Kamis, 31 Maret 2022

Kenyang Bareng

Bacaan: MARKUS 6:30-44

Lalu mereka semuanya makan sampai kenyang. (Markus 6:42)

Kapankah seseorang menjadi egois? Orang yang sedang memikirkan kebutuhannya sendiri adalah kandidat yang paling berpotensi. Yang ada dalam benaknya cuma dirinya dan kebutuhannya. Pikirannya hanya tentang bagaimana kebutuhannya terpenuhi. Secepatnya. Sementara orang lain dianggap seperti tidak ada. Dipinggirkan. Diabaikan. Dimanfaatkan. Atau malah bisa jadi dikorbankan. Itulah ulah si egois, bukan?

Melalui mukjizat pemberian makan kepada ribuan orang, Yesus menunjukkan kepada murid-murid-Nya tentang pentingnya menyadari dan mengutamakan kebutuhan bersama. Walaupun sedang lapar-laparnya, belum sempat makan (ay. 31), namun, alih-alih hanya memenuhi kebutuhannya sendiri, Yesus mengajak mereka untuk memenuhi kebutuhan makanan dari semua orang lebih dulu. Hasilnya? "Semuanya makan sampai kenyang!" (ay. 42). Tentu saja, termasuk 12 murid itu sendiri terpenuhi kebutuhan perutnya yang minta diisi.

Situasi genting di masa pandemi ini mengingatkan kita akan betapa seriusnya efek domino dari kehidupan ini. Menyadari dan mengutamakan kesehatan semua orang atau keselamatan masyarakat sungguh penting. Hukumnya begini, jika kita ingin selamat, semua harus selamat. Jika ada satu orang saja yang egois, susah diatur, mau untung, atau nyaman sendiri, maka ia sedang mendatangkan petaka bagi semua. Secara langsung maupun tidak, ia sedang menyebarkan bencana. Akhirnya, itu juga petaka bagi dirinya sendiri. Jadi, kita memang harus tinggalkan keegoisan. Kita harus saling menjaga dan saling menolong demi kesejahteraan semua. --PAD/www.renunganharian.net

MENGUTAMAKAN KESEJAHTERAAN SEMUA, ITULAH CARA TERBAIK MENYEJAHTERAKAN DIRI SENDIRI.

Rabu, 30 Maret 2022

Hati yang Dibentuk Indah Seperti Hati Kristus

Amsal 4: 23 Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.

Beberapa orang ahli mencetak emas untuk diperdagangkan dan beberapa lainnya ahli mencetak perak. Tetapi tahukah Anda jika Tuhan adalah ahli pencetak hati? Alkitab menggambarkan Dia sebagai Tuhan yang menguji hati kita.

Di dalam Wahyu 2: 23 disampaikan, “Akulah yang menguji batin dan hati orang, dan bahwa Aku akan membalaskan kepada kamu setiap orang menurut perbuatannya.”

Dia juga digambarkan sebagai ‘Pemurni dan Pembersih’, sosok yang selalu mencari hati manusia, dan menjadikannya sebagai wadah untuk dibentuk dan membuat kita menjadi sesuatu yang indah dan layak.

Apa yang sebenarnya dicari oleh Tuhan? Dia mencari hati unik yang bisa Dia sebut sebagai milik-Nya, sesuatu yang ditangkap dan dimenangkan oleh pancaran mata-Nya yang begitu sederhana.

Dia terus mencari hati yang dipenuhi dengan gairah, seperti wanita bijak yang diceritakan oleh Raja Salomo. Dalam Kidung Agung 5: 6 disampaikan bahwa dia bangun dan mengarungi jalanan untuk mencari kekasihnya yang hilang.

Tuhan akan selalu melatih dan menguji hati kita untuk melihat apakah kita tetap setia kepada Dia saja. Saya bisa membayangkan Dia berada di ruang kerja-Nya di surga, mengenakan celemek dan pelindung mata ketika menaruh hati yang belum teruji di tungku batu perapian yang menyala.

Proses telaten dalam mengkonsumsi dan membersihkan itu pada akhirnya menghasilkan hati yang murni. Di tahap akhir dari pengecoran dan penempaan, hati kita sepenuhnya sempurna.

Dia selalu mengawasi, memastikan penempaan ini berhasil. Tidak ada yang terlewatkan. Sejenak dia mengusap keringat dari keningnya…atau air mata dari pipinya? Meski begitu, Tuhan menyadari proses ini melelahkan dan kadang kala merusak emosi.

Hati-Nya dipenuhi dengan rasa sakit dan kesedihan ketika mengetahui betul apa yang ada di kedalaman hati yang hanya bisa Dia lihat.

“Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?” (Yeremia 17: 9)

Mata-Nya yang tajam menembus seperti sinar laser, melampaui semua bagian terdalam dan memanfaatkan setiap niat dan tujuan dari desain-Nya. Tangan-Nya yang lembut menyingkirkan setiap puing-puing yang tersisa saat muncul motivasi yang salah atau niat jahat. Setiap gerakan dipertimbangkan, dianalisa dan diserahkan kepada pengawasan Roh Kudus.

“Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita.” (Ibrani 4: 12)

Kenapa Dia melakukannya? Karena tanpa membakar ketidakmurnian secara terus menerus, kita tidak akan bisa menembus cahaya dan menjadi transparan. Kita harus bisa ‘melihat’ dan ‘terlihat’ supaya kita semakin bisa mencerminkan indahnya kemuliaan Tuhan.

Pastinya, Tuhan kita adalah pencetak hati! Kerinduan-Nya adalah supaya hati yang ditempa menjadi benar dan memenuhi mandat akhir zaman untuk mempersiapkan gereja yang tanpa cacat (Efesus 5: 27).

Apakah Anda pernah merasakan panasnya api penyulingan? Izinkan saya mendorong Anda untuk memberi diri Anda melalui proses ini. Izinkan Tuhan untuk membuktikan bahwa hati Anda menyala atas api-Nya yang menghaguskan. Ini adalah satu-satunya cara Tuhan untuk mengetahui siapa yang benar-benar milik-Nya.

Maukah Anda mengizinkan pembentuk hati ini membentuk hati Anda menjadi serupa dengan gambaran Kristus, yang juga sebelumnya sudah melewati pencobaan. 

“Kami menyaksikan, bagaimana Ia menerima kehormatan dan kemuliaan dari Allah Bapa, ketika datang kepada-Nya suara dari Yang Mahamulia, yang mengatakan: "Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.”” (2 Petrus 1: 17)

Hak cipta Missey Butler, diambil dari Renungan CBN

Selasa, 29 Maret 2022

KESEPIAN

Bacaan: Ibrani 13:1-6

NATS: Cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: "Aku sekali-kali tidak akan...meninggalkan engkau" (Ibrani 13:5)

Dari waktu ke waktu, orang-orang yang merasa kesepian menemui saya untuk menceritakan masalah-masalah mereka. Seorang pria, yang mengaku beriman kepada Kristus, sedang berjuang untuk hidup kudus. Ketika ia jatuh ke dalam dosa, ia memerlukan keyakinan akan pengampunan Allah.

Ada lagi seorang wanita yang mengalami pengalaman buruk dengan seorang pria. Ia perlu diyakinkan bahwa Allah tetap mengasihinya.

Lalu seorang wanita muda yang memiliki cacat fisik. Ia hidup sendiri karena diperlakukan buruk di rumahnya.

Orang-orang ini memiliki dua kesamaan: mereka merasakan sakit akibat penolakan, dan mereka merasa kesepian. Namun sesungguhnya perasaan kesepian merekalah yang menjadi masalah terbesar.

Kesepian tidak dapat disembuhkan hanya dengan berada di antara orang banyak, bertemu dengan konselor, atau berbincang-bincang di telpon. Yang dibutuhkan adalah persahabatan. Dengan cara inilah kita yang tidak kesepian dapat menolong mereka yang kesepian. Kita harus bersikap bersahabat dengan mereka yang kesepian.

Hanya menunggu seseorang untuk menjadi sahabat kita bukanlah cara untuk menyembuhkan kesepian. Ibrani 13:1-6 tidak menyebutkan masalah ini, tetapi memberikan jawabannya. Kita harus mengarahkan pandangan kita kepada Yesus Kristus. Dia berjanji untuk menjadi Penolong yang tidak akan pernah meninggalkan kita (Ibrani 13:5-6).

Yesus selalu mendengar dan selalu memperhatikan kita. Dia akan menopang kita saat kita melalui keadaan apa pun -- HVL

YESUS PERDULI

Sumber: Renungan Harian

Senin, 28 Maret 2022

TERKURUNG DI GEREJA

Bacaan: Filipi 3:1-11

NATS: Bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus (Filipi 3:9)

Sulit dipercaya, namun benar adanya; aneh tetapi benar-benar terjadi. Seorang gadis yang berusia enam belas tahun telah diculik dan dikurung selama empat bulan. Di mana? Di loteng sebuah gereja di Memphis, Tennessee.

Dari minggu ke minggu, jemaat gereja itu berkumpul untuk menyembah, menyanyi, berdoa dan menikmati persekutuan Kristen -- dan selama empat bulan dalam bangunan yang sama ada seseorang yang berada dalam keadaan menyedihkan yang memerlukan pertolongan. Ketika ditemukan dan dibebaskan oleh pengurus gedung gereja, gadis tersebut telah menjadi seorang tawanan yang benar-benar tidak berdaya.

Bayangkan! Seorang tawanan di gereja! Namun mungkin ada banyak orang yang bersembunyi di dalam gereja lebih dari yang kita perkirakan -- orang-orang yang ditawan oleh musuh Allah yang kejam (2Timotius 2:26). Seperti Rasul Paulus sebelum diubahkan, mereka mungkin berpikir bahwa mereka telah hidup bagi Allah sementara mereka mati di dalam dosa. Mungkin ada orang-orang di gereja kita yang belum pernah mengalami kebebasan secara rohani melalui iman kepada Yesus Kristus.

Penginjil Billy Sunday mengatakan bahwa membawa seekor kuda ke dalam garasi tidak akan mengubahnya menjadi sebuah mobil, demikian pula dengan membawa orang berdosa ke dalam gereja tidak akan mengubah mereka menjadi anak-anak Allah. Hanya dengan beriman secara pribadi kepada Yesus yang dapat membuat suatu perubahan.

Apakah Anda masih terkurung atau telah dibebaskan? -- VCG

KEBEBASAN YANG SEJATI HANYA ADA DALAM IMAN KEPADA KRISTUS

Sumber: Renungan Harian

Minggu, 27 Maret 2022

MEMULIHKAN YANG TERJATUH

Bacaan: Galatia 6:1-5

NATS: Kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar (Galatia 6:1)

Cucu perempuan saya yang berusia enam tahun mengikuti pelajaran bermain ski es untuk pertama kalinya. Sekarang, saat Kelsey mulai dapat meluncur di atas es, kakek dan neneknya diundang untuk menontonnya. Ini merupakan suatu pengalaman yang tidak menyenangkan! Kelsey masih sering melakukan kesalahan sehingga membuatnya terjatuh. Namun Chrystal, pelatihnya, senantiasa berada di sana untuk mengangkat dan memberinya dorongan. Para pemain ski lainnya yang lewat, berhenti dan berkata kepada Kelsey bahwa ia telah melakukannya dengan baik. Ayah dan ibunya yang menyaksikan dari sisi tempat Kelsey meluncur, turut memberi semangat padanya. Kelsey menerima banyak bimbingan dan dorongan yang disampaikan dengan sabar, sehingga ketika ia terjatuh, ia berusaha untuk bangkit dan terus mencoba.

Setiap orang Kristen memerlukan bimbingan dan dorongan seperti yang diberikan kepada Kelsey, terutama bagi orang-orang yang baru percaya. Ketika kita meninggalkan kebiasaan lama dan belajar cara-cara berpikir dan bertingkah laku yang baru, kita mungkin akan sering mengalami benturan dan terjatuh. Itulah sebabnya kita memerlukan pertolongan dari orang-orang percaya lainnya yang lebih desawa imannya. Orang Kristen baru tidak membutuhkan orang yang hanya menunjuk-nunjukkan jari dan menuntut mereka untuk hidup saleh. Dan jangan sekali-kali menertawakan mereka!

Tuhan, tolong kami untuk menjadi seorang pendorong bagi saudara-saudara kami, mengingat apa yang dikatakan oleh Rasul Paulus bahwa kami juga lemah dan mengalami kejatuhan. Tolonglah kami untuk menanggung beban saudara-saudara kami di dalam Kristus -- DCE

SEDIKIT DORONGAN DAPAT MENYEBABKAN PERBEDAAN ANTARA MENYERAH ATAU MAJU

Sumber: Renungan Harian

Sabtu, 26 Maret 2022

"BERSALAH!"

Bacaan: Lukas 18:9-14

NATS: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini (Lukas 18:13b)

Pengkhotbah besar bernama Charles Haddon Spurgeon, sering menceritakan sebuah kisah tentang seorang putra mahkota yang naik ke sebuah kapal yang mengangkut para penjahat dan berbincang-bincang dengan mereka yang sedang mendayung. Ia bertanya kepada beberapa orang dari antara mereka tentang pelanggaran apa yang telah mereka lakukan. Hampir setiap orang mengatakan bahwa mereka tidak bersalah, menyalahkan orang lain, atau menuduh hakim menerima suap.

Namun ada seorang muda menjawab, "Tuan, saya pantas berada di sini. Saya mencuri uang. Tidak ada orang lain yang bersalah kecuali saya. Sayalah yang bersalah." Setelah mendengar hal ini, pangeran tersebut berseru, "Bajingan, kamu! Mengapa kamu berada di sini di antara orang-orang jujur? Jauhilah mereka sekarang juga!" Lalu pangeran tersebut memerintahkan agar tawanan itu dibebaskan. Anak muda itu dibebaskan, sementara yang lain ditinggalkan untuk mendayung. Kunci dari kebebasan tawanan ini adalah pengakuan akan kesalahannya.

Kebenaran ini juga berlaku dalam hal keselamatan. Sebelum seseorang dengan tulus mengaku, "Saya seorang berdosa yang membutuhkan keselamatan," ia tidak dapat mengalami kemerdekaan dari kutukan dan rasa bersalah.

Penahkan Anda berkata, "Saya mengaku bahwa bersalah?" Jika belum, lakukanlah sekarang. Anda tidak akan pernah dapat menyelamatkan diri Anda sendiri, karena itu terimalah Tuhan Yesus sebagai Juruselamat Anda dengan percaya kepadaNya. Maka, pada saat Anda dibebaskan dari kuasa dosa dan rasa bersalah, Anda akan merasakan sukacita di dalam pengampunan dan kemerdekaan -- RWD

DOSA MEMBAWA KETAKUTAN TETAPI PENGAKUAN MEMBERIKAN KEMERDEKAAN

Sumber: Renungan Harian

Jumat, 25 Maret 2022

Hebat

Bacaan: MATIUS 7:1-5

"Mengapakah engkau melihat serpihan kayu di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?" (Matius 7:3)

Seorang kritikus seperti biasanya mengunjungi galeri lukisan. Dia mencoba melihat-lihat lukisan yang ada, namun kali ini dia lupa membawa kacamatanya. Semua lukisan yang dilihatnya dikritiknya sampai ia tiba di sebuah cermin besar, dengan semangatnya ia berkata, "Aduh, lukisan ini jelek sekali, mana ada lukisan orang seburuk ini di dunia?" Semua orang yang mendengarnya tertawa karena dia tak sadar bahwa ia sedang mengkritik dirinya sendiri.

Firman Tuhan menasihatkan kepada kita agar kita lebih dulu mengoreksi diri sendiri (ay. 5) sebelum kita membantu orang lain untuk mengerti kelemahannya. Terlalu mudah memang untuk mengkritik dan melihat kelemahan orang lain. Yesus ingin murid-murid-Nya selalu membereskan diri terlebih dulu untuk dapat melayani orang lain. Balok yang ada di mata kita dapat membuat kita tidak jelas memandang orang lain, bukan? Kita bisa salah menilai orang lain juga dan hasilnya akan fatal sekali. Kita sibuk untuk memikirkan orang lain tanpa memandang kita punya kelemahan yang besar.

Mari sadar terlebih dulu bahwa pemberesan itu mulai dari kehidupan kita dulu. Cek diri kita apakah kita sudah hidup sesuai dengan firman Tuhan atau belum. Tanyakan kepada sahabat-sahabat rohani yang menolong kita bertumbuh agar mereka dapat memberikan umpan balik untuk kita dapat menjadi pribadi yang lebih baik. Fokus pada serpihan kayu dulu sebelum melihat balok besar milik sesamamu. --YDS/www.renunganharian.net

BERESKAN DULU DIRI KITA DAN BANTULAH ORANG LAIN UNTUK BERTUMBUH.

Kamis, 24 Maret 2022

... kamu adalah hamba orang itu, yang harus kamu taati, ... — Roma 6:16

Renungan berjudul “Menyerah” hari ini, berbicara tentang penghambaan pada diri sendiri karena menyerah pada keakuan dan apa pun yang bersifat hawa nafsu. Dalam renungan ini dikatakan bahwa tidak ada kuasa dalam jiwa manusia, dari kekuatan sendiri, yang sanggup mematahkan perbudakan yang diakibatkannya. Hanya penyerahan kepada Yesus yang mampu mematahkan setiap bentuk perbudakan dalam hidup seseorang.

Menyerah

Hal pertama yang harus saya akui bila saya menyelidiki hal yang mengendalikan dan menguasai saya adalah, bahwa sayalah yang bertanggung jawab karena telah menyerahkan diri saya kepada apa saja. Jika saya menjadi hamba bagi diri saya sendiri, sayalah yang harus dipersalahkan karena pada masa lalu saya telah menyerah kepada diri saya sendiri. Demikian pula, jika saya mematuhi Allah, saya berbuat demikian karena pada saat tertentu dalam hidup saya, saya menyerahkan diri kepada Allah.

Jika seorang anak dibiarkan tunduk pada keakuan, kita akan mendapati bahwa keakuan adalah tirani atau “penjajahan” paling memperbudak di bumi ini. Tidak ada kuasa dalam jiwa manusia yang sanggup mematahkan perbudakan yang diakibatkan oleh sikap menyerah. Misalnya, bila Anda menyerah satu detik saja pada apa pun yang bersifat hawa nafsu, walaupun Anda mungkin membenci diri sendiri karena telah menyerah, Anda menjadi hamba pada hal tersebut. (Ingatlah apa arti hawa nafsu -- “Aku harus memperolehnya sekarang”, apakah itu nafsu daging atau nafsu pikiran/angan-angan).

Tidak ada kelepasan atau keluputan dari hal itu yang berasal dari kekuatan manusia mana pun, kecuali melalui kuasa penebusan. Anda harus menyerahkan diri dengan penuh kerendahan hati kepada Pribadi satu-satunya yang dapat mematahkan kekuatan yang menguasai hidup Anda, yaitu Tuhan Yesus Kristus. “...Ia telah mengurapi Aku ... untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan...” (Lukas 4:18-19 dan Yesaya 61:1).

Bila Anda menyerah pada sesuatu, Anda akan segera menyadari akan kendalinya yang luar biasa atas diri Anda. Walaupun Anda berkata, “Ah, aku dapat membuang kebiasaan itu bila aku mau”, Anda akan segera tahu bahwa Anda tidak mampu melakukannya, walaupun Anda berkata, “Ah, aku dapat membuang kebiasaan itu bila aku mau”). Anda akan mendapati bahwa kebiasaan itu sepenuhnya menguasai Anda karena Anda dengan rela tunduk kepadanya.

Memang mudah untuk menyanyi, “Dia akan memutuskan setiap belenggu,” padahal pada saat yang bersamaan Anda menjalani hidup perhambaan yang nyata-nyata terhadap diri sendiri. Akan tetapi, menyerah kepada Yesus akan mematahkan setiap bentuk perbudakan dalam hidup seseorang.

Sumber: Renungan Oswald Chambers

Rabu, 23 Maret 2022

ORANG-ORANG YANG JUJUR

Bacaan: Amsal 11:1-11

NATS: Neraca serong adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi Ia berkenan akan batu timbangan yang tepat (Amsal 11:1)

Saya benci ketidakjujuran, karena hal itu menimbulkan banyak korban. Saya kehilangan banyak uang karena mempercayai orang-orang yang tidak jujur. Dan saya juga telah berjumpa dengan orang-orang yang senasib dengan saya karena tertipu oleh karena kata-kata manis.

Allah juga membenci ketidakjujuran. Amsal 11:1 menyatakan bahwa "ketidakjujuran merupakan kekejian bagi TUHAN." Ayat ini menunjuk pada para pedagang di pasar yang sering menipu pembelinya. Para pedagang ini mungkin hanya menaikkan sedikit dari harga yang semestinya, namun Allah tetap membenci perbuatan ini.

Orang-orang yang jujur, di sisi lain, melakukan apa yang benar yang dapat mereka lakukan, walaupun untuk itu mereka harus membayarnya dengan sesuatu hal.

Saya kenal dengan sepasang suami istri yang mengalami kegagalan dalam usahanya dan dipaksa untuk menyatakan bahwa usaha mereka telah bangkrut. Hal ini sebenarnya menguntungkan karena mereka akan dibebaskan dari kewajiban membayar tagihan, namun mereka tidak melihat adanya kebebasan dari tanggung jawab moral terhadap krediturnya. Karena itu mereka berdua bekerja, memindahkan keluarganya di sebuah rumah murah, dan hidup hemat. Mereka melewati tahun-tahun penuh kerja keras dan pengorbanan, namun mereka berhasil melunasi hutang-hutang mereka.

Kejujuran kita selalu diuji. Hal ini berlangsung ketika kita membuat laporan kerja, menghitung berkas pendapatan sisa pajak, dan dalam penjualan. Kita harus berhati-hati dan mengindahkan Allah sehingga kejujuran kita tidak diragukan lagi -- HVL

TIDAK ADA WARISAN YANG LEBIH BERHARGA DARIPADA KETULUSAN HATI

Sumber: Renungan Harian

Selasa, 22 Maret 2022

Memuliakan Yesus Kristus

Bacaan Alkitab hari ini:
Yohanes 3:22-36

Sikap Yohanes Pembaptis saat kehilangan popularitas (3:26-30) perlu diperhatikan oleh setiap orang yang ingin melayani Tuhan Yesus. Ingatlah bahwa pelayanan pembaptisan dimulai oleh Yohanes Pembaptis, bahkan Yohanes Pembaptis-lah yang membaptis Yesus Kristus. Akan tetapi, ternyata bahwa murid-murid Tuhan Yesus juga membaptis dan pelayanan Tuhan Yesus lebih populer daripada pelayanan Yohanes Pembaptis (3:26; 4:2). Sekalipun demikian, Yohanes Pembaptis tidak merasa sakit hati saat popularitasnya berkurang. Ia sadar bahwa tugasnya adalah mempersiapkan pelayanan Yesus Kristus. Jadi, Yesus Kristus adalah fokus pelayanan Yohanes Pembaptis. Saat Yesus Kristus menjadi lebih populer daripada dirinya, Yohanes Pembaptis sama sekali tidak merasa iri hati atau merasa tersaingi karena dia beranggapan bahwa popularitas Yesus Kristus itu sudah semestinya (3:28-30). Pada masa kini, seharusnya tujuan pelayanan gereja adalah agar Kristus dimuliakan. Oleh karena itu, bila ada gereja atau rohaniwan yang dianggap "berebut domba" dengan gereja atau rohaniwan lain, anggapan itu menyedihkan dan sekaligus memalukan karena "perebutan domba" itu menunjukkan bahwa kemuliaan Kristus tidak diutamakan. Yang lebih tragis, kadang-kadang, relasi pelayanan dalam satu gereja bisa menjadi suatu kompetisi untuk memperebutkan popularitas atau menjadi arena untuk meraih keuntungan pribadi.

Bila fokus pelayanan kita—baik sebagai komunitas gereja atau sebagai pribadi—menempatkan Yesus Kristus sebagai yang paling utama, ciri utama yang seharusnya muncul adalah hubungan kerja sama yang saling menyukseskan. Kerja sama semacam itu akan meniadakan sekat-sekat ego sektoral (mementingkan kelompok sendiri). Setiap orang seharusnya bukan hanya memikirkan apa yang harus dilakukan agar dirinya dinilai sukses, tetapi juga memikirkan bagaimana orang lain bisa sukses atau bagaimana tim pelayanannya bisa sukses. Evaluasilah pelayanan Anda selama ini: Apakah Anda benar-benar menginginkan agar Allah dimuliakan melalui pelayanan Anda? Saat rekan Anda memerlukan bantuan, apakah Anda memberi bantuan dengan sukarela? Apakah Anda bersedia berkorban untuk kepentingan pelayanan yang Anda jalankan? Saat Anda merasa diabaikan, disalah mengerti, atau direndahkan, apakah Anda tetap berusaha melakukan yang terbaik agar Tuhan dimuliakan melalui pelayanan Anda? [GI Purnama]

Sumber: Renungan GeMA GKY

Senin, 21 Maret 2022

Kasihilah sesamamu manusia. [Matius 5:43]

“Kasihilah sesamamu manusia.”
Mungkin dia berlimpah dengan kekayaan, sedangkan engkau miskin dan tinggal di rumahmu yang kumuh bersebelahan dengan rumahnya yang sangat mewah; setiap hari engkau melihat kediamannya, pakaiannya yang indah, dan makanan pestanya yang berlimpah dan mahal; Allah telah memberikan dia karunia-karunia itu, janganlah menginginkan kekayaannya, dan jangan berpikir buruk mengenai dia. Puaslah dengan tanahmu sendiri jika engkau tidak bisa mendapatkan yang lebih baik, tetapi janganlah melihat tetanggamu dan berharap dia menjadi seperti dirimu. Kasihilah dia, maka engkau tidak akan iri hati kepadanya.

Sebaliknya, mungkin engkau kaya raya dan ada orang miskin yang tinggal di dekatmu. Jangan menganggap remeh mereka. Ketahuilah bahwa engkau wajib mengasihi mereka. Dunia menyebut mereka lebih rendah daripada engkau. Dalam hal apa mereka lebih rendah? Mereka jauh lebih sederajat dengan engkau dan sama sekali tidak lebih rendah dari engkau, karena “Dari satu orang saja Allah telah menjadikan semua bangsa dan umat manusia untuk mendiami seluruh muka bumi.” [Kisah Para Rasul 17:26] Pakaian milikmulah yang lebih baik daripada pakaian mereka, tetapi dirimu tidak sama sekali lebih baik daripada mereka. Perhatikanlah bahwa engkau harus mengasihi sesamamu walaupun dia berpakaian compang-camping ataupun tenggelam dalam kemiskinan.

Tetapi, mungkin, engkau berkata, “Aku tidak bisa mengasihi sesamaku, karena setiap hal yang kulakukan mereka balas tanpa rasa terima kasih dan tanpa hormat.” Ada lebih banyak lagi ruang untuk kepahlawanan kasih. Akankah engkau menjadi seorang prajurit yang lembek seperti kasur bulu, alih-alih menanggung kasarnya pertarungan kasih? Orang yang paling berani, akan menang paling banyak; dan apabila kasihmu melalui jalan yang kasar, jalanilah itu dengan berani, dengan terus mengasihi sesamamu dalam saat-saat yang mudah maupun sulit. Timbunlah bara api di atas kepalanya [Amsal 25:22], dan apabila mereka sulit untuk disenangkan, janganlah berusaha menyenangkan mereka, tetapi senangkanlah Tuhanmu; dan ingatlah apabila kasihmu ditolak mentah-mentah oleh mereka, Tuhanmu tidak menolaknya, dan perbuatanmu akan diterima Tuhanmu seperti kalau mereka menerimanya. Kasihilah sesamamu manusia, karena dengan melakukannya engkau mengikuti jejak kaki Kristus.

Renungan Pagi (diterjemahkan dari Morning and Evening: Daily Readings, Charles H. Spurgeon).

Minggu, 20 Maret 2022

Kasih Karunia yang Memampukan untuk Mengampuni

Ibrani 12: 15 Jagalah supaya jangan ada seorang pun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang.

Jika Anda masih menyimpan dendam, artinya seseorang sedang mengendalikanmu. Pernahkan Anda berkata, “Anda membuat saya sangat marah”? Sesungguhnya saat Anda mengatakan mengatakan tersebut, artinya Anda mengakui bahwa orang lain telah mengendalikan Anda. Orang lain mengendalikan perasaan Anda.

Satu-satunya cara untuk mengeluarkan orang ini dari pikiran dan hati Anda adalah menyembuhkannya dengan kasih karunia, yaitu kasih karunia Tuhan.

Ibrani 12:15 mengatakan, “Jagalah supaya jangan ada seorang pun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang” (TB).

Pernahkah Anda mengenal sebuah keluarga dimana seorang ibu yang kepahitan, meracuni seluruh keluarga. Kepahitan itu menular, dan kepahitan dapat menurun dari generasi ke generasi. Seseorang harus memutuskan rantai ini. Jika orang tua Anda kepahitan karena kakek nenek Anda, dan kakek nenek Anda kepahitan karena buyut Anda, maka Anda harus memutuskan rantai kepahitan itu. Hanya ada satu cara untuk menghancurkan rantai kepahitan itu, yaitu dengan kasih karunia.

Saudara, jika Anda tidak mendapatkan kasih karunia Tuhan dalam hidupmu, hidup akan membuat Anda kepahitan karena hidup ini tidak adil. Mengapa demikian? Karena dosa ada di dunia. Kita hidup di planet yang sudah rusak. Ini bukan surga. Orang jahat selalu lolos dengan hal-hal jahat. Hidup tidak adil.

Apakah pengampunan itu adil? Tidak sama sekali.

Tapi pengampunan tidak berbicara tentang keadilan, melainkan tentang kasih karunia. Anda tidak memaafkan seseorang karena hal itu adil, namun Anda memaafkan seseorang karena hal itu benar untuk dilakukan, dan Anda tidak ingin hati Anda penuh dengan racun. Tentu Anda tidak ingin hari Anda berpegang pada rasa sakit dan kebencian bukan?

Pengampunan itu gratis, tapi tidak murahan. Pengorbanan itu telah mengorbankan nyawa Yesus. Saat Yesus sekarat di kayu salib, dengan tangan terentang dan darah yang menetes, Dia berkata, “Bapa ampunilah mereka! Mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan.” Dia berkata lagi, “Aku mencintaimu, aku mengasihimu. Aku mencintaimu, aku mengasihimu.”

Dia juga berkata, “Mereka tidak pantas mendapatinya, mereka bahkan tidak tahu apa yang mereka lakukan. Tapi Bapa, maafkanlah mereka.”

Serahkanlah keadilan pada Tuhan dan sembuhkan kepahitanmu dengan kasih karunia-Nya.

Hak cipta oleh Rick Warren. Disadurkan dari crosswalk.com.

Sabtu, 19 Maret 2022

Nyaris Tergelincir

Bacaan: MAZMUR 73

Tetapi aku, sedikit lagi maka kakiku terpeleset, nyaris aku tergelincir. (Mazmur 73:2)

Dalam Mazmur 73:2, Asaf mengungkapkan kelegaan karena hampir-hampir ia tergelincir oleh cara pandangnya yang keliru. Awalnya, ia merasa cemburu terhadap orang-orang fasik, yang walaupun tidak takut akan Allah, mereka hidup mujur, sehat, gemuk dan bahagia. Terang-terangan Asaf mengatakan, "Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih, dan membasuh tanganku, tanda tak bersalah."

Beruntung, dalam kecemburuan itu Asaf datang ke hadirat Allah. Di sanalah cara pandangnya diubah. Apabila sebelumnya ia mengatakan bahwa upayanya mempertahankan hati bersih dan membasuh tangan dari kejahatan itu sia-sia, kini ia menyatakan semuanya itu sebagai kesukaan. Mengapa Asaf berubah? Apakah Tuhan kemudian memberikan segala yang diinginkan hatinya? Rupanya tidak! Rahasia perubahan itu adalah karena ia baru mengalami keintiman bersama Allah. Di hadirat Allah, Asaf seolah tidak menginginkan apa pun selain dari Pribadi-Nya. Itulah mengapa Asaf mengucapkan pernyataan yang begitu berani, "Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya."

Ada banyak orang mengadopsi cara pandang keliru, seperti Asaf mula-mula. Makna ibadah senantiasa dikaitkan dengan berkat. Tidak heran mereka begitu mudah kecewa, frustrasi dan marah kepada Tuhan. Kita tentu tidak boleh mengadopsi cara pandang demikian. Apabila kita mengikut Tuhan hanya demi berkat, dapatkah kita dikatakan sungguh-sungguh mengasihi Dia? Dibandingkan segala berkat, rindukanlah Pribadi Allah sebagai yang terutama! Tidak perlu khawatir karena bagi setiap orang yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan, tanpa perlu mengejar berkat, berkat pasti mengikuti kehidupan mereka. --LIN/www.renunganharian.net

ORANG FASIK MEMANG TAMPAK MUJUR, TETAPI HANYA MEREKA
YANG TAKUT AKAN ALLAH YANG BENAR-BENAR MUJUR.

Jumat, 18 Maret 2022

Bayi Rohani

Bacaan: 1 KORINTUS 3:1-9

Dan aku, Saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan manusia duniawi, yang belum dewasa dalam Kristus. (1 Korintus 3:1)

Perpecahan di Korintus bersumber dari sebuah kesombongan. Mereka mencoba menepis stigma julukan sebagai "bayi", dengan mencoba mengejar standar duniawi seperti pengetahuan, ketenaran dan kehormatan. Namun di kutub yang berbeda mereka tidak menunjukkan sikap sebagai seorang "dewasa". Mereka ingin berkata kepada dunia bahwa mereka bukanlah orang-orang yang pantas diremehkan tetapi di sisi lain menunjukkan sikap kekanak-kanakan. Mereka berselisih hanya karena kelebihan-kelebihan yang mereka miliki, persis seperti seorang anak kecil yang mengejek kekurangan teman-temannya.

Situasi yang sama mungkin terjadi di antara orang percaya. Sering kali kita ingin menunjukkan keunggulan kepada dunia tetapi di waktu yang sama kita menunjukkan sikap tidak unggul. Kita masih merendahkan sesama, tak sedikit kepada sesama orang percaya. Sering kali ada gereja yang tak kondusif dan mengalami perpecahan hanya karena anggota atau kelompok yang satu menganggap diri lebih unggul dari anggota/kelompok yang lain. Persis seperti anak-anak yang sering mengagung-agungkan jagoan mereka.

Jika hal ini menimpa kita seharusnya kita menakar rohani kita. Jangan-jangan kita merasa dewasa rohani padahal kita masih bayi. Jika ada iri hati dan perselisihan itu menunjukkan bahwa kita masih bayi rohani. Paulus mengungkapkan bahwa mereka yang dewasa secara rohani tak akan pernah mempersoalkan kelebihan atau kekurangan sesamanya, melainkan menganggapnya sesama pelayan Tuhan, kawan sekerja Allah membangun kerajaan-Nya. --PRB/www.renunganharian.net

TUA ITU PASTI TETAPI DEWASA ITU PILIHAN.

Kamis, 17 Maret 2022

Pengumuman dan Kepastian

Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. –Filipi 4:6

Ayat Bacaan & Wawasan:
Filipi 4:1-7

Banyak acara pengumuman jenis kelamin bayi berlangsung dramatis. Di Juli 2019, sebuah mobil menghamburkan asap berwarna biru untuk mengumumkan bahwa jenis kelamin bayinya laki-laki. Kemudian, di bulan September, sebuah pesawat penyiram tanaman di Texas menumpahkan ratusan galon air berwarna merah muda sebagai pengumuman hadirnya bayi perempuan. Namun, ada “pengumuman” lain, yang mengungkapkan hal penting tentang dunia kita. Pada akhir tahun yang sama, YouVersion mengumumkan ayat yang paling banyak dibagikan, ditandai, dan disimpan tahun itu dalam versi daring dan aplikasinya adalah Filipi 4:6, “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.”

Sungguh pengumuman yang luar biasa. Banyak yang dikhawatirkan orang akhir-akhir ini—mulai dari kebutuhan anak-anak kita, renggangnya ikatan kekeluargaan dan pertemanan, hingga bencana alam dan perang. Namun, di tengah semua kekhawatiran itu, sungguh senang mengetahui banyak orang tetap berpegang pada ayat yang menyatakan, “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga.” Bukan itu saja, orang-orang tersebut juga mendorong orang lain dan diri mereka sendiri untuk menyatakan “dalam segala hal” keinginan mereka kepada Allah. Alih-alih mengabaikan kekhawatiran yang ada, mereka justru menghadapinya dengan terus mengucap syukur.

“Ayat tahun ini” tersebut kemudian diikuti dengan ayat ini: “Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus” (ay. 7). Sungguh kepastian yang indah! (John Blase)

Renungkan dan Doakan
Hal-hal apa saja yang saat ini membuat Anda khawatir? Bagaimana mengingat kembali cara-cara Allah menghadirkan damai sejahtera bagi Anda di masa lalu dapat membantu Anda mengatasi kekhawatiran yang dihadapi di masa kini?

Tuhan Yesus, ada saatnya hari-hari, minggu-minggu, dan tahun-tahun yang kujalani terasa begitu berat. Terima kasih untuk damai sejahtera-Mu yang telah memeliharaku kemarin, hari ini, dan selama-lamanya.

Sumber: Santapan Rohani

Rabu, 16 Maret 2022

BERAPA BATAS ANDA?

Bacaan: 1Korintus 10:1-13

NATS: Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu (1Korintus 10:13b)

Sebagian kita tentu pernah membaca tulisan peringatan tentang "batas maksimum beban" di jembatan, jalan-jalan tertentu, atau lift. Menyadari bahwa tegangan yang terlalu besar dapat menyebabkan kerusakan fatal atau kehancuran total, para insinyur menentukan dengan teliti jumlah beban yang dapat ditopang dengan aman oleh berbagai material. Peringatan-peringatan yang di pasang memberitahu dan mengingatkan kita untuk tidak melebihi beban maksimum yang tertera.

Manusia juga memiliki batas maksimum beban yang sanggup dipikulnya, dan batas ini berbeda pada setiap orang. Sebagian orang dapat menanggung tekanan dengan lebih baik dari orang lain -- tetapi setiap orang memiliki batas kemampuan dan hanya dapat menanggung sebanyak itu.

Seringkali keadaan dan orang lain terasa memojokkan kita lebih dari yang dapat kita tanggung. Namun Tuhan memahami batas kita, Dia tidak pernah mengizinkan kesulitan apa pun yang masuk ke dalam kehidupan kita melebihi kekuatan dan kemampuan kita untuk menanggungnya. Hal ini merupakan suatu kebenaran, khususnya ketika kita terpikat oleh dosa. 1Korintus 10:13b menyatakan, "Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan keluar, sehingga kamu dapat menanggungnya."

Maka, tatkala pencobaan dan kesulitan menekan, teguhkanlah hati kita! Ingatlah bahwa Bapa surgawi kita mengetahui batas maksimum kemampuan kita untuk berdiri tegak di bawah tekanan-tekanan hidup. Mintalah kekuatan dariNya. Tidak satu pun pencobaan yang lebih besar dari kekuatanNya! -- RWD

JIKA KITA BERSERAH KEPADA ALLAH KITA TIDAK AKAN JATUH DALAM MENGHADAPI PENCOBAAN

Sumber: Renungan Harian

Selasa, 15 Maret 2022

"TERUSLAH MEMUKUL"

Bacaan: Ulangan 31:1-8

NATS: Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, janganlah takut dan jangan gemetar (Ulangan 31:6)

Penulis dan pendeta John Maxwell menulis tentang seorang mahasiswa seminari yang merasa kewalahan oleh beban tugasnya. Buku-buku yang harus dibaca, makalah penelitian yang harus ditulis, kata-kata Yunani yang harus dipelajari -- tampaknya mustahil! Keputusasaannya terlihat jelas oleh teman-teman sekelasnya.

Kemudian seorang mahasiswa tingkat atas merangkul bahu pemuda itu dan berkata, "Sobat, tak masalah berapa besar batu karang itu; jika kamu terus memukulnya, batu itu akan hancur." Mahasiswa itu mulai melihat bahwa tugas-tugasnya dapat diatasi jika ia mengerjakannya satu-persatu. Akhirnya "batu karang" itu hancur. Mahasiswa seminari yang kewalahan itu lulus dan kini menjadi seorang pendeta.

Menjalani kehidupan Kristen tak ubahnya seperti mencoba memecahkan batu karang. Kita terus memukul, tetapi tidak terjadi apa-apa. Kita berkecil kecil hati dalam memikul beban yang sama, menghadapi godaan yang sama.

Kitab Ulangan dimulai dan diakhiri dengan berita yang penuh pengharapan. Musa berkata kepada umat Israel, "Janganlah takut dan janganlah patah hati" (1:21). "TUHAN...tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau; janganlah takut dan janganlah patah hati" (31:8). Kata-kata yang memberi semangat ini juga berlaku untuk kita.

Jika "batu karang" Anda tampak terlalu besar, perhatikanlah nasihat mahasiswa tingkat atas tadi: "Teruslah memukul." Jika Anda bergantung kepada Tuhan, akhirnya "batu karang itu akan hancur" [DCE]

KITA MENAKLUKKAN DENGAN TERUS MAJU

Sumber: Renungan Harian

Senin, 14 Maret 2022

Saat Menyentuh Jumbai Jubah Yesus, Seketika Itu Ia Sembuh

Markus 5: 28 Sebab katanya: "Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh."

Wanita ini dicemaskan dengan masalah pendarahan selama 12 tahun. Mengalami pilek atau sakit tenggorokan selama beberapa hari saja bisa membuat kita tidak nyaman. Apalagi pendarahan selama 12 tahun, coba Anda bayangkan! 

Setiap saya merasakan gejala pilek atau sakit tenggorokan, saya akan segera pergi ke toko obat untuk membeli obat anti-flu yang dijual bebas. Saya mencoba menhindari ketidaknyamanan itu. Lalu bagaimana wanita ini mengatasi pendarahannya selama 12 tahun? Bisakah Anda bayangkan melewati rasa sakit selama itu?

Penyakit membuat tubuh kita lelah, tidak hanya lemah secara fisik saja, tetapi juga secara emosional. Kadang hal itu bahkan membuat frustrasi dan mudah marah.

Namun wanita ini sudah menghabiskan semua yang dia punya. Selain itu perawatan medis tentu saja mahal. Alkitab memberi tahu kita bahwa dia sudah mendengar tentang Yesus. Saya percaya dia sudah mendengar kabar baik tentang banyak orang yang disentuh oleh Yesus, dan disembuhkan dari berbagai penyakit, dan dia mulai memiliki pengharapan.

“Yesuspun berkeliling di seluruh Galilea; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Allah serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan di antara bangsa itu.” (Matius 4: 23)

Kata-kata itu akan membangkitkan imannya, dan juga membangkitkan semangat saya ketika didiagnosa kanker pada tahun 1989. Saya memiliki keyakinan bahwa sentuhan dari Sang Rabbi dapat mengubah situasi. Sentuhan dari Sang Rabbi dapat membawa harapan dan menyembuhkan tubuh yang sakit.

Jika Anda pernah sakit, kemungkinan besar Anda tahu bahwa terlepas dari keyakinan kita, penyakit membuat kita takut. Tetapi percaya kepada Tuhan atas kesembuhan bisa jadi tantangan. Pikiran negatif akan terus datang menguasai pikiran.

Bertahun-tahun yang lalu, meskipun saya percaya Tuhan akan menyembuhkan penyakit saya, saya masih punya pikiran seperti: 

“Kenapa ini terjadi kepadaku?”

“Kalau kemoterapi membuatku merasa sangat buruk, apa cara lain yang bisa aku lakukan?”

“Apakah Tuhan benar-benar akan menyembuhkanku?”

Di antara perawatan kemoterapi, saya kuatir jumlah darah saya tidak akan stabil. Dan ketakutan saya tidak terbukti, karena nyatanya jumlah darah saya stabil. Saya takut semua rambut saya akan rontok, tetapi justru kembali tumbuh. Saya yakin wanita itu mengalami ketakutan yang sama. Tetapi Yesus menawarkan ketentraman.

Dia berkata, “Jangan takut, percaya saja.” - Markus 5: 36

Setiap hari, doa saya adalah, “Bapa, jamahlah aku hari ini.”

Bapa surgawi kita sedang menunggu kita meminta kesembuhan lewat doa-doa kita.

“Aku telah mencari TUHAN, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku.” (Mazmur 34: 4)

Bagaimana kita menerima sentuhan dari Sang Rabbi? Iman adalah kuncinya. Wanita yang pendarahan itu berkata dalam hatinya, “Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh." Dia percaya semua yang dia butuhkan adalah sentuhan dari Yesus. Dia percaya dan beriman bahwa jika Dia hanya menyentuh jumbai jubah-Nya, dia akan sembuh sepenuhnya. Dia punya iman bahwa ketika Dia menyentuh Dia, wanita itu akan memperoleh kesembuhan.

Dia pun menantang dirinya, Dia menyentuh jumbai jubah Yesus. Pada saat itulah wanita itu disembuhkan. Sebagai tanggapan, Yesus juga menyentuh saya dan saya juga disembuhkan.

Apakah Anda membutuhkan sentuhan dari Sang Rabbi hari ini? Angkat suara Anda dan katakan, “Yesus aku butuh sentuhan-Mu.” Percaya dan imani bahwa dengan hanya menyentuh jumbai jubah-Nya, maka Anda akan sembuh sepenuhnya.

Bapa, saat aku menyatukan imanku dengan mereka yang membaca kata-kata ini, yang membutuhkan sentuhan dari-Mu, menyentuh dan menghilangkan rasa takut, menyentuh dan membangun iman, menyentuh dan menyembuhkan. Dalam nama Tuhan Yesus. Amin!

Hak cipta Merle Mills, digunakan dengan izin.

Minggu, 13 Maret 2022

Coram Deo

Bacaan: MAZMUR 139:1-12

Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh. (Mazmur 139:2)

Bagaimana rasanya jika seluruh gerak-gerik kita diawasi? Katakanlah bahwa ada kamera pengawas yang merekam segala tindakan kita selama 24 jam, dan semua orang dapat menontonnya. Dalam kondisi demikian, apa yang akan kita lakukan? Saya menduga, kita akan berusaha menjalani hidup kita dengan lebih berhati-hati, menghindari tindakan ceroboh serta perbuatan lain yang memalukan.

Sebenarnya, hidup kita berada dalam pengawasan Allah, setiap saat, di sepanjang hidup kita. Doa Daud dalam Mazmur 139 ini mengingatkan kita akan hal itu. Segala sesuatu tentang keberadaan diri kita, setiap perbuatan, bahkan isi hati dan pikiran kita, semuanya terpampang jelas di hadapan Allah. Tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya. Keadaan ini digambarkan dengan tepat oleh satu istilah dalam bahasa Latin, yakni Coram Deo. Frasa ini secara literal berarti bahwa sesuatu itu terjadi di hadirat Allah, di depan mata Allah sendiri. Artinya, seluruh hidup kita ada di hadapan Allah. Ini selaras dengan Ibrani 4:13, bahwa tidak ada suatu makhluk pun yang tersembunyi di hadapan Allah, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungjawaban.

Coram Deo adalah sebuah sukacita. Bahwa hidup kita berada di bawah otoritas Allah. Dia senantiasa menjaga, memelihara dan memberkati kita. Namun Coram Deo juga merupakan sebuah tanggung jawab. Ini seharusnya membuat kita setiap saat menjalani hidup yang benar, yakni untuk memuliakan Dia, yang di hadapan-Nya kita hidup. --HT/www.renunganharian.net

MENYADARI BAHWA SELURUH HIDUP KITA TERBUKA DI HADAPAN ALLAH,
HENDAKNYA SETIAP KATA DAN TINDAKAN KITA SELARAS DENGAN KEHENDAK-NYA.

Sabtu, 12 Maret 2022

KEMERDEKAAN YANG SEJATI

Bacaan: Yohanes 8:30-36

NATS: Jadi, apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar merdeka (Yohanes 8:36)

Saya tidak tahan menonton sebuah acara hiburan di televisi, di mana para pesertanya menggunakan kata-kata yang kasar dan melukiskan aktivitas amoral mereka dengan menjijikkan. Mereka, yang tanpa malu mendiskusikan dosa-dosa mereka di depan pemirsa, jelas-jelas mengakui bahwa diri mereka adalah orang liberal karena mereka berani memamerkan perbuatan amoral mereka dengan berani. Kebebasan yang aneh! Hanya sedikit dari mereka yang mengetahui perbudakan seperti apa sebenarnya yang mereka alami.

Hal ini mengingatkan saya pada seorang pria yang kelebihan berat badan dan ia berkata, "Dokter, tak seorang pun, bahkan dokter saya sekalipun, dapat mengambil kemerdekaan saya untuk merokok dan memakan apa saja yang saya inginkan." "Kebebasan" yang ia miliki kelak akan membunuhnya.

Seorang yang lain bercerita kepada saya bahwa ia telah meninggalkan istrinya, sehingga ia bebas untuk hidup seperti yang ia inginkan. Beberapa tahun kemudian ia mengalami kehancuran, baik secara fisik maupun emosional. Ia mengakui bahwa ia telah menjadi budak atas perbuatan yang dapat membunuhnya, namun ia tidak mengubah hidupnya. Beberapa tahun kemudian ia meninggal dunia.

Pemikiran bahwa kita dapat memiliki kemerdekaan yang sejati tanpa pengendalian dan disiplin diri adalah suatu ilusi belaka. Melakukan sesuatu hal yang kita sukai tanpa mencari apa yang Allah kehendaki, akan membawa kita pada perbudakan dosa dan memimpin kita menuju kematian. Namun percaya dan taat kepada Yesus Kristus akan memberi kemerdekaan dari rasa bersalah, perbudakan dosa, perasaan takut akan kematian, dan perasaan sia-sia. Itulah kemerdekaan yang sesungguhnya! -- HVL

BERADA DI BAWAH KUASA KRISTUS BERARTI MEMILIKI KEMERDEKAAN YANG SEJATI

Sumber: Renungan Harian

Jumat, 11 Maret 2022

Bukti Kasih Sejati, Menyingkirkan Ego dengan Kasih

1 Korintus 16:14 “Lakukanlah segala pekerjaanmu dalam kasih!”

Saya adalah seseorang yang menyukai resolusi tahun baru. Namun merenungkan tahun 2021 dan tahun-tahun lainnya, saya menyadari bahwa saya kehilangan begitu banyak hal. Saya tidak cukup baik dalam menyediakan waktu untuk orang-orang. Setidaknya hanya kalimat ini yang keluar dari mulut saya:

“Hai, apa kabar?”

“Baik, dan kau?”

“Baik.”

“Semoga harimu menyenangkan.”

Mengapa saya mengajukan pertanyaan jika saya tidak ingin mendengarkan jawabannya? Mungkin karena jawabannya menghabiskan banyak waktu saya yang berharga dan sangat terbatas. Ada banyak hal yang harus dilakukan. Cucian untuk dicuci, tugas yang harus diselesaikan, tagihan yang harus dibayar, dan jika saya tidak pergi ke toko kelontong dalam perjalanan pulang kerja, saya tidak akan makan sayuran untuk makan malam.

Tapi Tuhan... Tuhan adalah kasih dan Tuhan menyuruh kita untuk saling mengasihi. Sebenarnya, Tuhan memerintahkan kita melalui Paulus dalam 1 Korintus 16:14, “Lakukanlah segala pekerjaanmu dalam kasih!” Itulah tantangan resolusi terbesar saya untuk tahun 2022, untuk mencintai dengan kasih sejati.

Tapi bagaimana saya bisa mengasihi kalau saya masih mementingkan urusan pribadi dibanding dengan orang lain?

Tentu bukan cinta namanya jika saya masih mengabaikan orang di depanku. Apakah cinta atau kasih sejati dapat dirasakan dengan menjawab telepon hanya dengan mengatakan “hm.. ya..” begitu? Apakah kasih tidak menarik? Cinta sejati, cara Tuhan mencintai, lebih peduli pada orang lain daripada urusan pribadi.

Saya telah mengabaikan kesempatan untuk memberikan cinta. Saya yakin telah berkali-kali melayangkan pertanyaan seperti “apa kabar?”

Jika saya memang mengasihi orang lain, maka saya harus melakukan lebih daripada mendengarkan hal baik darinya. Dia mungkin mengalami kesulitan, mungkin dia bergumul dengan pekerjaannya, atau pernikahannya, dan masalah lainnya. Dia membutuhkan seseorang untuk mempedulikannya dan berdoa untuknya. Tapi raut wajahku mengatakan “Tidak, aku tidak memiliki waktu untuk itu.”

Tapi yang cinta lakukan? Cinta akan tetap ada. Cinta pasti ingin mendengar jawabannya, maka cinta akan memberinya waktu dan mendengarkannya.

Mencintai orang seperti Tuhan, tidak melihat mereka sebagai penghalang aktivitas dan rencana saya. Tanpa memikirkan apapun, dan hanya mendengarkan dengan sabar.

Tentu ada waktu dimana kita benar-benar tidak ada waktu, setidaknya tidak setiap hari. Kemudian, cinta menetapkan waktu untuk saling mendengarkan, peduli, dan saling mendukung. Itulah cinta sejati.

Marilah kita menjadi pribadi yang lebih terbuka dan peduli dengan orang lain. Untuk menunjukkan cinta kepada orang-orang yang bersama kita, mari kita bertanya “apa kabar?” dengan hati dan telinga terbuka lebar. Karena itulah yang akan dilakukan cinta, dan saya memutuskan untuk mencintai. Akankah kamu bergabung denganku?

Hak cipta oleh Kim Sorrelle, disadur dari crosswalk.com.

Kamis, 10 Maret 2022

BERKAT YANG TIDAK SEPATUTNYA

Bacaan: Habakuk 3:17-19

NATS: Allah...yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga (Efesus 1:3)

Bintang tenis bernama Arthur Ashe meninggal karena penyakit AIDS yang dijangkitinya dari transfusi darah pada saat ia menjalani operasi jantung. Selain sebagai seorang atlit besar, Ashe adalah seorang yang memberi inspirasi dan semangat bagi banyak orang dengan keteladanan perilakunya di dalam dan di luar lapangan.

Ashe dapat saja merasa sakit hati dan mengasihani diri sendiri dalam menghadapi penyakitnya, tetapi ia terus-menerus memelihara sikap yang penuh dengan ucapan syukur. Ia menerangkan, "Jika saya bertanya 'Mengapa saya?' mengenai permasalahan saya, saya seharusnya juga menanyakan 'Mengapa saya?' mengenai berkat yang saya terima. Mengapa saya dapat memenangkan Wimbledon? Mengapa saya dapat menikah dengan seorang wanita cantik dan cakap serta memperoleh seorang anak yang luar biasa?"

Sikap Ashe ini seharusnya menegur kita yang sering menggerutu, "Mengapa saya? Mengapa Allah mengizinkan hal ini terjadi?" Bahkan sekalipun kita sedang mengalami penderitaan yang amat sangat, kita tidak boleh lupa pada anugerah Allah yang dicurahkan dalam hidup kita seperti makanan, rumah, dan para sahabat -- berkat-berkat yang sering terlupakan.

Dan bagaimana dengan berkat rohani? Kita dapat memegang teguh firman Allah dalam tangan kita dan membacanya. Kita memperoleh pengetahuan tentang kasih karuniaNya yang menyelamatkan, penghiburan dari RohNya, dan jaminan sukacita dalam kehidupan kekal bersama Yesus.

Pikirkanlah tentang berkat Allah dan bertanyalah, "Mengapa saya?" maka gerutuan kita akan berubah menjadi pujian -- VCG

ALLAH TIDAK PERNAH BERHENTI MEMBERI KITA ALASAN UNTUK MEMUJINYA

Sumber: Renungan Harian

Rabu, 09 Maret 2022

DENGARLAH GEMA SUARAMU

Bacaan: Mazmur 18:21-28

NATS: Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia (Mazmur 18:26)

Seorang anak laki-laki yang wajahnya rusak berat, menjadi sasaran berbagai komentar yang tak menyenangkan. Suatu hari ia berkata kepada ibunya, "Aku benci orang-orang itu." Menyadari bahwa anaknya putus asa, sang ibu membawanya ke sebuah ngarai dan menyuruhnya berteriak, "Aku benci kamu!" Gemanya kemudian terdengar kembali "Aku benci kamu!" Kemudian ia menyuruh anaknya berseru, "Aku sayang kamu!" Gema yang terdengar kembali "Aku sayang kamu!" Sang ibu kemudian menjelaskan bahwa biasanya kita akan menerima dari orang-orang apa yang pertama kali kita kirimkan.

Dalam arti tertentu, hal tersebut juga berlaku dalam hubungan kita dengan Allah. Dia tentunya yang mengambil inisiatif dalam penyelamatan, namun manusialah yang memilih bagaimana ia akan berhubungan dengan Allah. Mazmur 18:1-50 berkata bahwa Allah berlaku setia pada orang yang setia, dan pada orang yang bengkok Dia akan berlaku berbelit-belit (tidak pernah licik, tetapi hanya untuk mencegah rancangan manusia yang jahat).

Bila Allah terasa jauh, barangkali karena kita menjauhkan diri dariNya atau dari sesama. Bila Dia seperti tidak perduli, mungkin karena kita telah menjadi keras terhadap sesama. Namun hal-hal sebaliknya juga benar. Dia akan setia kepada mereka yang jujur, bergantung pada belas kasihan sang Juruselamat, dan melayani sesama. Komentator Alkitab Richard Steele menulis, "Jika Anda memantulkan suara Tuhan ketika Dia memanggil, maka Dia juga akan memantulkan suara Anda ketika Anda memanggil."

Gema yang mana yang kita pantulkan? -- DJD

WARNAI KATA-KATA ANDA DENGAN KEBAIKAN MAKA KEBAIKAN KATA-KATA AKAN KEMBALI KEPADA ANDA

Sumber: Renungan Harian

Selasa, 08 Maret 2022

Bukti Kasih Untuk Tuhan, Memilih Mengasihi Orang Lain

Yohanes 15: 12 Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.

Bukankah lebih bagus jika kita bisa meminta seseorang untuk mencintai kita?

Tapi, Anda mungkin akan berkata, “Bagaimana mungkin kamu bisa meminta orang lain untuk mencintaimu? Cinta adalah perasaan, kamu tidak bisa meminta seseorang untuk memilikinya.”

Cinta adalah perasaan, ya saya setuju dengan hal itu. Dan perasaan hanyalah bagian dari cinta. Kita tidak bisa bergantung kepada perasaan.

Yesus berkata dalam Yohanes 15: 12, “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.”

Karena itu, cinta harus lebih dari sekadar perasaan.

Cinta yang Tuhan tuntut dari kita bagi-Nya dan bagi orang lain adalah bentuk cinta kasih tertinggi yaitu kasih agape. Ini adalah kasih yang berasal dari hati. Kasih yang memilih untuk peduli kepada kesejahteraan orang yang kita kasihi di setiap aspek hidup mereka. Berapa pun harga yang harus kita bayar dan terlepas dari reaksi mereka terhadap kita.

Jadi bagaimana kita bisa tahu bahwa kita mengasihi Tuhan? Dengan menjadi taat.

Yesus berkata, “Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku.” (Yohanes 14: 21)

Ayat ini meredakan kecemasan saya, karena saya selalu kuatir jika saya tidak cukup mengasihi Tuhan. Ketakutan saya terletak pada perasaan saya yang tidak menentu. Kata-kata Tuhan ini menusuk ke alam perasaan dan terwujud lewat tindakan saya.

Sekarang saya bisa menanganinya! Dan apa yang bisa saya lakukan untuk menunjukkan kepada Tuhan bahwa saya mengasihi Dia? Saya menunjukkan kasih itu kepada orang lain. Inilah yang Dia mau.

Hari ini, mari belajar untuk mengubah pola pikir kita tentang cinta atau kasih. Mari belajar untuk tidak menuntut orang lain untuk mengasihi kita lebih dulu. Tetapi memilih untuk lebih dulu mengasihi orang lain.

Hak cipta TellingtheTruth.org, disadur dari Crosswalk.com

Senin, 07 Maret 2022

Ingat Tuhan

Bacaan Alkitab hari ini:
2 Tawarikh 26

Orang yang sedang mencapai puncak kesuksesan hidup mudah menjadi sombong dan lupa diri. Kehidupan yang serba lancar dan badan yang sehat mudah sekali membuat seseorang berpikir bahwa kesuksesan yang ia raih merupakan hasil prestasi dan usaha diri sendiri. Raja Uzia juga demikian. Ketika baru memulai jabatan sebagai raja yang masih muda, ia melakukan apa yang benar di mata TUHAN. Selama hidup Zakharia, ia mencari Allah yang mengajarinya supaya takut akan Allah. Selama ia mencari TUHAN, Allah membuat segala usahanya berhasil (26:4-5). Ia berhasil karena Allah menolongnya. Di dalam bacaan Alkitab hari ini, dicatat bahwa Uzia menjadi kuat karena ia ditolong TUHAN secara ajaib (26:15). Pertolongan TUHAN-lah yang membuat Uzia menjadi raja yang hebat, terkenal, dan termasyhur. Namanya termasyhur sampai ke negeri-negeri yang jauh karena segala perbuatannya untuk mengokohkan kerajaannya.

 Ia membangun menara dan sudut-sudut tembok kota, serta mengumpulkan tentara yang sanggup berperang, dan membuat perlengkapan persenjataan.

Setelah menjadi kuat, Raja Uzia menjadi tinggi hati dan melakukan hal yang merusak (26:16). Alkitab terjemahan Bahasa Indonesia Masa Kini mengatakan bahwa setelah kuat, Raja Uzia menjadi sombong, dan itu menyebabkan kehancurannya. Jadi, "melakukan hal yang merusak" itu berarti melakukan hal yang menghancurkan dirinya. Firman Tuhan berulang kali mengingatkan kita tentang bahaya ketinggihatian (Amsal 18:12—"Tinggi hati mendahului kehancuran"; Yakobus 4:6b—"Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati). Dalam kesombongannya, Uzia melanggar perintah TUHAN dengan membakar ukupan di atas mezbah pembakaran ukupan di Bait Allah, padahal pelayanan ini hanya boleh dilakukan oleh imam dari keturunan Harun (2 Tawarikh 26:16-18). Ketika ditegur secara tegas oleh imam Azarya dan delapan puluh imam lain yang berani menentang dirinya (bandingkan dengan Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini), ia menjadi marah. Akibatnya, TUHAN menghukum Uzia dengan menimpakan penyakit kusta pada dahinya (26:19).

Sangat disayangkan bahwa kehidupan Uzia berakhir dengan tidak baik. Bacaan Alkitab hari ini mengajar kita untuk menjaga kerendahhatian di hadapan Tuhan. Kita harus senantiasa ingat bahwa keberhasilan kita disebabkan karena Tuhan menolong kita. [GI Wirawaty Yaputri]

Sumber: Renungan GeMA GKY

Minggu, 06 Maret 2022

Jangan Hanya di Bibir Saja

Joyce Meyer, penulis dan pengkhotbah televisi, suatu saat bersama suaminya, Smith, mengunjungi restoran favorit mereka.

Setelah memesan menu, seorang pelayan membawa baki berisi pesanan mereka. Tanpa disengaja baki itu tumpah dan isinya menimpa Smith yang saat itu mengenakan jas kesukaannya.

Smith yang sial itu tersenyum sambil berkata, "Tidak apa-apa, semuanya baik-baik saja."

Joyce turut membantu dan membereskan makanan dan minuman yang berceceran di lantai dan di tubuh Smith sambil tetap bersikap ramah. Bukan hanya itu, mereka berdua menemui pemilik restoran, meminta agar ia tidak memecat pelayan yang baru saja bertindak ceroboh itu.

Melihat tanggapan Joyce dan suaminya, pelayan itu membungkuk untuk meminta maaf dan berkata, "Saya sungguh-sungguh minta maaf. Saya baru bekerja di sini. Saya gugup dan merasa seperti bermimpi ketika bertemu langsung dengan Ibu. Saya selalu mengikuti khotbah Ibu di televisi setiap hari."

Ya, kira-kira apa yang akan terjadi seandainya Joyce dan suaminya bersikap sebaliknya? Tak ayal semua khotbahnya yang didengar pelayan itu melalui televisi akan menjadi sia-sia. Dan, pelayan itu akan mengingat Joyce sebagai seorang pengkhotbah yang munafik.

Terkadang Allah menguji integritas dan bobot perkataan kita melalui peristiwa yang tidak disangka-sangka. Tanggapan kita terhadap peristiwa itu menunjukkan kualitas karakter kita yang sesungguhnya.

Sikap dan perilaku kita adalah ilustrasi khotbah yang paling efektif. Karena itu, hendaklah kita melakukan segala sesuatu dengan mata yang tertuju kepada Allah. Kiranya kita tidak terpeleset ke dalam sikap yang memalukan.

"Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita." (Kolose 3:17)

Sumber: Renungan Kristen

Sabtu, 05 Maret 2022

RENDAH HATI

Bacaan: Ulangan 8:1-19

NATS: Ingatlah kepada seluruh perjalanan yang kaulakukan atas kehendak TUHAN, Allahmu, di padang gurun selama empat puluh tahun ini dengan maksud merendahkan hatimu...untuk mengetahui apa yang ada dalam hat (Ulangan 8:2)

Seorang petani Texas berbicara dengan petani dari Oklahoma. "Seberapa besar ladangmu?" tanya orang Texas itu.

"Oh, sangat besar," jawabnya. "Lebih dari sepuluh hektar."

Tak mau kalah, orang Texas itu menjawab, "Biar saya ceritakan luas tanahnya. Saya dapat mengendarai mobil pada saat matahari terbit, menuju ke Barat, dan pada saat matahari terbenam saya masih berada di tanah saya."

Orang Oklahoma berpikir sebentar dan tersenyum. "Anda tahu," ia berkata, "Saya pernah punya mobil seperti itu dulu!"

Kita perlu merendahkan hati. Membanggakan diri dan sikap berkecukupan yang mengacuhkan Allah akan melunturkan iman dalam Firman-Nya dan "menghalangi" berkat-Nya.

Bangsa Israel belajar mengenai hal ini dengan susah payah. Selama 40 tahun Allah telah menjaga mereka dengan mukjizat manna, tiang awan, dan tiang api. Tetapi bagi generasi baru yang tidak tahu apa-apa, hal-hal yang supranatural menjadi hal yang biasa. Oleh karena itu, Musa mengingatkan mereka bahwa Allah membuat orangtua mereka merendahkan hati melalui kelaparan, kemudian memberi makan, sehingga mereka tahu bahwa Dialah yang mencukupi.

Kini ilmu pengetahuan berkembang pesat di berbagai bidang. Hidup kita semakin baik, dan kita membanggakan kemampuan kita memecahkan masalah. Kemudian datanglah gema dari masa lalu: "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah" (Matius 4:4) [DJD]

ALLAH TERLEBIH DAHULU MERENDAHKAN ORANG YANG AKAN DITINGGIKAN-NYA

Sumber: Renungan Harian

Jumat, 04 Maret 2022

Menunjukkan Belas Kasih di dalam Perbedaan

Bacaan Hari ini:
Roma 14:1 “Terimalah orang yang lemah imannya tanpa mempercakapkan pendapatnya.”

Persatuan bukanlah keseragaman. Ketika Allah berfirman bahwa Dia ingin para pengikut-Nya bersatu, itu tidak berarti Dia ingin kita semua sama. Apabila Dia menginginkan itu, tentu Dia menciptakan kita semua sama!

Demi terwujudnya persatuan di dalam gereja, maka kita tidak boleh membiarkan perbedaan yang ada di antara jemaat mengotak-ngotakkan kita. Kita harus merayakan perbedaan itu sambil tetap fokus pada hal yang terpenting: belajar untuk saling mengasihi sebagaimana Kristus mengasihi kita, dan menggenapi rancangan Allah atas masing-masing kita di gereja-Nya.

Tetapi bagaimana dengan banyaknya perbedaan dengan anggota gereja yang menjengkelkan Anda? Bagaimana Anda dapat bersatu dengan seseorang yang membuat Anda kesal tiada akhir?

“Terimalah orang yang lemah imannya tanpa mempercakapkan pendapatnya” (Roma 14:1).

Di gereja—atau di mana pun itu—cepatlah untuk mendengarkan dan lambatlah untuk marah ketika Anda berselisih paham. Mengapa? Karena kebanyakan orang biasanya lebih mudah melihat seberapa jauh seseorang harus melangkah, ketimbang menyadari seberapa jauh mereka telah melangkah.

Seandainya Anda tahu seberapa banyak hal yang telah berhasil dilalui seseorang dalam hidupnya, mungkin Anda akan bersukacita dengan mereka daripada mengkritik atas keadaan mereka sekarang.

Ketika berkonflik dengan seseorang yang latar belakangnya bahkan tidak Anda ketahui, jangan menjauhi atau menghakimi mereka atas perilaku yang tidak Anda pahami. Berhentilah berpikir, “Apa yang salah dengan orang ini?” Sebaliknya, tanyakan, “Apa yang telah terjadi dengan mereka?”

Perilaku seseorang mungkin terbentuk oleh trauma atau kemelut. Orang yang terluka menyakiti orang lain. Ketika Anda melihat seseorang yang menyakiti orang lain, bila Anda menggali cukup dalam, maka Anda akan memahami bahwa mereka juga telah terluka.

Orang-orang yang menurut Anda paling tidak pantas untuk mendapatkan kebaikan Anda ialah mereka yang memerlukan dosis kasih yang paling tinggi. 

Ketika Anda mengafirmasi nilai seseorang dan cerita yang Tuhan tulis lewat hidup mereka, tentu saja dengan mengubah hidup seseorang, Anda dapat mengubah seluruh komunitas!

Bicarakan hal ini:
- Bagaimana biasanya Anda bereaksi ketika seseorang di gereja Anda memiliki pendapat yang berbeda dari Anda?
- Karakteristik apa yang Yesus teladani ketika Dia menghadapi konflik, bahkan di antara mereka yang paling dekat dengan-Nya sekali pun?
- Ketika Anda berselisih pendapat dengan seseorang di gereja Anda, apa yang bisa Anda katakan untuk menunjukkan bahwa Anda ingin lebih memahami mereka dari posisi mereka?

Untuk mewujudkan kesatuan itu, tunjukkanlah empati dan kasih sayang, alih-alih menghakimi.

(Diterjemahkan dari Daily Devotional by Rick Warren)



Kamis, 03 Maret 2022

Hidup Untuk Tuhan

Bacaan Alkitab hari ini:
2 Tawarikh 24

Imam Yoyada memegang peranan penting dalam pemerintahan raja Yoas. Ia menjadi penasihat dan pendamping yang sangat menolong bagi raja Yoas. Firman Tuhan mengatakan bahwa selama hidup Yoyada, Yoas melakukan apa yang benar di mata TUHAN (24:2). Mereka berhasil membangun kembali rumah Tuhan menurut keadaanya semula dan mengokohkannya (24:13). Sepanjang umur Yoyada, korban bakaran tetap dipersembahkan dalam rumah TUHAN (24:14).

Namun, sangat disayangkan bahwa setelah Yoyada meninggal, Yoas berubah hati. Kemungkinan besar, ia melakukan hal yang benar karena pengaruh yang kuat dari Yoyada. Dalam 2 Raja-raja 12:2, dicatat bahwa Yoas melakukan apa yang benar di mata TUHAN seumur hidupnya, selama imam Yoyada mengajar dia. Kesalehan Yoas ternyata sangat bergantung pada Yoyada, dan hal seperti ini sangat disayangkan. Sayangnya, kesalehan yang bergantung pada manusia ini ternyata sangat banyak ditemukan di antara orang Kristen. Ada orang Kristen yang rajin beribadah karena perintah orang tua. Setelah tidak tinggal bersama dengan orang tua, ia tidak beribadah lagi dengan setia. Ada juga orang Kristen yang sangat bersemangat melayani Tuhan karena ia mengagumi sosok hamba Tuhan yang melayani di gerejanya. Ketika hamba Tuhan itu pindah ke tempat lain, ia sudah tidak mau lagi melayani dengan berbagai macam alasan. Ibadah dan pelayanan seperti di atas tidak dilandasi oleh kasih kepada Tuhan, melainkan disebabkan oleh pengaruh manusia. Ibadah dan pelayanan seperti itu pada akhirnya hanyalah merupakan kesia-siaan.

Hal ini terlihat dalam kehidupan raja Yoas. Setelah imam Yoyada mati, para pemimpin Yehuda datang menyembah raja Yoas. Sejak saat itu, Raja Yoas mendengarkan mereka (24:17). Raja terbuai oleh sanjungan yang ia terima dari para pemimpin itu. Hatinya menjadi lemah dan ia menurut kepada mereka. Ia tidak lagi menurut kepada firman TUHAN, tetapi kepada manusia! Apa yang dialami oleh raja Yoas itu sangat mudah terjadi pada setiap orang percaya. Siapa orang yang tidak suka disanjung? Firman Tuhan mengingatkan kita agar iman kita selalu kita tujukan kepada Tuhan, bukan kepada manusia. Hidup kita haruslah untuk Tuhan, bukan untuk manusia. Bagaimana dengan iman dan pelayanan Anda? Apakah iman dan pelayanan Anda hanya tertuju kepada Tuhan saja? [GI Wirawaty Yaputri]

Sumber: Renungan GeMA GKY

Rabu, 02 Maret 2022

Mengasihi Musuh Memang Sulit, Tapi Harus…

Matius 5: 44-45 Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga…

Saya tahu itu salah, tetapi saya tidak bisa menahan diri untuk tidak marah kepada ibu dari salah satu teman anak-anak saya. 

Guru anak saya menghubungi untuk mengingatkan saya soal beberapa hal yang dia lakukan untuk mencoba menyabotase putri saya. Saya ingin sekali segera bertindak dan memberinya pemahaman. 

Tanpa sadar saya membiarkan benih kepahitan tinggal di dalam hati saya. Saya memutuskan untuk menganggap dia sebagai musuh. Saya memilih untuk tidak menggubrisnya, meskipun saya masih menahan kepahitan di dalam diri saya.

Saya mulai mengabaikan hal tersebut selama beberapa waktu.

Hingga Tuhan berbicara kepada saya. Awalnya, Dia menyindir saya secara halus. Misalnya, kemanapun saya pergi, saya pasti akan selalu bertemu dengan dia. Setiap kali saya pergi belanja, dia ada di sana. Bahkan saat sata mencoba menghindari wanita itu di dalam supermarket, pada akhirnya saya bahkan hampir menabrak dia.

Saat saya tidak menghiraukan peringatan Tuhan, Dia berbicara langsung ke dalam hati saya. Tapi saya kembali menghindarinya. Hingga di suatu acara sekolah, saya mendengar Tuhan berbicara dengan jelas. Dia mengingatkan saya akan kata-kata dalam Matius 5: 44-46.

“Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian?”

Lalu saya mencoba membuat pembelaan, “Tapi Tuhan aku mengasihi banyak orang kok! Aku hanya tidak suka dengan satu orang itu.”

Tuhan jelas menegaskan kembali kalimat ini: Kasihilah musuhmu.

Kita semua mungkin pernah bertemu dengan orang-orang menjengkelkan atau yang mengganggu kita. Ada orang yang sengaja atau tidak sengaja menyakiti kita. Kita mungkin percaya bahwa kita berhak kecewa atau terluka atau marah terhadap orang tersebut. Kadang, jika kita jujur, kita bisa merespon secara berlebihan.

Seperti saya, saya seharusnya punya hak untuk marah dan memusuhi wanita itu karena sudah melakukan hal yang buruk terhadap anak saya. Tapi apakah saya harus melakukannya?

Kitab Yakobus 2: 10 memberitahukan kita tentang hal ini.

“Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya.”

Kita diminta untuk mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan pikiran kita. Tetapi kemudian kita juga disuruh untuk mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri. Tuhan tidak meminta kita untuk hanya mengasihi orang-orang yang baik kepada kita atau yang pantas kita kasihi. Sebaliknya, kita minta untuk mengasihi musuh kita.

“Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa.” (Ibrani 12: 3)

Saya tahu apa yang harus saya lakukan. Saya memutuskan untuk menghubungi wanita itu dan mengundangnya untuk minum kopi. Saya meminta Roh Kudus untuk menolong saya mengesampingkan ego dan memberi saya kasih dan pengampunan. Roh Kudus menuntun saya dan kondisinya segera berubah.

Sembari minum kopi, kami tertawa. Kami berbagi banyak hal. Saya ada di posisi ini karena saya memilih untuk taat. Sehingga pada akhirnya saya dibebaskan dari kepahitan dan saya diberkati.

Hak cipta Anne Ferrell, digunakan dari CBN

Selasa, 01 Maret 2022

Lidah Kita: Pena Pewarna Hidup

Baca: Mazmur 45:1-6

"Hatiku meluap dengan kata-kata indah, aku hendak menyampaikan sajakku kepada raja; lidahku ialah pena seorang jurutulis yang mahir." (Mazmur 45:2)

Yakobus dalam suratnya menulis: "...kapal-kapal, walaupun amat besar dan digerakkan oleh angin keras, namun dapat dikendalikan oleh kemudi yang amat kecil menurut kehendak jurumudi." (Yakobus 3:4). Begitu juga kehidupan manusia, betapa pun besarnya perkara yang harus dihadapi, sesungguhnya hidup manusia itu dikendalikan oleh lidahnya sendiri: "Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar." (Yakobus 3:5).

Di zaman sekarang ini banyak kasus terjadi: perselisihan, permusuhan, tindak pidana, sebagai akibat dari kesalahan orang dalam memfungsikan lidah atau kecerobohannya dalam berkata-kata. Alkitab sudah mengingatkan: "Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya." (Amsal 18:21). Karena itu kita harus berhati-hati, sebab dengan lidah kita dapat memberkati orang lain, tetapi dengan lidah yang sama kita juga bisa mengutukinya. Dengan lidah kita dapat membuat orang lain bersukacita, tetapi dengan lidah itu pula kita dapat membuat orang lain berdukacita.

Melalui lidah kita dapat membangun, tapi juga dapat menghancurkan orang lain. Jika lidah kita senantiasa memperkatakan hal yang negatif, itu sama artinya kita sedang mempersulit langkah hidup kita sendiri menuju masa depan. Sebaliknya jika lidah kita senantiasa memperkatakan hal-hal yang positif maka perjalanan hidup kita pun akan mengarah kepada hal-hal yang positif pula.

Pemazmur menyatakan bahwa lidah kita itu laksana pena yang sedang melukis dan mewarnai hidup seseorang: berwarna putih, biru, cerah, buram, atau hitam pekat. Sesungguhnya Tuhan telah merancang masa depan yang baik bagi kehidupan anak-anak-Nya, namun tanpa sadar rancangan Tuhan itu kita rusak dengan perkataan kita sendiri. Rasul Petrus menulis: "Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu." (1 Petrus 3:10).

"Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya." (Yakobus 1:26)

Sumber: Renungan Kristen