Senin, 31 Januari 2022

Belajarlah Mengutamakan Orang Lain

Baca: Matius 14:13-21

"Ketika Yesus mendarat, Ia melihat orang banyak yang besar jumlahnya, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka dan Ia menyembuhkan mereka yang sakit." (Matius 14:14)

Hal terbaik yang biasa kita lakukan setelah lelah bekerja seharian adalah mengambil waktu untuk beristirahat, entah itu tidur di kamar atau hanya sekadar rebahan di sofa, tanpa mau diganggu oleh siapa pun. Kita beristirahat dengan tujuan untuk melepaskan rasa penat, meregangkan otot-otot yang kaku. Tetapi sering kali kita menjadi kesal ketika sedang enak-enaknya beristirahat tiba-tiba ada gangguan datang.

Suatu ketika Yesus ingin sekali beristirahat dan mengasingkan diri, karena di balik kelelahan tubuh-Nya Ia juga sedang berduka karena telah mendengar kabar tentang kematian Yohanes Pembaptis yang tragis yaitu dipenggal kepalanya oleh raja Herodes. Karena itu Ia ingin sekali menyendiri dan menenangkan diri-Nya. Namun orang-orang tidak mengetahui apa yang Yesus rasakan, sehingga mereka tetap saja mengikuti Dia sekalipun harus menempuhnya dengan berjalan kaki, karena mereka ingin sekali mendapatkan kesembuhan dan mujizat.

Melihat orang banyak berbondong-bondong datang kepada-Nya Yesus pun menemui mereka dan melayani mereka, sekalipun hari sudah larut malam. Yesus rela mengesampingkan kebutuhan pribadi-Nya yang semula ingin menyendiri, beristirahat, dan menenangkan hati, dengan tetap mengutamakan kepentingan orang banyak itu, melayani mereka bahkan memberi mereka makan.

Tuhan telah meninggalkan teladan hidup bagi orang percaya. Kristus rela mengesampingkan kepentingan pribadi-Nya dengan memerhatikan kepentingan orang lain. Karena itu "...hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga." (Filipi 2:3-4). Selain itu kita juga diajar untuk memiliki kasih yang diwujudkan dengan tindakan yaitu menolong orang lain yang sedang membutuhkan pertolongan. 
"Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus." (Galatia 6:2).

"Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka." (Matius 7:12)

Sumber: Renungan Kristen

Minggu, 30 Januari 2022

MIRIP SIAPAKAH KITA?

[[Tetapi siapa yang mengikatkan dirinya pada Tuhan, menjadi satu roh dengan Dia.]] (1 Korintus 6:17)

Suatu hari, ketika seorang ibu menggandeng seorang anak kecil lewat, teman saya ditanya oleh temannya, “Menurut kamu, anak itu apanya ibu itu?” “Pasti anaknya!” jawabnya spontan. Mengapa teman saya menjawab demikian? Sebab mereka berdua sangat mirip dalam banyak hal seperti cara berjalan, cara bicara, cara tertawa, bahkan raut wajah mereka hampir serupa pula. Tetapi, ternyata teman saya itu salah, sebab ibu itu bukan ibu anak itu, melainkan pengasuhnya.

Tampaknya orangtua anak tersebut sangat sibuk. Pagi-pagi benar sebelum anak itu bangun tidur, mereka sudah pergi bekerja dan pulang sampai jauh malam ketika sang anak sudah tertidur. Dengan demikian, sepanjang hari anak itu bersama sang pengasuh. Tanpa mereka sadari, lama kelamaan anak itu menjadi mirip sang pengasuh.

Kita semua cenderung mirip dengan orang-orang yang dekat dengan kita. Bukankah kita sering melihat suami istri yang makin lama makin mirip satu sama lain? Demikian juga jika kita dekat dengan Tuhan, kita akan makin mirip dengan Tuhan, sebaliknya, jika kita dekat dengan Iblis, maka kita juga akan makin mirip Iblis.

Firman Tuhan hari ini mengingatkan kita bahwa sebagai orang percaya kita diberi kebebasan untuk memilih kepada siapa kita akan mengikatkan diri, apakah kepada kenikmatan dosa yang berarti mendekat kepada Iblis dan menjadi makin mirip dengannya, ataukah kita memilih hidup benar yang berarti mengikatkan diri kepada Tuhan dan menjadi makin mirip dengan Dia. Mana yang kita pilih?
(Ruth Retno Nuswantari)

Sumber: Amsal Hari Ini 

Sabtu, 29 Januari 2022

KETIKA AKU LEMAH

[[Sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku  menjadi sempurna. Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. ]] (2 Korintus 12:9b)

Cirque du Soleil adalah sebuah gelaran pertunjukan drama musikal terkenal di dunia yang bermarkas di Quebec, Kanada. Sejak berdiri tahun 1984, telah lebih dari 100 juta orang di seluruh dunia menyaksikan pertunjukan spektakuler ini. Para artis dan karyawannya berasal dari 50 negara berbeda. Di antara 1.300 artis berbakat dengan 100 jenis keahlian berbeda, terdapat Dergin Tokmak, seorang pemuda asal Jerman.

Tokmak bergabung dengan Cirque du Soleil pada tahun 2004 lewat sebuah audisi untuk pertunjukan musikal Varekai. Dalam pertunjukan tersebut, Tokmak terpilih untuk memerankan karakter “The Limping Angel”, malaikat yang lumpuh. Penampilannya menjadi buah bibir. Ia mampu menari dengan luar biasa indah di atas kruk penyangga badan. Ya, Tomak adalah seorang lumpuh. Sejak usia satu tahun, polio telah merenggut fungsi kedua kakinya, tetapi tidak semangatnya! “Saya ingin generasi setelah saya tahu bahwa kelumpuhan tidak menjadi alasan untuk menari. Dalam diri setiap orang, entah ia cacat atau tidak, terdapat jiwa yang kreatif. Yang perlu kita lakukan adalah tidak menyerah,” katanya.

Kita kerap meratapi kekurangan dan kelemahan yang ada pada kita. Lalu, kita tenggelam dalam kekecewaan, padahal sebetulnya ada pilihan lain bagi kita, yakni menerima semua itu sebagai bagian dari rancangan Allah untuk mendatangkan kebaikan. Tidak jarang kelemahan kita justru Allah gunakan untuk menunjukkan kekuatan-Nya. Asal kita tidak putus asa, dan terjebak dengan rasa mengasihani diri sendiri.
(Ayub Yahya)

Sumber: Amsal Hari Ini 

Jumat, 28 Januari 2022

Jangan Suka Menyebarkan Gosip!

Baca: Mazmur 39

"Aku hendak menjaga diri, supaya jangan aku berdosa dengan lidahku; aku hendak menahan mulutku dengan kekang selama orang fasik masih ada di depanku." (Mazmur 39:2)

Memperbincangkan orang lain berkenaan dengan kelemahan, kekurangan, kesalahan, atau keburukannya, walaupun sebenarnya kita tidak tahu persis kebenarannya, bagi sebagian orang merupakan hal yang sangat menarik, menyenangkan, dan menimbulkan kepuasan tersendiri. Itulah gosip! Gosip adalah obrolan dan cerita negatif tentang orang lain, pergunjingan. Bagi penggosip, menggosip adalah aktivitas menghibur, apalagi ditambahi "bumbu-bumbu" yang sedap; namanya juga "gosip", semakin digosok semakin sip!

Mendengar sebutan "orang fasik" kita sering mengidentikkan dengan orang-orang yang melakukan tindak kejahatan, seperti membunuh, mencuri, merampok, memukul, menghujat Tuhan, dan sebagainya. Ketahuilah bahwa orang yang suka memfitnah, bergosip, "bocor mulut", menghakimi sesama adalah termasuk juga orang fasik. Selama ini secara tidak sadar banyak orang Kristen berkompromi, bahkan turut terlibat dengan orang-orang yang kesukaannya menggosip. Rasanya puas sekali berkumpul dengan teman mengupas tuntas kejelekan orang lain. Adalah berbahaya jika kita tak mampu mengekang lidah, yang "...walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar...ia adalah sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan." (Yakobus 3:5, 8).

Kalau mata tidak melihat sendiri dan telinga tidak mendengar langsung jangan sekali-kali menyebarkan fitnah atau menyebarkan berita yang belum tentu tentu kebenarannya. Tidak seharusnya menyebarkan berita yang bukan urusan kita! Tugas orang Kristen memberitakan firman Tuhan dan bersaksi tentang Kristus, bukan bergosip. Jangan mau diperalat Iblis menjadi penyambung lidah untuk perkara-perkara yang tidak benar. "Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu;" (Mazmur 34:14).

"Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah;" (1 Petrus 4:11)

Sumber: Renunga Kristen

Kamis, 27 Januari 2022

Melakukan Firman

Hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri. –Yakobus 1:22

Ayat Bacaan & Wawasan:
Yakobus 1:19-27

Saya mulai membacakan Alkitab kepada putra-putra saya ketika si bungsu, Xavier, masuk TK. Saya menggunakan momen-momen tertentu untuk mengajarnya, membahas ayat-ayat yang dapat diterapkan pada kondisi kami, lalu mengajak mereka berdoa bersama. Xavier menghafal ayat-ayat Alkitab dengan sangat mudah. Manakala kami menghadapi kesulitan yang membutuhkan hikmat, ia akan mengucapkan ayat-ayat yang menyatakan kebenaran Allah.

Suatu hari, saya marah dan ia sempat mendengar kata-kata saya yang kasar. Mendengar itu, Xavier memeluk saya dan berkata, “Lakukan firman yang Mama ajarkan, ya.”

Ucapan Xavier yang lembut itu mengingatkan saya pada nasihat bijak Rasul Yakobus saat berbicara kepada orang-orang Yahudi Kristen yang tersebar di berbagai wilayah (Yak. 1:1). Setelah menyoroti bagaimana dosa dapat menghalangi kesaksian kita bagi Kristus, Yakobus mendorong mereka untuk menerima “dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hati [mereka]” (ay. 21). Jika kita hanya mendengar firman Tuhan, tetapi tidak melakukannya, kita seumpama orang yang mengamat-amati mukanya di depan cermin tetapi kemudian lupa bagaimana rupanya (ay. 23-24). Kita bisa lupa pada hak istimewa yang diberikan kepada kita, makhluk yang segambar dengan Allah dan yang dibenarkan di hadapan-Nya oleh darah Kristus.

Orang percaya diperintahkan untuk memberitakan Injil. Sambil mengubah kita, Roh Kudus memampukan kita menjadi wakil Tuhan yang lebih baik untuk kemudian menjadi pemberita kabar baik. Kerelaan kita untuk taat memancarkan cahaya kebenaran dan kasih Allah di mana pun kita diutus oleh-Nya. Dengan demikian, kita dapat menuntun orang lain kepada Yesus dengan melakukan apa yang kita sendiri ajarkan (Xochitl Dixon).

Renungkan dan Doakan
Seperti apakah pergumulan Anda dalam menaati firman Tuhan? Bagaimana Allah telah mengubah dan memampukan Anda?

Ya Allah, bentuklah aku semakin serupa diri-Mu, supaya aku dapat memakai setiap kesempatan untuk membagikan kasih-Mu dengan sesama.

Sumber: Our Daily Bread

Rabu, 26 Januari 2022

TIRAM YANG TERLUKA

Bacaan: Kejadian 41:46-57

NATS: Allah membuat aku mendapat anak dalam negeri kesengsaraanku (Kejadian 41:52)

Pada saat mengalami penderitaan yang berat, kita sering bertanya-tanya, "Apakah arti semua ini?" Namun, sebelum kita menjawab pertanyaan itu, marilah kita renungkan sejenak asal-usul sebuah mutiara.

Setiap butir mutiara terbentuk di dalam seekor tiram yang terluka dan kesakitan, misalnya akibat kemasukan pasir. Karena sakit inilah ia kemudian mengeluarkan suatu cairan dengan tujuan untuk mengatasi lukanya. Dan sebagai akibatnya, terbentuklah mutiara yang berharga; sesuatu yang indah yang tak mungkin terjadi tanpa mengalami penderitaan.

Dalam bacaan Alkitab hari ini, kita mendapati Yusuf dalam posisi yang sangat berpengaruh dan segera akan dipakai Allah untuk menolong seluruh bangsa dan keluarganya dari bencana kelaparan. Namun bagaimana ia dapat menjadi orang yang berpengaruh seperti itu? Ia telah memulainya dengan kesengsaraan, "terjual sebagai budak" (Kejadian 39:1-23), tetapi pada akhirnya menghasilkan "mutiara kehidupan" yang berharga. Karena Yusuf bersandar pada kekuatan Allah dalam kehinaannya, ia pun menjadi lebih baik, bukannya pahit. Ia memberi nama Efraim kepada anaknya yang kedua, yang berarti, "menghasilkan berlipat ganda" dan berkata, "Allah membuat aku mendapat anak dalam negeri kesengsaraanku" (Kej 41:52).

Penulis Paul E. Billheimer menulis tentang Yusuf demikian:

"Jika manusia hanya mengasihani dirinya sendiri pada saat mengalami kesengsaraan, saat-saat bahagia yang akan mengikutinya pun akan hilang." Oleh karena itu, bila Anda mengalami penderitaan, ingatlah bahwa tanpa kesengsaraan takkan ada mutiara -- JEY

KESENGSARAAN SERING MERUPAKAN BERKAT YANG TERSEMBUNYI

Sumber: Renungan Harian

Selasa, 25 Januari 2022

Rumah Rohani: Jadi Reruntuhan 

Baca: Hagai 1:1-14

"Jadi naiklah ke gunung, bawalah kayu dan bangunlah Rumah itu; maka Aku akan berkenan kepadanya dan akan menyatakan kemuliaan-Ku di situ, firman TUHAN." (Hagai 1:8)

Melalui hamba-Nya, Hagai, Tuhan memberi teguran dan peringatan keras kepada umat Israel yang dengan sengaja mengabaikan dan membiarkan Bait Suci-Nya tetap menjadi reruntuhan, sekalipun telah sekian lama mereka kembali dari pembuangan di Babel. Pada zaman Hagai ini pembangunan Bait Suci mengacu kepada bangunan secara fisik. Mereka tidak tergerak untuk membangun kembali Bait Suci tersebut, malahan sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri: membangun tempat tinggal untuk diri sendiri, sementara Bait Suci dibiarkan menjadi puing-puing reruntuhan; lebih mengutamakan kepentingan pribadi daripada mengutamakan Tuhan; lebih mengutamakan perkara jasmani daripada perkara rohani.

Mereka tak menyadari bahwa keadaan sulit yang menimpa selama ini adalah sebagai akibat dari kesalahan mereka sendiri. "Kamu menabur banyak, tetapi membawa pulang hasil sedikit; kamu makan, tetapi tidak sampai kenyang; kamu minum, tetapi tidak sampai puas; kamu berpakaian, tetapi badanmu tidak sampai panas; dan orang yang bekerja untuk upah, ia bekerja untuk upah yang ditaruh dalam pundi-pundi yang berlobang! Kamu mengharapkan banyak, tetapi hasilnya sedikit, dan ketika kamu membawanya ke rumah, Aku menghembuskannya. Oleh karena apa? demikianlah firman TUHAN semesta alam. Oleh karena rumah-Ku yang tetap menjadi reruntuhan, sedang kamu masing-masing sibuk dengan urusan rumahnya sendiri." (ayat 6,9).

Peringatan ini juga ditujukan kepada semua orang percaya agar memperhatikan "rumah rohani" masing-masing. "Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, --dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1 Korintus 6:19-20). Bagaimana dengan "rumah rohani" kita? Apakah bangunan tersebut sudah berdiri dengan kuat, ataukah masih tetap menjadi reruntuhan? Bersyukurlah bila kita ditegur dan diperingatkan oleh firman Tuhan tentang hal itu; dan biarlah waktu dan kesempatan yang ada ini kita pergunakan sebaik mungkin untuk berbenah diri, sebelum timbul penyesalan.

Jangan biarkan "rumah rohani" kita hanya menjadi reruntuhan tetapi bangunlah: iman, ketaatan, kesetiaan, ketekunan, dan perkara-perkara rohani lainnya!

Sumber: Renungan Kristen

Senin, 24 Januari 2022

Tuhan Tidak Pernah Jauh Dari Kita

Wahyu 3:20 “Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.”

Baru-baru ini ibuku meninggal. Saya bersyukur dia hidup hingga usia 90 tahun. Namun tahun-tahun terakhirnya dipenuhi dengan masalah kesehatan, komplikasi, rehabilitasi terapi fisik, dan rasa sakit. Pada bulan-bulan terakhir, demensia mengambil alih hidup ibuku, dia membuat ibuku hidup dalam kebingungan dan ketakutan.

Setiap hari ketika saya harus melewati salah satu unit di fasilitas perawatan, saya seringkali mendengar suara ibu yang bergema di koridor, dia berkata, “Tolong! Tolong! Tidakkah ada yang mau membantu saya?” Bahkan ketika saya duduk di sampingnya, memegang tangannya, dan meyakinkannya dengan kehadiran saya, dia terus berteriak minta tolong.

Selama hari-hari sulit itu saya beroda. Tuhan, dimanakah Engkau? Bagaimana ibuku memuliakanmu dengan penderitaannya? Kapan Engkau akan menjawab teriakan minta tolongnya?

Ketika kita sedang melewati masa-masa yang penuh tantangan, wajar jika kita bertanya, “Ya Tuhan, dimanakah Engkau?” Kami menginginkan tanggapan atas pertanyaan yang terkadang tidak memiliki jawaban. Kami mempertanyakan waktu Tuhan dan ingin mengetahui hasil dari situasi. Tapi pernahkan Anda bertanya-tanya bagaimana rasanya bagi Tuhan ketika menjauhkan diri dari-Nya?

“Tetapi TUHAN Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: “Di manakah engkau?”” – Kejadian 3:9.

Ketika Adam dan Hawa tidak menaati Tuhan, mereka mengalami ketakutan untuk pertama kalinya. Tiba-tiba mereka memahami konsekuensi dosa, terpisah dari Allah. Sebelum berbuat dosa, mereka menantikan Tuhan dengan penuh semangat dan menikmati persekutuan dengan-Nya di taman yang indah, sejuk, dan rimbun yang menjadi rumah mereka.

Setelah tidak taat, mereka takut akan reaksi Tuhan bersembunyi dari-Nya. Bahkan sebelum Tuhan bertanya, “Dimanakah engkau?” Dia tahu hubungan-Nya dengan Adam dan Hawa telah berubah.

Berhari-hari, Tuhan menanyakan pertanyaan yang sama kepada saya, “Dimanakah engkau?”

Ada beberapa pekerjaan menarik perhatian saya. Tenggat waktu membayangi. Internet, jejaring sosial, percakapan telepon, atau menonton TV menghabiskan waktu yang berharga dengan sedikit keuntungan. Dan Tuhan menunggu dengan sabar, mengetuk pintu hati saya, menanyakan keberadaan saya dan mengapa saya tidak menghabiskan waktu bersama-Nya.

“Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.” – Wahyu 3:20.

Dimanakah engkau? Sebuah pertanyaan yang bagus. Dimana saya dalam perjalanan rohani saya? Dimana saya dalam kehidupan doa saya? Dimana saya belajar Alkitab? Dimana saya dalam memberitahu orang lain tentang Tuhuan? Kadang-kadang saya bersembunyi karena saya telah membiarkan dosa yang tidak diakui untuk membangun penghalang yang sangat besar.

Di hari lain, saya hanya malas dan tidak disiplin, menjalani hidup dengan cara saya sendiri, mencari kebijaksanaan di tempat lain, dan takut akan hal-hal yang mungkin tidak akan pernah terjadi. Namun Tuhan menunggu dengan sabar, melewatkan saat-saat khusus untuk berhubungan dengan saya.

Terkadang kita lupa bahwa Tuhan menciptakan kita secara khusus untuk tujuan bersekutu dengan-Nya. Firman Tuhan dalam Wahyu 3:20 tentang Yesus yang duduk di meja makan berbagi makanan dengan kita merupakan pengingat akan persekutuan hangat yang diberikan kepada kita, jika kita mau. Tapi seringkali kita mengabaikan tawaran persahabatan yang intim.

Tuhan berdiri dengan menunggu untuk memberikan kebijaksanaan, mendorong kita, menghibur dan membantu kita dari masalah. Dia merindukan kita ketika kita masih jauh. Namun alih-alih mencari-Nya dan menantikan waktu bersama-Nya, kita bersembunyi di balik tugas, kewajiban, peristiwa, kegiatan, hubungan, atau kesibukan yang kita ciptakan sendiri yang kita anggap lebih penting atau perlu.

Kita jatuh ke tempat tidur pada malam hari karena kelelahan, dan Tuhan masih menunggu, sedih karena kami mengabaikannya di hari lain, dengan tenang berkata, “Ini aku! Di mana kamu?”

Kapan Anda akan mendatangi Tuhan dan membangun hubungan bersama-Nya?

Sumber: Jawaban.com.

Hak Cipta © Candy Arrington

Minggu, 23 Januari 2022

LEBIH BODOH DARI KELEDAI

[[Ketika keledai ini melihat Aku, telah tiga kali ia menyimpang dari hadapan-Ku; jika ia tidak menyimpang dari hadapan-Ku, tentulah engkau yang Kubunuh pada waktu itu juga dan dia Kubiarkan hidup. ]] (Bilangan 22:21-40)

Ketika seseorang dikuasai oleh nafsu yang menggebu-gebu, maka ia akan sulit sekali mengendalikan dirinya. Dengan mudah ia akan dibutakan oleh nafsunya. Dalam keadaan demikian, orang itu tidak akan dapat lagi mendengar peringatan Tuhan. Ia akan cenderung mengikuti suara nafsunya.

Hal itulah yang terjadi pada Bileam. Bahkan Bileam digambarkan lebih “buta” dari keledainya. Mengapa demikian? Bileam telah menolak perintah Allah. Itulah sebabnya Allah marah dan mengutus malaikat-Nya untuk menghadang Bileam. Keledai yang melihat malaikat itu kemudian memberikan isyarat kepada Bileam dengan cara tidak mau melangkah maju. Tetapi bagi Bileam, itu berarti pembangkangan sehingga Bileam memukul keledainya. Hal ini terjadi sampai tiga kali. Ironis sekali, keledai seekor binatang yang dikenal bodoh justru bisa mengenali utusan Sang Pencipta. Bahkan keledai itu merespons sesuai keinginan Tuhan. Sebaliknya, Bileam yang disebut-sebut sebagai orang yang "melihat penglihatan" dari yang Mahakuasa (bdk. Bilangan 24:4,16), justru dibutakan karena punya hati yang tidak taat. Ketidaktaatan yang lahir karena hawa nafsunya untuk mendapatkan hadiah dari Balak, Raja Moab.

Sama seperti Bileam, setiap kita bisa saja memiliki kelemahan yang sama apabila dikuasai oleh nafsu untuk mendapatkan atau memiliki sesuatu. Nafsu ini bisa membutakan kita hingga tidak dapat, bahkan tidak ingin lagi, melihat kehendak Allah bagi kita. Oleh karena itu, berhati-hatilah ketika kita sangat menginginkan sesuatu. Dan bijaklah dalam melihat pimpinan Tuhan mengenai hal itu. (Eddy Nugroho)

Sumber: Amsal Hari Ini

Sabtu, 22 Januari 2022

MASIH KOMPROMI DENGAN KEBIASAAN YANG MERUSAK

1 Korintus 6: 12 Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apapun.

Anak muda adalah istilah yang relatif. Bagi saya yang berusia 15 tahun, saya sudah seperti orangtua. Tetapi bagi orang lain yang sudah berusia 90 tahun, saya tampak muda. Tapi apapun itu, usia kita semua akan bertambah satu tahun di tahun ini.

Bagi saya, tahun ini adalah waktunya untuk membuat banyak keputusan dalam hidup. Kita harus memutuskan di malam hari tentang apa yang akan kita lakukan di pagi hari berikutnya. Keputusan yang kita buat hari ini akan menentukan seperti apa Anda besok. Itu benar!

Mungkin Tuhan sudah menunjukkan kepada Anda suatu area di mana Anda berkompromi secara rohani. Seringnya, hal-hal kecillah yang membuat kita jatuh. Hal-hal kecil itu akan mengarahkan kita kepada hal-hal yang besar. Sebuah area abu-abu yang akan membawa kita ke area hitam dan putih.

Pertanyaannya adalah, “Bisakah Anda tetap kompromi dengan hal itu dan tetap menjadi orang Kristen?”

Jika Anda sedang berada di salah satu area itu dan bertanya-tanya apakah hal itu diizinkan Tuhan dan pantas dilakukan? Cobalah untuk menjawab empat pertanyaan ini:

1. Apakah hal itu membangun kerohanian saya?

2. Apakah hal itu membuat saya kecanduan?

3. Apakah hati saya merasa gelisah saat melakukannya?

4. Bisakah hal itu membuat iman orang lain tersandung?

Rasul Paulus menulis, “Dan segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman, adalah dosa.” (Roma 14: 23)

Kita sendirilah yang memutuskan pilihan kita dalam menjalani hidup. Salah satunya adalah pilihan untuk kompromi dengan sesuatu yang merusak iman Anda. Setiap hari kita membuat ratusan bahkan ribuan keputusan, apakah kita sudah melakukannya dengan bijak?

Hak cipta Greg Laurie, disadur dari Crosswalk.com

Jumat, 21 Januari 2022

MENOLEH KE BELAKANG

[[Tetapi isteri Lot, yang berjalan mengikutnya, menoleh ke belakang, lalu menjadi tiang garam.]] (Kejadian 19:26)

Apakah pengalaman paling traumatis yang pernah Anda alami pada masa remaja? Mungkin tidak naik kelas? Atau ditinggal pacar? Pengalaman traumatis saya adalah ... pindah rumah. Ya, ketika saya kelas 1 SMA, kami sekeluarga pindah dari rumah masa kecil saya ke sebuah kontrakan tepat di seberang rumah lama. Hari pertama keluar dari rumah yang sudah begitu kami akrabi itu, saya menangis tersedu-sedu. Hari-hari berikutnya pun saya masih terus murung. Setelah diselidiki, biangnya karena rumah kontrakan ini terletak tepat di seberang rumah lama sehingga saya jadi menghabiskan hari untuk meratapi nyamannya rumah yang telah kosong itu.

Setiap kita, dalam satu titik di dalam hidup ini, pasti harus melepaskan sesuatu yang telah lama kita miliki, entah itu keluarga, mantan pacar, atau sekadar daster robek favorit. Lot dan keluarganya dihadapkan pada tantangan yang sama. Sodom telah menjadi tempat tinggal Lot sekeluarga selama puluhan tahun setelah dulu Tanah Negeb tidak dapat memberikan kenyamanan. Maka dari itu, bukankah wajar jika istri Lot menatap ke belakang?

Banyak di antara kita hari ini hidup seperti istri Lot. Kaki berlari menuju masa depan, namun pikiran kita masih berkubang di masa lalu. Yang namanya hidup ternyata tidak bisa tanggung-tanggung; ketika kita memutuskan untuk menata hidup baru dan ingin lebih baik, seluruh bagian dari hidup kita harus konsisten bergerak maju. Apakah Anda terus bergerak maju, atau masih suka menengok-nengok ke belakang? (Olivia Elena Hakim)

Sumber: Amsal Hari Ini 

Kamis, 20 Januari 2022

DIA AKAN MENYEDIAKAN

Bacaan: Kejadian 22:1-14

NATS: Sahut Abraham: "Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagiNya, anakku" (Kejadian 22:8)

Pendeta Roy S. Nicholson menceritakan bahwa suatu ketika ia tidak memiliki uang untuk membeli makanan. Dengan tetap percaya kepada Allah dan tidak mengungkapkannya kepada siapa pun, ia dan istrinya membawa permasalahan itu ke hadapan Tuhan melalui doa.

Keesokan paginya, ia menyiapkan meja untuk sarapan dan yakin bahwa Tuhan akan menyediakan sesuatu baginya untuk dimakan. Tidak lama kemudian, seorang anak Sekolah Minggu datang ke rumah pendeta itu dengan membawa sekarung tepung dan sejumlah susu. Airmata mengalir dari kedua mata pendeta tersebut. Belum lama setelah anak itu pergi, nampaklah seorang yang bernama Turner berada di depan pintu dan membawa persembahan diakonia yang berisi daging sapi (ham) Virginia, telur, sup daging, biskuit yang masih hangat, mentega, jeli dan kopi. Nicholsom sungguh bersyukur kepada Allah.

Abraham menghadapi ujian iman secara lebih serius. Allah telah berkata kepadanya bahwa ia akan menjadi bapak dari satu keturunan yang besar, tetapi kemudian Allah meminta Abraham untuk mengurbankan anak perjanjiannya, Ishak, di atas mezbah. Bagaimana mungkin Abraham dapat melakukannya! Namun demikian, kepercayaannya kepada Allah selama bertahun-tahun ketika menantikan seorang anak, telah mengajarkan kepadanya bahwa keyakinan di dalam Allah akan memberikan upah. "Allah yang akan menyediakan anak domba untuk kurban bakaran bagiNya," kata Abraham kepada Ishak.

Iman seperti itu tidak akan lahir dalam satu hari. Namun hasil dari melihat Allah setia dengan janji-janjiNya selama bertahun-tahun, dan iman itu bertumbuh saat kita memilih untuk percaya kepada firmanNya dalam kehidupan sehari-hari -- DJD

KEMISKINAN MANUSIA TIDAK PERNAH DAPAT MENEKAN PERSEDIAAN ALLAH

Sumber: Renungan Harian

Rabu, 19 Januari 2022

Di Titik Kritis Itu

Bacaan: ROMA 14:13-19

Jangan kita membuat saudara seiman kita jatuh atau tersandung! ... Sebab itu marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun. (Roma 14:13,19)

Ketika Covid-19 merebak di Wuhan, berbagai opini marak di media sosial. Tiap opini ditanggapi ramai-ramai, tiap tanggapan ramai-ramai itu ditanggapi lebih ramai lagi, begitu seterusnya, hingga yang merebak liar tidak terkendali tak cuma pandemi, tetapi juga infodemi: banjir informasi yang kisruh dan membingungkan.

Bencana informasi semacam itu banyak terjadi. Sebagian orang mampu menyikapi dengan tepat. Tetapi, banyak orang tak punya bekal untuk itu. Mereka menjadi korban sia-sia, atau bahkan-tanpa mereka sadari-menjadi alat kejahatan. Semua berawal dari titik kritis ketika orang berpikir untuk berbagi informasi (teks, gambar, suara, foto, video, atau kombinasinya).

Alkitab berpesan, Jangan kita membuat saudara seiman kita jatuh atau tersandung! ... marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun" (ay. 13, 19). Pesan itu sangat relevan dengan persoalan kita. Tuhan memberi kita tiga tugas yang sangat penting: menjaga sesama, mengupayakan damai sejahtera, dan saling membangun.

Maka di titik kritis itu, di titik ketika kita ingin berbagi informasi, kita perlu serius menimbang: apakah dengan berbagi itu kita menjaga sesama, mendatangkan damai sejahtera, membangun yang baik, atau justru sebaliknya? Jika ada satu saja jawaban "tidak", rencana berbagi informasi itu harus dihentikan.

Kesungguhan kita untuk serius berupaya menghindarkan sesama dari cakar jahat infodemi adalah wujud konkret kepedulian kita kepada mereka. Dan, demikianlah cinta seharusnya. --EE/www.renunganharian.net

DALAM SEGALA HAL, KITA HARUS SENANTIASA MENJAGA SESAMA,
MENGUSAHAKAN DAMAI SEJAHTERA, DAN SALING MEMBANGUN.

Selasa, 18 Januari 2022

"PEKERJAAN TANGAN" ALLAH

Bacaan: 2Korintus 4:8-18

NATS: Penderitaan ringan...mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami (2Korintus 4:17)

Piano Steinway lebih disukai oleh para pianis terkenal seperti Rachmaninoff, Horowitz, Cliburn dan Liszt -- dengan alasan yang baik. Keunggulan dari alat musik yang dibuat dengan ketrampilan tinggi ini adalah kemampuannya dalam menghasilkan suara yang luar biasa.

Piano Steinway yang diproduksi saat ini, dibuat dengan cara yang sama seperti yang dilakukan 140 tahun yang lalu, ketika Henry Steinway memulai usaha pembuatan piano ini. Diperlukan tidak kurang 200 orang pengrajin dan 12.000 bagian untuk menghasilkan setiap alat musik yang luar biasa itu. Tahap yang paling penting adalah ketika dilakukan pelekukan terhadap 18 lapisan kayu pada kerangka besi untuk membentuk badan piano. Selain itu dilakukan lima kali pelapisan dengan pernis dan penggosokan dengan tangan sehingga piano itu menjadi mengkilap. Setelah itu barulah alat musik itu dibawa ke ruang pengujian untuk dilakukan pengetesan terhadap setiap tuts sebanyak 10.000 kali untuk memastikan kualitas dan daya tahannya.

Para pengikut Kristus juga merupakan hasil dari "pekerjaan tangan". Kita ditekan dan dibentuk agar semakin menyerupai Dia. Kita dipoles, kadang-kadang dengan gosokan penderitaan, sampai kita "bercahaya." Kita diuji dalam laboratorium kehidupan sehari-hari. Proses ini tidak selalu menyenangkan, namun kita dapat menghadapinya dengan ketekunan dalam pengharapan, memahami bahwa hidup kita akan semakin memancarkan keindahan kekudusan bagi kemuliaan Allah -- DCE

PENGUJIAN BUKAN DITUJUKAN UNTUK MENGGUSARKAN MELAINKAN UNTUK MENGUATKAN

Sumber: Renungan Harian

Senin, 17 Januari 2022

PENTINGNYA DOA

Bacaan: Kejadian 5:18-24

NATS: Henokh hidup bergaul dengan Allah (Kejadian 5:22)

John G. Paton (1824-1907), dilahirkan dan dibesarkan di Skotlandia, mengalami kesulitan yang luar biasa ketika membangun pelayanan yang pada akhirnya membuahkan banyak hasil di New Hebrides. Sebagai orang yang beriman teguh dan memiliki kehidupan doa yang mantap, Paton seringkali berterima kasih kepada Allah atas pengaruh ayahnya yang saleh terhadap kehidupannya.

Kesan yang tidak mungkin pupus dari benak Paton adalah ketika masih kecil ia mendengarkan ayahnya berdoa di balik pintu kamar tidur yang tertutup. Berikut ini Paton mengungkapkan penghargaannya kepada ayahnya:

"Walaupun segala hal dalam agama hilang dari ingatan atau terhapus dari pemahaman saya oleh bencana yang tak terpikirkan, jiwa saya akan kembali berkelana pada peristiwa masa lalu dan sekali lagi mengunci diri dalam ruang kudus itu. Dan mendengar gema seruan kepada Allah akan menarik kembali semua keraguan saya karena keyakinan, 'Ayahku berjalan bersama Allah, mengapa aku tidak?'" Mengikuti teladan ayahnya, itulah yang dilakukan Paton -- berjalan bersama Allah.

Kejadian 5 memberitahu kita bahwa Henokh hidup bergaul dengan Allah (ayat 22,24). Kita pun dapat melakukannya. Sebagai orang-orang tebusan Allah, kita dapat mengetahui berkat penyertaan Tuhan kita. Tetapi untuk melakukannya, seperti John Paton dan ayahnya yang saleh, kita harus mencari Allah dalam doa setiap hari.

Apakah doa merupakan hal yang utama dalam hidup Anda? [VCG]

UNTUK BERJALAN BERSAMA ALLAH KITA HARUS BERBICARA KEPADA ALLAH

Sumber: Renungan Harian

Minggu, 16 Januari 2022

BERHALA TERSELUBUNG

Bacaan: Kolose 3:1-11

NATS: Anak-anakku, waspadalah terhadap segala berhala (1Yohanes 5:21)

Tatkala mendengar kata berhala, yang terlintas dalam pikiran kita biasanya adalah sebuah patung manusia atau hewan yang dijadikan pusat penyembahan. Sebagai contoh, patung anak lembu emas yang dibuat bangsa Israel beberapa saat setelah mereka keluar dari Mesir (Keluaran 32:1-6). Kita tahu Allah sangat membenci berhala semacam itu. Namun, mungkinkah kita menyembah berhala tanpa menyadarinya?

Saya pernah membaca kisah tentang seorang wanita yang merawat mobilnya begitu rupa. Suatu malam, garasinya terbakar. Ia berusaha menerobos kobaran api untuk menyelamatkannya sehingga para tetangga harus menahannya. Ketika mobilnya meledak, ia tersadar bahwa ia hampir mengorbankan nyawa hanya untuk mobil itu. Mobil tersebut telah menjadi berhala dalam hidupnya.

Bahkan ada satu bentuk berhala terselubung yang sulit kita sadari, yakni keterlibatan kita dalam aktivitas-aktivitas gereja hanya agar kita tampak "rohani." Orang yang tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah diperolehnya, juga dapat disebut menyembah berhala. Apa pun yang menjadi fokus utama dalam kehidupan kita sehingga kita bergantung padanya, selain kepada Allah, adalah berhala.

Dalam Kolose 3:5, Paulus menyatakan bahwa keserakahan pun termasuk salah satu bentuk berhala. Paulus menegaskan agar kita menanggalkan cara-cara tamak yang menjadi bagian dari manusia lama kita dan mengenakan manusia baru, yang hidup benar menurut gambar Khaliknya (ayat 10).

Apakah yang menjadi fokus utama dalam hidup Anda? Mungkin Anda akan terkejut dengan jawaban Anda sendiri --JEY

Nothing between, like worldly pleasure,
Habits of life, though harmless they seem,
Must not my heart from Him ever sever --
He is my all! There's nothing between. --Tindley

BERHALA ADALAH SEGALA SESUATU
YANG MENGGANTIKAN POSISI ALLAH

Sumber: Renungan Harian

Sabtu, 15 Januari 2022

BACALAH!

Bacaan: 2 Timotius 3:10-17

NATS: Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan,untuk memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran (2 Timotius 3:16)

Selama 30 tahun menjadi pendeta, seorang hamba Tuhan dari New Jersey menyimpulkan, "Alkitab adalah buku best-seller yang paling jarang dibaca dan dipa-hami." Ia berkata, "Kebutaan akan Alkitab sedang merajalela saat ini." George Gallup, ahli jajak pendapat terkenal di Amerika Serikat mendukung pernyataan itu: "Kita memuja Alkitab," katanya, "Namun kita tidak membacanya." Menurut survei terbaru, 64% responden menjawab bahwa mereka terlalu sibuk untuk membaca Alkitab. Rata-rata setiap rumah tangga memiliki 3 Alkitab, tetapi lebih dari setengah penduduk Amerika tidak dapat menyebutkan nama kitab pertama dari Perjanjian Lama. Sebuah survei mencatat bahwa 12% responden kristiani mengatakan bahwa istri Nuh adalah Joan of Arc [pahlawan wanita dari Perancis]!

Bagaimana solusinya? Bacalah Alkitab! Ambillah komitmen untuk membaca keseluruhan Alkitab selama setahun penuh. Anda hanya perlu 15 menit per hari untuk membaca penuntun dalam buku ini. Apakah kita juga terlalu sibuk untuk itu?

Tujuannya bukanlah untuk mendapat informasi, melainkan mencari transformasi. Seseorang menjelaskan 2 Timotius 3:16 dengan berkata: "Firman Allah menunjukkan jalan mana yang harus ditempuh umat Allah (mengajar). Menasihati kita ketika menyimpang (menyatakan kesalahan); mengajar bagaimana kita harus berbalik dari kelakuan yang salah (memperbaiki kelakuan); dan bagaimana kita mesti hidup (mendidik orang dalam kebenaran)."

Firman Allah adalah karunia yang sangat berharga. Jadi, marilah kita membacanya tiap-tiap hari dalam satu tahun ke depan -DCM

ALKITAB: SEMAKIN DIBACA, SEMAKIN DICINTAI, SEMAKIN DICINTAI, SEMAKIN SERING DIBACA

Sumber: Renungan Harian

Jumat, 14 Januari 2022

TIKET KE TARSIS

Bacaan: Yunus 1:1-11

NATS: Yunus bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN (Yunus 1:3)

Seorang pengikut Kristus yang sudah tua bercerita kepada saya mengenai perjalanan hidupnya bersama Tuhan. Pada suatu saat setelah beberapa lama bekerja sebagai utusan Injil, ia kehilangan semangat untuk melayani Allah. Walaupun ia tetap memenuhi tanggung jawab pelayanannya, ia berusaha untuk lari dari Allah. Maka ia "membeli tiket ke Tarsis," demikian istilah yang ia gunakan, dengan cara menenggelamkan diri dalam banyak bacaan.

Allah kita yang penuh kasih dan setia tidak membiarkan utusan Injil ini menjauh dari-Nya. Seperti apa yang Dia lakukan terhadap Yunus, Allah menarik perhatiannya dan membawanya kembali kepada-Nya. Sekarang ia melayani Tuhan dengan hati yang tulus, penuh dengan belas kasihan dan sukacita.

Setiap orang yang melayani Tuhan, baik pemimpin gereja maupun jemaat, bisa saja tergoda untuk "menjauh" dari Allah. Mungkin kita ingin lari dari kehendak-Nya, seperti yang dilakukan oleh Yunus, atau secara perlahan dan diam-diam berusaha melarikan diri seperti yang dilakukan oleh utusan Injil di atas. Dengan demikian hati kita menjadi dingin dan telinga kita menjadi tuli terhadap suara Roh Kudus.

Tuhan tidak akan membiarkan Anda menjauh dari Tuhan dan "berlayar jauh ke Tarsis." Saat ini mungkin Dia sedang memanggil Anda untuk kembali kepada-Nya. Jika ya, berlututlah dan berserulah kepada Allah. Biarkan Dia mengetahui bahwa Anda telah "merobek tiket Anda ke Tarsis," dan kini sedang berbalik dan kembali kepada-Nya --DCE

I've strayed, O Lord, and turned aside,
I've disobeyed Your voice;
But now contrite of heart I turn
And make Your will my choice --DJD

TAK ADA KATA TERLALU DINI
UNTUK KEMBALI KEPADA ALLAH

Sumber: Renungan Harian

Kamis, 13 Januari 2022

IRI HATI

[[Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. ]] (1 Korintus 13:4)

“Dari antara daftar seven deadly sins, hanya iri hati yang tidak datang dengan diiringi rasa nikmat,” ujar Joseph Epstein dalam salah satu bukunya. Iri hati telah mengiringi sejarah hidup manusia; sejak kisah Kain dan Habel sampai zaman ini ketika kita melihat teman sekantor kita mengenakan setelan merek Chanel terbaru yang sangat kita impikan.

Dalam Bilangan 12, Harun dan Miryam bersikap iri hati kepada Musa, saudara mereka sendiri. Akibat merasa iri hati pada kedudukan Musa, Harun dan Miryam mencari gara-gara dengan mempermasalahkan status istri Musa yang berdarah Afrika. Padahal trio ini memegang peranan penting dalam membimbing bangsa Israel ke Tanah Perjanjian. Padahal sejak awal trio ini kompak bahu-membahu membebaskan Bangsa Israel dari perbudakan di Mesir, tetapi semua itu seakan lenyap ketika rasa cemburu memasuki hati. 

Pernahkah Anda dihadapkan pada sikap iri hati orang lain? Mari kita contoh Musa yang mengajak Harun dan Miryam untuk menyelesaikannya di hadapan Tuhan. Musa pun dengan lapang hati memohonkan ampun untuk para saudaranya, meski hal itu tidak menghapuskan hukuman Tuhan atas Miryam. Sikap iri hati tidak akan pernah berujung pada kebaikan; ingatlah ini setiap kali rasa iri hati mulai merasuki hati Anda. Dan jika Anda menjadi “korban” rasa iri hati orang lain, ingatlah dua langkah yang dilakukan Musa: datang kepada Tuhan dan mengampuni mereka. (Olivia Elena Hakim)

Sumber: Amsal Hari Ini

Rabu, 12 Januari 2022

Rahasia Gereja yang Sehat

Bacaan Alkitab hari ini:
1 Petrus 5

Seperti apakah komunitas gereja yang sehat? Di pasal terakhir dari kitab 1 Petrus ini, sang rasul menasihati dua kelompok dalam gereja:, yaitu penatua atau pemimpin gereja (5:1-3), dan orang-orang muda dalam gereja (5:5a). Rasul Petrus menasihati para penatua untuk menggembalakan kawanan domba Allah. Gambaran yang dipakai dalam kepemimpinan gereja bukanlah gambaran tentang seorang raja yang gagah perkasa dan membabat habis siapa pun yang menentang kehendaknya, melainkan gambaran tentang seorang gembala yang merawat, memberi makanan sehat, menuntun domba-domba dengan sabar dan penuh kasih, serta mencari domba-domba yang sesat untuk dibawa pulang.

Sebagai gembala, pemimpin gereja hendaknya tidak melayani dengan berat hati atau karena terpaksa, tetapi dengan penuh kerelaan sebagai bukti kasihnya kepada Tuhan. Pemimpin gereja sepatutnya memeriksa motivasi dirinya dalam melayani: Janganlah kita melayani demi mendapat keuntungan tertentu, tetapi kita seharusnya melayani karena sudah mengalami kasih Tuhan. Dengan motivasi yang benar, seorang pemimpin dapat melayani dengan penuh pengabdian diri dan antusiasme yang besar. Rasul Petrus juga meminta para penatua agar tidak bersikap seperti tiran—yaitu penguasa yang lalim dan sewenang-wenang—tetapi menjadi teladan. Menjadi pemimpin berarti melayani dan siap berkorban, bukan menuntut untuk dilayani.

Selanjutnya, Rasul Petrus menasihati agar orang-orang muda bersikap hormat dan tunduk kepada orang-orang tua dan para pemimpin gereja. Perbedaan cara pandang antara kaum muda dan kaum tua bisa mengakibatkan konflik serius dalam gereja. Oleh karena itu, saat ada perbedaan pendapat, orang-orang muda harus belajar merendahkan hati dan menghargai pendapat orang-orang tua. Inilah rahasia membentuk komunitas gereja yang sehat! Belajarlah untuk bersikap rendah hati. Jika kita dipercaya untuk menjadi pemimpin gereja, ingatlah panggilan kita sebagai seorang gembala. Jadilah teladan dalam perkataan dan perbuatan kita. Jika kita adalah anggota jemaat, hormatilah para pemimpin kita. Ingatlah bahwa tidak ada pemimpin yang sempurna. Apakah sikap seperti di atas sudah terwujud di gereja Anda? Jika kita setia dan taat, Sang Gembala Agung akan memberi kita mahkota kemuliaan yang tidak akan layu! [GI Okky Chandra]

Sumber: Renungan GeMA GKY

Selasa, 11 Januari 2022

TUHAN TOLONGLAH!

Bacaan: Yeremia 2:26-37

NATS: Di manakah para allahmu yang kaubuat untuk dirimu? Biarlah mereka bangkit, jika mereka dapat menyelamatkan engkau pada waktu malapetakamu! (Yeremia 2:28)

Pernahkah Anda memperhatikan reaksi orang-orang terhadap tragedi? Orang-orang yang tidak beragama sekalipun akan mencoba untuk mencari pertolongan Allah yang sebelumnya mereka abaikan. Menurut catatan peristiwa, kecelakaan pesawat, banjir, angin ribut, atau taufan sering kali membuat orang berseru memohon pertolongan Tuhan.

Sungguh menyenangkan membayangkan bahwa Bapa surgawi sedang menunggu saat-saat kepanikan seperti itu agar Dia dapat mengirimkan pertolongan darurat dari surga untuk menyelamatkan kita. Namun Alkitab menyatakan hal yang berbeda. Melalui Yeremia, Tuhan menantang umat-Nya yang sedang tertimpa malapetaka untuk meminta pertolongan kepada berhala-berhala yang mereka sembah. Dia ingin mereka sadar bahwa mempercayai dewa-dewa palsu adalah tindakan yang sia-sia.

Tuhan mengajukan pertanyaan yang sama kepada kita. Saat kita dalam kesukaran, Dia seolah bertanya, "Mengapa kau berseru kepada-Ku sekarang? Di manakah pahlawan olahraga dan bintang film idolamu? Mengapa kau tidak mencari pertolongan dari televisi, bergantung pada gajimu, menenangkan diri dengan bantuan hartamu, atau mengandalkan kartu kreditmu? Biarlah dewa-dewa yang selama ini telah kaulayani dengan setia melayanimu sekarang!"

Allah tidak suka kita mempercayai dewa-dewa palsu sekaligus masih mengharapkan perlindungan Allah dalam kesukaran. Dia akan bermurah hati memberikan pengampunan jika kita benar-benar bertobat. Dia pun menawarkan pengharapan dan pertolongan bagi mereka yang mau belajar bergantung kepada-Nya setiap saat --MRDII

MEREKA YANG BERJALAN BERSAMA ALLAH SELALU MENDAPATI BAHWA ALLAH DI DEKAT MEREKA

Sumber: Renungan Harian

Senin, 10 Januari 2022

GAMBARAN SIAPAKAH ITU?

Bacaan: 2Samuel 12:1-15

NATS: Berkatalah Natan kepada Daud: "Engkaulah orang itu!" (2Samuel 12:7)

Suatu hari putri saya pulang dari sekolah dengan membawa tebakan yang merangsang otak. Mari kita lihat apakah Anda dapat memecahkannya.

Bayangkan bahwa Anda adalah pengemudi bus sekolah. Seorang pelajar berambut merah menaiki bus dan mulai menyisir rambutnya dengan sisir berwarna hijau. Pada perhentian bus berikutnya, dua pelajar lagi menaiki bus dan mengatakan bahwa mereka menyukai topi biru sopir bus itu. Sambil berjalan ke bagian belakang bus, anak yang lebih pendek berteriak, "Saya tidak akan membiarkan si rambut merah itu menumpang bus ini bila saya adalah Anda. Warna sisirnya tidak cocok dengan rambut Anda!" Apa warna rambut sopir bus itu? Pikirkanlah. Ingat, Andalah supir bus itu. (Jawaban: sama dengan warna rambut Anda.)

Jika Anda tak dapat melihat diri sendiri dalam cerita itu hingga saya harus memberitahukannya, Anda tidak sendiri. Raja Daud juga pernah membuat kesalahan yang serupa. Ia menjadi sangat marah saat seorang nabi Allah menceritakan cerita tentang seorang kaya yang mencuri binatang peliharaan seorang miskin untuk makan malamnya. Namun cerita itu menjadi sangat jelas saat Nabi Natan dengan terus terang berkata kepada Daud, "Engkaulah orang itu!" (2Samuel 12:7).

Kita sering membaca Alkitab tanpa melihat gambaran diri sendiri di dalamnya. Kita cenderung melupakan bahwa Alkitab "dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita" (1Korintus 10:11). Adakah Anda melihat gambaran diri Anda dalam bacaan-bacaan Kitab Suci? Sudah berapa lamakah Anda sadar bahwa ayat-ayat itu merupakan surat-surat pribadi dari Allah untuk Anda?--MRDII

ALKITAB MEMBERI GAMBARAN
TENTANG SIAPA KITA SEBENARNYA

Sumber: Renungan Harian

Minggu, 09 Januari 2022

Meruntuhkan Tembok Persoalan 

Baca: Yosua 6:1-20

"Dalam pada itu Yerikho telah menutup pintu gerbangnya; telah tertutup kota itu karena orang Israel; tidak ada orang keluar atau masuk." (Yosua 6:1)

Runtuhnya tembok Yerikho merupakan salah satu kisah yang tertulis di Alkitab yang sangat menggetarkan hati kita. Bagaimana tidak, tembok tersebut runtuh bukan karena kekuatan manusia menggunakan alat perang yang canggih, melainkan dengan kekuatan adikodrati, yaitu melalui sorak-sorai dan puji-pujian. Pada waktu itu yang dihadapi oleh bangsa Israel di bawah kepemimpinan Yosua bukan perkara ringan, sebab mereka bukan hanya menghadapi Yerikho yang telah tertutup pintu gerbangnya, tapi juga raja dan pahlawan-pahlawannya yang gagah perkasa. Secara logika mustahil bagi bangsa Israel bisa masuk ke kota Yerikho karena pintu gerbangnya telah tertutup, namun bila Tuhan turut bekerja dan terlibat di dalamnya, maka perkara yang mustahil bagi manusia menjadi sangat mungkin bagi Tuhan.

Tembok Yerikho adalah gambaran dari masalah-masalah yang kita alami dalam kehidupan ini. Betapa sering kita dihadapkan pada masalah yang sepertinya tidak ada jalan keluar, tertutup oleh tembok yang tebal, dan hal itu membuat kita takut dan kuatir. Begitu melihat permasalahan itu tampak besar dan kuat, serasa sulit untuk ditembus dan diruntuhkan, kita pun sudah merasa kalah sebelum bertanding, alias menyerah. Perhatikan apa yang Tuhan firmankan kepada Yosua! "Aku serahkan ke tanganmu Yerikho ini beserta rajanya dan pahlawan-pahlawannya yang gagah perkasa." (ayat 2). Tuhan berjanji dan membesarkan hati Yosua bahwa Ia akan memberikan kemenangan besar kepada bangsa Israel, dan janji itu pun ditepati-Nya!

Orang percaya tak perlu takut menghadapi masalah sekalipun masalah tersebut sebesar dan sekuat tembok Yerikho, sebab kita punya Tuhan yang lebih besar dan lebih dahsyat dalam segala perbuatan-Nya, Tuhan yang kuasa-Nya tidak pernah berubah dahulu, sekarang dan sampai selama-lamanya. Orang percaya tak perlu takut sebab di dalam diri kita ada Roh Kudus, Roh yang membangkitkan kekuatan (baca 2 Timotius 1:7) dan "...Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4). Jadi, orang percaya memiliki potensi ilahi yang luar bisa!

Karena itu tidak ada alasan bagi kita untuk menjadi lemah dan takut menghadapi apa pun!

Sumber: Renungan Kristen

Sabtu, 08 Januari 2022

Penyembahan yang Benar

Bacaan: MATIUS 2:1-12

Mereka masuk ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia. Mereka pun membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan persembahan kepada-Nya, yaitu emas, dupa dan mur. (Matius 2:11)

Suatu kali ada jemaat yang datang mengeluh kepada para pemusik dan pemimpin pujian setelah ibadah umum selesai, "Lagu-lagu penyembahan hari ini tidak membuat saya bergetar! Saya tidak bergairah menyembah Tuhan, " keluhnya dengan nada ketus. Sungguh, pengertian yang amat dangkal jika penyembahan hanya dinilai berdasarkan lagu-lagu pujian. Ibadah hari Minggu kesannya menjadi suatu pelampiasan emosi. Jika lagu pujiannya tidak menyentuh hati, maka banyak jemaat yang tidak dapat menyembah Tuhan dengan benar.

Kelahiran Yesus saat itu memang menjadi kegelisahan yang teramat dalam bagi Herodes. Ia takut jika Yesus menggantikan posisinya sebagai raja yang akan disembah oleh rakyat Yahudi. Herodes pun mulai meminta keterangan imam kepala dan ahli Taurat (ay. 4) bahkan menyuruh orang-orang majus menyelidiki keberadaan bayi Yesus (ay. 8). Perjumpaan orang-orang majus dengan Yesus inilah yang membawa mereka mendapat sukacita, sujud menyembah dan mempersembahkan harta (ay. 10-11). Perjumpaan dengan Yesus inilah yang membuat mereka berpengharapan tentang hadirnya pemimpin dan gembala Israel (ay. 6).

Penyembahan yang benar memang tidaklah dapat diukur dengan lagu pujian, tata suara musik yang canggih, bahkan suasana ibadah yang ditata apik. Penyembahan yang benar diukur saat kita berjumpa secara pribadi dengan Yesus sendiri dan menikmati hadirat-Nya. Selama ini, sudahkah kita mempunyai pengalaman indah seperti itu? Pengalaman berjumpa dengan Yesus tidak akan dibatasi oleh apa pun karena itu lahir saat kita haus dan rindu bertemu dengan-Nya. --YDS/www.renunganharian.net

BERJUMPA DENGAN YESUS AKAN MENGANTARKAN PADA SIKAP PENYEMBAHAN YANG BENAR.

Jumat, 07 Januari 2022

SESAMA

[[“Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?" Jawab orang itu: "Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya." Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, dan perbuatlah demikian!" ]] (Lukas 10:36-37)

Menurut Wikipedia, berdasarkan estimasi Biro Sensus Amerika Serikat, pada 26 Februari 2006 pukul 7.16 WIB penduduk dunia mencapai 6,5 milyar jiwa. Dari jumlah tersebut, 4 miliar di antaranya tinggal di Asia. Pada tahun 2005, penduduk Indonesia tercatat 241.973.879 jiwa—nomor empat di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. Dari deretan angka rumit tersebut, berapakah yang bisa kita sebut sebagai “sesamaku”? Kira-kira orang dengan kategori seperti apakah yang menurut kita layak disebut sebagai sesama kita?

Suatu kali seorang Ahli Taurat mengajukan pertanyaan ini kepada Yesus: “Siapakah sesamaku manusia?” (ayat 29). Lalu, Yesus menjawab dengan sebuah perumpamaan, kisah tentang orang Samaria yang baik hati. Pada zaman itu orang Samaria dianggap sebagai kaum kelas dua, kelompok hina dina. Tetapi, dalam perumpamaan itu, justru orang Samarialah yang menjadi pahlawan.

Di sini Tuhan Yesus seolah mau mengatakan bahwa seseorang disebut sesama bukan karena status yang disandang, bukan karena kesamaan agama dan paham yang dianut, juga bukan karena kecocokan warna kulit dan suku. Bukan itu. Sesama adalah orang yang dengan sukarela dan sukacita memberikan bantuan. Berbela rasa terhadap siapa pun. Dari latar belakang apa pun. Orang yang menawarkan kasih tanpa syarat. Tanpa keraguan. Tanpa prasangka. Tanpa harus sibuk mencari tahu latar belakang orang lain. Itulah makna sesama. Sudahkah kita menjadi sesama bagi orang lain? (Ayub Yahya)

Sumber: Amsal Hari Ini

Kamis, 06 Januari 2022

Ada Rencana Tuhan di Setiap Perkara

Baca: Lukas 1:5-25

"Inilah suatu perbuatan Tuhan bagiku, dan sekarang Ia berkenan menghapuskan aibku di depan orang." (Lukas 1:25)

Pada zaman dahulu kemandulan dianggap sebagai aib. Masyarakat saat itu menganggap bahwa wanita yang tidak memiliki keturunan alias mandul pastilah mempunyai hal yang tidak beres dalam dirinya. Karena itu kemandulan menjadi masalah terbesar bagi semua wanita, sebab hal ini menyangkut harga diri dan tanda ketidaksempurnaan. Akibatnya wanita yang mandul pasti akan merasa rendah diri, tidak berharga, mengalami penolakan di mana-mana, dan bahkan dikucilkan.

Elisabet adalah salah satu wanita yang tercatat di Alkitab yang mengalami masalah ini, tapi kemandulannya bukan karena ada sesuatu yang tidak beres, ada aib, atau dosa yang diperbuatnya... Bukan! Sebab Elisabet, istri dari seorang imam yang bernama Zakharia, "Keduanya adalah benar di hadapan Allah dan hidup menurut segala perintah dan ketetapan Tuhan dengan tidak bercacat." (ayat 6). Melihat fakta ini tidak selayaknya orang tergesa-gesa untuk menghakimi, mencari-cari kesalahan, memojokkan, atau mencela.

Sudah menjadi rahasia umum, ketika orang sedang tertimpa musibah atau masalah, banyak orang langsung berpikir bahwa orang itu telah berbuat dosa. Tidak selalu demikian! Adakalanya Tuhan mengijinkan hal itu terjadi karena Tuhan punya rencana di balik masalah yang ada. Kemandulan yang dialami Elisabet adalah bagian dari rencana Tuhan atas hidupnya. "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Roma 8:28).

Dari sisi Elisabet, kita bisa belajar tentang ketegaran hati, tidak mudah kecewa dan berputus asa, serta tidak berubah sikap hati, meski dihadapkan pada situasi sulit. Bahkan ia tetap mampu menjaga kualitas hidupnya dengan berlaku benar di hadapan Tuhan tanpa cacat cela. Ketaatan Elisabet mendatangkan upah: ia mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki (baca Lukas 1:57), dan anak itu adalah Yohanes Pembaptis.

Adakah yang mustahil bagi Tuhan? Tidak ada rencana-Nya yang gagal.

Sumber: Renungan Kristen

Rabu, 05 Januari 2022

Dengan Hati Terbuka

Bacaan: 2 SAMUEL 12:7-13

Lalu berkatalah Daud kepada Natan: "Aku sudah berdosa kepada TUHAN." (2 Samuel 12:13)

Lewat konspirasi jahat, dengan meminjam tangan orang Amon, Daud membunuh Uria, lalu mengambil Batsyeba menjadi istrinya (2Sam 11). Tuhan pun mengutus Natan untuk menegur Daud. Teguran terus terang dan sangat keras disampaikan kepada Daud.

Bagi sebagian orang, kedudukan tinggi membuat orang tak mau disentuh, apa pun yang ia lakukan. Tetapi, meski Daud adalah raja besar yang disegani kawan dan lawan, walau teguran keras itu membuatnya sangat malu, Daud tak tersinggung atau marah. Tak sepatah kata pun dia ucapkan untuk berdalih atau membela diri. Dengan rendah hati, Daud berkata, "Aku sudah berdosa kepada Tuhan" (ay. 13a).

Pada Daud, kita melihat teladan keterbukaan, yakni kesediaan membuka diri untuk dengan rendah hati menerima perkataan orang lain apa pun isinya, bagaimanapun cara penyampaiannya, tanpa menjadi emosional, tanpa berdalih atau membela diri.

Keterbukaan membuat kita bersedia menerima perkataan orang lain tentang apa pun, entah benar atau salah, menyenangkan atau menjengkelkan, disampaikan dengan maupun tanpa respek, dan seterusnya. Jika kita bersikap terbuka, kita bersedia mempertimbangkan masukan dari mana pun datangnya, mempertimbangkan kritik betapa pun tajamnya, rela mengaku dan minta maaf jika bersalah, dan memperbaiki sikap jika kita ternyata keliru.

Seandainya penghuni bumi berhati terbuka, damai akan lebih mudah hadir di sana, dan dunia pun akan jauh lebih baik. Agaknya, kita patut berjuang untuk memiliki keterbukaan seperti itu. --EE/www.renunganharian.net

SEANDAINYA PENGHUNI BUMI BERHATI TERBUKA, DAMAI SEJAHTERA LEBIH MUDAH HADIR DI SANA.

Selasa, 04 Januari 2022

RENDAH HATI

Sesungguhnya, aku telah menenangkan dan mendiamkan jiwaku; seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya, ya, seperti anak yang disapih jiwaku dalam diriku. (Mazmur 131:2)

Suatu saat saya berada di acara reuni. Banyak yang sudah berubah. Yang pasti, umur makin tua. Di samping statusnya berubah, juga kelakuannya. Dulu ia baik, sekarang bicaranya sombong sekali. Dulu nggak punya apa-apa, sekarang makin nggak punya apa-apa, tetapi kelakuannya seperti punya segalanya. Dulu hidup sederhana, sekarang jadi tukang pamer karena menikah dengan orang kaya. Mengapa mereka berubah?

Tidak demikian halnya dengan Daud. Walaupun ia dulunya gembala dan kini menjadi raja, ia tidak sombong, tetapi tetap rendah hati. Ia merefleksikan keberadaan dirinya di hadapan Allah. Melalui hal itu, ia menyadari bahwa dirinya seperti seorang anak kecil yang masih menyusu dan bergantung penuh pada ibunya. Demikian seharusnya ia bersandar hanya kepada Allah. Pemazmur kemudian mengajak bangsanya untuk merendahkan diri dan berharap kepada-Nya, dengan tidak menyombongkan diri, tetapi berserah kepada Allah. 

Jika kita diberkati oleh Tuhan, Sang Pemberi Kehidupan, janganlah sombong, tetaplah rendah hati. Rendah hati bukan saja merupakan kualitas moral, tetapi ungkapan sikap iman di hadapan Tuhan. Kerendahan hati seorang Kristen melambangkan sikap hatinya di hadapan manusia dan Tuhan. Di hadapan manusia ia tidak merasa diri lebih baik atau lebih tinggi, di hadapan Tuhan ia tunduk pada kedaulatan dan hikmat-Nya. Orang yang bersandar pada Tuhan mendapatkan kekuatan dan kemenangan karena Tuhan pasti akan membelanya.
 (Eddy Nugroho)

Sumber: Amsal Hari Ini 

Senin, 03 Januari 2022

Efek Awal yang Baru

Bacaan: Kolose 3:1-10

Kamu telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya. –Kolose 3:10

Saat memasuki usia tiga puluh tahun, Bryony sedih karena masih bekerja di bagian penjualan yang tidak ia sukai. Ia merasa sudah waktunya berhenti menunda-nunda, dan mulai mencari karier baru. Sementara itu, di malam Tahun Baru, David memandangi bayangan dirinya di cermin dan berjanji tahun depan ia akan menurunkan berat badan. Lain lagi dengan James—ia menyadari satu bulan lagi berlalu tanpa keberhasilan mengendalikan emosinya yang meledak-ledak. Bulan depan, ia berjanji pada dirinya sendiri akan berusaha lebih keras lagi.

Jika Anda pernah berjanji untuk berubah di awal bulan, tahun baru, atau ulang tahun, Anda tidak sendirian. Para peneliti menyebutnya dengan istilah “efek awal yang baru”. Mereka berkata, pada momen-momen seperti itu kita cenderung menilai kembali hidup kita dan berusaha melepaskan kegagalan di masa lalu untuk memulai dari awal lagi. Kita mendambakan awal yang baru karena ingin menjadi orang yang lebih baik.

Iman kepada Yesus mempunyai jawaban yang kuat atas kerinduan ini, dengan menawarkan gambaran terbaik yang dapat kita miliki atas diri kita (Kol. 3:12-14), dan memanggil kita untuk meninggalkan manusia lama kita (ay. 5-9). Tawaran untuk berubah ini tidak didasarkan pada keputusan dan janji saja, melainkan pada kekuatan ilahi. Ketika percaya kepada Yesus, kita menjadi manusia baru, dan Roh Allah bekerja di dalam kita untuk memperbarui kita seutuhnya (ay. 10; Titus 3:5).

Menerima keselamatan di dalam Yesus Kristus adalah awal baru yang terbaik. Tidak perlu menunggu tanggal khusus. Hidup baru Anda bisa dimulai sekarang juga (Sheridan Voysey).

Renungkan dan Doakan
Pernahkah Anda mengalami “efek awal yang baru” dalam hidup Anda? Apa yang masih menghalangi Anda untuk menerima anugerah hidup yang baru dari Allah sekarang juga?

Ya Tuhan Yesus, kulepaskan semua rencanaku, untuk mengikuti rencana-Mu. Tolong beri aku awal yang baru!

Sumber: Santapan Rohani

Minggu, 02 Januari 2022

ALASAN YANG LEMAH

Bacaan: 1Samuel 26:1-9

NATS: Siapakah yang dapat menjamah orang yang diurapi TUHAN, dan bebas dari hukuman? (1Samuel 26:9)

Beberapa tahun yang lalu seorang pegawai di toko daging tempat saya bekerja tertangkap basah mencuri beberapa potong daging. Ia membela diri dengan mengatakan bahwa ia layak mendapatkan daging tersebut karena ia digaji terlalu rendah. Pernyataannya merupakan alasan yang lemah untuk mendukung perilakunya yang berdosa tersebut.

Dalam 1Samuel kita membaca bagaimana Daud dikejar-kejar oleh Raja Saul. Pada suatu malam, Daud dan sahabat-sahabatnya pergi ke kemah Saul dan mendapati raja dan para pengawalnya sedang tertidur. Abisai mengatakan bahwa kesempatan ini berasal dari Allah sehingga ia meminta izin untuk membunuh Saul. Sangat mudah bagi Daud untuk menyetujuinya. Daud pasti masih ingat bagaimana ia pernah membiarkan Saul hidup saat sebenarnya ia dapat membunuhnya. Lalu saat Saul menyadari kemurahan Daud, ia pun menangis. Ia pun menyatakan bahwa Daud layak untuk menjadi raja Israel berikutnya, dan ia pun berhenti mengejar Daud (1 Samuel 24).

Namun Saul memulai kembali pengejarannya yang kejam itu. Daud bisa saja membuat alasan, "Aku pernah sekali menyelamatkannya. Kini Allah memberiku kesempatan kedua untuk membunuhnya." Tetapi Daud menolak pemikiran seperti itu dan menolak melakukannya karena ia percaya bahwa ia tidak boleh membunuh orang yang telah diurapi Allah sebagai raja atas Israel.

Ketika diperlakukan tidak adil, Anda akan tergoda untuk mencari alasan guna melampiaskan kebencian, ketidakmurnian, ketidakjujuran, dan kekejaman Anda. Namun, janganlah jatuh ke dalam pencobaan. Seperti Daud, lakukanlah yang benar --HVL

Injustices are hard to bear,
They make us want to fight;
But God knows what we're going through --
In time He'll make things right --Sper

JIKA ANDA MEMBUAT ALASAN UNTUK SATU DOSA MAKA DOSA ITU BERKEMBANG MENJADI DUA

Sumber: Renungan Harian

Sabtu, 01 Januari 2022

SERAHKAN SEGALA KEGAGALANMU KEPADA TUHAN

Ratapan 3: 22-24 Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu! "TUHAN adalah bagianku," kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya.

Tahun Baru menandakan awal yang baru. Waktu dimana setiap orang kembali membenahi hidupnya.

Tapi tahukah Anda bahwa Tuhan senang memakai musim baru sebagai pengingat bahwa Dia selalu rindu untuk memperbaharui hidup kita.

Dari musim dingin hingga musim semi, kita bisa melihat kekacauan yang terjadi sebelumnya menjadi sebuah puzzle yang tersusun indah. Tuhan rindu awal baru yang baik dalam hidup kita sebagaimana Dia kehendaki.

“Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu! "TUHAN adalah bagianku," kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya.” (Ratapan 3: 22-24)

Kita punya harapan dalam kasih setia Tuhan. Tuhan rindu untuk membebaskan kita dari segala beban hidup yang kita pikul.

Di tahun baru ini, inilah saatnya untuk mengubah cara pandang kita tentang hidup. Apapun beban yang merampas kebahagiaan Anda, termasuk dosa tertentu, jangan membuat Anda menyerah. Kebohongan apapun yang sudah Anda percayai dan telah menyebabkan kerusakan secara emosi, pikiran dan tindakan harus diakhiri.

Pikirkanlah bahwa di tahun ini Anda harus bisa memenangkan setiap pertarungan di dalam pikiran Anda. Bahkan luka dan kekecewaan apapun yang telah menyakiti Anda bisa dipulihkan oleh Tuhan.

Hati Tuhan dekat dengan Anda. Dia rindu bertemu dengan Anda bahkan di titik terendah dan rasa sakit yang Anda rasakan. Dia ingin menyampaikan kalau Dia ada bersama dengan Anda melalui awal yang baru.

Kasih karunia-Nya yang tak terbatas ada atas Anda. Datanglah kepadanya. Datanglah membawa segala kegagalan dan perjuangan Anda. Datanglah kepada-Nya dengan segala rasa sakit yang Anda alami.

Tuhan mengasihi Anda. Dia menyediakan awal yang baru bagi Anda. Tetapi seperti pohon membutuhkan sinar matahari, kehangatan dan hujan untuk menghasilkan buah, Anda juga membutuhkan hujan berkat Tuhan untuk menyegarkan dan kasih setia-Nya untuk memperbaharui Anda.

Anda tidak bisa melakukannya sendiri. Yang Anda butuhkan adalah memulai musim yang baru bersama dengan Dia. Bukalah hati Anda hari ini dan terimalah kehidupan yang baru dengan harga yang sudah lunas dibayar.

Hak cipta Crosswalk.com