hari ini Wahyu pasal 11#

Senin, 08 Maret 2021

Memenangkan Ujian

Socrates pernah mengatakan bahwa “Hidup yang belum teruji belum dapat disebut kehidupan yang berharga”.  Dalam kehidupan ini, bila seseorang ingin memiliki hidup yang lebih baik, ia harus melalui berbagai macam ujian dalam kehidupan, sama seperti seorang murid harus lulus ujian agar bisa naik ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Untuk mendapat kenaikan jabatan pun, setiap orang harus melewati berbagai ujian. Walaupun ujian sering kali terasa tidak menyenangkan, tetapi setelah ujian itu berhasil dilewati, orang yang melewatinya akan mengalami kemajuan.

Dalam kehidupan rohani, orang percaya juga harus melewati berbagai ujian agar dapat terus bertumbuh dalam iman. Bila seorang percaya berhasil memenangkan ujian iman, ia akan bertumbuh dan imannya akan menjadi semakin kuat. Sebaliknya, orang yang tidak berani menghadapi ujian iman—dan selalu berusaha menghindar atau mengabaikan ujian itu—tidak akan bertumbuh secara rohani. Yang penting untuk kita perhatikan adalah bahwa kadang-kadang Tuhan menghendaki agar kita mengalami ujian berupa penderitaan (bandingkan dengan 1 Petrus 4:19). Tuhan Yesus juga mengalami ujian atas kehendak Allah sebelum memulai pelayanan-Nya. Roh Kuduslah yang membawa Yesus Kristus ke padang gurun untuk dicobai oleh iblis (Lukas 4:1-2). Allah menghendaki agar Tuhan Yesus mengalami pencobaan, tetapi yang mencobai bukan Allah, melainkan Iblis. Allah mengizinkan terjadinya pencobaan bukan dengan maksud untuk menjatuhkan, tetapi untuk menguji dan memurnikan (1 Petrus 4:12). Allah menguji iman sama seperti kemurnian emas diuji dengan api (1 Petrus 1:7). Yesus Kristus berhasil melewati ujian dengan berpegang pada firman Tuhan. Siasat dan godaan iblis dipatahkan dengan memakai firman Tuhan. Orang yang melakukan firman Tuhan dan hidup berdasarkan firman Tuhan akan mampu memenangkan ujian iman dalam hidupnya. Terhadap orang yang memenangkan ujian iman, Tuhan berjanji untuk memberikan upah kelak (Wahyu 2:7, 11, 17, 26-28; 3:5, 12, 21).

Ujian apa yang sedang Anda hadapi sat ini? Pandemi bisa kita pandang sebagai ujian bagi iman kita. Bagaimana sikap Anda saat menghadapi pandemi ini? Apakah Anda berpegang teguh pada firman Tuhan dan tetap mengasihi Tuhan meskipun hal itu sulit? [GI Wirawaty Yaputri]

Sumber: Renungan GKY

#Bacaan hari ini Wahyu pasal 10#

Minggu, 07 Maret 2021

Yesus Meninggalkan Nazaret

Ia meninggalkan Nazaret dan diam di Kapernaum, di tepi danau, di daerah Zebulon dan Naftali. (Matius 4:13)

Sony, bukan nama sebenarnya, sempat merasa "tidak terima" ketika keluarganya harus berpindah dari kota metropolitan ke sebuah desa yang berjarak 300-an kilometer. Ia merasa sulit menerima fakta dan harus meninggalkan kota kelahirannya karena kondisi yang memaksa. Namun, siapa sangka bahwa semua itu bagian dari rencana Tuhan? Kelak di daerah yang baru itu, ia tak hanya mengenal Tuhan dengan lebih baik karena bergabung dengan komunitas yang tepat, tetapi juga bertemu dengan wanita yang kini menjadi istrinya.

Membaca nas renungan hari ini, kita mungkin berpikir bahwa Yesus mengalami hal yang biasa. Cuma pergi dari Nazaret, lalu tinggal di tepi danau. Apa yang menarik? Namun, catatan selanjutnya membuat kita mengerti bahwa kepergian Yesus dari Nazaret ke daerah Zebulon dan Naftali, yang tampak sebagai hal yang biasa pasca ditangkapnya Yohanes (ay. 12), ternyata menggenapi nubuat yang pernah diucapkan oleh Yesaya (ay. 14-16). Alkitab memang tak mencatat bahwa Yesus mendapat "perintah langsung" dari Bapa-Nya, tetapi dari peristiwa ini kita mengerti bahwa Tuhan dapat membawa kita menggenapi rencana-Nya lewat berbagai cara, meski tampaknya kebetulan atau tak mengenakkan!

Apakah hari ini kita sedang menghadapi dilema atau sukar menerima kenyataan hidup yang berbeda dengan keinginan atau harapan kita? Tahan dulu kesimpulan Anda karena Allah belum selesai bekerja dalam hidup Anda. Yakinlah bahwa keberadaan, situasi, atau ketidaknyamanan yang kita alami adalah bagian dari rencana-Nya yang terbaik bagi kita. --GHJ/www.renunganharian.net

ALLAH TAK PERNAH KEHABISAN CARA UNTUK MEMBAWA KITA MENGGENAPI RENCANA-NYA.

Sumber: Renungan Harian

#Bacaan hari ini Wahyu pasal 9#

Sabtu, 06 Maret 2021

MENJALANI HIDUP TANPA SANDIWARA

"Sebab kami tidak mengikuti dongeng-dongeng isapan jempol manusia, ketika kami memberitahukan kepadamu kuasa dan kedatangan Tuhan kita, Yesus Kristus sebagai raja, tetapi kami adalah saksi mata dari kebesaran-Nya."  2 Petrus 1:16

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia  (KBBI), kata  'dongeng'  memiliki arti:  cerita yang tidak benar-benar terjadi  (terutama tentang kejadian zaman dulu yang aneh-aneh;  atau perkataan  (berita dan sebagainya)   yang bukan-bukan atau tidak benar.  Tetapi justru dongeng inilah yang sedang dicari-cari orang di zaman sekarang ini, tak terkecuali orang Kristen.  "Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng."  (2 Timotius 4:4).  Mereka seringkali lebih menyukai khotbah  'ringan'  yang meninabobokan, khotbah yang bisa membuat tertawa lepas, khotbah yang menghibur.

     Tanpa disadari gereja bukan lagi menjadi tempat untuk sungguh-sungguh mencari Tuhan dan kebenaran-Nya, tapi tempat mencari hiburan penghilang kepenatan.  Akhirnya gereja pun dipenuhi dengan orang-orang yang menjalankan peran seperti tokoh-tokoh dalam dongeng, penuh kepura-puraan dan kepalsuan.  Para pelayan Tuhan pun saat menjalankan tugas pelayanannya berlaku seperti orang yang memerankan tokoh pada sandiwara atau sinetron, menjalankan karakter yang berbeda dari aslinya, berlaku seperti malaikat dengan tutur kata yang santun dan tampak rohani.  Para pembicara pun menempuh jalur  'aman'  dengan berusaha menyampaikan materi-materi khotbah yang dapat diterima dan disenangi jemaat.  Banyak orang tidak suka dengan firman Tuhan keras yang berisikan teguran dan pertobatan karena dianggap menghalangi untuk menikmati kesenangan dagingnya.

     Ini adalah jebakan Iblis!  Padahal teguran keras firman Tuhan bertujuan membangunkan kita dari  'tidur'  rohani, mengingatkan kita akan akibat dosa,  "Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat."  (Ibrani 5:13-14).

Dunia ini sedang lenyap dengan segala keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Tuhan, tetap hidup selama-lamanya  (1 Yohanes 2:17).

Sumber: Air Hidup Blog 

#Bacaan hari ini Wahyu pasal 8#

Jumat, 05 Maret 2021

BERESKAN SEGERA

NATS: Pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu (Matius 5:24)

Seberapa jauh perjalanan yang harus Anda tempuh untuk menyelesaikan masalah dengan saudara yang tidak mau berbicara dengan Anda selama 10 tahun terakhir? Maukah Anda menempuh perjalanan sejauh 480 kilometer dari Iowa ke Wisconsin? Dengan mengendarai mesin pemotong rumput?

Karena tidak bisa menyetir dan tidak suka naik bus, Alvin Straight benar-benar melakukan hal diatas. Kisah itu dipaparkan dalam sebuah film yang membangkitkan rasa ingin tahu, yakni The Straight Story. Ini merupakan drama kehidupan nyata tentang seorang pria berusia 73 tahun yang memutuskan untuk mengakhiri kesunyian, menghentikan kebencian, dan menghancurkan tembok kemarahan yang telah memisahkan ia dan saudaranya.

Ketika menonton film tersebut di bioskop yang penuh sesak dengan penonton yang terdiam dari awal sampai akhir, saya merenungkan tentang setiap keretakan hubungan yang saat itu pasti muncul dalam pikiran orang-orang yang duduk dalam kegelapan tersebut. Saya juga merenungkan kata-kata Yesus yang meminta kita berdamai dengan orang-orang yang telah menjauhi kita. Ia berkata, "Jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu" (Matius 5:23,24).

Adakah seorang kerabat, teman, atau saudara di dalam Kristus yang perlu diajak berdamai? Jika demikian, mengapa Anda tidak segera menghampirinya? -DCM

SAKIT HATI TERHADAP SESAMA AKAN MENGHALANGI HUBUNGAN ANDA DENGAN ALLAH

Sumber: Renungan Harian

#Bacaan hari ini Wahyu pasal 7#

Kamis, 04 Maret 2021

RASA TAKUT YANG SEHAT

NATS: Takut kepada orang mendatangkan jerat, tetapi siapa percaya kepada TUHAN, dilindungi (Amsal 29:25)

Ketakutan akan pandangan negatif orang lain sering kali mempengaruhi cara kita bertindak. Sebagian penduduk asli Amerika menyadari hal ini, sehingga mereka menggunakan cemoohan dan sindiran untuk mengajarkan aturan kemasyarakatan. Sebagai contoh, ketika seorang anak dari suku Fox sedang diajar tentang apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan dalam kebudayaannya, para tetua suku tidak menjejali kepala si anak dengan aturan-aturan abstrak tentang moralitas. Mereka juga tidak mengancamnya dengan hukuman. Sebaliknya mereka hanya berkata kepada anak itu, "Orang-orang di desa ini akan membicarakan banyak hal tentang kamu."

Dalam budaya suku itu, tekanan masyarakat dapat digunakan sebagai pendorong dalam membentuk kelakuan yang baik. Namun Tuhan memperingatkan bangsa Israel pada zaman dahulu bahwa kekuatiran manusia akan apa yang dipikirkan orang-orang di sekitarnya dapat menghantar mereka pada kejatuhan (Yesaya 51:7-16). Perhatian terhadap apa yang dikatakan orang-orang tentang mereka menyebabkan mereka akhirnya berkompromi. Padahal, mereka dipanggil untuk mempercayai Tuhan dan hidup berkenan kepada-Nya.

Ini juga merupakan nasihat yang baik bagi kita, karena "takut akan manusia" adalah jerat bagi banyak orang Kristen. Akan jauh lebih baik bila kita mendapat kepuasan dari melakukan apa yang menyenangkan Allah! Maka rasa takut yang tidak benar yakni akan apa yang orang lain pikirkan dapat berubah menjadi keyakinan yang benar dari rasa takut yang sehat. Hormat bagi Allah yang membebaskan kita sehingga kita dapat hidup berkenan kepada-Nya --MRDII

TAKUT AKAN ALLAH DAPAT MEMBEBASKAN KITA DARI RASA TAKUT AKAN PEMIKIRAN ORANG LAIN

Sumber: Renungan Harian

#Bacaan hari ini Wahyu pasal 6#

Rabu, 03 Maret 2021

APAKAH ARTI IBADAHMU? 

[[Ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. ]] (1 Timotius 6:6)    

Pada akhir abad ke-20 muncul ajaran yang dikenal dengan nama teologi sukses, teologi kemakmuran, atau teologi anak Raja. Intinya, orang beriman pasti kaya, sukses, dan selalu sehat sebab Allah itu kaya dan penuh berkat. Akibatnya, banyak orang beribadah dengan tujuan untuk mendapatkan semuanya itu. Fokus ibadah bukan lagi pada Tuhan, melainkan pada berkat-berkat-Nya. Orang-orang datang beribadah dengan pertanyaan, “Apa yang bisa kudapatkan jika aku datang beribadah?” Terhadap orang-orang itu, firman Tuhan menegur dengan keras bahwa mereka dalam bahaya “terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang”.  

Ibadah yang benar tidak bertanya, “Apa yang kudapatkan?” tetapi “Apa yang bisa kupersembahkan kepada Tuhan?” Itulah yang dimaksud dengan ibadah yang disertai rasa cukup. Kita datang beribadah bukan untuk mendapatkan sesuatu, melainkan untuk bersyukur atas semua yang diberikan Tuhan kepada kita: kasih-Nya, penyertaan-Nya, pemeliharaan-Nya atas hidup kita, dan teristimewa keselamatan yang dianugerahkan-Nya kepada kita melalui pengurbanan Kristus di atas kayu salib. Rasa syukur atas semua berkat Tuhan mendatangkan sukacita, damai sejahtera, hikmat, kekuatan, keberanian, dan banyak hal yang bersifat kekal, bukan sekadar berkat secara materi.  

Bagaimana dengan ibadah kita? Sudahkah kita beribadah dengan benar? (Ruth Retno Nuswantari) 

Sumber: Amsal Hari Ini

#Bacaan hari ini Wahyu pasal 5#

Selasa, 02 Maret 2021

Hikmat Allah

1 Raja-raja 3:16-28

Apa yang dihadapi Raja Salomo bukanlah perkara gampang. Tidak ada saksi mata yang bisa dimintai pendapat berkait pertikaian dua ibu yang sedang memperebutkan bayi. Hanya kedua perempuan itulah yang tahu siapakah sesungguhnya ibu dari bayi yang masih hidup itu. Perbedaan usia kedua bayi itu pun cuma terpaut tiga hari. Semua anak biasanya sungguh mirip ketika masih bayi.

Keputusan yang diambil Salomo itu memang terkesan adil, meski terasa kejam. Bayangkan raja memberikan perintah untuk membagi bayi itu menjadi dua bagian agar kedua ibu tersebut sama-sama mendapatkan bayi tersebut. Menarik disimak, keputusan raja itu mendapat dua tanggapan berbeda dari ibu bayi tersebut. Ibu yang pertama menentang keputusan raja. Ia lebih rela tidak mendapatkan anak selama anak itu selamat. Sedangkan, ibu lainnya mendukung keputusan raja. Ia pikir itu langkah adil. Ia berkata, "Supaya jangan untukku ataupun untukmu, penggallah!" (1Raj 3:26). Pada titik ini tahulah raja siapa ibu sejati dari bayi tersebut. Mengapa? Karena seorang ibu pasti sedih melihat kematian anaknya.

Pertanyaan yang layak kita ajukan adalah mengapa Salomo mampu mengambil keputusan seperti itu? Penulis Kitab 1 Raja-raja mencatat: "Ketika seluruh orang Israel mendengar keputusan hukum yang diberikan raja, maka takutlah mereka kepada raja, sebab mereka melihat, bahwa hikmat dari pada Allah ada dalam hatinya untuk melakukan keadilan" (28).

Menarik disimak, seluruh umat Israel memercayai bahwa apa yang dilakukan Salomo bukanlah hasil olah pikirnya sendiri. Allah telah memberikan hikmat-Nya dalam hati Salomo. Itu berarti Allah terlibat dalam pengambilan keputusan tersebut, sehingga Salomo dijauhkan dari pengambilan keputusan yang salah.

Mengambil keputusan bukan perkara mudah, apalagi jika keputusan itu berpengaruh besar terhadap orang lain. Pada titik ini kita butuh hikmat Allah. Yakobus menegaskan: "Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah ..." (Yak 1:5). Ya, mari kita memintanya kepada Allah! [YMI]

Sumber: Santapan Harian

#Bacaan hari ini Wahyu pasal 4#

Senin, 01 Maret 2021

MAHADAHSYAT CINTA 

[[Air yang banyak tak dapat memadamkan cinta, sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya. ]] (Kidung Agung 8:7)    

Cinta memiliki kekuatan mahadahsyat. Ada seorang ibu yang berjuang keras menghadapi penyakit yang mendera tubuhnya karena ia mengingat anak-anaknya yang masih kecil. Ada seorang istri yang belasan tahun tekun berdoa bagi suaminya. Ada seorang ayah yang rela mengorbankan kariernya dan menelan hinaan demi keluarganya. Apa yang membuat ibu, istri, dan ayah ini sedemikian gigih? Cinta.  

Cinta adalah daya dorong mahaampuh yang berjuang melakukan yang terbaik, menjalani kegetiran tanpa isak, melewati kepedihan tanpa keluh, menghadapi tantangan seberat apa pun dengan berserah tanpa menyerah. Cinta itu kuat seperti maut (Kidung Agung 8:6). Bahkan air yang banyak pun tidak dapat memadamkan cinta, sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya (ayat 7). Cinta tidak dapat diukur dengan materi.  

Namun, berhubung cinta adalah daya dorong yang ampuh, maka kehilangan cinta dapat menjadi kehilangan terbesar dalam hidup manusia. Seperti kata Ibu Teresa, “Penyakit paling mematikan di dunia ini bukan TBC, bukan lepra, tetapi kehilangan cinta. Banyak orang meninggal karena kurang makan, tetapi lebih banyak orang yang meninggal karena kekurangan cinta.” Bila diteliti, orang yang buruk sifatnya, pembuat onar ( kukuay, trouble maker ), dan orang yang tidak bisa bersosialisasi itu disebabkan oleh mereka kurang mendapatkan cinta kasih di masa lalu.  

Tanamlah cinta: dalam hati, pikiran, dan langkah. Pupuklah itu. Hidup kita akan terasa lebih ringan. Dunia akan terasa lebih indah. 
(Ayub Yahya) 

Sumber: Amsal Hari Ini 

#Bacaan hari ini Wahyu pasal 3#