Minggu, 31 Oktober 2021

HATI-HATI DENGAN KERIKIL

Bacaan: 1 Tawarikh 13:5-10

NATS: Janganlah menempuh jalan orang fasik, dan janganlah mengikuti jalan orang jahat. Jauhilah jalan itu, janganlah melaluinya (Amsal 4:14,15)

Anak-anak saya sangat suka bermain roller-blade. Pada saat bermain, anak laki-laki saya yang berumur 13 tahun suka meloncat, meluncur, dan melakukan gerakan-gerakan akrobatik. Sebaliknya, anak perempuan saya, Julie, lebih suka meluncur di jalur-jalur yang lurus dan mulus.

Namun Julie menjelaskan kepada saya bahwa meluncur di jalur yang mulus pun ada risikonya. Ia berkata bahwa pada saat meluncur, ia tidak saja harus mewaspadai rintangan besar yang ada di depannya, seperti batu besar atau persimpangan, karena menurutnya masalah besar biasanya justru disebabkan oleh kerikil kecil yang tak terlihat saat kita memperhatikan objek-objek besar. Lalu ia menyimpulkan: "Persis seperti hidup ini. Sering kali kita hanya memperhatikan masalah-masalah besar. Jadi, saat masalah kecil datang, kita begitu terkejut sehingga timbullah masalah."

Ia benar. Kebanyakan dari kita selalu berhati-hati dengan masalah masalah besar-dosa-dosa besar-dalam kehidupan. Namun kita justru mengabaikan hal yang menurut kita kurang serius sehingga kita pun jatuh. Kata-kata penuh amarah, pikiran kotor, rasa benci terhadap seseorang, sering kita anggap sebagai kelalaian kecil. Tetapi bagi Allah yang kudus, semua dosa kita dipandang serius. Lihatlah Uza. Ia mungkin berpikir bahwa menyentuh tabut Allah adalah suatu pelanggaran kecil. Tetapi nyatanya tidak demikian, dan ia pun mati seketika (1 Tawarikh 13:5-10).

"Dosa kecil" dapat menyebabkan kita terjatuh dalam melangkah menuju kedewasaan. Tentu saja kita harus tetap berwaspada terhadap masalah masalah besar, tetapi jangan abaikan "kerikil-kerikil kecil"-JDB

DOSA KECIL DAPAT MENIMBULKAN MASALAH BESAR

Sumber: Renungan Harian

Sabtu, 30 Oktober 2021

TIDAK MEMBATASI KUASA TUHAN

[[Aku sangka bahwa setidak-tidaknya ia datang ke luar dan berdiri memanggil nama Tuhan, Allahnya, lalu menggerak-gerakkan tangannya di atas tempat penyakit itu, dan dengan demikian menyembuhkan penyakit kustaku. ]] (2 Raja-raja 5:11b)

Seorang ibu bingung ketika diundang pesta oleh kerabatnya karena lokasinya jauh dan ia tidak terbiasa pergi seorang diri. Ia berdoa, jika ada saudara yang menawarkan untuk berangkat bersama, berarti Tuhan ingin ia hadir. Sampai hari-H, tidak ada yang mengajaknya sehingga ia menyimpulkan Tuhan tidak mengizinkannya pergi. Masalahnya, ketidakhadirannya di pesta itu memicu konflik dalam keluarga besarnya yang merasa tidak dihargai. Benarkah keputusannya itu karena kehendak Tuhan?

Manusia cenderung membatasi cara kerja Tuhan. Naaman, panglima perang Aram, melakukannya. Ia pergi ke Israel dengan harapan seorang nabi di Samaria akan menyembuhkan penyakit kustanya. Tetapi, ketika Elisa menyuruh bujangnya untuk mengatakan agar Naaman mandi di sungai sebanyak tujuh kali, ia sangat kecewa dan marah. Ia membayangkan cara penyembuhan yang berbeda (ayat 11-12). Barulah ketika ia menuruti cara yang tak diharapkannya itu, ia sembuh dari kustanya. Bukan hanya itu, ia juga percaya kepada Allah Israel.

Pernahkah kita membatasi kuasa dan cara kerja Tuhan? Tuhan dapat memakai keadaan apa pun untuk menyatakan kehendak-Nya kepada kita. Ia memiliki banyak cara untuk menyatakan kuasa-Nya. Bagian kita adalah menjalin relasi yang dekat dengan-Nya sehingga kita makin peka dalam menangkap pesan Tuhan melalui setiap peristiwa. Bukan justru memaksa Tuhan untuk mengikuti cara kita. Cara Tuhan pasti lebih sempurna dan ajaib. Dan juga, cara Tuhan adalah cara terbaik untuk pertumbuhan iman kita.
 (Helen Aramada)

Sumber: Amsal Hari Ini

Jumat, 29 Oktober 2021

Kehendak Tuhan Harus Utama

Baca: Mazmur 143

"Ajarlah aku melakukan kehendak-Mu, sebab Engkaulah Allahku! Kiranya Roh-Mu yang baik itu menuntun aku di tanah yang rata!" (Mazmur 143:10)

Apa yang selalu ada di pikiran kita ketika menjalani kehidupan sehari-hari? Hal-hal duniawikah yang memenuhi pikiran kita, ataukah kita mengikuti nasihat rasul Paulus: "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." (Kolose 3:2).

Ingatlah, arah hidup seseorang sangat ditentukan oleh pola pikirnya! Apa yang memenuhi pikiran kita akan menentukan arah hidup kita. Jika pikiran kita selalu dipenuhi hal-hal duniawi, perkataan dan tindakan kita akan terbentuk menjadi duniawi, yang kita pikirkan pun semata-mata tentang mengumpulkan harta duniawi, jabatan, dan kekuasaan, padahal firman Tuhan memeringatkan dengan keras: "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2).

Jika kita menginginkan Tuhan dan kehendak-Nya menjadi fokus dalam hidup ini maka kita harus mengisi pikiran kita dengan firman Tuhan setiap hari. Mengapa kita harus menempatkan Tuhan dan kehendak-Nya sebagai yang terutama dalam hidup ini? Supaya langkah hidup kita senantiasa dipimpin dan dituntun oleh Tuhan, sebab kalau kita melakukan segala sesuatu menurut kehendak sendiri tanpa melibatkan Tuhan dan tanpa mengikuti kehendak-Nya, cepat atau lambat kita pasti akan jatuh dan tersesat.

Oleh karena itu apa saja yang hendak kita kerjakan dan rencanakan biarlah kita serahkan sepenuhnya kepada kehendak Tuhan terlebih dahulu. "Sebenarnya kamu harus berkata: 'Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu.'" (Yakobus 4:15), sebab tak seorang pun yang tahu apa yang ada di depannya, atau apa yang akan terjadi di kemudian hari. Sebagai pengikut Kristus sudah selayaknya kita meneladani Tuhan Yesus yang menempatkan kehendak Bapa sebagai yang terutama. "...Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku." (Yohanes 5:30).

Apakah yang menjadi fokus hidup kita? Semata-mata hanya tertuju kepada perkara-perkara dunia, ataukah fokus kepada kehendak Tuhan?

Kamis, 28 Oktober 2021

Seperti Rumput Liar yang Tertutup Bunga, Demikian Juga Iri & Dengki Sering Tidak Terlihat

Galatia 5: 19-21 Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu — seperti yang telah kubuat dahulu — bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.

Musim semi tahun ini adalah tahun dimana bunga-bunga di kebun kami mulai mekar. Seiring dengan mekarnya bunga-bunga yang indah, ada tanaman beracun yang merambat di antaranya. Tumbuhan ini berdaun tiga, begitulah yang dikatakan oleh pepatah. Jika berdaun tiga, biarkan saja.

Ada juga tiga hal beracun yang Alkitab katakan dan tumbuh dari daging kita yaitu kecemburuan, iri hati, dan perselisihan. Untuk kesehatan rohani kita, ketiga hal ini harus dihindari.

Dalam beberapa tahun terakhir, kami tidak memelihara hamparan bunga seperti yang biasa kami lakukan karena musim panas yang menyesakkan. Saya tidak begitu menyukai berkebun, namun istri saya sangat menyukainya. Karena saya mencintai istri saya, jadi saya mencoba membantunya berkebun.

Suatu hari kami melakukan aktivitas yang kurang menyenangkan tapi perlu dilakukan. Saat kami mencabut rumput liar, kami mengingat sesuatu yang telah kami pelajari dari tahun-tahun sebelumnya. Dalam berkebun, jika Anda tidak mencabut rumput liar hingga ke akarnya, mereka akan tumbuh lagi dalam beberapa bulan setelahnya.

Hal ini mengingatkan saya mengenai kedagingan manusia, kecemburuan, iri hati, dan perselisihan memiliki sumber akar, kesombongan. Thomas Aquinas berpikir kesombongan adalah penyebab dari setiap dosa lainnya. Itu bersembunyi di bawah permukaan seperti akar rumput liar, tumbuh menjadi tiga karakteristik yang memecah belah ini. Jika kesombongan tidak diatasi, tidak lama lagi taman rohani kita perlu disiangi lagi.

Setelah mengetahui ada tanaman beracun di kebun, kami mengambil pendekatan proaktif. Kami mengenakan pakaian dari kepala sampai kaki untuk melindungi diri dari minyak dari tanaman beracun. Strategi yang sama akan menjaga kita dari iri dan dengki. Perhatikan pemikiran atau kata-kata yang membandingkan Anda dengan apa yang dimiliki atau dapat dilakukan oleh orang lain.

CS Lewis pernah berkata, “Kebanggaan tidak didapatkan dari memiliki sesuatu, hanya karena Anda memiliki sesuatu yang lebih dari orang lain. Itu adalah perbandingan yang membuat Anda merasa bangga.” Perbandingan adalah pupuk yang membuat emosi kita menjamur menjadi iri dan dengki.

Saya juga memperhatikan bahwa tanaman beracun pada dasarnya adalah tanaman merambat yang tumbuh di dekat tanah. Mereka sering tertutup dari pandangan karena daun dan bunga.

Demikian halnya dengan iri dan dengki. Mereka disembunyikan oleh hal-hal yang menyenangkan seperti sanjungan. Kita tidak menyadari maksud dari kata-kata atau sugesti karena dibungkus dengan hal-hal yang membuat kita merasa nyaman dengan diri kita sendiri. Mereka menarik bagi kebanggaan kita, akar dari semua masalah kita.

Minyak dari tanaman beracun tidak selalu langsung muncul sebagai ruam. Ini bisa memakan waktu satu atau dua minggu untuk iritasi kulit ke permukaan.

Sama halnya dengan iri dan dengki, manifestasi lahiriah yang dapat memperingatkan kita seringkali tertunda. Jika pikiran yang memprovokasi karakteristik jahat ini tidak ditantang, pada saat muncul ke permukaan, mereka dapat tertanam dalam emosi dan pemikiran kita.

Akhirnya, setelah hari yang panjang, kami selesai. Kami melepas pakaian kami dan meletakkannya di tempat cuci kemudian langsung ke kamar mandi. Seperti kata pepatah lama, satu ons pencegahan bernilai satu pon pengobatan.

Seperti yang dikatakan Alkitab, kita menawan setiap pikiran untuk membuatnya taat kepada Kristus (2 Korintus 10:5). Jika kita tidak menawan pikiran kita, mereka akan menangkap kita.

Sumber: Jawaban.com

Rabu, 27 Oktober 2021

IMAN

[[Dengan penuh keyakinan bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan. ]] (Roma 4:21)

Waktu dokter mengatakan bahwa anak saya harus dioperasi karena gangguan pada paru-parunya, beberapa teman seiman menguatkan saya. Mereka berkata, ”Kita berdoa meminta mukjizat Tuhan. Kita harus beriman bahwa anak ini sembuh tanpa operasi.” 

Saya percaya akan mukjizat Tuhan, tetapi juga takluk pada kehendak dan kedaulatan-Nya. Maka dari itu, saya berdoa agar kehendak Tuhan terjadi, entah melalui operasi atau tidak. 

Secara sederhana, iman adalah percaya bahwa Allah itu berkuasa—berkuasa untuk menolong kita, berkuasa untuk melakukan segala sesuatu. Saya beriman kepada Tuhan, tetapi bukan berarti saya ngotot menuntut keinginan saya dipenuhi. Bukan. Iman bukan membatasi kuasa dan kehendak Tuhan untuk melakukan sesuatu seperti keinginan kita. Iman adalah percaya bahwa Allah sanggup melakukan kehendak-Nya atas hidup kita melalui cara apa pun. 

Simaklah kisah para tokoh iman dalam Ibrani 11. Tidak semua tokoh mengalami mukjizat yang spektakuler dalam hidup mereka. Beberapa orang bahkan mengalami penderitaan sampai matinya. Namun, di mata Tuhan, mereka tetap orang yang beriman. Mereka tetap percaya pada pribadi Allah yang mahakuasa apa pun yang Tuhan izinkan terjadi atas hidup mereka. Mereka bisa menerima jalan Tuhan dan meyakini bahwa jalan-Nya tidak pernah salah. Dia bisa memakai semua peristiwa yang terjadi untuk mendatangkan kebaikan bagi orang-orang yang dikasihi-Nya serta mendatangkan kemuliaan bagi-Nya.
(Lin Natalie)

Sumber: Amsal Hari Ini

Selasa, 26 Oktober 2021

Diagnosa Kemalasan

Bacaan: AMSAL 26:13-16

Si pemalas dibunuh oleh keinginannya, karena tangannya enggan bekerja. (Amsal 21:25)

Kita tentu tidak mau hidup bersama seorang pembunuh, bukan? Akan tetapi, sadarkah bahwa kita sering kali hidup nyaman bersama pembunuh yang kejam? Pembunuh itu bernama kemalasan. Apa yang dibunuhnya? Semua kemungkinan kita untuk mencapai keberhasilan. Meskipun Anda memiliki pelbagai faktor yang dibutuhkan untuk berhasil tetapi bila Anda malas maka keberhasilan tidak akan menghampiri dirimu.

Bagaimana kita tahu bahwa kita sudah hidup dalam kemalasan? Amsal memberikan empat karakteristik orang yang malas. Pertama, si pemalas selalu menciptakan alasan yang tidak masuk akal untuk membenarkan kemalasannya (ay. 13). Kedua, si pemalas suka menunda suatu pekerjaan (ay. 14). Ketiga, si pemalas terbiasa tidak menyelesaikan tugas yang sudah dimulainya (ay. 15). Terakhir, si pemalas sering merasa diri paling benar dibandingkan orang lain (ay. 16).

Berdasarkan panduan dari Amsal ini, marilah kita memeriksa diri dengan teliti dan jujur. Apakah kita sudah bersahabat dan bahkan dikuasai oleh kemalasan? Bertobatlah dari kemalasan sebelum Anda menyesal karena sudah membuang banyak kesempatan berharga untuk berhasil tanpa bisa memperolehnya kembali. Jangan lupa, kemalasan juga adalah dosa yang dibenci oleh Tuhan karena kita tidak mengembangkan potensi yang sudah dipercayakan Tuhan kepada kita (Mat 25:26). --JIM/www.renunganharian.net

KITA MENGHANCURKAN MASA DEPAN SENDIRI SECARA PERLAHAN TAPI PASTI MELALUI KEMALASAN KITA.

Senin, 25 Oktober 2021

"ITU DOSA SAYA!"

Bacaan: 2Raja 22:1-20

NATS: Segera sesudah raja mendengar perkataan kitab Taurat itu, dikoyakkanlah pakaiannya (2 Raja 22:11)

Seorang anak lelaki berusia lima tahun mengenali dirinya sendiri saat ditayangkan di sebuah acara televisi tentang anak-anak yang hilang. Ia mengira dirinya telah berada di tempat di mana ia seharusnya berada. Namun saat melihat dirinya terpampang di televisi, ia sadar bahwa ia telah terpisah dari orang yang memilikinya. Ia memberitahukan hal ini kepada pengasuhnya yang kemudian menghubungi pihak yang berwajib. Tak lama kemudian, ia telah berada dalam pelukan ibunya.

Hal ini mengingatkan saya akan Raja Yosia. Ia mengira diri dan bangsanya telah menjalani kehidupan rohani yang benar. Namun setelah kitab Taurat yang telah lama hilang tersebut dibacakan, sang raja menyadari bahwa selama ini ia dan rakyatnya telah tidak menaati Allah dan terpisah dari-Nya. Sebagai tanda pertobatannya, ia mengoyakkan pakaiannya dan membuat perjanjian di depan khalayak ramai "untuk hidup dengan mengikuti Tuhan, dan tetap menuruti perintah-perintah-Nya" (2Raja 23:3). Sebagai hasilnya, bangsa tersebut bertobat dan kembali kepada Allah.

Memang mudah untuk menganggap bahwa segala sesuatunya berjalan dengan baik secara rohani dan bahwa kita sudah berada di tempat yang semestinya, padahal pada kenyataannya hidup kita dipenuhi dosa. Itulah sebabnya kita harus membaca dan mempelajari Alkitab yang berisi pesan pribadi Allah kepada kita. Dia memberi kita pesan tersebut agar kita dapat berefleksi, mengenali dosa, dan mengakui, "Itu dosa saya!" Dan saat kita bertobat, kita dapat dipersatukan kembali dengan-Nya --MRDII

KITA HARUS MENYESUAIKAN DIRI DENGAN ALKITAB --
JANGAN PERNAH MENYESUAIKAN ALKITAB DENGAN DIRI KITA

Minggu, 24 Oktober 2021

PRASANGKA

[[Janganlah kamu menghakimi, maka kamu pun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamu pun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni. ]] (Lukas 6:37)

Sebuah cerita humor. Seorang pria di atas motor Harley berusaha mendahului sebuah sedan. Ia berteriak kepada sang sopir, “Hoi, kamu pernah naik Harley enggak?” Itu terjadi beberapa kali. Merasa tersinggung si sopir menggerutu dalam hatinya, baru naik Harley saja sudah sombong. Ia pun menyumpah-nyumpah dalam hati dengan gusarnya. Di persimpangan berikut, ia melihat si pengendara Harley jatuh menabrak tiang listrik. Dengan perasaan gembira, ia turun menghampirinya. Dengan kesakitan si pengendara itu berkata, “Kamu pernah naik Harley, tidak? Tadi saya cuma mau tanya remnya di mana?”

Sungguh tidak baik kalau kita menilai seseorang hanya dari apa yang kelihatan, entah dari yang diucapkannya atau yang dimilikinya; bersikap atas dasar prasangka tanpa berusaha memahami lebih jauh, atau mencari tahu latar belakangnya. Lebih tidak baik lagi kalau kemudian kita mengambil tindakan atas dasar prasangka. Seperti sopir sedan dalam cerita di atas

Ada pepatah Yahudi yang berkata demikian, ”Jangan menilai orang lain sebelum kamu sendiri mengalami situasi atau keadaan orang tersebut.” Sejajar dengan yang diajarkan Tuhan Yesus dalam bacaan Alkitab hari ini, ”Janganlah kamu menghakimi, maka kamu pun tidak akan dihakimi” (ayat 37). Menghakimi artinya menilai orang tanpa memahami lebih dulu situasi dan kondisi orang itu.

Dengan kata lain, Tuhan ingin kita melihat orang lain, siapa pun tanpa kecuali, dengan simpati dan empati, bukan dengan antipati.
 (Ayub Yahya)

Sumber: Amsal Hari Ini

Sabtu, 23 Oktober 2021

Kemenangan Sejati: Kejahatan Dibalas Kebaikan

Baca: 1 Tesalonika 5:12-22

"Perhatikanlah, supaya jangan ada orang yang membalas jahat dengan jahat, tetapi usahakanlah senantiasa yang baik, terhadap kamu masing-masing dan terhadap semua orang." (1 Tesalonika 5:15)

Alkitab adalah buku yang sangat lengkap dan luar biasa, karena bukan hanya berbicara tentang sorga dan neraka, bukan hanya membahas tentang dosa dan akibatnya, atau berbicara tentang kehidupan yang akan datang (setelah kematian), tetapi juga berbicara tentang keseharian hidup manusia. Masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan manusia telah dijawab oleh terang firman Tuhan.

Ada banyak sekali pergumulan yang harus kita hadapi selama hidup. Musa pun mengakuinya, "Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap." (Mazmur 90:10). Tidak ada gunanya kita terus mengeluh dan bersungut-sungut karena dunia ini bukanlah firdaus.

Salah satu pergumulan hidup ini adalah berkenaan dengan perlakuan jahat orang lain kepada kita. Kalau meniru prinsip dunia kita pasti ingin membalas kejahatan dengan kejahatan pula. Umumnya ketika dijahati orang lain secara naluriah kita cenderung mendendam, menyimpan sakit hati, lalu kemudian mencari kesempatan melampiaskan dendam. Tindakan membalas kejahatan dengan kejahatan itu sangat bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus yang justru mengajarkan hal yang berbeda: kejahatan harus dibalas dengan kebaikan. Kita tidak perlu mereka-reka yang jahat terhadap orang lain karena hal itu akan merugikan diri sendiri. "Jangan marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang;" (Mazmur 37:1).

Kalau kita membalas kejahatan dengan kejahatan sama artinya api dilawan dengan api. Dampaknya? Suasana semakin panas membara dan itu sangat berbahaya karena dapat membakar dan menghanguskan. Serahkan pergumulan tersebut kepada Tuhan, percayalah bahwa Tuhan tidak pernah tertidur dan terlelap, "...percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak;" (Mazmur 37:5).

Ketika mampu mengalahkan kejahatan dengan kebaikan, itulah kemenangan sejati!

Sumber: Renungan Kristen

Jumat, 22 Oktober 2021

Jangan Buru-Buru Menghakimi

Suatu hari seorang pemuda bertamu ke rumah kawannya untuk pertama kalinya.

Di sana ia terkejut melihat cara ibu kawannya itu berbicara dengan seorang tetangga. Ibunya berbicara dengan suara keras dan terkesan membentak-bentak.

"Wah, kasar betul ibu ini," pikir pemuda itu. Meskipun agak sungkan, karena penasaran ia pun memberanikan diri bertanya pada kawannya apakah gaya bicara ibunya memang seperti itu.

Kawannya hanya tertawa. Ia pun menjelaskan, ibunya berbicara seperti itu karena pendengaran tetangganya itu terganggu.

Saat ada seseorang melakukan satu hal yang tidak kita sukai, menurut kita kurang pantas, atau kesannya jahat, alangkah baiknya kita mencoba memahami dulu kenapa ia berlaku seperti itu. Belajarlah memahami, bukan buru-buru menghakimi. Penghakiman adalah bagian Tuhan, bukan bagian kita. Alih-alih menghakimi orang lain, patutlah kita mengoreksi diri sendiri. Bisa saja karakter atau kedewasaan rohani kita malah jauh lebih buruk daripada orang yang kita pikir berlaku buruk.

Kita tidak bebas dari salah. Hanya karena kekayaan kemurahan-Nya, kesabaran-Nya, dan kelapangan hati-Nya, kita mendapatkan pengampunan. Kalau kita selalu berharap Tuhan dan sesama mau memahami kita, kita pun harus mau memahami orang lain.

Setiap kali kita mau menuding orang lain begini dan begitu, bertanyalah pada diri sendiri, "Kalau saya berada di posisinya, apa yang saya perbuat?" Jangan hanya menilai dari apa yang nampak, tetapi cobalah mencari tahu apa yang sebetulnya terjadi. Kita pun akan bisa memberikan penilaian yang tepat dan merespons dengan cara yang benar.

"Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama." (Roma 2:1)


Kamis, 21 Oktober 2021

Berbuat Baik

Bacaan: 1 PETRUS 2:11-17

Sebab inilah kehendak Allah, yaitu supaya dengan berbuat baik kamu membungkamkan kepicikan orang-orang yang bodoh. (1 Petrus 2:15)

Ada banyak alasan untuk berbuat baik. Menebar kebaikan akan membuat kita diterima, dihargai, dan menerima balasan atas kebaikan kita. Berbuat baik dapat membuat orang lain bahagia dan menjadikan hati kita senang. Sebagai orang percaya, kita memiliki kewajiban menolong orang lain yang mengalami kesusahan. Namun Rasul Petrus menambahkan alasan yang lebih mulia di balik perbuatan baik kita.

Dalam suratnya yang pertama, Rasul Petrus menulis kepada orang-orang percaya yang menjadi pendatang di berbagai tempat. Dapat dimengerti bahwa saat itu, orang beriman dalam perantauan tidak disambut baik oleh masyarakat setempat. Sebaliknya, tidak jarang mereka bahkan difitnah dan ditindas. Sebagian mereka yang menjadi hamba diperlakukan semena-mena oleh tuan mereka. Dalam kondisi mereka yang tertekan, Petrus tidak memberi nasihat yang menghibur dan memberi pengharapan tentang masa depan yang lebih baik. Sebaliknya, Petrus justru meminta mereka berbuat baik sebagai balasan atas perlakuan tidak adil yang mereka terima.

Acap kali kita pun menghadapi tekanan dan perlakuan tidak menyenangkan dari orang-orang yang tidak sepaham dengan iman kita. Kita dipojokkan tanpa mampu membela diri. Setiap tindakan selalu disalahkan. Dalam keadaan demikian, hendaknya kita mengingat akan nasihat Rasul Petrus. Tuhan ingin kita berbuat baik walaupun menderita, tentu saja penderitaan yang bukan diakibatkan oleh perbuatan dosa kita sendiri. Dan untuk itu, Kristus telah memberi teladan melalui penderitaan-Nya bagi kita. --HEM/www.renunganharian.net

MENDERITA NAMUN TETAP BERBUAT BAIK ADALAH PEMBELAAN DIRI TERBAIK DAN MERUPAKAN NILAI TAMBAH BAGI ORANG PERCAYA.

Rabu, 20 Oktober 2021

HIKMAH DARI PENDERITAAN

Bacaan: Roma 5:1-5

NATS: Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan (Roma 5:3)

Seorang anak muda Kristen meminta seorang Kristen lain yang lebih dewasa secara rohani untuk mendoakannya agar menjadi lebih sabar. Maka orang itu pun berlutut dan berdoa, "Tuhan, kirimkanlah kesengsaraan kepada anak muda ini di pagi hari; kirimkanlah kesengsaraan kepadanya di sore hari; kirimkanlah...." Sampai di situ anak muda tadi segera memotong, "Tidak, tidak, saya tidak meminta Anda untuk mendoakan saya agar diberi kesengsaraan. Saya minta didoakan agar saya diberi kesabaran." "Ah," orang Kristen yang bijak itu menanggapinya, "justru melalui kesengsaraanlah kita belajar bersabar."

Kata-katanya itu menggemakan pesan Rasul Paulus dalam Roma 5:3, "kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan." Menurut seorang ahli tafsir Alkitab, kata yang diterjemahkan menjadi kesabaran atau ketekunan itu berarti "ketabahan, kemampuan untuk bertahan dalam kesulitan tanpa kenal menyerah."

Semua itu tampak secara nyata dalam kehidupan dan pelayanan Rasul Paulus. Ia pernah didera, disesah, dilempari batu, bahkan mengalami karam kapal, namun ia tetap berteguh dalam iman dan tidak surut dalam panggilan pelayanannya (2Korintus 11:23-33).

Adakah Anda sedang menghadapi ujian yang berat? Bila ya, pujilah Allah! Di bawah kendali-Nya yang bijak, segala sesuatu yang terjadi dalam hidup Anda, baik yang menyenangkan maupun yang menyakitkan, telah dirancang untuk menumbuhkan ketekunan Anda. Itulah sebabnya orang-orang kudus yang menderita dapat memuliakan Allah dalam kesengsaraan mereka --RWD

ORANG YANG MENANTI-NANTIKAN TUHAN DAPAT MENANGGUNG BEBAN KESENGSARAAN

Sumber: Renungan Harian

Selasa, 19 Oktober 2021

MANFAAT ALKITAB

Bacaan: Mazmur 119:25-32

NATS: Buatlah aku mengerti petunjuk titah-titah-Mu, supaya aku merenungkan perbuatan-perbuatanMu yang ajaib (Mazmur 119:27)

Alkitab berbeda dari buku-buku lainnya. Alkitab diilhami oleh Allah dan merupakan pernyataan diri-Nya kepada manusia. Di dalamnya kita dapat menemukan semua yang perlu kita ketahui untuk menerima keselamatan dan untuk hidup bagi Tuhan. Paulus menyatakan bahwa Alkitab "bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran" (2 Timotius 3:16).

Ada orang-orang yang menghabiskan waktunya untuk belajar tentang Alkitab, tetapi bukan untuk menemukan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya. Sebagai contoh, dua orang pria menyusun perhitungan statistik yang rumit tentang Kitab Suci selama berbulan-bulan. Mereka menghitung jumlah pasal, ayat, kata-kata, bahkan huruf dalam Alkitab.

Kenyataan ini sangat menarik. Banyak waktu telah dihabiskan untuk mengumpulkan hal-hal di atas, tetapi bagaimana semua itu dapat membangun kerohanian kita? Apa yang dipikirkan sang pemazmur ketika ia meminta agar Allah menolongnya memahami petunjuk titah-titah-Nya? (Mazmur 119:27). Dia ingin kita memahami-Nya. Jadi kita harus terus berusaha menambah pengenalan kita akan Allah dan kehendak-Nya.

Jangan biarkan perhatian kita beralih ke statistik yang menarik dan kenyataan-kenyataan yang luar biasa. Sebaliknya, marilah kita dengan iman mempelajari isi Alkitab untuk menemukan apa yang dikatakan Allah kepada kita tentang Diri-Nya dan rencana-Nya untuk hidup kita. Hal ini membuat pengetahuan kita akan Alkitab menjadi sangat bermanfaat-RWD

ALKITAB MEMBERITAHUKAN SEMUA YANG PERLU KITA KETAHUI
SEHINGGA KITA DAPAT MELAKUKAN SEMUA YANG ALLAH KEHENDAKI

Sumber: Renungan Harian

Senin, 18 Oktober 2021

PERSIAPAN MENJELANG TIDUR

Bacaan: Yesaya 26:1-9

NATS: Yang hatinya teguh Kaujagai dengan damai sejahtera, sebab kepada-Mulah ia percaya (Yesaya 26:3)

Kurang lebih 30 persen dari hidup kita, kita gunakan untuk tidur, atau setidaknya mencoba untuk tidur. Saat ini terdapat lebih dari 300 klinik untuk mengatasi gangguan tidur di Amerika Serikat. Hampir 90 juta orang Amerika tidur mendengkur dan mereka (atau orang yang tinggal sekamar dengannya) menghabiskan uang sekitar 200 juta dollar per tahun untuk menjalani pengobatan.

Coba bayangkan! Hampir sepertiga dari keseluruhan hidup kita digunakan untuk tidur! Lalu, seberapa besar persiapan kita secara rohani menjelang waktu tidur yang penting itu?

Selama bertahun-tahun, teman saya melakukan hal yang sederhana sebelum tidur yang ia sebut FAKYT, singkatan dari "Firman-Nya Adalah Kata-kata yang Terakhir." Setiap malam sebelum mematikan lampu, ia membaca sebuah perikop dari Alkitab atau merenungkan sebuah ayat yang telah dihafalkannya. Ia hanya ingin merenungkan firman Allah sebagai kata-kata terakhir yang ia pikirkan sebelum tidur -- bukan siaran berita malam atau ramalan cuaca, bukan acara talk show di TV atau acara jumpa artis-artis terkenal, melainkan hanya kata-kata dari Tuhan.

Mungkinkah apa yang tertulis dalam Yesaya 26:3 dapat kita terapkan dalam alam bawah sadar maupun alam sadar kita? Bukankah "damai sejahtera" dapat membuat orang yang "hatinya teguh" di dalam Tuhan tidur dengan nyenyak?

Mengapa kita tidak mencobanya? Jadikan "Firman-Nya Adalah Kata-kata yang Terakhir" sebagai persiapan rohani menjelang tidur malam yang nyenyak --DCM

SEBELUM ANDA MEMATIKAN LAMPU HIDUPKANLAH TERLEBIH DAHULU LAMPU FIRMAN TUHAN

Sumber: Renungan Harian

Minggu, 17 Oktober 2021

Siapa Lebih Hebat?

Bacaan: IMAMAT 19:1-4

"Janganlah kamu berpaling kepada berhala-berhala ...." (Imamat 19:4)

Komputer Deep Blue mengalahkan juara dunia catur dari Rusia, Garry Kasparov, pada 1997. Itu berita kuno. Yang baru ialah, pada 2017 program juara catur 2016, Stockfish 8, dikalahkan oleh program Google AlphaZero. Tarung sesama program komputer. Dahsyatnya, sang pemenang baru belajar catur 4 jam dari yang seharusnya 9 jam, sementara lawannya adalah kumpulan dari jutaan strategi manusia, yakni para pecatur jawara, selama berabad-abad. Siapa lebih hebat: manusia atau komputer ciptaannya?

Ketika hukum Tuhan melalui Musa dibuat, disampaikan, diajarkan, dan diajarkan ulang, yang dimaksud berhala ialah patung-patung buatan tangan manusia yang kemudian disembah manusia (Kel 20:4-5; 32:2-4; Yes 46:5-7). Artinya, manusia ditundukkan oleh buatannya sendiri. Meski zaman terus berubah, namun keseriusan peringatan akan hal pemberhalaan ini tak pernah pudar (Yes 46:5-7), bahkan hingga akhir zaman (Why 13:14; 21:8). Mengapa? Sebab segala produk ciptaan manusia, termasuk teknologi, selalu berpotensi untuk membuat manusia takluk dan bergantung padanya sambil diam-diam menyingkirkan Tuhan dari hidupnya.

Tentu kita bersyukur akan manfaat dari kemajuan pesat teknologi informasi masa kini dan mendatang bagi kehidupan kita. Namun, cermati dampaknya pula pada ketergantungan kita padanya. Betapa perangkat intelegensia buatan sepertinya mampu menjawab aneka pertanyaan: mulai dari pengetahuan umum, prospek bisnis, kondisi kesehatan, rute jalan, hingga mengenali karakter dan peluang perjodohan. Jika tak kritis dan waspada, hati-hati jangan sampai terbesit dalam pikiran kita bahwa Tuhan tak lagi kita perlukan. --PAD/www.renunganharian.net

PERUBAHAN ZAMAN TAK MENGHAPUS KERINDUAN MANUSIA UNTUK MENYEMBAH, TINGGAL SIAPA YANG DISEMBAH: TUHAN ATAU BERHALA?

Sabtu, 16 Oktober 2021

BAGAIMANA AWALNYA?

Bacaan: Yakobus 3:13-4:6

NATS: Di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat (Yakobus 3:16)

Dua kapal bertabrakan di Laut Hitam pada tahun 1986, melemparkan ratusan penumpang ke dalam air yang sangat dingin dan mengakibatkan melayangnya nyawa secara tragis. Berita tentang bencana ini semakin membingungkan ketika hasil penyelidikan menyatakan bahwa kecelakaan tersebut disebabkan oleh sifat keras kepala manusia. Masing-masing kapten kapal sebenarnya mengetahui keberadaan kapal yang lain dan seharusnya keduanya dapat menghindari tabrakan tersebut. Namun kedua kapten itu tak mau mengalah. Ketika mereka menyadari kesalahan tersebut, segalanya sudah terlambat.

Menurut Yakobus, kerusakan dan kehilangan yang lebih besar dapat terjadi dalam hubungan antarmanusia dengan alasan yang sama (Yakobus 3:14-16). Kita cenderung menganggap masalah-masalah di dunia ini disebabkan oleh perbedaan agama atau politik. Namun Yakobus berkata bahwa akar permasalahannya adalah perasaan iri hati dan sikap mementingkan diri sendiri (3:14), yang merupakan awal dari kesombongan. Itulah yang menyebabkan Lucifer terusir dari surga (Yesaya 14:12), dan Adam dan Hawa jatuh dalam dosa di Taman Eden (Kejadian 3:6).

Jadi, bagaimana jalan keluarnya? Bagaimana caranya agar kita dapat menjaga agar ambisi yang egois dan kesombongan pribadi kita tidak berubah menjadi bencana? Kita harus memohon "hikmat yang dari atas"--hikmat yang "murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan, dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik" (Yakobus 3:17). Itulah yang akan menandai awal dari keharmonisan--bukan kekacauan --MRDII

SEBAGIAN MASALAH TIMBUL DARI KEINGINAN KITA SENDIRI LAINNYA TIMBUL KARENA KITA MENGIZINKANNYA TERJADI

Sumber: Renungan Harian

Jumat, 15 Oktober 2021

CUKUP UNTUK HARI INI

[[Apabila orang menghadapkan kamu kepada majelis-majelis atau kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa, janganlah kamu khawatir bagaimana dan apa yang harus kamu katakan untuk membela dirimu. Sebab pada saat itu juga Roh Kudus akan mengajar kamu apa yang harus kamu katakan. ]] (Lukas 12:11-12)

Dua orang martir pada zaman kekaisaran Romawi sedang menunggu giliran untuk dihukum bakar. Martir yang muda mencoba untuk mengulurkan tangannya ke api obor sedikit-sedikit. Yang lebih tua bertanya, "Apa yang kaulakukan?" Martir muda itu menjawab,”Saya khawatir kalau besok saya tidak tahan disiksa dalam hukuman api dan menyangkal Yesus, jadi saya berlatih dulu.” Martir tua itu menjawab, “Nak, kau tak perlu khawatir. Pada saatnya besok, jika harus terjadi, Tuhan akan memberikan kekuatan yang cukup bagi kita supaya kita tetap setia.” 

Tuhan Yesus menasihati para murid yang akan menghadapi tantangan besar. Tuhan tidak menjanjikan kepada mereka bahwa Dia akan menghilangkan segala kesukaran dan tantangan, tetapi Dia menjanjikan akan hadir dan memberi kekuatan dan kelepasan bagi mereka. 

Banyak dari kita yang tidak bisa hidup tenang pada hari ini karena penuh dengan kekhawatiran dan ketakutan akan tantangan yang ada. Namun, Tuhan tahu, dan Tuhan sudah berjalan mendahului kita di jalan yang akan kita lalui itu. Seperti yang pernah Yesus ajarkan, “Sebab itu janganlah kamu khawatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.” Atau, dalam terjemahan lain, "Lebih baik berfokuslah pada apa yang Tuhan lakukan saat ini daripada khawatir akan sesuatu yang belum tentu terjadi. Tuhan akan menolongmu untuk menghadapi masalah yang tersukar sekalipun, kalau memang saat itu tiba.”
 (Henry Sujaya Lie)

Sumber: Amsal Hari Ini

Kamis, 14 Oktober 2021

ENYAHKAN!

Bacaan: Kolose 3:1-11

NATS: Hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya (Roma 6:12)

Guam dipenuhi dengan ular menjalar. Ular-ular pohon berwarna coklat yang merayap ke sana kemari, membunuh burung-burung di pulau yang indah itu dan mengancam keselamatan penduduk. Tentu saja mereka ingin mengenyahkan ular-ular itu.

Sebenarnya ular-ular tersebut bukanlah berasal dari Guam, melainkan datang sebagai penumpang gelap di sebuah pesawat dari Micronesia dan berkembang biak menjadi ribuan jumlahnya. Ular-ular itu terkenal rakus. Mereka telah menghabiskan 9 dari 11 spesies burung asli di kepulauan tersebut. Di samping itu mereka juga berbahaya bagi para relasi dagang Guam.

Seperti ular-ular mematikan itu berbahaya bagi Guam, demikian juga dengan dosa yang berbahaya bagi hidup kita bila kita tidak menghadapinya dengan sungguh-sungguh. Nafsu jahat, percabulan, keserakahan, kemarahan, kegeraman, kejahatan, fitnah, kata-kata kotor, dan kebohongan dapat timbul dalam kehidupan orang Kristen (Kolose 3:5-9). Seperti ular, dosa dapat bertumbuh, berkembang biak, dan akhirnya menguasai kita. Dosa juga dapat menghancurkan keefektifan kita dalam melayani Kristus dan merusak kesaksian kita tentang Dia.

Jalan keluarnya adalah berkata tidak terhadap dosa (Roma 6:12). Kita juga perlu memusatkan perhatian pada Kristus dan firman-Nya, "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." Kita juga harus mematikan dosa-dosa yang berusaha merasuki kehidupan kita (Kolose 3:2,5,16). Itulah jalan keluar untuk mengenyahkan dosa! --JDB

DOSA SEPERTI ILALANG DI KEBUN
BERSIHKAN MEREKA ATAU MEREKA AKAN TUMBUH SEMAKIN LIAR

Sumber: Renungan Harian

Rabu, 13 Oktober 2021

CARA BERPIKIR SETAN

Bacaan: Ayub 1:6-12

NATS: Jawab Iblis kepada Tuhan: "Apakah dengan tidak mendapat apa-apa Ayub takut akan Allah?" (Ayub 1:9)

Apa yang terjadi bila kisah The Three Little Pigs (Tiga Babi Kecil) ditulis kembali dari sudut pandang sang serigala? Menurut Jon Scieszka, seorang guru sekaligus penulis, anak-anak akan sangat tertarik membacanya. Dan, benar. Bukunya yang berjudul The True Story of the Three Little Pigs (Kisah Nyata Tiga Babi Kecil) berkali-kali dicetak ulang dan masuk dalam daftar buku cerita anak bestseller.

Dalam buku itu, sang serigala menyatakan bahwa ia tidak bermaksud memasak daging babi untuk makan malamnya. Sebaliknya, ia ditipu oleh tiga babi yang egois. Ketika ia ingin meminta gula untuk membuat kue ulang tahun neneknya, ia ditipu sehingga bersin. Itu sebabnya gubuk jerami tersebut roboh. Jadi bukannya ia gusar lalu dengan sengaja meniup gubuk itu.

Dalam kisah anak-anak ini, kita dapat langsung mengetahui bahwa serigala itu cuma memutarbalikkan alasan karena kita sangat mengenal kisah yang sesungguhnya. Namun, dapatkah kita melihat cara berpikir Setan? Percakapannya dengan Allah tentang Ayub menggambarkan masalah ini. Ia menuduh Ayub memiliki motif yang mementingkan diri sendiri dalam melayani Allah. Serangan Setan dalam hidup kita sering kali serupa dengan yang ia lancarkan kepada Ayub. Ia berusaha meyakinkan kita bahwa motif jahat itu baik, dan sebaliknya motif yang baik itu jahat.

Tuhan, kami mengaku sering tertipu oleh alasan Iblis yang licik, terutama bila yang dikatakannya sesuai dengan keinginan kami yang mementingkan diri sendiri. Tolonglah kami untuk mewaspadai cara berpikir Setan yang memutarbalikkan fakta. Tolong kami untuk senantiasa memandang sesuai sudut pandang-Mu --MRD II

WASPADALAH! SETAN MEMBUAT KEBOHONGAN MENJADI SERUPA DENGAN KEBENARAN

Sumber: Renungan Harian

Selasa, 12 Oktober 2021

Padang Gurun

Bacaan: BILANGAN 1:1-17

TUHAN berfirman kepada Musa di padang gurun Sinai .... (Bilangan 1:1)

Sebelum memulai pembahasan Alkitab di persekutuan doa itu, saya mengajukan pertanyaan, "Apa yang spontan terbayang di benak Anda manakala mendengar kata 'padang gurun'?" Jawaban para peserta beragam, seperti: kekurangan air, haus, terik, tak ada pohon, badai, sepi, angin, dsb. Yang pasti semuanya bercorak asosiasi negatif.

Kitab Bilangan merajut tema penyertaan Tuhan kepada umat-Nya di padang gurun. Khususnya bagian kedua dari perjalanan padang gurun semenjak Israel keluar dari Mesir yakni dari Sinai sampai ke Moab (lih. Bil 33:50). Melalui Musa, Tuhan menata persiapan yang rapi bagi perjalanan itu, yang nantinya juga dilengkapi dengan pelbagai tanda ajaib pemeliharaan dan penyertaan-Nya. Asosiasi yang hendak ditanamkannya tentang padang gurun ialah penyertaan Tuhan. Kelak ketika umat sedang mengalami susahnya "padang gurun" pembuangan di tanah Babel, pesan kitab ini sangat menghibur dan membangkitkan kembali iman mereka yang lesu.

"Padang gurun" macam apakah yang sedang kita jalani? Rongrongan rasa sepi? Penolakan? Pergumulan melawan penyakit? Kesulitan atau kerugian finansial? Kegagalan usaha atau studi? Patah hati? Ketakutan akan hari esok? Atau bahkan bayang-bayang kematian? Apa pun itu, yang pasti kita dibuatnya susah. Namun, jangan biarkan diri tertelan oleh kesusahan. Ingat, padang gurun tak selalu tempat yang buruk. Justru di situlah Tuhan menyatakan penyertaan-Nya. Justru di situlah Dia hadir secara nyata. Percayalah! --PAD/www.renunganharian.net

DI MANA PUN TAK HAKIKI, ASAL TUHAN MENYERTAI ITULAH YANG ESENSI.


Senin, 11 Oktober 2021

MENGASIHI LEWAT MENDENGARKAN

Bacaan: Yakobus 1:19-27

NATS: Setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata (Yakobus 1:19)

Dalam masyarakat modern, orang yang lamban seringkali tidak dihargai. Hanya orang cekatan yang diperhatikan dan dipromosikan. Sayangnya, orang yang cekatan cenderung cepat untuk berbicara namun lambat untuk mendengarkan. Yakobus "membalik" karakteristik tersebut dengan mengatakan kepada kita agar cepat untuk mendengarkan dan lambat untuk berkata-kata (Yakobus 1:19).

Mengapa kita seringkali sulit untuk mendengarkan, namun begitu mudah untuk berbicara? Salah satu alasannya adalah karena kita berpikir bahwa kita dapat memberi pertolongan yang terbaik bagi sesama ketika kita menawarkan jawaban, pendapat, dan petunjuk, yang semuanya melibatkan aktivitas berbicara. Mungkin kita merasa bahwa dengan mendengarkan saja, kita tidak melakukan apa-apa bagi orang lain.

Beberapa tahun yang lalu saya menemukan penggambaran yang puitis tentang seseorang yang sangat lambat dan canggung dalam berbicara, namun unggul dalam hal mendengarkan: "Cara berpikirnya lambat, kosakatanya terbatas, ia tak pernah menarik perhatian orang; namun, ia mendatangkan sukacita bagi teman-temannya--Anda harus melihat bagaimana ia mendengarkan!"

Ya, mendengarkan adalah suatu bentuk komunikasi yang dapat diterima oleh orang-orang yang membutuhkan penghiburan. Kita tidak selalu dapat memberikan pemecahan masalah kepada orang lain, tetapi dengan mendengarkan, kita dapat memberi mereka pengharapan. Lebih dari itu semua, mendengarkan merupakan salah satu cara untuk mengasihi sesama.

Kasihilah seseorang hari ini dengan mendengarkannya --JEY

PENGHIBURAN TERBESAR BUKAN DIPEROLEH DARI BANYAKNYA KATA-KATA ANDA MELAINKAN DARI BESARNYA PERHATIAN ANDA

Sumber: Renungan Harian

Minggu, 10 Oktober 2021

MASALAH SAYA

Bacaan: Yunus 4

NATS: Jangan seorang pun yang mencari keuntungannya sendiri, tetapi hendaklah tiap-tiap orang mencari keuntungan orang lain (1 Korintus 10:24)

Kita semua memiliki kecenderungan untuk mementingkan diri sendiri, yang bisa terwujud dalam berbagai perilaku. Saya teringat hal ini tatkala mengendarai mobil di jalan tol. Malam itu, saya dan istri saya, Ginny, berharap dapat sampai di rumah lebih awal. Namun kami malah terjebak kemacetan selama hampir dua jam.

Walaupun Ginny mengatakan bahwa kemungkinan ada kecelakaan yang serius di depan, saya tidak menghiraukannya dan terus saja mengomel karena harus menunggu. Namun, ketika lalu lintas kembali lancar kami melihat ada enam mobil yang rusak berat di pinggir jalan, seketika penyesalan memenuhi hati saya. "Ampuni saya, Tuhan," doa saya, "dan tolonglah korban-korban kecelakaan tadi, juga keluarga mereka."

Alkitab menunjukkan banyak contoh tentang sikap mementingkan diri sendiri. Di satu sisi, Yunus marah karena seekor ulat telah menggerek pohon jarak yang disayanginya, yang telah menaunginya dari terik matahari (Yunus 4:9). Di sisi lain, ia melarikan diri ke Tarsis, yang berarti ia tidak mempedulikan begitu banyak laki-laki, perempuan, dan anak-anak di Niniwe yang akan dilenyapkan.

Dalam Markus 10:37, tertulis tentang dua rasul yang dengan egois meminta kedudukan dalam kerajaan Kristus yang akan datang. Dalam surat Rasul Paulus yang pertama kepada jemaat di Korintus, kita juga melihat banyak contoh perilaku yang mementingkan diri sendiri (1:10; 3:3; 5:1; 6:6-8; 11:21).

Allah meminta kita agar meletakkan kepentingan orang lain di atas kepentingan diri sendiri (1 Korintus 10:24). Ampunilah kami, ya Tuhan, dan tolonglah kami untuk melakukannya!-HVL

MASALAH UTAMA KITA ADALAH
TERLALU MEMENTINGKAN DIRI SENDIRI

Sumber: Renungan Harian

Sabtu, 09 Oktober 2021

Demi yang Utama

Bacaan: FILIPI 3:7-14

Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. (Filipi 3:7)

Seorang petani memikul kayu bakar sedang dalam perjalanan pulang ketika adiknya menjemput. "Istrimu melahirkan!" seru adiknya. Petani itu berusaha bersegera. Tetapi, kayu bakar itu amat menghambat. "Buang kayu bakar itu, " desak adiknya, "istri dan anakmu menunggu!" Petani itu tersadar. Dia buang beban yang menghambatnya, dan berlari pulang untuk istri dan anaknya.

Tidak hanya hal buruk. Hal baik pun bisa membelenggu. Lihat kisah di atas. Bagi petani tradisional, kayu bakar itu penting. Tetapi, ketika yang penting berhadapan dengan yang utama, masalahnya adalah prioritas. Kayu bakar jelas tidak bisa dibandingkan dengan istri dan anak. Petani itu keliru karena ketika yang utama menunggu, dia mempertahankan hal lain yang nilainya jauh lebih kecil, yang menghambat langkahnya menuju yang utama.

Rasul Paulus memberi teladan. Dia dulu seorang Farisi, warga elite dengan banyak hal istimewa: kedudukan tinggi, fasilitas, dekat dengan penguasa, dan sebagainya. "Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus, " tulisnya (ay. 7). Semua yang dulu dia anggap berharga itu dia tinggalkan. Bahkan, dia merasa rugi karena pernah terbelenggu oleh hal-hal itu. Mengapa? Karena dia menemukan yang utama dalam hidup, yaitu Kristus.

Menanggalkan hal-hal berharga yang telah lama kita rangkul bukanlah soal mudah. Tetapi, hidup adalah soal prioritas. Dalam hidup sehari-hari, dan terutama dalam saat-saat pergumulan iman, kita selalu harus memilih yang utama. --EE/www.renunganharian.net

KITA SELALU HARUS MEMILIH YANG UTAMA, YANG PALING BERNILAI DALAM HIDUP. - O.S. RAILLE

Jumat, 08 Oktober 2021

Hubungan Pribadi

Bacaan: MATIUS 6:5-15

"Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Dengan demikian, Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." (Matius 6:6)

Jane, gadis kelas tiga SMA yang selalu terburu-buru pulang demi menjemput anaknya yang masih duduk di bangku TK. Ia tak pernah malu menggandeng tangan anaknya ke mana-mana. Ia malah bangga dan merasa lebih hidup dengan keberadaan June, anaknya itu. Jane tak peduli banyak orang berkasak-kusuk dan memandangnya sebelah mata. Ia merasa tidak perlu menceritakan kepada mereka tentang June, anak yang ia temukan sewaktu masih bayi.

Ibadah adalah hubungan pribadi seseorang dengan Allah. Kehidupan ibadah yang utuh dilakukan dengan motivasi murni bagi kemuliaan Allah, tanpa mengharap pujian manusia. Tak perlu membela diri atau mengklarifikasi sekalipun disalah mengerti. Yesus pun mengajar para murid supaya menjalin hubungan pribadi yang intim dengan Allah. Mereka tak perlu memamerkan kesalehan di hadapan orang banyak untuk mencari pengakuan dan pujian. Sebab Allah yang mereka percaya adalah Allah yang Mahakuasa. Ia Mahahadir dan Maha Melihat. Ia mampu melihat dan menguji kemurnian setiap tindakan manusia.

Saat ini mungkin kita tidak berdoa dan beribadah seperti gaya orang Farisi. Tetapi kita patut mewaspadai motivasi setiap tindakan kita. Menuliskan doa dan membagikan foto melalui media sosial, misalnya. Jangan sampai kita melakukannya karena mengharap pujian manusia. Orang yang mencari pujian manusia tidak akan mendapat perkenan/upah Allah dari doa dan ibadahnya, karena motivasinya untuk memperoleh pujian manusia telah terpenuhi. Tidakkah Anda rindu membangun hubungan pribadi bersama Allah? --EBL/www.renunganharian.net

IBADAH ORANG PERCAYA TIDAK DITUJUKAN KEPADA MANUSIA,
KARENA BUKAN DARI MEREKA PULA KITA MENANTIKAN JAWABAN.

Kamis, 07 Oktober 2021

TERJEPIT!

[[Dan Daud sangat terjepit, karena rakyat mengatakan hendak melempari ia dengan batu. Seluruh rakyat itu telah pedih hati, masing-masing karena anaknya laki-laki dan perempuan. Tetapi Daud menguatkan kepercayaannya kepada TUHAN, Allahnya. ]] (1 Samuel 30:6)

Inilah salah satu kejadian paling memilukan dalam kehidupan Daud. Orang Amalek telah membakar kota Ziklag, dan menawan perempuan serta anak-anak. Termasuk kedua istri Daud juga ditawan. Dikisahkan Daud bersama orang-orangnya menangis sampai mereka tidak kuat lagi menangis. Dapat dibayangkan betapa susahnya keadaan mereka! 

Namun, tidak berhenti di situ kesusahan Daud. Bukannya mendapat dukungan dari rakyatnya, sebaliknya mereka menyalahkan Daud dan hendak melemparinya dengan batu. Daud benar-benar terjepit! Dia tidak punya apa-apa dan siapa-siapa lagi.

Tentu ada banyak kejadian dalam hidup yang menjepit kita. Kita merasa tidak dapat maju atau mundur. Dan makin lama berada di situ, keadaan makin buruk. Inilah yang disebut maju salah, mundur salah, diam lebih salah lagi. Seakan-akan tidak ada jalan keluar. Sepertinya semuanya buntu. Kalau kata peribahasa, sudah jatuh tertimpa tangga, eh, ada pula yang menginjak.

Saya tidak tahu apakah Anda pernah mengalami apa yang Daud alami. Tetapi, jika Anda sedang terjepit, ingatlah apa yang Daud lakukan. Daud menguatkan kepercayaannya kepada Allah. Dia mencari tuntunan Allah dan mengangkat semangatnya kembali. Sejarah mencatat, ia memperoleh kembali apa yang hilang dan menebus kekalahannnya. (Henry Sujaya Lie)

Sumber: Amsal Hari Ini 

Rabu, 06 Oktober 2021

CERMIN

Bacaan: Yakobus 1:22-25

NATS: Kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung ... maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya (2Korintus 3:18)

Bertahun-tahun yang lalu, Walter A. Maier, seorang pengkhotbah radio yang mengesankan, bercerita tentang kepala suku Afrika yang diberi sebuah kaca oleh seorang tamu. Ia menatap kaca itu dengan rasa ingin tahu, lalu berkomentar tentang betapa jeleknya orang yang ia lihat di kaca itu. Tatkala menyadari bahwa sebenarnya yang ia lihat adalah dirinya sendiri, ia menjadi sangat marah dan membanting kaca tersebut pada sebuah batu.

Yakobus mengambarkan Firman Allah sebagai cermin tempat kita melihat diri sendiri (1:23,24). Cermin itu menunjukkan bahwa meskipun kita telah diciptakan untuk merefleksikan karakter Allah, kondisi kita yang telah jatuh dalam dosa ini justru mencerminkan bahwa kita buruk secara rohani dan tercemar oleh dosa.

Akan tetapi bila kita beriman di dalam Yesus Kristus, kita akan dilahirkan kembali secara rohani (Yohanes 3:3-8). Kemudian, saat mencermati Firman Allah, kita melihat diri kita sama seperti Allah melihat kita -- keburukan kita telah diubah menjadi kecantikan yang serupa dengan Kristus. Dan mulai saat itu kita bertumbuh dalam keserupaan dengan-Nya.

Apa yang Anda lihat saat memandang ke cermin Kitab Suci? Apakah Anda ragu membacanya karena kitab itu menunjukkan keburukan dari ketidakpercayaan Anda? Ataukah, Anda membacanya dengan ucapan syukur, melihat diri Anda seperti Allah Bapa melihat Anda -- sebagai anak-Nya yang lahir baru secara rohani, dan yang semakin serupa dengan Anak-Nya yang terkasih? (2Korintus 3:18).

Memiliki Yesus dalam hidup Anda akan mengubahkan Anda --VCG

FIRMAN ALLAH ADALAH SATU-SATUNYA CERMIN YANG DAPAT MENGUBAH PENAMPILAN KITA

Sumber: Renungan Harian

Selasa, 05 Oktober 2021

MASIH ADA WAKTU

Bacaan: Mazmur 32

NATS: Orang percaya kepada TUHAN dikelilingi-Nya dengan kasih setia (Mazmur 32:10)

Sebagai orangtua, salah satu saat yang paling menakutkan dalam masa tahun ajaran di sekolah adalah pertemuan pertama antara orangtua murid dengan guru. Salah satu ungkapan yang terdengar paling mengecewakan adalah, "Kami mengalami sedikit masalah dengan anak Anda."

Dengan kata lain, putra atau putri yang cemerlang itu, yang menceritakan dengan kegembiraan luar biasa bahwa segalanya berjalan dengan baik dan bahwa beberapa minggu pertama di sekolah ia mengalami suatu kesuksesan, ternyata telah memulai suatu permulaan tahun ajaran dengan sangat buruk.

Untungnya, setelah pertemuan pertama itu, beberapa siswa mengenali masalahnya dan menjadi sadar. Lalu, dengan bantuan orangtua, mereka pun mulai bersekolah dengan lebih serius.

Secara rohani, kita dapat memperoleh manfaat dari suatu langkah awal yang baru. Kadangkala kita menjadi "siswa yang buruk" dan melalaikan komitmen kita untuk mengikut Tuhan. Kita mulai menyimpang karena daya tarik dunia yang memikat. Kita lalai mengerjakan "pekerjaan rumah" kita, yakni berdoa dan membaca Firman Allah. Kita melihat teman-teman kita melakukan sesuatu yang tampaknya menyenangkan, dan kita bergabung dengan mereka padahal apa yang mereka lakukan bersifat merusak. Pada saat itulah kita perlu berhenti dan memperbarui komitmen kita untuk hidup bagi Yesus dengan sepenuh hati.

Adakah Anda memilih suatu langkah awal yang buruk? Masih ada waktu bagi kita untuk kembali ke arah yang benar --JDB

MASIH BELUM TERLAMBAT BAGI KITAUNTUK MEMULAI AWAL YANG BARU BERSAMA ALLAH

Sumber: Renungan Harian

Senin, 04 Oktober 2021

TAMPAK MUSTAHIL

Bacaan: Mazmur 5

NATS: Tuhan, pada waktu pagi Engkau mendengar seruanku (Mazmur 5:4)

Lebih dari 35 tahun yang lalu A.W. Tozer berkata, "Peradaban modern sekarang begitu kompleks sehingga hampir tidak memungkinkan bagi kehidupan rohani untuk mendapatkan tempat." Ia sudah menuliskan kalimat itu jauh sebelum email, internet, televisi, dan teknologi "hemat waktu" lainnya merampas sebagian besar waktu kita.

Namun bukan hanya hambatan elektronik dan kompleksnya budaya modern saja yang mengganggu kehidupan rohani. Sering kali hambatan-hambatan yang sangat mengganggu kita dalam menyediakan waktu untuk Allah bukan berasal dari luar diri kita. Diri kitalah yang enggan meluangkan waktu untuk berdoa dan membaca Alkitab.

Lalu, bagaimana caranya agar kita dapat melakukan hal yang tampaknya mustahil itu? Pertama, kita harus mengakui kegagalan kita dalam meluangkan waktu untuk Allah. Kedua, kita harus menyadari bahwa meluangkan waktu bersama Allah adalah hal yang esensial untuk kehidupan rohani kita. Hal itu seharusnya sama pentingnya seperti keharusan kita untuk mendapatkan makanan yang cukup setiap hari. Ketiga, kita harus menyusun rencana. Sebagai contoh, dalam Mazmur 5:4 kita dapat melihat bahwa Daud mempunyai jadual khusus bersama Allah setiap pagi.

Dengan ketiga konsep tersebut tertanam dalam benak, teduhkanlah hati dan pikiran Anda dan mulailah menikmati sukacita yang datang karena Anda telah menyediakan diri untuk Tuhan. Anda pasti sanggup melakukan apa yang tampaknya mustahil itu --JDB

WAKTU YANG DILUANGKAN BERSAMA TUHAN ADALAH WAKTU YANG DIGUNAKAN DENGAN BAIK

Sumber: Renungan Harian

Minggu, 03 Oktober 2021

MENUJU JALAN YANG SALAH?

Bacaan: Yunus 1:1-11

NATS: Yunus bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan Tuhan (Yunus 1:3)

Yunus tidak mau ke Niniwe. Karena itu, bukannya menuruti perintah Allah untuk pergi ke sana dan menyerukan pertobatan kepada penduduk Niniwe (Yunus 1:2), ia malah ke dermaga. Di sana ada kapal yang akan berangkat ke Tarsis. Ia membayar ongkos perjalanan dan berangkat.

Teman sekelas saya di seminari adalah orang yang pandai, dan ia guru yang berbakat. Setelah menyelesaikan pendidikan di seminari, beberapa peluang bagus terbuka untuknya. Namun ia tidak yakin apakah ingin menghabiskan waktu dalam hidupnya untuk "hal-hal yang membosankan" sebagai pendeta, bahkan bila Allah yang menginginkannya. Ia mencari sesuatu yang lebih menarik. Pada saat itu ia ditawari sebuah posisi di perusahaan yang bergerak di bidang investasi. Di sana ia menjadi seorang investor yang berhasil.

Saat saya minum kopi bersamanya beberapa saat yang lalu, ia mengungkapkan penyesalannya karena tidak mengikuti pimpinan Allah menjadi pendeta. "Saya masih berpikir tentang memimpin jemaat suatu hari kelak," katanya sambil menghela napas. Saya membayangkan, ketika ia lari dari Allah, kapal yang memberi kesempatan baginya untuk mengeruk uang banyak sedang menanti di dermaga. Ia "tenggelam" di dalamnya dan kemudian berkata, "Semua ini menyia-nyiakan hidupku."

Jika Anda percaya bahwa Allah memanggil Anda untuk tugas tertentu, segera jawablah ya dan pergilah ke tugas itu secepat mungkin. Jangan lari dari Allah dan naik ke "kapal" yang akan pergi ke arah yang salah --DCE

ANDA TAK AKAN SALAH TUJUANJIKA ANDA MEMILIH MENGIKUTI KRISTUS

Sumber: Renungan Harian

Sabtu, 02 Oktober 2021

KEKUATAN INJIL

Bacaan: Roma 1:1-17

NATS: Aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya (Roma 1:16)

Salah satu alasan mengapa banyak orang Kristen takut bersaksi tentang Tuhan adalah karena mereka takut gagal. Mereka lupa bahwa ada kekuatan Injil yang mampu mengubahkan hidup manusia.

Peter V. Deison, dalam bukunya The Priority Of Knowing God (Mengutamakan Pengenalan Akan Allah) mengisahkan tentang seorang India bernama Ramad. Ia adalah anggota geng perampok. Pada suatu hari ketika mereka mengadakan aksi perampokan di sebuah rumah, Ramad memperhatikan sebuah buku kecil berwarna hitam dengan lembaran-lembaran halaman yang sangat tipis, sehingga tampaknya cocok untuk membuat lintingan rokok. Ia pun mengambilnya. Setiap sore ia menyobek satu halaman untuk melinting tembakau, dan mulai merokok. Ketika ia melihat bahwa tulisan kecil-kecil dalam buku itu tertulis dalam bahasanya, ia mulai membacanya dulu sebelum digunakan untuk melinting rokoknya.

Suatu sore setelah membaca satu halaman, ia berlutut dan berseru kepada Tuhan Yesus agar mengampuni dosanya dan menyelamatkannya. Yang membuat banyak orang tercengang adalah ketika kemudian ia menyerahkan diri kepada polisi. Ramad, perampok itu, kini menjadi tahanan milik Yesus Kristus. Selama dalam penjara, ia membawa banyak orang kepada sang Juruselamat.

Buku apa sebenarnya yang ia baca? Alkitab. Roh Kudus yang bekerja dalam Injil Kristus dan dalam diri Ramad telah menjadi "kekuatan Allah yang menyelamatkan" (Roma 1:16).

Ketahuilah bahwa ada kekuatan besar dalam Injil. Dengan demikian kita dapat selalu membagikan kabar baik dengan penuh keyakinan-RWD

AGAMA DAPAT MELAKUKAN REFORMASI TETAPI HANYA INJIL YANG DAPAT MELAKUKAN TRANSFORMASI

Sumber: Renungan Harian

Jumat, 01 Oktober 2021

BELUM BERAKHIR

Bacaan: Pengkhotbah 9:11,12

NATS: Kemenangan perlombaan bukan untuk yang cepat, dan keunggulan perjuangan bukan untuk yang kuat (Pengkhotbah 9:11)

Sebuah surat kabar memuat berita berjudul: Joki Kalahkan Kuda Melampaui Garis Finis. Joki itu terpental dari kudanya sejauh 20 kali panjang kuda, sedangkan kudanya terpental sejauh 1 kali panjang badannya saat si joki terlempar dan melampaui garis finis. Kudanya yang tersandung menyusul segera sesudahnya. Namun pemenangnya adalah kuda bernama Slip Up [tergelincir] yang memasuki garis finis setelah joki itu. Seorang panitia berkata bahwa sebenarnya joki itu "sudah mendahului jauh di depan. Jadi, hanya kecelakaan aneh saja yang akan menghentikannya ... dan itulah yang terjadi."

Kita semua pernah mengalami peristiwa tak terduga. Penulis kitab Pengkhotbah telah mengamati peristiwa itu saat berkata, "kemenangan perlombaan bukan untuk yang cepat, dan keunggulan perjuangan bukan untuk yang kuat" (9:11). Ia merefleksikan ayat itu pada fakta bahwa manusia tidak berkuasa atas jalan hidupnya seperti yang sering dipikirkan selama ini.

Hidup ini penuh dengan pengalaman dan peristiwa tak terduga. Segalanya bisa terjadi tiba-tiba. Orang yang kuat dan sehat bisa tiba-tiba mati. Atlet muda yang sedang naik daun bisa tiba-tiba mengidap penyakit yang melumpuhkan. Seseorang yang kaya bisa tiba-tiba kehilangan segalanya karena transaksi yang buruk.

Pelajaran apa yang dapat kita petik dari hal ini? Jangan mengandalkan kekuatan sendiri, kebijaksanaan sendiri, atau kemampuan sendiri, tetapi berserahlah kepada Tuhan yang mengetahui akhir dari suatu permulaan.

Perlombaan dalam hidup ini belumlah berakhir hingga Dia mengatakan selesai --MRDII

HIDUP TANPA IMAN KEPADA ALLAH
BAGAIKAN MENGEMUDI DALAM KABUT

Sumber: Renungan Harian