Selasa, 31 Agustus 2021

TIDAK SIA-SIA

Bacaan: 1 Korintus 15:51-58

NATS: Berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia (1 Korintus 15:58)

Pada bulan September 2000, saya menghadiri perayaan ulang tahun ke-100 dari sebuah Sekolah Alkitab kecil di Ohio. Pada waktu sekolah itu dibuka pertama kali pada tahun 1900 dengan begitu banyak murid namun sedikit uang, beberapa pengamat berpikir sekolah itu tidak mungkin bertahan lama. Apalagi setahun kemudian, pendiri sekolah itu meninggal saat terjadi wabah tipus, dan masa depan sekolah itu tampak suram.

Seabad kemudian orang bertanya-tanya, jika pendiri sekolah itu masih hidup, mungkinkah ia akan terkejut bila mendapati sekolahnya telah berkembang. Namun tidak peduli apakah sang pendiri mengharap sekolah itu akan bertahan selama 100 tahun atau tidak, setiap orang yang menghadiri acara tersebut setuju bahwa ia pasti mengharapkan hasil yang sifatnya kekal. Ya, sebab ia tahu bahwa pekerjaan yang dilakukannya bagi Allah memiliki nilai abadi.

Kekekalan merupakan jaminan bagi Anda dan saya bila kita hidup untuk Tuhan. Pada bagian kesimpulan dari tulisan Paulus yang menggugah tentang kehidupan kekal dan kemenangan kita dalam Kristus terhadap maut, tertulis, "Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia" (1 Korintus 15:58).

Karena jerih payah kita di dalam Kristus tidak pernah sia-sia, kita didorong untuk tetap menghormati dan melayani Dia dalam segala hal yang kita lakukan. J.B. Phillips meringkasnya dengan baik saat ia berkata, "Segala sesuatu yang Anda lakukan bagi Tuhan takkan pernah hilang atau sia-sia"-DCM

PENGARUH DARI APA YANG DILAKUKAN BAGI ALLAH AKAN TETAP BERTAHAN WALAUPUN ORANG YANG MELAKUKANNYA TELAH TIADA

Sumber: Renungan Harian

Senin, 30 Agustus 2021

TIK, TIK, TIK .

Bacaan: Pengkhotbah 3:1-11

NATS: Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana (Mazmur 90:12)

Apakah Anda mempunyai jam dinding atau jam tangan yang ada jarum detiknya? Perhatikan dan ikuti jarum itu berdetik selama satu menit. Dengan detik-detik itu kita menghitung waktu. Waktu adalah bagian terpenting dalam hidup kita. Setelah jangka waktu 75 tahun, semua jam di dunia ini telah berdetik sebanyak hampir 2,5 miliar kali.

Bernard Berenson, seorang kritikus seni bertaraf internasional, mempunyai semangat hidup yang tinggi. Bahkan dalam keadaan sakit ia tetap menghargai waktu yang ada. Sesaat sebelum meninggal dunia pada usia 94 tahun, ia berkata kepada seorang temannya, "Saya ingin berdiri di ujung jalan dengan topi di tangan, dan meminta setiap pejalan kaki yang lewat agar menjatuhkan setiap menit yang tidak mereka gunakan ke dalamnya." Melihat sikapnya itu, hendaknya kita sadar betapa pentingnya kita belajar menghargai waktu!

Tentu saja kita tak ingin menjadi orang yang terlalu ‘diburu waktu’ sehingga menjadi gila kerja, tidak mengacuhkan keluarga, tak pernah bersantai bersama teman-teman, atau terlalu sibuk untuk sekadar mencium wanginya bunga mawar atau mengagumi indahnya matahari terbenam. Yang jelas, Paulus mengingatkan kita agar selalu menggunakan waktu yang ada (Efesus 5:15-16). Musa juga pernah berdoa, "Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana" (Mazmur 90:12).

Marilah kita memohon pertolongan Tuhan agar dapat menghargai waktu. Semoga kita dapat menggunakan setiap detik, menit, jam, dan hari dalam hidup kita dengan bijaksana sambil menyadari bahwa di balik waktu yang kita miliki terdapat kekekalan --VCG

CARA MENGGUNAKAN WAKTU SECARA BIJAKSANA ADALAH DENGAN MENGINVESTASIKANNYA BAGI KEKEKALAN

Sumber: Renungan Harian

Minggu, 29 Agustus 2021

Selembar Uang Kertas Di Dalam Sepatu

1 Timotius 6:17 Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati.

Suatu sore, seorang anak remaja berjalan-jalan bersama ayahnya. Ketika mereka melihat sepasang sepatu usang di tepi jalan, mereka yakin sepatu tersebut milik seorang pekerja rendahan yang bekerja di hutan. Anak itu berpaling pada ayahnya seraya berkata, “Ayo kita sembunyikan sepatunya, lalu bersembunyi di balik semak-semak dan lihat apa akan terjadi.”

Ayahnya menjawab, “Anakku, kita tidak seharusnya bersenang-senang dengan mempermainkan orang miskin. Kamu bisa melakukan sesuatu yang lebih baik, dan mendatangkan kesenangan yang lebih besar dalam dirimu. Mari kita masukkan uang ke dalam kedua sepatu usangnya. Setelah itu, kita bersembunyi untuk melihat reaksi orang tersebut.”

Anak remaja itu pun melakukan apa yang dikatakan ayahnya, lalu mereka bersembunyi di balik semak-semak.

Tak lama kemudian, si empunya sepatu keluar dari hutan dan bergegas mengambil sepatunya. Ketika memasukkan salah satu kakinya, ia merasakan ada sesuatu yang mengganjal. Ia merogoh ke dalam sepatu dan nampak terkejut serta keheranan karena ada uang di dalam sepatunya.

Ia mengambil uang tersebut dari dalam sepatunya dan menatapnya. Kemudian melihat ke sekeliling apakah ada orang di sekitarnya. Tapi, ia tidak melihat seorangpun disana. Lalu ia memasukkan uang tersebut ke kantongnya, sambil memasang sepatu lainnya. Lagi-lagi ia terkejut karena ada uang di dalam dalam sepatunya yang lain.

Perasaan haru menguasainya, ia jatuh tersungkur dan menengadah ke langit. Doa ucapan syukur terdengar jelas dari mulutnya. Ia berseru mengenai istrinya yang sakit, dan anaknya yang kelaparan karena tak ada uang. Ia bersyukur atas kemurahan yang Tuhan berikan melalui orang yang ia tidak ketahui.

Melihat hal itu, si anak meneteskan air mata. Ia berpaling pada ayahnya seraya berkata, “Ayah telah memberiku pelajaran yang takkan kulupakan.”

Terkadang Roh Kudus juga mengingatkan kita untuk berbuat hal yang mulia seperti ayah sang anak seperti kisah di atas. Namun pilihannya ada di tangan Anda. Apakah Anda mau berbuat baik, atau tidak.

Sumber: Renungan Jawaban.com

Sabtu, 28 Agustus 2021

JANGAN MENUNDA-NUNDA!

Bacaan: Yakobus 4:13-17

NATS: Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap (Yakobus 4:14)

Penginjil D.L. Moody bercerita tentang seorang pendeta yang sedang mempersiapkan khotbah tentang pentingnya menerima Yesus tanpa menunda-nunda. Setelah berkutat beberapa saat dalam persiapannya, pendeta itu pun kelelahan lalu tertidur di kursinya dan bermimpi aneh. Dalam mimpinya ia mendengar percakapan yang terjadi di antara beberapa roh jahat. Mereka berunding untuk merancang sebuah rencana jahat yang akan menyeret manusia di dunia ini ke neraka.

Salah satu dari roh jahat itu berkata, "Katakan kepada manusia bahwa Alkitab itu bukan Firman Allah sehingga tak dapat dipercaya." Yang lain menyahut, "Itu saja tidak cukup." Roh jahat yang kedua angkat bicara, "Katakan kepada mereka bahwa Allah tidak ada, bahwa Yesus hanyalah orang yang baik, dan bahwa sesungguhnya tak ada surga ataupun neraka." Namun yang lain kembali menolak usulan itu. Pada akhirnya, roh jahat yang ketiga berkata, "Katakan saja kepada manusia bahwa Allah, Juruselamat, surga, dan neraka memang ada. Tetapi mari kita yakinkan mereka bahwa mereka masih punya banyak waktu di dunia untuk diselamatkan sewaktu-waktu. Lalu, doronglah mereka untuk menunda keputusan menerima Dia." "Setuju!" sambut yang lain dengan sangat gembira.

Banyak orang akan menjalani hidup kekal di neraka karena menunda-nunda dan berpikir bahwa mereka dapat menerima Kristus "besok". Namun hari esok yang mereka maksudkan tak pernah kunjung tiba. Jangan ikuti jejak mereka. Terimalah Kristus hari ini juga!--RWD

Come to the Savior, make no delay --
Here in His Word He's shown us the way;
Here in our midst He's standing today,
Tenderly saying, "Come!" --Root

SETAN BERKATA, "TUNDALAH!"
TETAPI ALLAH BERKATA, "JANGAN MENUNDA-NUNDA!"
Doa Mengubah Segala Sesuatu

Bacaan Alkitab hari ini:
2 Raja-raja 6

Bacaan Alkitab hari ini mengingatkan kita pada lagu yang berjudul, “Doa Mengubah Segala Sesuatu”. Bunyi kalimat pertama dari lirik lagu itu adalah, “Saat keadaan sekelilingku ada di luar kemampuanku. Kuberdiam diri mencari-Mu. Doa mengubah segala sesuatu.” Dalam setiap keadaan, jika kita membawa masalah kita ke hadapan Tuhan, doa bisa mengubah segala sesuatu.

Bacaan Alkitab hari ini membahas kondisi saat bangsa Aram sedang berperang melawan bangsa Israel. Raja Aram murka karena setiap siasat penghadangan untuk membunuh raja Israel selalu gagal. Hal itu terjadi berkali-kali (6:8-11). Ia mengira bahwa ada pegawainya yang berkhianat dengan membocorkan semua rencananya. Salah seorang pegawainya memberi tahu bahwa sebenarnya Elisa-lah yang membocorkan semua rencana penghadangan itu. Raja Aram yang murka itu lalu memerintahkan sepasukan tentara beserta kuda dan keretanya untuk menangkap Nabi Elisa. Pasukan itu tiba di Dotan—tempat Elisa tinggal—pada waktu malam, dan langsung mengepung kota itu (6:13-14). Karena jumlah mereka sangat banyak, tidak ada celah bagi Nabi Elisa untuk meloloskan diri dari kepungan tentara Aram. Saat bangun, pelayan Nabi Elisa kaget melihat banyaknya tentara yang mengepung mereka. Ketika dia melaporkan situasi genting itu kepada majikannya, Nabi Elisa tidak panik. Dia berkata kepada pelayannya, “Jangan takut, sebab lebih banyak yang menyertai kita dari pada yang menyertai mereka” (6:15-16). Dia berdoa agar Tuhan membuka mata bujangnya, sehingga bujangnya bisa melihat bahwa gunung tempat mereka tinggal itu dikelilingi oleh kuda dan kereta berapi (6:17). Dengan cara yang ajaib, Tuhan melepaskan Elisa dari kepungan tentara Aram, dan tentara Aram tidak berani lagi datang menyerang (6:18-23).

Kisah di atas mengingatkan kita tentang apa yang harus kita lakukan saat permasalahan hidup datang melanda. Walau bukan berbentuk pasukan tentara, masalah hidup itu seperti mengepung kita. Jangan putus asa! Masih ada Tuhan yang sanggup menolong!  Apakah Anda merasa gelisah, takut, dan panik saat masalah berat datang melanda? Ketakutan muncul bila kita tidak membawa masalah itu kepada Tuhan dalam doa. Bawalah setiap masalah hidup Anda kepada-Nya! Ingatlah bahwa doa bisa mengubah keadaan! [Pdt. Souw Suharwan]

Sumber: Renungan GKY

Jumat, 27 Agustus 2021

Refleksi Diri

Bacaan: 2 SAMUEL 12:1-25

Kemudian berkatalah Natan kepada Daud: "Engkaulah orang itu! Beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Akulah yang mengurapi engkau menjadi raja atas Israel dan Akulah yang melepaskan engkau dari tangan Saul." (2 Samuel 12:7)

Apakah reaksi spontan Anda jika ada pemimpin kristiani yang Anda kagumi tepergok jatuh dalam dosa? Biasa-biasa saja karena itu urusan pribadi yang tidak perlu terlalu dipersoalkan dan biasa untuk era sekarang? Atau marah sekali karena dia bersikap munafik? Mungkin Anda berpendapat bahwa dia sangat tidak pantas berperilaku seperti itu? Sedih karena Anda kehilangan figur panutan yang dapat Anda banggakan? Anda turut menanggung malu?

Mendengar kisah yang diceritakan Nabi Natan, Raja Daud marah besar kepada sang tokoh cerita. Orang kaya yang memiliki sangat banyak kambing domba dan lembu sapi dalam kisah itu tega menyuguhkan tamunya domba semata wayang milik si miskin. Sikap tamak dan penindasan sangatlah dibenci Daud. Namun reaksi marah berlebihan memperlihatkan bahwa orang seperti Daud pun dapat dibutakan nuraninya oleh dosa. Daud justru marah kepada orang lain dan bukan sedih oleh dosanya sendiri. Betapa tertamparnya Daud ketika Natan menunjuk dirinya sebagai orang kaya tersebut. Daud pun tersadar, mengakui dosanya dan memohon pengampunan (ay. 13).

Ketika menyaksikan orang terjatuh dalam dosa, maka yang kita lakukan harusnya adalah melakukan refleksi diri. Adakah kita juga telah berdosa dan belum menyesali serta bertobat di hadapan Tuhan? Setelah itu barulah kita dapat bereaksi secara tepat sesuai kasih Kristus. Entah kita menegur rekan kita yang berdosa, menunjukkan keprihatinan kita, atau menghibur mereka yang tergoncang dan kecewa. Kita dapat melakukannya dengan lebih tepat. --HEM/www.renunganharian.net

REFLEKSI DIRI DIPERLUKAN KETIKA MENYAKSIKAN KEJATUHAN ORANG LAIN. MARI BERESPONS SESUAI DENGAN KASIH KARUNIA KRISTUS YESUS.

Kamis, 26 Agustus 2021

PEMBERIAN ALLAH

[[Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. ]] (Yohanes 3:16)

Dua pengamen kecil naik ke bus yang saya tumpangi, menyanyikan lagu sambil membunyikan alat musik seadanya. Tidak merdu. Saya memberi selembar uang. Saya melihat ekspresi terkejut saat mereka turun dan menemukan nilai uang yang saya berikan cukup besar dibandingkan dengan yang biasa mereka terima. “Mbak, uangnya kebanyakan,” teriak salah seorang di antaranya sambil mengejar bus saya. Ketika saya mengisyaratkan bahwa pemberian itu memang untuk mereka, mereka senang sekali dan bersorak gembira.

Apa hubungannya dengan perkataan Tuhan Yesus kepada Nikodemus, juga kepada kita? Dia menyampaikan bahwa Terang telah datang ke dalam dunia. Alasan Terang, yaitu Tuhan Yesus sendiri, hadir ke dunia adalah karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini dan Allah tidak ingin orang yang percaya kepada-Nya binasa. Manusia memerlukan Allah dan Allah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal untuk kita. Pemberian Allah bagi kita ”terlalu” banyak, bahkan saat kita tidak layak menerima apa pun kecuali kebinasaan. Sayang sekali, kita cenderung lebih menyukai kegelapan daripada Terang.

Dua pengamen itu mengingatkan pada nada sumbang hidup saya dan bahwa yang saya terima melebihi apa yang sepatutnya saya dapatkan, yakni Tuhan Yesus. Tetapi, ungkapan syukur dan kegembiraan mereka begitu nyata, sedangkan saya masih harus banyak belajar untuk bersyukur atas kasih Allah yang besar dan berlaku bagi kita sebagai anak terang yang oleh pengurbanan Tuhan Yesus, kita menerima pembenaran. Semoga Tuhan memampukan saya, juga Anda! (Sicillia Leiwakabessy)

Sumber: Amsal Hari Ini

Rabu, 25 Agustus 2021

Belajar Dari Pohon Kurma

Mazmur 119:71, 73 “Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu. Tangan-Mu telah menjadikan aku dan membentuk aku, berilah aku pengertian, supaya aku dapat belajar perintah-perintah-Mu.”

Mari belajar sedikit tentang proses pertumbuhan sebatang pohon kurma. Ketika hendak bertumbuh, pohon kurma harus mengalami hal-hal sulit yang sangat menyakitkan.

Setelah benihnya ditanam di dalam tanah, sang petani kurma akan meletakkan sebuah batu besar di atasnya dengan sengaja. Hal ini tentu menyulitkan benih itu untuk bertumbuh.  Tapi rintangan itu tidak membuatnya mati.

Karena tidak bisa tumbuh ke atas, benih kurma mulai merambah ke bawah. Akarnya bekerja keras dan pantang menyerah selama berbulan-bulan lamanya untuk menembus tanah tandus sampai ia berhasil menemukan sumber mata air.

Kemudian sang akar akan mengisap air sebanyak-banyaknya, sehingga akar itu akan mulai membesar dan kuat sampai pada waktunya benih kurma akan tumbuh ke atas dan menggulingkan batu besar yang selama ini telah menindihnya.

Setelah berhasil menggulingkan batu, benih itu akhirnya bisa bertumbuh dengan leluasa. Batangnya akan menjulang tinggi seperti pohon kelapa yang kuat, dan tidak tergoyahkan sekalipun harus hidup dengan diterpa badai di padang pasir yang gersang.

Pada saat pohon kurma sudah besar, ia akan menjadi tempat berteduh bagi para pengembara di padang gurun. Buahnya yang manis pun dapat dinikmati oleh mereka.

Saat sudah tua, batang pohon kurma bisa dimanfaatkan menjadi kayu untuk bahan bakar. Serabut batang dan daunnya pun bisa diolah menjadi tas, keranjang, pelana unta, kertas bahkan menjadi perabotan.

Saudara, marilah kita belajar dari pohon kurma ini. Ada kalanya Tuhan mengijinkan kita mengalami beban atau masalah yang sangat berat. Namun sebesar apapun masalah itu, jangan pernah berhenti ataupun menyerah. Tetaplah bertahan dan mencari hadirat Tuhan, yang merupakan sumber mata air, sehingga akar iman kita menjadi kuat dan dapat menggulingkan semua masalah. Lebih dari itu, kita juga bisa menjadi berkat bagi setiap orang yang membutuhkan. Tetap semangat karena selalu ada jalan keluar di dalam Tuhan Yesus!

Sumber: Renunhan Jawaban.com

Selasa, 24 Agustus 2021

KEKAYAAN YANG SEJATI

[[Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. ]] (1 Timotius 6:6)

Dosen saya pernah melakukan kunjungan misi ke negeri Tiongkok. Di sana ia mengunjungi kelompok orang Kristen di pedesaan yang hidup sederhana. Kondisi daerah mereka tentu kontras dengan Singapura, tempat dosen saya hidup, tempat yang sarat pencakar langit dengan lingkungan serbamodern dan mewah. Merasa tidak enak melihat keadaan mereka, ia berusaha mengucapkan penghiburan, “Wah, saya bersimpati melihat keadaan hidup kalian yang sukar, bergumul dengan kebutuhan....” Ucapannya disela oleh mereka, “Lo, kami memang tidak punya banyak barang, tetapi juga tidak punya kekhawatiran. Malah kalian di sana, di kota besar, tentu banyak kesukaran, kekhawatiran, dan berbagai kebutuhan.”

Paulus dalam suratnya kepada Timotius juga mengingatkan tentang kekayaan dari kesederhanaan. Intinya, Paulus mengingatkan Sebab kita tidak membawa apa-apa waktu lahir, juga tidak waktu mati nanti. Asalkan kebutuhan pokok kita terpenuhi, cukuplah. Persis seperti komentar jemaat Kristen di Tiongkok tersebut.

Sebetulnya orang kaya yang sesungguhnya adalah orang yang bisa merasa cukup dengan apa pun yang diberikan oleh Tuhan. Tidak berarti kita harus hidup miskin, tetapi rasa cukup itulah yang membawa kemerdekaan untuk kita hidup bebas dari kekhawatiran dan merdeka untuk memberi.

Lihatlah apa yang kita punyai sekarang, apakah kita bisa mensyukurinya? Apakah kita merasa cukup dengan apa yang kita miliki? Apakah kita bebas dari kekhawatiran akan materi, percaya bahwa Tuhan akan selalu mencukupi kebutuhan kita? (Henry Sujaya Lie)

Sumber: Amsal Hari Ini

Senin, 23 Agustus 2021

Gantilah Pola Pikir Yang Lama

Efesus 4:17-32; Yehezkiel 11:19

”supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu” (Efesus 4:23)

Di ayat lainnya dengan nada yang sama, bisa ditemukan di Roma 12:2; 2 Korintus 5:17; Kolose 3:9-10. Pada ayat-ayat tersebut menegaskan bahwa kita harus mengalami pembaharuan di dalam pikiran kita dan berjalan sebagai manusia baru. Jadi pikiran kita harus terbentuk sesuai dengan firman Allah.

Penting sekali dipahami bahwa pola pikir kita yang lama itu harus benar-benar diganti dengan yang baru. Dan proses ini bukanlah proses ”sim salabim” alias seketika itu juga, melainkan ada waktunya.

Pikiran kita adalah bagian dari jiwa kita dan merupakan "Pusat" daripada segala pengontrolan tubuh fisik kita. Roma 12:2 diterjemahkan dari Amplified Bible dikatakan, “Jangan menjadi serupa dengan dunia ini, sistem yang bekerja di dunia ini, jangan mengadaptasi cara duniawi, tetapi hendaklah kita berubah dengan cara memperbaharui pikiran kita seluruhnya oleh sikap yang baru, sehingga kita bisa buktikan pada diri kita sendiri, betapa baiknya, berkenannya dan sempurnanya kehendak Allah itu."

Jadi arti hidup baru adalah memperoleh ide-ide baru dan sikap baru (sesuai firman) dan melepaskan sikap lama. Dan bukti sah bahwa kita telah menjadi ciptaan baru adalah adanya "perubahan", bukan sekedar memperoleh pengetahuan baru yang kita pelajari di gereja atau seminar, walau pengetahuan yang kita peroleh itu baru tetapi tidak membuat kita menjadi ciptaan baru! Kita harus mengimplementasikan apa yang kita baru pelajari baru kita bisa masuk ke dalam realitanya.

Jangan lupa pula bahwa pikiran kita itu perlu makan. Masalahnya adalah makanan apa yang kita berikan kepada pikiran kita? Kalau kita suka menonton tv atau membaca buku-buku yang tidak berguna, maka pikiran kita akan terbentuk sesuai dengan apa yang masuk ke dalam pikiran kita. Tetapi kalau kita suka membaca Alkitab dan merenungkannya, maka pikiran kita akan menjadi seperti pikiran Kristus.

Renungan :
Biasakan diri kita memberi makanan yang tepat kepada pikiran kita, supaya hidup kita dapat ditransformasikan kepada hidup yang semakin berkenan kepada Tuhan.

Pikiran kita adalah diri kita yang sebenarnya.

Sumber: Renungan Bethany Graha

Minggu, 22 Agustus 2021

Perahu Layar dan Arah Angin

Yosua 1:9 Bukankah telah Kuperintahkan kepadamu: kuatkan dan teguhkanlah hatimu? Janganlah kecut dan tawar hati, sebab TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke mana pun engkau pergi.

Pernahkah Anda mengamati perahu layar yang sedang berada lautan?

Menurut Anda, mana yg lebih menentukan arah perahu layar tersebut, arah angin atau arah layar?

Tentu saja arah layar!

Terbukti, saat ada angin kencang bertiup dari arah Selatan, tapi tetap saja perahu tersebut bisa bergerak ke arah Barat atau Timur. Bahkan, seorang pelaut yang berpengalaman bisa berlayar ke arah yang bertentangan dengan arah angin itu. Pelaut tersebut memang tidak bisa mengubah arah angin, tapi dia bisa mengubah arah layarnya menuju tempat yang dikehendakinya.

Yang menentukan tercapai tidaknya tujuan hidup kita bukanlah arah angin, yaitu badai topan situasi dan kondisi yang terjadi di sekeliling kita. Yang menentukan adalah arah layar yaitu adalah keputusan kita dalam situasi dan kondisi tersebut.

Kadang kita diperhadapkan pada situasi & kondisi yang bertentangan dengan tujuan kita. Masalah, pergumulan, sakit penyakit, tekanan hidup dan situasi di sekeliling kita bisa menjauhkan kita dari tujuan yang ingin dicapai. Namun ingat, hidup adalah pilihan. Arah layar yang menentukan, bukan arah angin.

Kita tidak bisa menolak datangnya masalah. Meski demikian kita bisa mengubah arah layar. Kita bisa mengubah masalah menjadi berkah. Ke mana arah angin tidak terlalu penting. Yang penting adalah bagaimana kita mengarahkan layar kita.

Tetapi saat kita berlayar, jangan pernah lupa untuk melibatkan Tuhan sebagai pemimpin dari perjalanan Anda. Karena hanya beserta Dia saja kita akan berhasil.

Hak cipta LR, dari berbagai sumber

Sabtu, 21 Agustus 2021

Sumber: My Utmost (B. Indonesia)

Yesus memanggil kedua belas murid-Nya .... — Lukas 18:31

Persahabatan Luar Biasa Allah

Alangkah luar biasanya Allah memercayai kita! Apakah Anda berkata, “tetapi Dia telah bersikap tidak bijaksana dalam memilihku, karena tidak ada yang baik dalam diriku dan aku tidak berharga”.

Justru itulah sebabnya Dia memilih Anda. Selama Anda menyangka bahwa Anda berharga bagi-Nya, Dia tidak dapat memilih Anda karena Anda mempunyai maksud-maksud Anda sendiri untuk melayani. Akan tetapi, jika Anda mau mempersilakan Dia membawa Anda sampai ke batas akhir kekuatan (self-sufficiency) Anda sendiri, baru Dia dapat memilih Anda untuk pergi bersama Dia “ke Yerusalem” (Lukas 18:3 1). Dan itu berarti penggenapan maksud-maksud yang tidak dibahas-Nya dengan Anda.

Kita cenderung berkata bahwa karena seseorang mempunyai kemampuan bawaan/lahiriah, dia akan menjadi orang Kristen yang baik. Masalahnya bukanlah kelengkapan kita, melainkan kemiskinan kita; bukan apa yang kita bawa, melainkan apa yang ditaruhkan Allah ke dalam kita; bukan soal kebaikan lahiriah, atau kekuatan watak, pengetahuan, atau pengalaman  - semua itu tidak berguna dalam hal ini. Satu-satunya hal yang berharga ialah diikutsertakan dalam maksud Allah yang sesungguhnya dan dijadikan sahabat-Nya (lihat 1 Korintus 1:26- 31). Persahabatan Allah adalah dengan orang-orang yang menyadari kemiskinannya. Allah tidak dapat melaksanakan apa pun dengan orang yang menyangka dirinya bermanfaat bagi Allah.

Sebagai orang Kristen kita berada di sini, di dunia ini, sama sekali bukan untuk maksud kita sendiri, melainkan untuk maksud Allah. Kita tidak mengetahui apa maksud Allah yang sesungguhnya yang harus menjadi sasaran kita, tetapi apa pun yang terjadi, kita harus memelihara hubungan kita dengan Dia. Kita tidak boleh membiarkan apa pun merusak hubungan kita dengan Allah. Akan tetapi, jika sesuatu merusaknya, kita harus meluangkan waktu untuk langsung membereskannya.

Aspek terpenting dari Kekristenan bukanlah pekerjaan yang kita lakukan, melainkan hubungan yang kita pelihara, pengaruh ke sekitarnya, serta kualitas yang dihasilkan oleh hubungan itu. Itulah  yang Allah minta untuk kita untuk perhatikan, dan justru hal itu pula yang terus-menerus di bawah serangan.

Jumat, 20 Agustus 2021

MELIHAT LEBIH LUAS

[[Tetapi Tuhan menyertai Yusuf dan melimpahkan kasih setia-Nya kepadanya. ]] (Kejadian 39:21a).

Suatu pagi saya menerima e-mail yang berisi kartun Jepang. Panil pertama menggambarkan seseorang yang berdoa minta perlindungan Tuhan. Ternyata kemudian ia terkena lemparan batu dari belakang. Ia marah, protes mengapa hal itu terjadi padanya. Sewaktu menengok ke belakang, ia sangat terkejut. Ia melihat Tuhan Yesus sedang menahan serangan berbagai lemparan batu untuk melindunginya.

Kita kadang merasa sudah menjalani hidup dengan benar, tetapi toh masih tertimpa musibah. Kita bisa belajar dari Yusuf dalam hal ini. Sejak muda ia mengalami banyak masalah bukan karena kesalahannya. Mulai dari dimasukkan ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya, dijual sebagai budak belian, sampai dipenjara karena ia taat kepada Tuhan dan tidak mau mengkhianati Potifar, tuannya. Bayangkan! Dia berusaha setia di jalan Tuhan, tetapi penderitaan masih menghampirinya. Walapun demikian, Tuhan menyertainya dan melimpahkan kasih setia-Nya kepadanya (ayat 21a). Sungguh indah! Kisahnya berakhir dengan bahagia. Ia menjadi orang nomor dua di Mesir sehingga ia dapat menolong keluarganya, bahkan menolong bangsanya.

Jika kita mengalami musibah, lihatlah gambaran kehidupan kita yang lebih luas. Bukan saja Tuhan selalu melindungi dan menyertai kita, ternyata Tuhan juga memberi kekuatan dan jalan keluar dari permasalahan tersebut. Apa pun yang Tuhan izinkan menimpa kita, percayailah itu untuk kebaikan kita, agar kita lebih kuat di dalam menghadapi kehidupan.
(Eddy Nugroho)

Sumber: Amsal Hari Ini

Kamis, 19 Agustus 2021

KETIKA TUHAN MENUNGGU

[[Aku menanti supaya dihasilkannya buah anggur yang baik, mengapa yang dihasilkannya hanya buah anggur yang asam? ]] (Yesaya 5:4b)

Pernahkah terlintas dalam pikiran kita bahwa Tuhan menunggu? Kita membayangkan, dalam kemahakuasaan-Nya, Allah dapat menjadikan segala sesuatu dengan secepat kilat. Mengapa harus menunggu?

Bahwa Tuhan mau menunggu, hal itu tidak bertentangan dengan kemahakuasaan-Nya. Dia menunggu karena dalam kemahakuasaan-Nya Dia memilih bertindak demikian. Dia menetapkan Israel menjadi kebun anggur-Nya. Dia telah mencangkul, membuang batu-batu, mendirikan menara jaga dan menanam pokok anggur pilihan (ayat 2). Dia telah melakukan semua yang diperlukan untuk menumbuhkan pokok anggur pilihan itu. Maka dari itu, Dia menanti sampai musim tuai tiba. Tetapi sayang, Israel justru menghasilkan buah yang asam berupa kelaliman dan keonaran (ayat 7).

Bagaimana dengan kita pada masa kini? Sejak kita menerima Kristus, sesungguhnya hidup kita sangat istimewa, bagai pokok anggur pilihan. Sang Pemilik kebun anggur telah mengupayakan semua yang terbaik, dan Dia menanti kita menghasilkan buah anggur pilihan. Tetapi, pokok anggur yang telah ditanam itu tidak boleh asal tumbuh. Dia harus bertumbuh dengan baik untuk menghasilkan buah yang lebat dan manis.

Tuhan dengan sabar menanti kita menghasilkan buah anggur pilihan. Tidak sepatutnya kita memanfaatkan kesabaran-Nya itu dengan menunda-nunda. Sekaranglah waktunya untuk berbuah. Berbuahlah dengan lebat dan manis melalui tutur kata, pikiran, dan sikap yang menjadi berkat bagi banyak orang. Kiranya Pemilik kebun anggur dipermuliakan melalui hasil kebun anggur-Nya. (Helen Aramada)

Sumber: Amsal Hari Ini

Rabu, 18 Agustus 2021

YANG MENGGERAKKAN HATI?

Bacaan: 1 Yohanes 3:16-24

NATS: Marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran (1 Yohanes 3:18)

Dalam memperkenalkan orang-orang kepada Kristus, kita tidak boleh lupa bahwa Roh Kudus juga dapat menggunakan keadaan yang tidak menyenangkan untuk membuat mereka menyadari kebutuhan rohani mereka. Dia mungkin juga menggunakan keadaan itu untuk menolong kita menceritakan tentang kasih Kristus kepada mereka.

Pengarang Jennifer Ress-Larcombe merasa terbeban terhadap tetangganya yang bernama Diana, tetapi ia merasa sulit mendekatinya. Suatu sore saat ia dan beberapa teman sedang berdoa untuk Diana, tiba-tiba bel pintu berdering. Ternyata suami Diana. Ia tampak putus asa. Baru-baru ini Diana mengalami kecelakaan sehingga tulang kaki dan persendiannya patah. Itu sebabnya ia tidak akan dapat berjalan untuk beberapa bulan. "Dapatkah kalian mencarikan seseorang yang dapat membantu mengerjakan pekerjaan rumah setiap hari?" ia bertanya.

Antara sedih sekaligus bersyukur untuk kesempatan ini, Jennifer dan temannya mulai memasak, membersihkan rumah dan berbelanja untuk Diana. Beberapa bulan kemudian, ia melihat Diana membaca Alkitab. Diana menerangkan "Saya ingin tahu apa yang membuat kalian, orang-orang Kristen, tergerak menolong saya. Makanya saya minta suami saya membeli Alkitab ini." Lalu suami-istri itu mulai datang ke gereja Jennifer, dan akhirnya menerima Kristus.

Apakah Anda terbeban melihat seseorang yang membutuhkan Tuhan? Tetaplah berdoa dan mengasihi orang itu "dengan perbuatan dan dalam kebenaran" (1 Yohanes 3:18). Bila ia bertanya-tanya apa yang membuat hati Anda tergerak untuk menolong, mereka akan menemukan bahwa Yesus-lah sebabnya!-JEY

SUATU ULURAN TANGAN DAPAT MEMBUKA PINTU HATI ORANG TERHADAP INJIL

Sumber: Renungan Harian

Selasa, 17 Agustus 2021

Tiga Area Dalam Hidup Orang Percaya yang Harus Dimerdekakan

Yohanes 8: 32 dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.

Firman Tuhan menyampaikan bahwa manusia diciptakan menurut gambar Allah. Sebagai ciptaan Tuhan yang tertinggi, dalam dijadikan serupa dengan gambar-Nya, manusia diberikan kebebasan.

Tahukah Anda, kebebasan inilah yang menjadi dasar mengapa sebuah bangsa juga harus merdeka. Karena kemerdekaan itu membebaskan kita dari segala tirani maupun perbudakan.

Saat Indonesia dijajah oleh negara lain, tak seorang pemimpin bisa menjalankan pemerintahannya dengan mandiri. Bahkan banyak diantaranya yang dijadikan budak dan pekerja. Kemudian sekelompok pemuda dengan berani berdiri melawan penjajah sampai dalam proses panjangnya, Indonesia akhirnya mengecap kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Saat itu, semua orang merasa bangga dengan kemerdekaan itu.

Lalu bagaimana kita mendefinisikan kemerdekaan atas hidup kita? Apakah kita sudah benar-benar mengalami kemerdekaan seperti saat bangsa kita merebut kemerdekaan dari tangan penjajah?

Sebagai pribadi, biasanya kita akan mengaitkan kemerdekaan tentang hak, impian, status, dan ambisi-ambisi hidup kita. Tapi apakah kemerdekaan kita terletak pada hal-hal tersebut?

Dalam Yohanes 8: 32, Yesus menyampaikan tentang bentuk kemerdekaan yang lebih dalam, kemerdekaan yang berkaitan dengan tubuh, jiwa dan roh kita. Tuhan mau membebaskan kita dari semua bentuk ikatan atau belenggu yang berusaha mencegah kita untuk menjadi seperti apa yang Dia inginkan.

Area pertama yang harus dimerdekakan dalam diri kita adalah pikiran. Pikiran bisa menawan kita dengan segala logikanya yang berbanding terbalik dengan pemikiran Tuhan. Pikiran yang salah bisa membuat kita menjadi tukang kritik, pemberontak dan menempatkan diri sebagai korban atas kondisi dan kehidupan ini.

Karena itulah, kita perlu menemukan kebenaran bukan dari logika kita yang bisa sangat menyesatkan, tetapi dari kebenaran firman Tuhan yang membebaskan.

Kedua, kita perlu dimerdekakan dari praktik-praktik dosa. Kita bisa memulainya dengan pemahaman yang tepat tentang siapa kita di dalam Kristus. Sebagai anak-anak Allah, kita punya kuasa dan janji Ilahi-Nya bahwa ‘Tuhan sudah menyediakan segala sesuatu yang kita perlukan untuk menjalani kehidupan kita (2 Petrus 1: 3-4). Roh Kudus yang ada di dalam kita akan selalu menolong kita untuk lepas dari segala belenggu perbudakan atas dosa.

Ketiga, kita butuh dimerdekakan dari ikatan emosional. Salah satu tanda ikatan emosional adalah ketidakmampuan kita menaklukkan dosa tertentu. Kita mungkin membenci dosa yang kita lakukan tetapi seakan tak berdaya untuk berhenti karena kita tidak menyadari bahwa emosilah yang memicunya. Satu-satunya cara untuk bebas adalah meminta Tuhan untuk menyelidiki hati kita dan menunjukkan kepada kita kebenaran akan siapa kita (Mazmur 139: 23-24).

Apakah Anda bergumul dengan beberapa bentuk ikatan emosional? Itu bisa dalam bentuk ketakutan, kecemasan, rasa tidak mau mengampuni, kepahitan atau kecemburuan. Atau mungkin Anda dibebani oleh perasaan gagal, tidak berharga, ditolak atau merasa tidak aman? Tuhan mau membantu Anda untuk bebas dan mengalami kemerdekaan di dalam Dia. Maukah Anda meminta Dia untuk mengungkapkan dan menyembuhkan setiap area ikatan emosional yang mungkin menghalangi hidup Anda? Sebagai orang yang percaya, Anda sudah diampuni, diterima dan dikasihi.

Menjadi pribadi yang merdeka sama halnya dengan menjadi sebuah negara yang merdeka, kita tidak lagi harus menjadi budak orang lain. Tetapi kita berani mengklaim identitas kita di dalam Kristus dan berjalan dijalan-Nya dan mengalami kebebasan yang sejati.

Hak cipta Jawaban.com, dari berbagai sumber.

    

Senin, 16 Agustus 2021

Mengatasi Iri Hati

Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa. –1 Samuel 18:7

Ayat Bacaan & Wawasan:
1 Samuel 18:5-9

Dalam film Amadeus, komponis veteran Antonio Salieri memainkan sejumlah karya musiknya dengan piano untuk seorang imam yang datang mengunjunginya. Sambil menahan malu, sang imam mengakui bahwa ia tidak mengenali lagu-lagu yang dimainkan. “Bagaimana dengan yang ini?” tanya Salieri, sambil memainkan melodi yang langsung akrab di telinga. “Saya baru tahu kalau itu karya Anda,” kata sang imam. “Ini bukan karya saya”, jawab Salieri. “Itu karya Mozart!” Film itu kemudian mengungkapkan bagaimana kesuksesan Mozart ternyata membangkitkan iri hati yang sangat kuat dalam diri Salieri—bahkan membuatnya ikut berperan dalam menyebabkan kematian Mozart.

Ada kisah lain tentang iri hati yang juga melibatkan sebuah lagu. Setelah kemenangan Daud atas Goliat, orang Israel bernyanyi dengan penuh semangat, “Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa” (1 Sam. 18:7). Raja Saul yang mendengar lagu itu tidak terima dibandingkan dengan Daud. Karena iri terhadap keberhasilan Daud dan takut kehilangan takhtanya (ay.8-9), Saul pun memburu-buru Daud dan berusaha membunuhnya.

Sama seperti Salieri dalam hal musik dan Saul dalam hal kekuasaan, kita sendiri biasanya merasa iri terhadap mereka yang dikaruniai bakat serupa dengan kita tetapi jauh lebih berhasil. Bisa jadi kita pun merancang siasat untuk merugikan “saingan” kita itu, baik dengan mencari-cari kesalahannya atau dengan mengecilkan keberhasilan mereka.

Sebenarnya Saul sudah dipilih Allah untuk menjadi pemimpin (10:6-7, 24), dan ini adalah status yang seharusnya memberi rasa aman daripada perasaan iri dalam dirinya. Karena setiap dari kita juga memiliki panggilan kita masing-masing (Ef. 2:10), mungkin cara terbaik untuk mengatasi iri hati adalah dengan berhenti membandingkan diri dengan orang lain. Sebaliknya, marilah kita mensyukuri keberhasilan orang lain (Sheridan Voysey).

Renungkan dan Doakan
Terhadap siapa Anda merasa iri? Bagaimana Anda dapat berubah dan ikut mensyukuri keberhasilannya?

Allah Mahakasih, aku mengucap syukur kepada-Mu atas keberhasilan yang dicapai oleh para sahabat dan rekan-rekan sekerjaku yang lain.

Sumber: Our Daily Bread Ministries

Minggu, 15 Agustus 2021

Mengasihi dengan Tindakan Nyata

1 Yohanes 3:11-18

Mengasihi adalah kata yang mudah sekali kita ucapkan. Kasih sering kali terucap di dalam doa-doa kita. Kasih juga kita lantunkan melalui nyanyian-nyanyian pujian. Namun demikian, apakah kita sudah sungguh-sungguh mengasihi? Apakah kasih itu sebatas ucapan, doa, dan nyanyian saja? Atau, benarkah kasih terwujud nyata dalam tindakan-tindakan kita?

Untuk kesekian kalinya, Yohanes menekankan bahwa kasih merupakan buah dari seorang Kristen sejati (11). Kali ini Yohanes memakai contoh dari kisah Kain dan Habel (12). Kemarahan karena cemburu telah membawa Kain kepada tindakan membunuh adiknya, Habel. Dari kasus ini kita diajar bahwa ketika kasih absen dalam kehidupan Kain, akibatnya adalah dorongan untuk melakukan tindak kejahatan.

Yohanes juga kembali menekankan ajaran Yesus tentang kasih yang melampaui norma. Pembunuhan tidak sekadar dinilai sebagai sebuah tindakan dosa, seperti tindakan yang telah dilakukan oleh Kain terhadap Habel. Namun, ketika niat membunuh muncul dalam hati dan pikiran dengan dilandasi kebencian, hal itu pun merupakan dosa pembunuhan (13-15). Kepahitan dan kebencian terhadap seseorang yang melukai kita dapat tumbuh menjadi kanker yang dapat membunuh kasih di dalam hati kita.

Daripada memelihara sikap yang berlawanan dengan kasih, Yohanes memberikan contoh praktis tentang bagaimana kita mewujudkan kasih dalam hidup kita (16-18). Kasih adalah sebuah tindakan, bukan perasaan. Kasih merupakan pemberian diri yang penuh pengorbanan. Dengan demikian, mengasihi adalah tindakan memberi diri terhadap sesama yang dapat diwujudkan dengan memedulikan dan memberikan bantuan waktu, tenaga, pikiran, dan juga materi kepada sesama yang sedang membutuhkan.

Perhatikanlah orang-orang yang ada di sekitar kita. Adakah di antara mereka yang sedang kekurangan dan membutuhkan pertolongan? Doakanlah mereka dan ambillah langkah kecil untuk membantu mereka yang kekurangan. Mari kita ambil kesempatan ini untuk mewujudkan kasih. [ABL]

Sumber: Renungan Santapan Harian

Sabtu, 14 Agustus 2021

Pikiran yang Baik

Bacaan: FILIPI 4:2-9

Kekuatiran dalam hati membungkukkan orang, tetapi perkataan yang baik menggembirakan dia. (Amsal 12:25)

Saat kita khawatir dan mengeluh tentang apa yang tidak kita punya, apa kata orang tentang kita, masalah tertentu yang makin rumit, kita stres dan takut. Saya pernah mengalami itu. Saya khawatir kehilangan pekerjaan karena penjualan sepi, saya takut tidak bisa membayar cicilan rumah, saya takut terkena Covid-19.

Kita khawatir, takut, atau stres, itu terjadi karena kita mengandalkan diri sendiri dan tidak memercayai Allah. Firman Tuhan mengajarkan, "Janganlah hendaknya kamu khawatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus" (ay. 6-7). Salah satu cara mengukur seberapa kita memercayai Tuhan adalah dengan merenungkan tingkat kepuasan dan kecukupan diri kita. Jika saya percaya Tuhan, saya akan berpikir baik sehingga mengeluarkan perkataan yang baik. Kita percaya bahwa setiap masalah pasti ada solusinya. Kita tetap mampu bersukacita dan merasakan damai sejahtera dari Allah meski harus bergumul dengan beberapa masalah, dan ada harapan yang belum tercapai.

Saat kita fokus kepada Tuhan, kita mendapatkan damai sejahtera Allah, kita tidak khawatir menghadapi berbagai masalah. Ada banyak masalah yang memang tidak mampu kita selesaikan dengan kekuatan diri sendiri, tapi bisa diselesaikan karena campur tangan Tuhan. Pikirkanlah segala sesuatu yang baik, maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai hidup kita. --RTG/www.renunganharian.net

SAAT KITA FOKUS KE TUHAN, KITA MENDAPATKAN DAMAI SEJAHTERA ALLAH.

Jumat, 13 Agustus 2021

PADA SIAPA ANDA TAKUT?

Bacaan: Yesaya 51:1-16

NATS: Siapakah engkau maka engkau takut terhadap manusia yang memang akan mati? (Yesaya 51:12)

Banyak orang mengakui ketakutan mereka yang serius terhadap komputer. Berada di ruangan yang sama dengan sebuah komputer menyebabkan mereka tersiksa, karena ketakutan itu menimbulkan perasaan panik, detak jantung yang tidak teratur, sesak napas, kepala pening, dan gemetar. Seorang ahli terapi berkata bahwa hal ini dapat terjadi karena orang-orang ini punya rasa takut yang berlebihan terhadap kegagalan ketika belajar untuk bekerja menggunakan komputer. Mereka menjadi sangat gelisah dan takut kalau-kalau akan lepas kendali atau pingsan. Masuk akalkah hal ini? Tidak, tetapi memang tidak ada fobia yang masuk akal. Namun rasa takut yang dialami para penderita fobia benar-benar nyata.

Hal ini mengingatkan saya pada fobia lain yang banyak dijumpai di antara kita, yakni rasa takut terhadap pendapat dan tindakan orang lain. Bagaimana pandangan Allah terhadap kita apabila kita berpikir dan berlaku seolah-olah damai sejahtera kita berada dalam tangan orang lain? Bagaimana pandangan Allah, bila kita menjadi sangat takut terhadap manusia sampai begitu panik dan lupa untuk mempercayai Dia sepenuhnya? Nabi Yesaya berkata bahwa kita bersikap bodoh jika takut dijadikan bahan cemoohan orang sebab mereka juga adalah makhluk ciptaan yang akan mati, seperti rumput yang hari ini ada dan besok lenyap (51:12).

Manusia memang dapat menyakiti kita (ayat 13,14), tetapi Tuhanlah yang menentukan keputusan akhir (ayat 15,16). Masa depan dan kesejahteraan hidup yang kekal hanya berada di tangan-Nya --MRD II

IMAN DAPAT MEMATAHKAN BELENGGU KETAKUTAN

Sumber: Renungan Harian

Rabu, 11 Agustus 2021

Hedonisme yang Semu

Bacaan: LUKAS 12:13-21

"Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah." (Lukas 12:21)

David Mota atau lebih dikenal dengan Mota JR adalah penyanyi rap asal Portugis yang terkenal dengan gaya hidup mewahnya (hedonis). Di akun Instagramnya Mota kerap memamerkan foto dirinya sedang memegang tumpukan uang dan emas. Tragisnya Mota diculik, dirampok dan dibunuh. Padahal kenyataannya Mota tidak benar-benar kaya raya bahkan masih tinggal dengan orang tuanya. Sangat disayangkan tindakan Mota membuatnya kehilangan nyawa.

Dalam Alkitab, Tuhan Yesus memberikan perumpamaan tentang orang kaya yang bodoh. Kenapa bodoh? Bukan karena dia kaya atau dia berjuang untuk menjadi kaya. Tapi bodoh karena hidupnya hanya mengejar kekayaan yang membuatnya tidak pernah puas dan tidak lagi memedulikan yang lain. Ini ditunjukkan dengan konsep dan tindakannya terhadap kekayaannya. Dicatatkan dalam Alkitab bahwa ia sudah merencanakan untuk merombak lumbung-lumbungnya, menyimpan hasil ladangnya dan berkata pada jiwanya: beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah! Ini menunjukkan hidupnya hanya sebatas urusan perut dan tidak berorientasi terhadap kekekalan. Karena itu, Tuhan Yesus menyebutnya orang kaya yang bodoh. Perumpamaan berakhir dengan ia mati dan tidak bisa menikmati kekayaannya lagi. Ironis, ketika hidup hanya berpatokan pada kekayaan semata, maka hidup ini sia-sia.

Apakah banyak orang Kristen juga memiliki konsep hidup yang sama? Di mana orientasi hidupnya hanya mengejar urusan duniawi sedangkan masalah kekekalan terlalu diremehkan, diabaikan dan direduksi dengan merasa cukup beribadah seminggu sekali 1, 5 jam dalam ibadah gereja. Hati-hati ketika orang Kristen begitu sibuk bekerja tapi begitu santai dengan kerohaniannya. --RT/www.renunganharian.net

MENGEJAR KEKAYAAN AKAN SIA-SIA.
TEGUH PADA KEKEKALAN MENDAPAT SUKACITA.

Selasa, 10 Agustus 2021

Berkembang Bagi Yesus

Perintah baru Kuberikan kepadamu: Kasihilah satu sama lain. Sama seperti Aku mengasihi kalian, begitu juga kalian harus saling mengasihi. –Yohanes 13:34 (BIS)

Ayat Bacaan & Wawasan:
Yohanes 13:31-35

Saya tidak berterus terang waktu dihadiahi bunga tulip oleh anak perempuan saya. Ia membawakan saya oleh-oleh umbi bunga tulip dari Amsterdam yang dikemas dalam sebuah kotak khusus. Saya mencoba menampilkan wajah gembira saat saya menerimanya, sekalipun saya benar-benar gembira bisa bertemu lagi dengan anak saya. Akan tetapi, tulip bukanlah bunga yang saya sukai. Bunga itu cepat berkembang tetapi juga cepat layu. Sementara itu cuaca di bulan Juli juga terlalu panas untuk menanam tulip.

Meski demikian, di akhir September, akhirnya saya menanam umbi tulip pemberian anak saya—sambil memikirkan tentang dirinya sehingga saya menanamnya dengan penuh cinta. Setiap kali mencungkil, perasaan sayang saya pada umbi bunga itu semakin bertumbuh. Sesudah menanam semuanya, saya menepuk-nepuk tanahnya dan memberkati umbi-umbi bunga itu, “Tidurlah yang nyenyak,” sambil berharap akan melihat bunga-bunga tulip bermekaran pada musim semi yang akan datang.

Proyek sederhana itu menjadi pengingat sederhana tentang perintah Allah agar kita saling mengasihi, sekalipun adakalanya kita tidak saling menyukai. Dengan tidak memandang kekurangan orang lain, kita dimampukan Allah untuk mengasihi mereka, termasuk ketika hubungan kita “memanas.” Seiring dengan berjalannya waktu, sikap saling mengasihi akan berkembang di antara kita. “Dengan demikian,” kata Yesus, “semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi” (Yoh. 13:35). Setelah dibersihkan oleh-Nya, kita diberkati dan berkembang, seperti yang terjadi pada bunga-bunga tulip saya pada musim semi—persis saat anak perempuan saya datang berkunjung di akhir pekan. “Hai, lihat apa yang berkembang!” seru saya dengan gembira. Ya, bunga itu, tetapi juga saya (Patricia Raybon)

Renungkan dan Doakan
Siapakah yang Allah ingin Anda kasihi, walaupun orang tersebut tidak terlalu Anda sukai? Apa yang dapat Anda lakukan untuk lebih menunjukkan kasih Kristus kepadanya?

Tuhan Yesus, bersihkanlah hatiku, agar aku dapat belajar mengasihi sesamaku dalam Engkau.

Sumber: Our Daily Bread

Senin, 09 Agustus 2021

Menuding Diri Sendiri

Bacaan: KEJADIAN 3:6-19

Manusia itu menjawab: "Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan." (Kejadian 3:12)

Suatu ketika, sambil tergopoh-gopoh asisten rumah tangga kami berlari lalu menyerahkan dompet yang dalam keadaan basah. "Maaf, saya tidak memeriksa saku celana sehingga dompet ini sempat terendam, " ujarnya dengan merasa bersalah. "Oh, ya nggak apa-apa, Mbak. Nanti masih bisa dijemur kok, " ucap saya spontan. Semula saya ingin marah, tetapi saya teringat bahwa saya pun punya kesalahan karena meletakkan celana ke ember pakaian kotor tanpa memeriksa setiap sakunya.

Ketika terjadi masalah, lebih mudah menudingkan jari untuk melemparkan kesalahan pada orang lain daripada menuding diri sendiri-bahkan sekalipun kita tahu persis diri kita turut andil dalam kesalahan itu. Dengan melemparkan kesalahan pada orang lain, kita berharap dapat lepas dari tanggung jawab akibat kesalahan atau kelalaian kita. Itulah yang coba dilakukan oleh Adam ketika Allah hendak meminta pertanggungjawaban atas kesalahannya. Ia menuding Hawa, bahkan secara tak langsung menyalahkan Allah yang menghadirkan Hawa di sisinya (ay. 12). Hawa, yang tidak mau disalahkan, lantas menuding ular yang dianggapnya telah memperdayanya (ay. 13).

Kebiasaan saling menuding masih berlangsung sampai sekarang, karena benih dosa yang terkandung dalam diri manusia. Kita sering tergoda untuk menuding orang lain, bahkan untuk kesalahan yang kita lakukan. Bagaimana mengatasinya? Kita perlu melatih diri untuk bertanggung jawab atas setiap kesalahan, dengan kesiapan menanggung konsekuensinya. Ya, hanya dengan cara itu. Tak ada cara lain! --GHJ/www.renunganharian.net

SAAT TERJADI KESALAHAN, TINDAKAN KOREKSI DIRI AKAN MEMBUAT KITA MENJADI PRIBADI YANG LEBIH BAIK.

Minggu, 08 Agustus 2021

DIA MENYEMBUNYIKAN WAJAH-NYA

Bacaan: Mazmur 77:2-16

NATS: Untuk selamanyakah Tuhan menolak dan tidak kembali bermurah hati lagi? (Mazmur 77:8)

Pernahkah Anda merasa seolah tidak dapat berhubungan dengan Allah melalui doa? Jika ya, Anda tidak sendiri. Banyak orang juga mengalaminya.

David Brainerd adalah seorang utusan Injil saleh yang melayani orang-orang Indian Amerika Utara pada masa penjajahan. Ia menyimpan sebuah buku harian tempat ia mencatat semua pengalaman suka dan dukanya. Suatu kali ia menulis demikian, "Saya tidur di atas tumpukan jerami, pekerjaan saya berat dan sangat sulit, dan saya hampir tidak melihat bayangan kesuksesan yang dapat menghibur saya .. Namun yang paling menyedihkan dari semua kesulitan ini adalah bahwa Tuhan menyembunyikan wajah-Nya dari saya." Tatkala Allah sepertinya tidak mendengarkan dan "lupa menaruh kasihan" (Mazmur 77:10), apakah yang seharusnya Anda lakukan?

o Sadarilah bahwa bukan hanya Anda yang mengalaminya, yang berarti Anda tidak dibuang dari keluarga Allah. o Carilah seorang saudara seiman yang dapat Anda ajak berbagi rasa dan mintalah agar ia mendoakan Anda (1 Tesalonika 5:25). o Renungkanlah kebenaran-kebenaran Kitab Suci dan hal-hal yang telah Allah kerjakan untuk Anda di masa yang lalu (Mazmur 77:12,13). o Tetaplah berdoa dalam iman kepada Allah yang agung, meski surga tampak begitu sunyi (Lukas 18:1).

Ingatlah, Allah kita adalah "Allah yang melakukan keajaiban"! (Mazmur 77:15)-VCG

KETIKA ANDA BERDOA, JANGAN RAGU DAN BERDIAM DIRI -- TERUSLAH BERBICARA KEPADA-NYA

Sumber: Renungan Harian

Sabtu, 07 Agustus 2021

Doa Pagi Farisi

Bacaan: MATIUS 6:5-13

"Apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang." (Matius 6:5)

Salah seorang teman saya yang dahulu rajin mengikuti kegiatan doa pagi, setelah pindah gereja mengeluh, "Sekarang, aku jarang mengikuti kegiatan doa pagi di gereja. Yang kudengar selalu doa yang ujungnya berakhir pada diri sendiri, aku ... aku ... dan aku, bukan Kristus yang dibicarakan, tetapi kehebatan kerohanian diri sendiri. Capek mendengarnya!"

Coba kita andaikan saja, Tuhan Yesus dan seorang Farisi berada dalam tempat yang sama dalam persekutuan doa, lalu mereka berdua bergantian berdoa, dimulai dari Tuhan Yesus terlebih dahulu, "Bapa kami yang di surga, Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga" (ay. 9-10). Orang Farisi segera berdiri dengan suara lantang dan keras ia menyahut, "Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezina dan bukan juga seperti seorang pemungut cukai. Aku selalu berpuasa demi mendukung kegiatan rumah Allah. Aku selalu rutin memberikan sepersepuluh, oleh karena itu aku percaya, Engkau ya Allah memberkatiku" (Luk 18:11-12). Tuhan Yesus lalu menutup persekutuan doa pagi itu dengan doa-Nya, "... [Karena Engkaulah yang punya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.]" (ay. 13).

Doa selalu penting bagi seorang Kristiani, tetapi sering kali orang dihakimi sebagai seorang yang malas berdoa karena ia tidak mengikuti secara rutin persekutuan "doa pagi Farisi". Setelah merenung, mari jawab dengan jujur, persekutuan doa Tuhan Yesus atau "doa pagi Farisi" yang sebenarnya orang ingin ikuti? --GIE/www.renunganharian.net

DOA PAGI FARISI MENYERAP HABIS ENERGI, BERDOA BERSAMA TUHAN YESUS MENAMBAHKAN ENERGI.

Jumat, 06 Agustus 2021

Gereja Lemari Es

"Dan bahwa tidak ada orang yang dibenarkan di hadapan Allah karena melakukan hukum Taurat adalah jelas, karena: "Orang yang benar akan hidup oleh iman." (Galatia 3:11)

Kita diselamatkan hanya oleh karena iman kepada Tuhan Yesus Kristus. Hal ini berbeda dengan hukum Taurat. Dasar hukum Taurat adalah, siapa yang melakukan kebenaran hukum Taurat akan hidup. Itu sebabnya, siapa yang tidak beriman kepada Yesus Kristus, akan dihakimi menurut perbuatannya. Dan perikop di atas jelas berkata bahwa tidak akan ada orang yang diselamatkan karena perbuatannya.

Bersyukurlah umat yang mengerti kebenaran ini dan beriman kepada Yesus Kristus. Sebab semua yang beriman kepadaNya akan diselamatkan. Kita diselamatkan karena anugerah semata bukan karena perbuatan baik. Bagaimana ekspresi orang yang menerima anugerah? Paul S. Rees berkata, "Ekspresi gereja menerima anugerah adalah dengan melakukan penginjilan". F.Lincicome berkata, "Allah tidak pernah bermaksud supaya gerejaNya menjadi lemari es untuk mengawetkan kesalehan yang bisa tahan lama. Dia bertujuan supaya gereja menjadi mesin pengeram yang menetaskan petobat-petobat baru.

Inilah salah satu problem umat Tuhan masa kini: kekristenan yang sibuk dengan diri sendiri. Di dalamnya ada begitu banyak aktifitas "rohani" yang bertujuan mengakrabkan sesama jemaat. Tetapi tidak mengandung semangat misi untuk menjangkau petobat-petobat baru. Adakah gereja mengadakan pelatihan penginjilan pribadi? Adakah jemaat-jemaat tangguh yang tidak pernah berhenti berusaha, sampai orang tersebut diselamatkan?

Seorang Hamba Tuhan bercerita bahwa satu waktu dia pernah mendapatkan penglihatan. Di dalam penglihatannya dia melihat, ada begitu banyak orang dari luar ingin masuk ke dalam gereja. Tetapi pada saat bersamaan, orang-orang di dalam justru sedang bergerak keluar gereja. Artinya adalah, jemaat-jemaat Tuhan justru tidak siap ketika masa penuaian itu tiba. Mengapa? Ya..karena gereja sudah terlalu sibuk dengan banyak aktivitas. Gereja sudah terlalu lelah mengurusi intrik-intrik. Dan akibatnya, gereja menjadi jala yang rapuh saat ikan banyak datang kepadanya. Jangan menjadi gereja lemari es.

Renungan :
Kekristenan itu bukan untuk diri sendiri. Dan Tuhan itu bukan hanya tempat meminta pertolongan. Tetapi Tuhan juga tempat penampungan jiwa-jiwa yang diselamatkan.

Selamatkan satu jiwa, berapapun harga yang harus dibayarkan.

Sumber: Renungan Bethany Graha

Kamis, 05 Agustus 2021

 Mendoakan Pemarah


Bacaan: LUKAS 6:27-36

"Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu." (Lukas 6:27)

Ada beberapa orang cepat berburuk sangka, dan cepat marah. Saya pernah berurusan dengan orang pemarah dan saya tidak suka mendengar ucapannya yang kasar dan tajam. Meski hati ini jengkel, saya belajar sabar dan tetap berkata dengan sopan. Kalau seseorang terus saja marah atau kasar, sering itu adalah tanda dia sedang diliputi kepahitan. Sebab, orang yang diliputi kepahitan cenderung melukai sesama.

Hidup kita terlalu singkat untuk membiarkan pemarah mengotori hati dan hubungan kita. Alih-alih tersinggung dan terus menyimpan kata-kata seorang pemarah, mari kita mendoakannya dan meminta Tuhan menolongnya. Yesus tahu tidak mudah mengasihi musuh, khususnya seorang pemarah yang menyakiti hati kita, tetapi Dia memerintahkan kita melakukannya. Alasannya, karena Tuhan baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat (ay. 35). Doa orang yang benar, sangat besar kuasanya dan ada hasilnya (Yak 5:16). Kita mungkin tidak bisa mengubahkan hati seorang pemarah, tapi Tuhan bisa dan Tuhan bisa bekerja dengan berbagai cara-Nya yang ajaib.

Kita tidak bisa mencegah seseorang memarahi kita, padahal kita tidak berbuat jahat kepadanya, tapi kita bisa mengendalikan respons hati. Kitab Ams 19:11 berkata: "Akal budi membuat seseorang panjang sabar dan orang itu dipuji karena memaafkan pelanggaran." Berdoalah bagi para pemarah yang Tuhan izinkan berurusan dengan kita. --RTG/www.renunganharian.net

KALAU SESEORANG TERUS SAJA MARAH ATAU KASAR, SERING ITU ADALAH TANDA DIA SEDANG DILIPUTI KEPAHITAN.

Rabu, 04 Agustus 2021

MENGAPA ORANG-ORANG BAIK MENDERITA?

Bacaan: Ayub 1:6-22

NATS: Lalu bertanyalah Tuhan kepada Iblis, "Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub?" (Ayub 1:8)

Kelas Sekolah Minggu dewasa di gereja saya mempelajari satu kitab dalam Alkitab setiap minggunya. Mulai dari Kejadian, kami memperhatikan tema, struktur, dan keunikan tiap-tiap kitab. Saat itu saya tidak menyadari bahwa di kelas yang saya pimpin ada dua orang wanita yang sudah tidak sabar untuk segera mempelajari kitab Ayub. Mereka bekerja sebagai perawat yang setiap harinya berhadapan dengan penderitaan manusia, dan mereka sering mendapat pertanyaan yang tajam mengenai peranan Allah dalam penderitaan.

Sering kali penjelasan atas masalah penderitaan sama dengan ungkapan ketiga sahabat Ayub yang datang untuk menemaninya. Satu demi satu, Elifas, Bildad, dan Zofar memberitahu Ayub bahwa Ayub pantas menderita karena dosa-dosanya. Seorang pengamat yang masih muda, yaitu Elihu, ikut bergabung dan mengatakan hal yang sama kepada Ayub.

Alasan yang sebenarnya mengapa Ayub menderita adalah karena Setan, pemimpin malaikat yang murtad, mencoba membuat Ayub berpaling dari Allah. Setan tidak dapat mengalahkan Tuhan, karena itu ia menentang-Nya dengan cara menyerang para pengikut-Nya (1Petrus 5:8). Setan menyerang Allah dengan jalan mencobai kita agar jatuh dalam dosa.

Salah satu alasan mengapa kita menderita adalah karena penderitaan merupakan bagian dari perjuangan di alam semesta ini. Tatkala kesusahan melanda, kita diminta untuk memilih: mempercayai Allah atau berpaling dari Allah. Jika dalam menanggung setiap penderitaan kita mau mempercayai Allah yang tak tergoyahkan, maka kita akan menggagalkan usaha Setan dan memuliakan Allah --DCE

KETIKA DUNIA ANDA GOYAH
BERPALINGLAH KEPADA ALLAH, SANG BATU KARANG KITA

Sumber: Renungan Harian

Selasa, 03 Agustus 2021

Iman Kristen yang Autentik

Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga. –Matius 5:12

Ayat Bacaan & Wawasan:
Matius 5:3-10

Bertahun-tahun lalu, saya melamar pekerjaan di sebuah organisasi Kristen dan disodori sederet aturan legalistik yang melarang orang menikmati alkohol, tembakau, dan bentuk-bentuk hiburan tertentu. Alasannya adalah, “Kami mengharapkan karyawan kami mempunyai perilaku yang Kristen.” Saya bisa menyetujui aturan-aturan tersebut karena saya memang tidak melakukan hal-hal tersebut, sekalipun sebagian besar alasan saya tidak berhubungan dengan iman. Namun, di sisi lain, saya berpikir, Mengapa tidak ada daftar yang melarang orang untuk bersikap sombong, tidak peduli, kasar, acuh tak acuh, dan terus-terusan mengeluh? Tidak ada yang menyinggung soal-soal itu.

Soal mengikut Yesus tidak dapat ditentukan oleh sederet aturan. Hidup beriman kepada Yesus lebih merupakan suatu kualitas kehidupan yang sulit untuk diukur, tetapi dapat digambarkan paling baik dengan kata “indah.”

Sabda Bahagia dalam Matius 5:3-10 merangkum keindahan yang dimaksud. Orang yang hidupnya didiami Roh Allah dan bergantung pada-Nya akan bersikap rendah hati dan tidak menonjolkan diri. Mereka mudah tersentuh oleh penderitaan orang lain. Mereka lemah lembut dan baik hati. Mereka mendambakan kebajikan bagi diri sendiri dan juga orang lain. Mereka berbelas kasihan kepada orang-orang yang bergumul dan gagal. Mereka mengasihi Yesus dengan sepenuh hati. Mereka mencintai kedamaian dan meninggalkan jejak yang membawa damai. Mereka tetap berlaku baik kepada pihak-pihak yang menyalahgunakan kebaikan mereka, dan membalas kejahatan dengan kebaikan. Mereka diberkati, yang juga berarti “berbahagia” sepenuhnya.

Hidup seperti itu menarik perhatian orang lain, dan akan dimiliki oleh setiap orang yang datang kepada Yesus dan meminta kepada-Nya (David H. Roper)

Renungkan dan Doakan
Apa nilai-nilai dari Matius 5 yang Anda butuhkan secara khusus dalam hidup ini? Bagaimana Anda dapat terus bertumbuh dalam nilai-nilai tersebut?

Ya Roh Allah yang kudus, tumbuhkanlah karakter-karakter indah yang kudengar dari Sabda Bahagia dalam diriku.

Sumber: Our Daily Bread

Senin, 02 Agustus 2021

Hati yang Diinginkan Allah

Bacaan Alkitab hari ini:
1 Raja-Raja 11:1-13

Bacaan Alkitab hari ini dimulai dengan sebuah berita yang tidak enak, yaitu bahwa Raja Salomo mencintai banyak perempuan asing—yakni perempuan Moab, Amon, Edom, Sidon, dan Het—selain anak Raja Firaun (11:1). Para perempuan asing ini berasal dari keluarga bangsawan negara-negara tetangga. Tujuan pernikahan ini tidak sepenuhnya menyangkut masalah seksual, tetapi untuk membentuk aliansi politik yang memperkuat negara. Adalah buruk bahwa Raja Salomo mengikuti adat istiadat zamannya dan mempraktikkan poligami. Perhatikan bahwa para perempuan yang menjadi istri-istrinya itu banyak yang berasal dari negara-negara yang telah Allah peringatkan secara spesifik untuk dihindari (11:2). Seharusnya Raja Salomo memahami dan menyadari bahwa Tuhan telah melarang pernikahan kawin campur dengan orang Moab, Amon, Edom, Sidon, dan Het. Ketahuilah bahwa Tuhan melarang pernikahan campur bukan karena alasan suku, tetapi karena alasan rohani, yaitu bahwa para istrinya itu bisa mencondongkan hati Raja Salomo kepada allah-allah yang mereka sembah.

Kemerosotan spiritual Raja Salomo terjadi di tahun-tahun terakhir pemerintahannya. Istri-istrinya memalingkan hatinya kepada allah-allah lain (11:3-4). Hasilnya bisa ditebak: Raja Salomo mengikuti Asytoret, yaitu dewi orang Sidon, serta mengikuti Milkom, yaitu dewa kejijikan orang Amon (11:5). Kemudian, Raja Salomo mendirikan bukit pengorbanan untuk istri-istrinya, sehingga mereka dapat melanjutkan penyembahan terkutuk mereka, yaitu dengan membakar dupa dan mempersembahkan korban bakaran untuk Kamos dan Molokh (11:7–8).

Kemerosotan spiritual Raja Salomo memperlihatkan bahwa dosa bekerja secara amat halus, yaitu melalui kecondongan hati. Kata “hati” muncul lima kali (11:2–4). Masalah hati adalah masalah yang tidak terlihat oleh mata. Sebelum Raja Salomo mendirikan bukit pengorbanan yang terlihat oleh mata, perselingkuhan rohani sudah dimulai dari dalam hati. Perselingkuhan rohani ini terjadi secara bertahap. “Sebab pada waktu Salomo sudah tua, istri-istrinya itu mencondongkan hatinya kepada allah-allah lain, sehingga ia tidak dengan sepenuh hati berpaut kepada Tuhan, seperti Daud, ayahnya.” (11:4). Proses ini berlangsung bertahun-tahun. Apakah Anda telah memohon agar Roh Kudus memberikan kepekaan terhadap tipu daya dosa? [Pdt. Sumito Sung]

Sumber: Renungan GKY

Minggu, 01 Agustus 2021

Sabar Tanpa Tenggat Waktu, Didukung Doa dan Ketekunan

Ibrani 6: 9 Tetapi kami ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya, agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah.

Bayangkan Anda berada di antrian kasir yang tidak bergerak sama sekali selama sepuluh menit. Banyak dari Anda pasti akan merasa frustrasi bukan? Kita hidup di zaman dimana semua orang maunya serba instan.

Banyak orang berjuang dengan karakternya yang tidak sabaran. Tak bisa dipungkiri, naturalnya kita memang terlahir dengan sifat ini, seperti seorang bayi tiga bulan yang menangis tanpa henti saat meminta susu di tengah malam.

Reaksi bawaan seorang bayi adalah rewel dan bayi akan terus melakukannya sampai kebutuhannya terpenuhi. Pola dari sifat ‘kedagingan’ kita ini membuat kita terus berjuang dalam pertempuran.

Alkitab mengartikan kesabaran dengan istilah panjang sabar dan ketekunan atau pantang menyerah.

Panjang sabar dan ketekunan terjadi saat seseorang bersedia menunggu tanpa mengalami rasa frustrasi di tengah tekanan atau menahan keinginannya yang kuat.

Dengan kata lain, kita menerima situasi sulit tanpa memberikan tenggat waktu kepada Tuhan. Selain itu, kesabaran juga diartikan dengan menerima apa yang Tuhan berikan, sesuai dengan waktu-Nya atau apa yang Dia mau untuk diberikan. Kualitas ini menghasilkan kedamaian batin dan ketenangan. Supaya kesabaran tetap bertahan, kita perlu tekun dalam doa, taat dan selalu mencari tuntunan Tuhan.

Sebaliknya, saat kita tidak sabar kita mungkin akan berjalan di luar dari kehendak Tuhan yang sempurna dan kehilangan berkat yang seharusnya kita dapatkan. Hanya saat kita percaya pada kehendak dan waktu-Nya, kita bisa beristirahat dengan tenang.

Hari ini, mari tanyakan pada diri Anda sendiri: Apa yang membuat Anda stress? Hati-hatilah memeriksanya.

Saat ini ambil beberapa menit ke depan untuk merenungkan ayat Mazmur 37: 7, “Berdiam dirilah di hadapan TUHAN dan nantikanlah Dia; jangan marah karena orang yang berhasil dalam hidupnya, karena orang yang melakukan tipu daya.”

Sumber: Hak cipta Dr. Charles Stanley, disadur dari Crosswalk.com