Selasa, 31 Januari 2023

Sopir Taksi yang Bijak

Sebuah keluarga sedang menumpangi sebuah taksi dalam perjalanan mereka pulang.

Sopir taksi tampak berhati-hati mengemudikan mobilnya. Namun, tiba tiba sebuah mobil menyelonong keluar dari ruang parkir tepat di depan taksi tersebut. Sopir taksi pun langsung menginjak rem untuk berhenti mendadak, agak tergelincir sedikit dan hampir saja menabrak dan hampir ditabrak mobil lain.

Sopir mobil hitam yang menyelonong dan hampir menyebabkan kecelakaan itu mengeluarkan kepalanya dan meneriakkan kata-kata kasar ke arah mobil taksi mereka.

Keluarga yang menjadi penumpang di taksi tersebut pun jengkel pada sopir mobil hitam yang tidak tahu malu itu. "Dia yang salah kok yang disalahkan orang lain," gerutu salah seorang anggota keluarga.

Tetapi mereka yang berada di dalam taksi tersebut merasa heran ketika melihat sopir taksi yang hanya tersenyum dan melambaikan tangan (dengan perlahan-lahan) kepada orang yang mencaci-makinya tadi.

"Mengapa Bapak tidak marah?" tanya salah seorang anggota keluarga.

"Kalau saya marah justru nanti akan membahayakan perjalanan kita, Pak," jawab sang sopir taksi.

Seberapa sering kita membiarkan orang lain mengubah mood kita? Apakah kita membiarkan pengguna jalan yang sembrono, pelayan yang kasar, bos yang sedang emosi, atau rekan kerja yang menyebalkan menghancurkan suasana hati kita? Ya, kejadian-kejadian seperti itu bisa membuat kita tidak fokus, terpancing untuk marah, membuat hati kita menjadi jengkel dan kesal.

Mengapa kita kerap kali kehilangan mood? Bukankah karena kita membiarkan situasi-situasi negatif yang terjadi di sekitar kita menumpuk di hati kita? Di rumah, tiba tiba istri, suami, atau anak-anak kita mengucapkan kata-kata yang agak kasar; di kantor, atasan kita menumpahkan kemarahan yang tanpa sebab kepada kita. Apa reaksi kita? Karena kita membiarkan hal hal ini menumpuk di hati kita, maka mood kerja kita di hari itu menjadi rusak.

Ingat selalu firman Tuhan yang mengatakan: "Jagalah hatimu dengan kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Kitalah yang harus berkuasa atas diri kita bukan orang lain. Jangan biarkan situasi berkuasa atas kita, kitalah yang harus berkuasa atas situasi itu. Berkuasalah atas situasi dan diri kita, kendalikan diri kita, hanya itu cara untuk menjaga mood kita mencegah terjadinya kekacauan dalam kehidupan.

"Orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya." (Amsal 25:28)

Sumber: Renungan Kristen

Senin, 30 Januari 2023

Janda di Sarfat

Bacaan: 1 RAJA-RAJA 17

"Tetapi Elia diutus bukan kepada salah seorang dari mereka, melainkan kepada seorang perempuan janda di Sarfat, di tanah Sidon." (Lukas 4:26)

Elia adalah nabi yang dipakai Tuhan untuk menunjukkan kuasa-Nya kepada Raja Ahab. Saat Tuhan tidak menurunkan hujan dan terjadi kelaparan di seluruh negeri, Tuhan tetap memelihara hidup Elia. Tuhan memerintahkan burung-burung gagak memberi makan (ay. 6). Setelah sungai Kerit kering airnya, Tuhan memerintahkan Elia pergi ke wilayah Sidon dan diam di Sarfat. Karena Tuhan sudah memerintahkan seorang janda di Sarfat untuk memberinya makan. Meski Sidon adalah pusat penyembahan Baal, ternyata janda ini takut akan Tuhan. Hal ini dibuktikan dengan dia berbuat seperti apa yang dikatakan Elia (ay. 15).

Kisah burung gagak dan janda di Sarfat menunjukkan bahwa Tuhan bisa memakai siapa saja untuk menolong kita. Tidak ada jaminan bahwa saudara atau saudari seiman pasti bersedia dipakai Tuhan untuk menolong kita, padahal kita tahu mereka rajin ke gereja, bahkan mungkin juga mereka aktif pelayanan ini dan itu. Jangan pernah membatasi kuasa Tuhan, dengan memandang rendah orang-orang tertentu, karena mereka bisa saja dipakai Tuhan menjadi alat-Nya.

Kalau orang yang belum percaya Kristus bisa menolong siapa saja, termasuk kita, alangkah baiknya kita pun mau dipakai Tuhan untuk menolong siapa saja. Jangan pasif atau hitung-hitungan saat Tuhan mengirimkan orang-orang tertentu untuk ditolong, sekalipun dia belum percaya Kristus. Mari dengan penuh ketulusan kita miliki hati yang penuh kasih seperti Kristus, yang selalu mau dan siap menolong siapa saja. --RTG/www.renunganharian.net

TUHAN BISA MEMAKAI SIAPA SAJA UNTUK MENOLONG KITA.

Minggu, 29 Januari 2023

JAGA KATA-KATA

[[Siapa memelihara mulut dan lidahnya, memelihara diri dari pada kesukaran.]] (Amsal 21:23)

Silent is golden, demikianlah bunyi kata pepatah dalam bahasa Inggris. Terjemahannya kurang lebih demikian: diam itu emas. Pepatah ini ingin mengingatkan bahwa diam bukanlah tidak memiliki arti. Diam sama berharganya dengan emas di tengah kesadaran begitu banyaknya kata-kata tak berarti yang kita ucapkan setiap hari.

“Siapa memelihara mulut dan lidahnya, memelihara diri dari pada kesukaran” (Amsal 21:33). Amsal ini menegaskan pentingnya menjaga mulut dan lidah terkait dengan perkataan yang dengan mudah terucap. Perkataan yang dengan mudah terucap tak jarang kita sesali kemudian karena melahirkan masalah. Bukankah kita kerap menyesal sambil berkata dalam hati, “Seandainya saja saya tidak mengucapkan kalimat itu.”

Di masa kini tidak hanya kata-kata yang terucap saja yang harus kita perhatikan dengan baik, tetapi juga kata-kata yang tertulis melalui media sosial seperti facebook atau twitter . Sudah ada begitu banyak konflik yang bahkan berujung ke pengadilan akibat sebuah kalimat yang tertuang di facebook atau twitter . Mungkin kita dapat menghapus atau mengedit ulang kalimat itu, tetapi toh tetap saja ada kemungkinan orang-orang tertentu telah meng- capture apa yang kita tulis.

Jagalah kata-kata kita, baik di dunia nyata maupun di dunia maya, agar jangan sampai menyeret kita ke dalam bahaya.
(Wahyu Pramudya)

Sumber: Amsal Hari Ini 

Sabtu, 28 Januari 2023

Menerima Masukan

Bacaan: Kisah Para Rasul 18:24-28

Dari manakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu? Bukankah datangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam tubuhmu? - Yakobus 4:1

Perikop bacaan memperkenalkan kita kepada seorang tokoh bernama Apolos. Apolos berasal dari Aleksandria. Ia fasih berbicara dan kemungkinan besar terlatih dalam ilmu retorika, yaitu seni membangun argumen atau berbicara yang efektif. Selain itu, Alkitab menggambarkan Apolos sebagai orang yang sangat mahir dalam hal Kitab Suci agama Yahudi, bahkan ia dengan berani mulai mengajar tentang Yesus di rumah ibadat. Bisa disimpulkan, Apolos seorang yang kompeten dan memiliki semangat tinggi dalam memberitakan Kristus. Seseorang yang luar biasa!

Ketika Priskila dan Akwila mendengar pengajaran Apolos, mereka menyadari ada kekurangan dalam pengajarannya. Pasangan suami istri ini mengundang Apolos ke rumah mereka dan menjelaskan dengan lebih teliti tentang ajaran Kristus. Bagaimana respons Apolos? Ia menerimanya dengan rendah hati. Setelah diperlengkapi oleh Priskila dan Akwila, Apolos melanjutkan perjalanannya ke kota lain untuk menyaksikan kebenaran bahwa Yesus adalah Mesias.

Dari sepenggal kisah hidup Apolos, kita bisa belajar dari kehausannya untuk diperlengkapi lebih lanjut dalam hal pelayanan. Apolos berasal dari Aleksandria, salah satu kota pusat peradaban dan ilmu pengetahuan pada saat itu. Oleh karena itu, tidaklah mengagetkan bahwa Apolos menjadi orang yang sangat terpelajar dan mahir dalam ilmunya. Namun, kefasihan dan kemahirannya tidak serta merta membuat ia menjadi seseorang yang sombong dan menolak ajaran dari orang lain. Sebaliknya, ketika Priskila dan Akwila mendekatinya untuk mengajarkan lebih lanjut tentang Kristus, Apolos membuka diri terhadap ajaran mereka. Ini membuktikan bahwa Apolos adalah seseorang yang terus mau membangun dirinya. Ia dengan rendah hati menerima masukan tentang kekurangan dalam pengajarannya.

Sikap dan respons Apolos menjadi teladan yang sangat berguna bagi orang-orang percaya (Kis. 18:27). Kerendahatian dalam menerima masukan tentang kekurangan kita adalah salah satu cara Tuhan untuk membentuk kita agar bisa dipakai secara lebih luar biasa lagi bagi-Nya. Mungkin di antara kita sudah ada yang belasan tahun mengikut Kristus atau darah Kristiani kita sudah mengalir sejak kecil karena hubungan keluarga. Saat mendapatkan masukkan dari saudara seiman atau mungkin hamba Tuhan mengenai kekurangan kita, apakah kita terbuka untuk menerimanya?

Refleksi Diri:

Apakah Anda bisa melihat dan menerima kekurangan di dalam diri Anda, secara spesifik di dalam keahlian tertentu yang kita banggakan?
Apakah Anda telah rendah hati dalam menerima masukan dari orang lain tentang kekurangan diri tersebut?

Sumber: Renungan GII Hok Im Tong

Jumat, 27 Januari 2023

Kapan Harus Berbagi?

Bacaan: Ibrani 13:15-16

Dan janganlah kamu lupa berbuat baik dan memberi bantuan, sebab korban-korban yang demikianlah yang berkenan kepada Allah.
- Ibrani 13:16

Suatu hari seorang pria mendatangi Mother Teresa memohon bantuan bagi keluarga Hindu yang kelaparan. Tanpa berlama-lama Mother Teresa mendatangi mereka dengan sekantung beras di tangannya. Setibanya di rumah keluarga tersebut, Mother Teresa disambut oleh seorang ibu dan delapan anaknya. Tatapan mereka sayu karena kelaparan. Sang ibu segera mengambil beras dari tangan Mother Teresa, membaginya menjadi dua, lalu pergi keluar. Setelah kembali, Mother Teresa bertanya kepadanya, “Kemana kamu pergi? Apa yang kamu lakukan?” Sang ibu menjawab, “Mereka juga kelaparan.” Ibu tersebut tahu tetangganya yang Muslim juga kelaparan dan ia berbagi beras kepada mereka.

Kapan kita harus berbagi? Umumnya orang akan berbagi pada saat berlebihan dan ketika tidak kekurangan. Berbagi dalam keadaan berlebih tentu tidak sulit. Misalnya para filantropis yang dalam kelimpahan menyisihkan harta mereka untuk menyediakan pelayanan kesehatan di negara-negara tertentu. Tidak sulit karena ketika mereka berbagi, masih ada harta yang tersisa bagi diri mereka sendiri. Berbeda dengan orang yang dalam keadaan pas-pasan atau kurang. Berbagi adalah sesuatu yang sulit karena tidak ada jaminan bahwa ketika berbagi, itu tidak memperburuk keadaan sendiri. Bagi yang kekurangan, berbagi adalah tindakan penuh risiko. Wajar jika banyak yang memilih untuk menghindari berbagi.

Ibrani pasal 13 berisi etika praktis bagi kehidupan Kristen. Berbagi merupakan salah satu perilaku yang ditekankan. Di ayat 16 dikatakan bahwa umat Tuhan harus dikenal dengan kehidupan yang senantiasa memberi bantuan (share with others, terj. NIV). Yang sangat menarik, penulis surat Ibrani mengaitkan perilaku berbagi dengan kewajiban mempersembahkan korban syukur kepada Tuhan (ay. 15). Berbagi kepada sesama merupakan bentuk persembahan yang diperkenan Tuhan, selain penyembahan yang memuliakan-Nya.

Berbagi adalah bentuk ucapan syukur manusia kepada Tuhan. Ketika seorang Kristen berbagi, ia bukan hanya sedang menjalankan tanggung jawab moral kepada sesama, melainkan juga sedang melaksanakan tanggung jawab iman kepada Tuhan yang telah memelihara kehidupannya, terlebih menyelamatkan jiwanya di dalam Kristus Yesus. Oleh karena itu, terlepas dari seberapa banyak atau kurang harta yang dimiliki, ketika kita percaya dan menerima keselamatan dalam Kristus, kita harus berbagi!

Refleksi Diri:

Apakah selama ini Anda telah cukup berbagi? Apa yang selama ini menghalangi Anda untuk berbagi?

Apa yang akan Anda lakukan setelah mengetahui bahwa berbagi adalah wujud korban syukur kita kepada Tuhan Yesus Kristus?

Sumber: Renungan GII Hok Im Tong

Kamis, 26 Januari 2023

Aku dan Seisi Rumahku Takut Akan Allah

Kisah Para Rasul 10:2 “Ia saleh, ia serta seisi rumahnya takut akan Allah dan ia memberi banyak sedekah kepada umat Yahudi dan senantiasa berdoa kepada Allah.”

Di tengah kemajuan zaman saat ini, teknologi merambah semua lapisan kehidupan. Seringkali kita melihat keluarga menjadi dingin karena tidak adanya komunikasi yang baik satu dengan yang lain. Budaya menghabiskan akhir pekan dengan makan bersma, atau jalan-jalan bersama keluarga seakan menjadi sesuatu yang langka.

Sekalipun hal tersebut terjadi, kita masih bisa mendapati tidak adanya komunikasi satu sama lain. Duduk bersama-sama dalam satu meja dan hidangan yang sama, tetapi setiap anggota keluarga justru terlihat lebih tertarik untuk menggunakan ponsel dan berinteraksi dengan orang yang jauh, atau bahkan belum dikenalnya secara pribadi.

Saat ini, keluarga seakan menjadi simbolis yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang tinggal dalam satu rumah. Jika hal seperti ini tetap dibiarkan, maka bisa dipastikan hubungan yang dilandasi dengan kasih, kepedulian satu dengan yang lain, lama-kelamaan menjadi musnah.

Kornelius merupakan salah seorang perwira pasukan Romawi yang hidupnya diberkati Tuhan. Ia merupakan orang non Yahudi pertama yang menjadi orang Kristen. Jabatan dan kedudukan yang tinggi tidak membuatnya lupa memaknai arti keluarga.

Alkitab mencatat bukan hanya Kornelius yang hidupnya saleh, tetapi juga seisi rumahnya. Ia juga memberi banyak sedekah kepada orang Yahudi. Ia bukan hanya dikenal sebagai orang baik, tetapi ia juga dikenal sebagai orang yang menjaga kekudusan hidupnya.

Kornelius hanya berharap kepada Tuhan. Dari kesalehan yang dibangunnya, menggugah Allah untuk bisa memberkati keluarganya secara berlimpah-limpah, Allah juga senatiasa mendengar setiap doa yang dinaikkannya.

“Dan ia berkata: Kornelius, doamu telah didengarkan Allah dan sedekahmu telah diingatkan dihadapan-Nya.” (Kisah Para Rasul 10:31)

Apakah saat ini kasih, perhatian, dalam rumah kita mulai dingin? Mari kita mulai untuk kembali membangun perhatian melalui komunikasi yang baik dalam keluarga. Orang tua tidak hanya menjadi pemberi nasehat melalui kata-kata, namun juga pemberi teladan melalui sikap hidupnya.

Demikian juga anak-anak, hendaklah menjadi anak-anak yang mau diarahkan dan mau menerima didikan, karena itu yang diperintahkan Allah bagi setiap anak. “Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, kerena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu-ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini.” (Efesus 6:1-2)

Miliki komitmen rohani yang benar, dan libatkan Allah dalam semua perencanaan keluarga. Maka Allah akan menjadikan keluarga yang kita miliki menjadi saluran berkat bagi banyak orang.

Sumber: Jawaban.com

Rabu, 25 Januari 2023

TABUR TUAI

[[Pada musim dingin si pemalas tidak membajak; jikalau ia mencari pada musim menuai, maka tidak ada apa-apa.]] (Amsal 20:4)

Suatu kali saya diminta seorang ibu untuk menasihati anaknya yang malas bekerja. “Buat apa saya kerja keras, Pak Wepe. Burung di udara saja dipelihara oleh Tuhan, apalagi saya!” demikian jawab pemuda itu.  

Saya terdiam sejenak, tersenyum, dan kemudian berkata kepadanya, “Ya, Anda betul. Burung di udara Tuhan pelihara, apalagi manusia. Namun, bukankah Anda tahu kenapa burung-burung itu beterbangan sepanjang siang? Tuhan memelihara, tetapi burung-burung itu harus mengepakkan sayap untuk mengumpulkan makanan. Jika burung tidak terbang, ia tidak akan makan walaupun Tuhan sudah menyediakan berkat-Nya.”

“Pada musim dingin si pemalas tidak membajak; jikalau ia mencari pada musim menuai, maka tidak ada apa-apa” (Amsal 20:4). Amsal ini menegaskan prinsip tabur dan tuai. Orang yang tidak menabur karena malas, ia tidak akan menuai. Jika kita ingin menikmati kesuksesan kelak, maka sekaranglah saatnya untuk bekerja keras. 

Prinsip tabur tuai ini berlaku bagi semua manusia di dunia ini, tanpa perkecualian. Itulah sebabnya kita mendapatkan kenyataan bahwa ada begitu banyak manusia, terlepas dari keyakinan imannya, meraih kesuksesan finansial dalam hidup ini. Sebaliknya, ada banyak anak Tuhan berada dalam kekurangan, yang sesungguhnya bukan karena Tuhan tidak memberkati, melainkan karena mereka malas bekerja keras mengumpulkan berkat-berkat itu.

Seperti burung mengepakkan sayap untuk mencari makan, mari kita gerakkan kaki dan tangan untuk bekerja dengan keras dan cerdas. (Wahyu Pramudya)

Sumber: Amsal Hari Ini

Selasa, 24 Januari 2023

Terlepas dari Gua Singa

Allahku telah mengutus malaikat-Nya untuk mengatupkan mulut singa-singa itu. –Daniel 6:23

Ayat Bacaan & Wawasan:
Daniel 6:11-24

Ketika Taher dan istrinya, Donya, percaya kepada Tuhan Yesus, mereka menyadari ancaman penganiayaan yang bisa mereka terima di negara asal mereka. Benar saja, suatu hari mata Taher ditutup, tangannya diborgol, dan ia dipenjara dengan tuduhan murtad. Sebelum diseret ke pengadilan, Taher dan Donya sepakat tidak akan mengkhianati Yesus.

Apa yang kemudian terjadi saat vonis dijatuhkan membuat Taher terheran-heran. Hakim berkata, “Entah mengapa, tetapi saya ingin membebaskan Anda dari mulut ikan dan singa.” Saat itu juga, Taher “sadar Allah sedang bertindak”; karena tidak terjelaskan bagaimana sang hakim dapat menyebut dua istilah yang diambil dari Alkitab tadi (lihat Yun. 2, Dan. 6). Taher pun dibebaskan dari penjara, dan ia beserta keluarganya dapat mengungsi ke tempat lain.

Pembebasan Taher yang mengejutkan itu mengingatkan kita pada kisah Daniel. Sebagai seorang pemimpin yang andal, Daniel hendak dipromosikan oleh raja, dan itu membuat para koleganya iri (Dan. 6:4-6). Mereka pun berupaya menjatuhkan Daniel dengan meyakinkan Raja Darius untuk mengeluarkan undang-undang yang melarang siapa pun berdoa selain kepada raja. Daniel mengabaikan larangan itu, sehingga Raja Darius tidak punya pilihan selain melemparkannya ke dalam gua singa (ay. 17). Namun, Allah “melepaskan Daniel” dan meluputkannya dari kematian (ay. 28), seperti Allah melepaskan Taher melalui keputusan hakim yang mengejutkan.

Saat ini, banyak orang percaya di dunia menderita karena mengikut Yesus, bahkan ada dari mereka yang mati dibunuh. Ketika menghadapi penganiayaan, iman kita dapat dikuatkan dengan memahami bahwa Allah memiliki cara kerja yang jauh melebihi apa yang dapat kita bayangkan. Ketahuilah bahwa Allah menyertai Anda dalam pergumulan apa pun yang Anda hadapi - Amy Boucher Pye

Renungkan dan Doakan
Apa tanggapan Anda terhadap komitmen Taher dan Donya kepada Kristus? Bagaimana Anda dapat mempercayai kuasa Allah yang tidak terbatas?

Allah Juruselamat kami, tolonglah aku untuk mempercayai-Mu di saat rintangan di hadapanku terlalu besar untuk kuatasi.

Sumber: Our Daily Bread

Senin, 23 Januari 2023

Merenungkan Firman Tuhan

Bacaan: MAZMUR 119:97-104

Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari. (Mazmur 119:97)

Mayoritas kita masih mau membaca Alkitab, tetapi enggan untuk merenungkannya. Kita bertutur tidak punya waktu. Seolah tidak lagi ada menit tersisa untuk menelaah kata demi kata firman Tuhan sehingga kita menemukan pesan pribadi dari Tuhan. Padahal sebenarnya terlalu limpah waktu kita punya. Buktinya kita dapat "merenungkan" masalah. Setiap muncul masalah, kita tidak berhenti memikirkan atau mengkhawatirkannya.

Daud disebut sebagai seorang yang berkenan di hati Tuhan (Kis 13:22). Tentu ada banyak alasan mendasari mengapa Daud mendapat predikat demikian. Salah satunya karena ia bijaksana menggunakan waktu. Menit-menit yang ada padanya tidak digunakan untuk merenungkan masalah, tetapi merenungkan firman Tuhan. Sepanjang hari Daud menelaah kata demi kata yang Tuhan tuturkan (ay. 97). Banyaklah pesan pribadi ia dapatkan dari Tuhan. Tidak heran Daud tidak merasa tawar hati, walaupun banyak persoalan harus ia hadapi. Dari merenungkan firman Tuhan, Daud beroleh akal budi (ay. 99) dan pengertian (ay. 104). Setiap muncul persoalan, seolah muncul pula hikmat dari Tuhan. Tidak heran pula ia tidak terlihat bimbang, walaupun ada banyak jalan di kehidupan ini yang memusingkan. Dari merenungkan firman Tuhan, mengertilah Daud manakah jalan kejahatan yang harus ia hindari dan manakah jalan kebenaran yang dapat ia tempuh (ay. 101).

Meneladani Daud, mulai hari ini, marilah kita menggunakan waktu dengan bijaksana. Janganlah lagi merenungkan masalah, sebaliknya, renungkanlah firman Tuhan! Karena masalah tidak untuk direnungkan, tetapi diatasi dengan petunjuk Tuhan. Dan petunjuk tersebut kita peroleh dari merenungkan firman Tuhan. --LIN/www.renunganharian.net

KITA AKAN SADAR BETAPA BANYAK WAKTU KITA PUNYA
UNTUK MERENUNGKAN FIRMAN TUHAN JIKA KITA
TIDAK LAGI SIBUK MERENUNGKAN MASALAH.

Minggu, 22 Januari 2023

Siapakah yang Sedang Bersembunyi?

Ketika sesuatu yang buruk terjadi dalam hidup kita, umumnya kita akan berseru, "Tuhan, di manakah Engkau saat keadaan seperti ini?" Kita ingin jawaban segera atas pertanyaan tersebut. Kita kemudian mempertanyakan waktu Tuhan dan ingin segera tahu hasil akhir dari situasi tersebut.

Tapi tahukah Anda bahwa Tuhan juga menanyakan hal yang sama kepada kita? "Tetapi TUHAN Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: 'Di manakah engkau?'" (Kejadian 3:4). Ketika Adam dan Hawa pertama kali jatuh ke dalam dosa, mereka segera tahu konsekuensi dari tindakan mereka -- terpisah dari Allah. Mereka akhirnya bersembunyi. Saat itu sekalipun Tuhan tahu bahwa hubungannya dengan manusia telah berubah, Dia masih berseru memanggi, "Di manakah engkau?"

Di zaman ini, banyak orang bersembunyi dari Allah. Mereka bersembunyi di balik tugas, kewajiban, kegiatan, hubungan, atau hobinya. Saat hari telah jauh malam, mereka dengan letih menjatuhkan diri di tempat tidur, padahal Tuhan masih menantikannya. Dia sedih karena sepanjang hari diabaikan.

Jika kita mempertanyakan, "Di mana Tuhan?" saat kondisi sedang sulit, jawabannya sudah jelas: Dia bersama kita. Dia tidak pernah meninggalkan kita. Namun Tuhan bertanya, "Di manakah Engkau?" Pertanyaan tersebut harus kita jawab.

Tuhan sedang menantikan kita, Dia menunggu kita merespons panggilannya. Tuhan ingin kembali membangun hubungan yang intim dengan kita

Sumber: Renungan Kristen

Sabtu, 21 Januari 2023

Percayalah Kepada Yesus Sehari Demi Sehari

Matius 6:34 “Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari."

Ada dua hari yang tak perlu Anda khawatirkan: kemarin dan besok.

Yesus berkata, “Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari” (Matius 6:34).

Anda tak dapat hidup di masa lalu. Anda tak dapat hidup di masa depan. Anda hanya dapat hidup untuk ini.

Mengapa Anda hidup sehari demi sehari? Pertama, ketika Anda mengkhawatirkan masalah esok hari, Anda akan melewatkan berkat Anda hari ini. Kedua, Anda tak dapat memecahkan masalah besok hari dengan kekuatan hari ini. Ketika hari esok tiba, Tuhan akan memberi Anda kekuatan, perspektif, anugerah, dan hikmat baru yang Anda perlukan.

Waktu saya kecil, saya tidak khawatir akan apa pun yang saya butuhkan dalam hidup saya. Saya hanya perlu datang kepada orang tua saya dan memberi tahu mereka apa yang saya butuhkan. Saya tidak pernah khawatir dengan bagaimana mereka akan memenuhi kebutuhan kami, karena itu memang tanggung jawab mereka.

Tuhan juga ingin Anda berpikir demikian dengan Dia.

Matius 6:30 mengatakan, “Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya?

Saat Anda khawatir, Anda sedang memikul tanggung jawab yang tidak pernah Tuhan rancangkan untuk Anda. Mungkin hari ini Anda mengkhawatirkan banyak hal yang sebenarnya merupakan tanggung jawab Tuhan. Sejatinya setiap kali Anda khawatir, itu ialah sebuah peringatan bahwa Anda tengah mempermainkan Tuhan dan percaya bahwa segala hal bergantung pada Anda. Anda bertindak seolah-olah Anda tidak punya Bapa surgawi yang akan memberkati Anda dengan makanan, memimpin, dan memenuhi kebutuhan Anda.

Alkitab tidak mengatakan, “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya” (Matius 6:11).

Tuhan ingin Anda mengandalkan-Nya sehari demi sehari. Dia akan menyediakan semua yang Anda butuhkan—buat hari ini. Dia adalah Tuhan yang baik. Yakin dan percayalah bahwa Anda tidak akan kekurangan sesuatu apa pun!

Tidak ada yang salah dengan merencanakan hari esok atau masa depan, tetapi jangan khawatir tentang itu! .

Renungkan hal ini:
- Gunakan 5 sampai 10 menit hari ini untuk membaca dan merenungkan Mazmur 23. Ayat-ayat apa dari pasal tersebut yang berguna untuk diingat ketika Anda mulai khawatir?
- Apa yang Anda khawatirkan tentang masa lalu Anda yang perlu Anda serahkan kepada Tuhan?
- Apa yang tengah Anda khawatirkan tentang masa depan yang perlu Anda percayakan kepada Tuhan hari ini?

Berpeganglah pada pada Tuhan buat tiap hari yang datang

(Diterjemahkan dari Daily Devotional by Rick Warren)



Jumat, 20 Januari 2023

Renungkan Firman Tuhan, Bukan Kekhawatiran Anda

Filipi 4:6-7 “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.”

Ketika Anda khawatir, janganlah menekannya, menahannya, atau menyangkalnya. Sebaliknya, akui saja. Bicarakan ha itu dengan Tuhan.

Jika Anda mencoba menahan kekhawatiran Anda, maka Anda akan jatuh sakit. Itu ibaratnya mengocok sekaleng soda, lalu memasukkannya ke dalam freezer. Itu akan meledak!

Alkitab menjelaskan seperti apakah mengakui kekhawatiran Anda pada Tuhan: “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus” (Filipi 4:6-7).

Seperti apakah damai sejahtera yang melampaui segala akal? Yaitu ketika Anda merasa tenang tapi tidak punya alasan logis atas rasional akan hal itu. Anda baru saja kehilangan pekerjaan, tetapi entah bagaimana Anda merasa damai. Mengapa demikian?  Sebab Tuhan adalah Gembala Anda. Atau, dokter Anda memvonis Anda mengidap penyakit kanker, tapi entah mengapa, Anda merasa damai dengan situasi itu. Mengapa? Sebab Tuhan adalah Gembala Anda.

Namun, kedamaian yang melampaui segala akal bukan berarti Anda tidak akan sedih atau frustrasi atau bingung. Anda menyerahkan hidup Anda dalam pemeliharaan Tuhan. Anda tahu bahwa Dia memegang kendali dan sedang mengerjakan segala hal untuk mendatangkan kebaikan dan akan memimpin Anda ketika segalanya tampak gelap. Maka, tetaplah menyerahkan kekhawatiran Anda kepada-Nya, sebab Dia dapat mengatasinya.

Setelah Anda menyerahkan kekhawatiran Anda kepada Tuhan, selanjutnya, Anda perlu mengisi pikiran Anda dengan hal-hal lain—kebenaran firman Tuhan. Salah satu cara untuk melakukannya ialah melalui meditasi.

Jika Anda tahu caranya khawatir, maka Anda tahu caranya bermeditasi. Meditasi ialah fokus pada satu pemikiran berulang-ulang kali. Anda bahkan dapat menggantikan kebiasaan yang Anda gunakan saat Anda khawatir—memfokuskan pikiran Anda pada masalah—dan, sebaliknya fokus pada firman Tuhan.

Mulailah dengan membaca sedikit bagian dalam Alkitab. Pertama, baca bagian itu perlahan-lahan, bisa juga membacanya dengan lantang beberapa kali, beri penekanan pada kata atau frasa spesifik. Kedua, renungkan sifat-sifat Tuhan saat membaca konteks teks di dalam bagian Alkitab tersebut. Ketiga, respons firman Tuhan berdasarkan apa yang baru saja Anda baca; bisa mengucapkan dengan pelan atau dengan kencang. Keempat, bersandarlah di dalam firman Tuhan dan dengarkan apa yang Tuhan katakan lewat ayat-ayat Alkitab itu.

Renungkan hal ini:
-  Apakah penting bila secara spesifik Anda berdoa kepada Tuhan tentang kekhawatiran Anda? Mengapa atau mengapa tidak?
-  Bacalah Mazmur 23, lalu praktikkan panduan meditasi dalam renungan hari ini. Wawasan baru apa yang Anda dapatkan?
-  Filipi 4:7 mengatakan bahwa damai sejahtera Allah akan “memelihara” hati dan pikiran Anda. Menurut Anda apakah artinya?

Apakah Anda lebih suka khawatir, atau membiarkan Firman Tuhan mengalir di kepala Anda? Lakukan ini hari ini: Akui kekhawatiran Anda, lalu isi pikiran Anda dengan kebenaran firman Tuhan.

(Diterjemahkan dari Daily Devotional by Rick Warren)



Kamis, 19 Januari 2023

Semakin Anda Mempercayai Tuhan, Semakin Berkurang Kekhawatiran Anda

Yohanes 14:1 “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku.”

Anda tahu rasanya hidup dalam kekhawatiran yang terus-menerus, bukan? Anda gelisah, perut Anda melilit, dan seluruh tubuh Anda menjadi tegang. Namun, Anda tak perlu hidup seperti itu. Apa pun yang dapat dipelajari, bisa berhenti Anda pelajari. Dan sekaranglah waktunya untuk mulai menghilangkan rasa khawatir itu!

Tuhan telah berjanji akan menjaga Anda; itu pekerjaan-Nya, bukan pekerjaan Anda. Titik awal untuk melepaskan kekhawatiran ialah dengan tetap memiliki sikap rendah hati ini: "Tuhan adalah Tuhan, dan aku bukan." Ketika Anda mengerti tentang kebenaran penting ini, kekhawatiran akan mulai sirna dari hidup Anda.

Alkitab mengatakan, “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku” (Yohanes 14:1). Setiap kali Anda khawatir, itu menyingkapkan bagian tertentu dalam hidup Anda yang belum Anda serahkan kepada Tuhan. Dan bagian itulah yang akan menjadi sumber kegelisahan dan kekhawatiran Anda

Jadi, apa yang harus Anda lakukan? Sambutlah Yesus masuk ke dalam “rumah” hidup Anda. Berikan Dia akses ke semua aspek kehidupan Anda—ruang tamu, kamar tidur, dapur, dan bahkan lemari Anda. Dia sudah tahu apa yang ada di sana. Terlebih lagi, Dia juga lebih tahu kebutuhan Anda daripada diri Anda sendiri. Anda punya kebutuhan yang bahkan tidak Anda sadari—tetapi tak satu pun dari kebutuhan itu  akan mengejutkan Dia.

Yesus berkata, “Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (Matius 6: 32-33).

Ketika Anda menjadikan Yesus Kristus sebagai yang nomor satu dalam setiap bidang kehidupan Anda, itu akan menyederhanakan prioritas Anda dan mengurangi kekhawatiran Anda.

Yesus mengajarkan, “Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku” (Yohanes 10: 14-15).

Jika Yesus begitu mencintai Anda hingga rela mati buat Anda, tentunya Dia juga akan memberkati Anda dengan makanan, memimpin Anda, dan memenuhi kebutuhan apa pun yang Anda perlukan hari ini.

Coba lakukan ini: Mulailah setiap hari dengan mengingatkan diri Anda sendiri bahwa Tuhan itu baik. Begitu bangun tidur, duduklah di sisi tempat tidur Anda dan berdoalah, “Yesus Gembalaku, berkatilah aku dengan makanan, aku, pimpinlah dan berikanlah apa yang aku butuhkan hari ini. Aku hendak menjadikan Engkau tempat pertama di setiap bagian kehidupanku. Aku akan percaya pada-Mu.”

Renungkan hal ini:
-"Ruang-ruang" apa dalam hidup Anda yang cenderung Anda coba kendalikan sendiri yang malah membuat Anda lebih khawatir?
- Mengapa melepaskan kekhawatiran memerlukan kerendahan hati?
- Apa yang bisa Anda lakukan terlebih dulu setiap pagi untuk membantu Anda agar tidak khawatir? Bagaimana dengan malam hari sebelum tidur?

Ketika Anda mengawali setiap hari dengan berpegang pada Tuhan, maka Anda akan mulai menyaksikan kekhawatiran Anda lenyap.

(Diterjemahkan dari Daily Devotional by Rick Warren)


Rabu, 18 Januari 2023

KEKUATAN KATA-KATA

Bacaan: Efesus 4:25-32

NATS: Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun (Efesus 4:29)

Salah satu faktor penyebab kehancuran pernikahan dan keluarga masa kini adalah komunikasi. Rasul Paulus menggunakan istilah "perkataan kotor" untuk menggambarkan kata-kata yang memiliki kekuatan menghancurkan orang, baik orang dewasa maupun anak-anak (Efesus 4:29). Ia juga menyatakan bahwa komunikasi yang baik "perlu untuk membangun," karena memiliki kekuatan untuk membangun manusia.

Berikut ini adalah contoh dari komunikasi yang menggunakan "perkataan kotor" yang sering kita tujukan kepada anak-anak kita: "Tidak bisakah kamu melakukan sesuatu dengan benar?" "Kenapa sih kamu ini?" "Kamu tak akan pernah bisa belajar." "Kamu selalu menghancurkan sesuatu." "Sini, biar aku saja yang melakukannya." Daftar ini masih bisa lebih panjang lagi. Demikian pula contoh-contoh dari komunikasi yang baik. Sebuah daftar berjudul "99 Cara untuk Mengatakan 'Bagus Sekali'" mencakup kata-kata membangun berikut ini: "Ya, bagus!" "Kamu benar-benar telah bekerja keras hari ini." "Aku sangat bangga padamu." "Nah, sekarang kamu tahu jawaban-nya." "Kamu pandai sekali melakukannya." "Begitulah caranya!" "Nah, itu baru namanya hasil yang baik." "Ide bagus."

Paulus berkata bahwa saat kita membangun orang lain melalui perkataan kita, berarti kita sedang membagikan kasih karunia, atau berkat rohani bagi hidup mereka (ayat 29). Mari kita periksa kebiasaan kita mengucapkan kata-kata yang ceroboh, dan ambillah sikap untuk membangun setiap orang yang kita jumpai, terutama anak-anak. Ingat, orang lebih membutuhkan pemberi semangat daripada pengkritik. Termasuk yang manakah Anda? [JEY]

SEBUAH KATA YANG MEMBERI SEMANGAT DAPAT MENGUBAH SIKAP MENYERAH MENJADI TERUS MAJU

Sumber: Renungan Harian

Selasa, 17 Januari 2023

Apakah tujuan hidup manusia?

Hampir semua orang memikirkan kebahagiaan sebagai tujuan hidup. Manusia ada untuk menikmati kebahagiaan. Begitu kira-kira, pemikiran mereka.

Alkitab maupun theologi Kristen yang benar tidak menampik hal ini. Allah menciptakan dunia yang sedemikian baik untuk didiami oleh manusia (Kej. 1:31). Semua yang baik di dalamnya disediakan untuk dinikmati oleh manusia (1Tim. 4:4). Katekismus Westminster juga mengajarkan: “Tujuan tertinggi hidup manusia adalah untuk memuliakan Allah dan menikmati Dia selama-lamanya”. Ada kenikmatan yang disinggung di sana. Tujuan hidup memang berkaitan dengan kebahagiaan.

Persoalannya, manusia seringkali tidak memahami kebahagiaan. Mereka juga tidak mengetahui bagaimana mencari kebahagiaan. Atau, benarkah kebahagiaan perlu dicari? Mungkinkah kebahagiaan merupakan konsekuensi (hasil) dari mencari yang lain?

Realita hidup mengungkapkan bahwa hal-hal yang non-material membawa kepuasan yang lebih daripada hal-hal yang material. Beragam survei menunjukkan bahwa manusia mendapatkan kepuasan yang lebih pada saat mereka membagi apa yang mereka miliki dengan orang lain daripada menggunakannya untuk diri sendiri. Menghamburkan uang untuk diri sendiri hanya membawa kesenangan. Membaginya dengan orang lain mendatangkan kepuasan.  

Banyak orang juga menyetujui bahwa kebahagiaan tidak ditentukan oleh seberapa banyak yang dimiliki oleh seseorang, tetapi seberapa banyak orang itu bisa mengapresiasi apa yang dia miliki. Ada orang kaya yang tidak berbahagia karena selalu merasa kurang. Sebaliknya, ada orang yang hidup sederhana namun bahagia.

Kenyataan juga mengajarkan bahwa orang rela menguras harta mereka demi sesuatu yang non-material. Sebagai contoh, semua orang yang berpikiran jernih pasti akan sependapat bahwa uang pada dirinya sendiri tidak membawa kebahagiaan. Uang hanyalah sarana untuk mendapatkan hal-hal lain yang dianggap memberi kebahagiaan. Dengan uang yang melimpah, seseorang bisa membeli barang-barang yang berharga, sehingga dia mendapatkan pengakuan atau penghargaan dari orang lain. Orang mau kehilangan begitu banyak uang untuk operasi plastik dan perbaikan penampilan, demi mendapatkan pujian dari orang lain. Semua ini menunjukkan bahwa hal-hal non-material membawa kepuasaan dan kebahagiaan yang lebih mendalam daripada materi.

Mereka yang mengagungkan kekayaan seolah-olah harta adalah segala-galanya pasti sedang menipu diri sendiri. Uang tidak mempunyai nilai kebahagiaan yang intrinsik (pada dirinya sendiri). Orang menggunakan uang untuk memperoleh yang lain, yang dipandang lebih berharga daripada harta.

Lebih jauh, di antara semua hal yang non-material, kita menemukan bahwa hal-hal yang bermoral adalah lebih bernilai daripada yang lain. Kita mengeluarkan uang untuk berlibur dan menikmati keindahan alam. Yang kita peroleh dari aktivitas ini juga non-material, yaitu pengalaman, kenyamanan, dan ketakjuban. Orang lain juga mungkin akan mengagumi foto-foto liburan kita. Namun, harus diakui, orang lain akan lebih mengapresiasi apabila kita menggunakan uang kita untuk sesuatu yang mengandung bobot moralitas, misalnya proyek misi atau kemanusiaan di pedesaan atau tempat terpencil.  Orang yang membantu membersihkan sampah-sampah di tepi pantai pasti akan terlihat lebih luhur daripada mereka yang hanya bisa berfoto di pantai. Sama-sama mendapatkan hal yang non-material, tetapi yang berkaitan dengan moralitas akan jauh lebih berharga.

Kita masih bisa menelusuri lebih lanjut. Manusia bukan hanya lebih menghargai hal-hal yang non-material atau yang bermoral daripada yang material. Kita pun menghargai hal-hal yang personal. Walaupun sama-sama bermoral, tetapi lebih personal biasanya lebih dikagumi. Sebagai contoh, mengadakan reboisasi dan menolong panti asuhan. Keduanya sama-sama bermoral. Sama-sama untuk kepentingan manusia. Bagaimanapun, menolong panti asuhan terlihat lebih mulia, karena langsung berhubungan dengan manusia. Ada nilai personal yang lebih langsung dan mendalam.

Keutamaan hal-hal yang personal juga terlihat pada saat manusia berada di penghujung hidupnya. Orang tidak lagi memusingkan hal-hal yang material. Bahkan pencapaian-pencapaian moral pun seringkali dianggap kurang begitu penting. Yang diutamakan adalah relasi. Keluarga. Orang-orang yang dia kasihi.

Semua penjelasan di atas – keutamaan hal-hal yang non-material, bermoral, dan personal – seyogyanya menuntun kita untuk memahami tujuan hidup yang sesungguhnya. Apa yang sering ditawarkan oleh dunia sebagai tujuan hidup atau kebahagiaan hidup ternyata tidak esensial, apalagi fundamental. Semua hanya di permukaan belaka (superfisial). Tidak heran, semakin besar upaya mereka untuk memperoleh kebahagiaan, semakin besar kekecewaan mereka.

Allah memang menyediakan kebahagiaan bagi manusia. Namun, jalan menuju ke sana sangat berbeda degan yang diberikan oleh dunia. Kebahagiaan bukan motivasi atau destinasi, konsekuensi. Konsekuensi dari memuliakan Tuhan. Itulah yang diajarkan di dalam Katekismus Westminster pertanyaan dan jawaban ke-1. Tatkala manusia berhasil mencapai tujuan hidupnya – yaitu memuliakan Penciptanya – manusia akan mendapatkan kenikmatan. Nilai hidup. Arti hidup. Tujuan hidup. Inilah pencapaian yang sesungguhnya. Inilah jalan menuju kebahagiaan versi Alkitab (Yakub Tri Handoko)
HOAX

[[Orang yang tak berpengalaman percaya kepada setiap perkataan, tetapi orang yang bijak memperhatikan langkahnya.]] (Amsal 14:15)

Beberapa waktu yang lalu saya menerima broadcast message dari seorang rekan. Bunyinya kurang lebih demikian: “Hati-hati dengan penjual rujak X yang sudah menderita AIDS. Penjual rujak ini secara sengaja meneteskan darahnya ke buah-buahan jualannya. Akibat memakan rujak dari penjual X, seorang telah terinfeksi HIV.” Apakah Anda pernah menerima pesan seperti ini?

Pesan seperti ini diteruskan begitu saja dari satu orang ke orang yang lain tanpa lebih dahulu mengecek kebenarannya. Seorang rekan bahkan ngotot bahwa berita ini benar karena ada di internet. Tentu saja kita tahu bahwa keberadaan suatu berita di internet sama sekali tidak menjamin kebenarannya. Padahal apabila rekan itu sedikit mau bersusah payah melakukan pencarian di internet, maka ia akan tahu bahwa kabar tentang orang yang terinfeksi HIV/AIDS melalui rujak itu adalah hoax alias kebohongan belaka. Virus HIV/AIDS tidak dapat menular melalui makan atau minuman.

“Orang yang tak berpengalaman percaya kepada setiap perkataan” (Amsal 14:15a). Amsal menyebut orang yang percaya begitu saja pada setiap kabar yang ia baca dan dengar sebagai orang yang tidak berpengalaman. Tidak berpengalaman berarti kurang wawasan. Akibatnya, ia mudah tertipu dan bahkan akhirnya menjadi penyebar kebohongan itu.

“Tetapi orang yang bijak memperhatikan langkahnya” (Amsal 14:15b). Orang menjadi bijaksana seiring dengan pertambahan pengalaman dan wawasan kehidupan. Orang menjadi bijaksana karena mencermati segala sesuatu dan terus berupaya untuk mengumpulkan sebanyak mungkin pengetahuan. Hasilnya tentu saja adalah langkah hidup yang cermat.

Bersikaplah bijaksana dalam menerima dan meneruskan informasi. Tidak setiap informasi layak dipercaya, apalagi dibagikan (Wahyu Pramudya).

Sumber: Amsal Hari Ini 

Senin, 16 Januari 2023

Mengambil Hati

Bacaan: Kisah Para Rasul 24

Tetapi sesudah genap dua tahun, Feliks digantikan oleh Perkius Festus, dan untuk mengambil hati orang Yahudi, Feliks membiarkan Paulus tetap dalam penjara. (Kisah Para Rasul 24:27)

Ada kebiasaan yang dilakukan oleh seorang teman sewaktu mengikuti bimbingan skripsi. Ia rajin berkunjung ke rumah dosen pembimbing, sekadar mengantar makanan atau buah-buahan. Penasaran, saya pun bertanya. Rupanya, ia bermaksud mengambil hati sang dosen, supaya dipermudah dalam bimbingan.

Feliks tetap menahan Paulus sekalipun ia tidak terbukti bersalah. Padahal, Feliks mengetahui jalan Tuhan. Feliks menangguhkan perkara Paulus dengan alasan menunggu saksi lain. Meski demikian, Feliks bersikap lunak kepada Paulus. Ia meminta kepada perwira yang menjaganya memperlakukan Paulus sebagai tahanan ringan. Tidak boleh mencegah sahabat-sahabat Paulus yang datang melayani dia. Feliks juga sering memanggil Paulus untuk bercakap-cakap dengan dia. Siapa sangka jika ternyata Feliks ingin mengambil hati Paulus, supaya Paulus menyuapnya dengan sejumlah uang. Begitu pun yang dilakukan Feliks setelah tidak menjabat di pemerintahan. Ia tetap membiarkan Paulus dalam penjara dengan harapan dapat mengambil hati orang Yahudi.

Memiliki hubungan yang baik dengan semua orang tentu sangat baik. Tuhan pun menghendaki setiap umat senantiasa hidup dalam kebersamaan yang penuh kasih. Namun lain ceritanya jika hubungan yang baik itu hanya sebatas kulit. Apalagi jika kebaikan kita hanya sebuah cara untuk mengambil hati guna mencari keuntungan bagi diri sendiri. Lebih mulia menegakkan kebenaran dan keadilan sekalipun tidak memberi keuntungan. Karena keuntungan sejati adalah anugerah Tuhan saja. --EBL/www.renunganharian.net

BIARLAH KITA BELAJAR MEMAHAMI BAHWA SEGALA SESUATU YANG MERUPAKAN
KEUNTUNGAN BAGI MANUSIA LAMA, SEKARANG KITA ANGGAP RUGI KARENA KRISTUS.

Minggu, 15 Januari 2023

Tetap Bertekun untuk Kekekalan

Roma 8:18 Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.

Selama manusia hidup di dunia, segala sesuatu akan datang dan pergi silih berganti. Segala sesuatu yang ada di bumi tak ada yang abadi. Pengkhotbah mengatakan, “Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya.” (Pengkhotbah 3:1)

Sesuatu yang menyenangkan seringkali terasa berat ketika kita harus melepaskannya. Kedudukan, jabatan, dan kehormatan adalah beberapa bagian tersulit yang harus kita lepas. Namun, jika berbicara tentang penyakit, ekonomi yang menurun, dan masalah-masalah lain yang tidak menyenangkan, ingin sekali rasanya kita lepas dengan begitu cepat. Bahkan seringkali penderitaan dunia membuat sebagian orang meninggalkan iman percayanya pada Tuhan.

Penderitaan sering menjadi kabut tebal yang menutupi mata iman kita untuk dapat memandang janji-janji Tuhan yang seringkali belum tergenapi dalam hidup kita saat ini.

Saudaraku, tidak seorangpun menginginkan penderitaan dan kesulitan hidup dalam kehidupannya. Namun, ada saatnya Tuhan mengijinkan kita untuk ada dalam penderitaan tersebut. Meski demikian, Tuhan tetaplah Bapa yang memperhatikan dan menguji setiap anak-Nya agar bisa menjadi anak yang tahan uji hingga akhirnya naik ke level iman yang selanjutnya.

“Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.” (Roma 5:3-5)

Jika saat ini kita hidup dalam masa sulit, tetaplah percaya bahwa kesulitan saat ini akan berakhir. Akan ada suatu masa yang baru yang harus kita imani, bahwa masa itu akan menggantikan kesulitan saat ini.

Seberat apapun penderitaan yang kita hadapi saat ini, tidak akan pernah bernilai kekal dibanding dengan kemuliaan yang akan kita terima bersama dengan Kristus pada saat kedatangan-Nya suatu saat nanti.

Bagian penting lainnya adalah tetap percaya bahwa Roh Kudus turut bekerja dalam segala hal yang kita alami. Roh Kudus akan terus membangkitkan kekuatan, kasih, ketertiban, dan sukacita. Roh Kudus lah yang akan memimpin kita melewati badai dalam hidup. Juga menjadi roh yang tahu setiap jawaban dari masalah kita. “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” (Roma 8:28)

Saudaraku, saat ini saya tidak tahu apa yang menjadi pergumulan saudara, tetapi percayalah bahwa Allah ada di sana. Ia ada dalam segala kelemahan dan kekuatiranmu, Ia akan terus menjadi penolong yang setia.

Tetaplah bertekun, tetaplah berjuang, karena Allah kita adalah Allah Imanuel.

Sumber: Jawaban.com

Sabtu, 14 Januari 2023

PELAYANAN RAHASIA

Bacaan: Matius 6:1-4

NATS: Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka (Matius 6:1)

Saat kita melayani Allah secara diam-diam, kita menerima upah ganda. Bukan hanya karena suatu hari kelak Allah akan memberi kita upah secara terbuka (Matius 6:4), tetapi karena kita juga akan menikmati kenangan atas apa yang telah kita lakukan.

Thomas La Mance menulis: "Beberapa tahun yang lalu...saat saya sedang duduk-duduk di ruang keluarga mendengarkan radio, tiba-tiba ayah saya masuk seusai menyekop salju. Ia memandang saya dan berkata, 'Dalam waktu 24 jam kamu tidak akan ingat lagi apa yang kamu dengarkan saat ini. Bagaimana kalau 20 menit berikut ini kamu melakukan sesuatu yang akan kamu ingat sampai 20 tahun mendatang? Aku berjanji bahwa kamu akan menikmati kenangan itu setiap kali kamu mengingatnya.'

"'Apa itu?' saya bertanya. 'Nak, ada salju yang bertumpuk setebal beberapa cm di muka rumah Ibu Brown,' jawab ayah. 'Mengapa kamu tidak mencoba ke sana dan menolong menyekop salju itu untuknya tanpa ia perlu tahu bahwa kamu yang melakukannya?'

"Selama 15 menit saya menyekop salju di halaman rumah Ibu Brown. Ia tak pernah tahu siapa yang melakukannya, dan ayah saya memang benar. Sudah lebih dari 20 tahun berlalu, dan saya masih menikmati kenangan itu setiap kali saya mengingatnya."

Yesus berkata bahwa saat kita melakukan sesuatu yang benar untuk mendapatkan pujian orang, sebenarnya kita sudah memperoleh upahnya. Namun, mari kita layani Dia secara diam-diam. Dan ingatlah, kenangan akan hal itu merupakan bagian dari upah yang kita terima! [DCE]

KITA KEHILANGAN PUJIAN ALLAH SAAT KITA MENCARI PUJIAN MANUSIA

Sumber: Renungan Harian

Jumat, 13 Januari 2023

PENYESALAN DATANG BELAKANGAN

[[Dan pada akhirnya engkau akan mengeluh, kalau daging dan tubuhmu habis binasa, lalu engkau akan berkata: “Ah, mengapa aku benci kepada didikan, dan hatiku menolak teguran.”]] (Amsal 5:11-12)

“Penyesalan selalu datang belakangan. Kalau datang di awal itu namanya pendaftaran,” demikan seorang rekan membuka percakapannya. Walaupun ada nada canda dalam perkataan itu, tetapi sesungguhnya pesannya tepat. Penyesalan selalu menyusul belakangan, tak pernah datang di awal. Penyesalan terjadi ketika kita menyadari bahwa ada hal-hal yang tidak kita lakukan atau malah kita lakukan dan ternyata itu membawa dampak yang buruk.

“Dan pada akhirnya engkau akan mengeluh, kalau daging dan tubuhmu habis binasa, lalu engkau akan berkata: ‘Ah, mengapa aku benci kepada didikan, dan hatiku menolak teguran’” (Amsal 5:11-12). Amsal ini menggambarkan penyesalan seseorang di masa akhir kehidupannya. Apa yang disesalinya? Kebenciannya sendiri terhadap didikan dan teguran di masa mudanya. Penolakannya terhadap teguran dan didikan telah membuat kehidupannya penuh dengan penyesalan.

Tentu saja menerima didikan dan teguran bukanlah hal yang menyenangkan dalam jangka pendek, tetapi tentu saja bermanfaat untuk jangka panjang. Seperti ketika kita harus menelan obat yang pahit, hal itu tidak menyenangkan. Namun, obat itu kita butuhkan untuk pemulihan diri dalam jangka panjang.

Sebelum penyesalan datang di kemudian hari, marilah kita menata sikap agar mampu menerima dengan bijaksana segala teguran yang kita dapatkan. 

Meskipun tidak menggembirakan, kita membutuhkan teguran dan didikan untuk pengembangan diri (Wahyu Pramudya).

Sumber: Amsal Hari Ini

Kamis, 12 Januari 2023

Percaya pada Kebaikan Tuhan Ketika Kehidupan Kian Sulit

Bacaan Hari ini:
Mazmur 100:5 “Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun.”

Jika Anda dibesarkan dalam keluarga Kristen, Anda mungkin belajar doa ini waktu Anda kecil: “Tuhan itu hebat. Tuhan itu baik. Marilah kita bersyukur kepada-Nya untuk makanan ini. Amin.” Meski sederhana, tapi doa ini menunjukkan satu sifat Tuhan: Dia baik.

Benarkah Tuhan itu baik setiap saat? Tentu saja! Akan tetapi, banyak dari kita yang tidak menjalani hidup dengan yakin sepenuhnya kepada Tuhan. Ada berbagai alasan yang membuat kita sulit untuk tetap yakin pada kebaikan-Nya, salah satunya ketika kita mengalami rasa sakit. Ketika kita berkonflik, kita mudah melupakannya. Ketika kita tertekan, kita mudah menganggap jika kebaikan-Nya adalah untuk semua orang, kecuali kita. Terlebih lagi, saat kita khawatir atau stres, kita sulit untuk dapat merasakan—apalagi memikirkan—kebaikan Tuhan, bahkan ketika itu terpampang di hadapan kita.

Lalu, bagaimana caranya untuk bisa percaya pada kebaikan Tuhan ketika Anda tidak merasakannya? Firman Tuhan mengingatkan tentang kebaikan-Nya berulang kali. Mazmur 100:5 mengatakan, “Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun.”

Sangatlah penting untuk fokus pada kebaikan Tuhan. Itu memberi Anda perspektif yang benar dalam menghadapi hari-hari tergelap Anda. Sebaliknya, ketika Anda melupakan kebaikan Tuhan, Anda kehilangan perspektif itu dan hanya bisa melihat kesulitan yang Anda hadapi.

Tuhan ingin memberi Anda kehidupan yang penuh keyakinan, bahkan di hari-hari tersulit Anda sekali pun. Dia ingin memberi Anda ketenangan lewat kasih dan perhatian-Nya. Dia ingin memberi Anda kehidupan yang bermanfaat dan kesempatan sehingga Anda dapat membuat sebuah perbedaan di dunia ini. Dia juga ingin memberi Anda warisan dan rumah di surga bersama dengan-Nya selamanya. Siapa yang tidak menginginkan itu? Siapa yang tidak membutuhkan itu?

Jadi, bagaimana agar Anda dapat mengalami kebaikan Tuhan? Anda bisa belajar tentang kebaikan-Nya saat Anda membaca Alkitab atau mendengar firman-Nya—tetapi Anda akan benar-benar mengalami kebaikan Tuhan ketika Anda beribadah. Itulah yang paling membantu Anda!

Alkitab mengatakan dalam Mazmur 34:9, “Takutlah akan TUHAN, hai orang-orang-Nya yang kudus, sebab tidak berkekurangan orang yang takut akan Dia!” Cara mengalami kebaikan Tuhan ialah lewat ibadah dan penyembahan, yaitu ketika Anda memuji Tuhan dan bersyukur karena Dia adalah Tuhan serta atas apa yang telah Dia janjikan kepada Anda.

Renungkan hal ini:
- Bagaimana dengan mengingat kebaikan Tuhan atas Anda di masa lalu membantu Anda menghadapi rasa sakit Anda saat ini?
- Mengapa percaya pada kebaikan Tuhan dapat memberikan Anda kepercayaan diri dalam menjalani hidup?
- Ayat-ayat apa dalam Frman Tuhan yang mengingatkan Anda akan kebaikan-Nya?

Ketika Anda percaya dan memahami kebaikan Tuhan, maka itu akan mentransformasi hidup Anda dan cara pandang Anda akan keadaan Anda. Anda diubahkan!

(Diterjemahkan dari Daily Devotional by Rick Warren)



Rabu, 11 Januari 2023

Terimalah Orang Aneh

Bacaan: Markus 9:38-41

Kata Yohanes kepada Yesus: “Guru, kami lihat seorang yang bukan pengikut kita mengusir setan demi nama-Mu, lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita.”
- Markus 9:38

Yohanes dan murid-murid lainnya khawatir dengan seseorang yang mampu mengusir setan dalam nama Yesus. Mereka berpikir, kamu bukan salah satu dari kami! Mereka lalu mulai memarahi, mengeluh, serta mencoba membungkamnya. Jangan pedulikan keajaiban! Tidak peduli fakta bahwa ada orang-orang yang dibebaskan dari kuasa roh jahat. Tidak peduli kemuliaan yang dibawa kepada nama Yesus. Yang dilihat hanyalah orang ini bukan salah satu dari mereka—jadi pasti musuh.

Kita juga bisa demikian. Mungkin ada gereja di ujung jalan dengan nama yang terdengar konyol dan selera musik yang buruk. Atau mungkin seseorang muncul ke gereja dengan rambut berwarna-warni, bertindik dan bertato. Atau mungkin justru sebaliknya, seseorang datang dengan berpakaian dan berperilaku begitu sempurna sehingga mengingatkan kita pada guru sekolah menengah yang membuat kita takut. Apa pun itu, karena mereka tidak sama dan begitu nampak berbeda, maka secara refleks kita menolak mereka.

Namun, Yesus mengingatkan bahwa orang itu bukanlah musuh, apalagi ia mampu membebaskan orang dari kuasa kegelapan karena menjunjung nama Yesus. Jika Anda membenci perbedaan, Anda sejatinya membenci seluruh manusia karena mereka diciptakan berbeda, tak ada yang sama, bahkan anak kembar sekalipun.

Kita semua memiliki sesuatu yang membuat kita dapat ditolak—tidak layak—bahkan tidak diinginkan, jika orang lain mengetahui kebenaran tentang kita. Namun, tidak dengan Tuhan. Dia melihat kita dengan benar, dalam semua kesalahan dan dosa, serta keanehan kita, Dia tetap memanggil kita untuk menjadi milik-Nya. Allah mengutus Anak-Nya Yesus untuk hidup, mati dan bangkit kembali agar kita dapat menjadi umat-Nya. Pintu kerajaan Allah terbuka bagi kita, bagi orang-orang aneh, bahkan bagi mereka yang tidak cocok dengan kita. Yesus telah menjadikan kita milik Allah, tidak peduli betapa anehnya kita.

Jika kita refleks menolak orang yang begitu berbeda cara pandang dan gayanya, apakah kita tidak berpikir bahwa mungkin orang lain memandang kita juga aneh? Asalkan menyembah Yesus dan tidak melanggar firman Tuhan, mari belajar menerima mereka yang berbeda. Ingatlah nasihat berikut: hidup akan membawamu bertemu dengan beragam perbedaan maka nikmatilah dengan hati yang lapang.

Refleksi diri:
Siapa orang-orang Kristen aneh yang Anda anggap berbeda dan bukan bagian dari umat Allah?
Bagaimana Anda akan belajar menerima mereka seperti Yesus juga menerima mereka?

Sumber: Renungan GII Hok Im Tong

Selasa, 10 Januari 2023

Membungkuk Dalam-Dalam

Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan . . . menghibur kami dalam segala penderitaan kami. –2 Korintus 1:3-4

Ayat Bacaan & Wawasan:
2 Korintus 1:3-11

Seorang ibu muda mengikuti putrinya dari belakang, sementara sang putri mengayuh sepeda kecilnya secepat yang bisa dilakukan kaki-kaki mungilnya. Akan tetapi, ketika sepedanya melaju terlalu kencang, gadis kecil itu jatuh dari sepeda lalu mengadu lututnya sakit. Sang ibu dengan tenang berlutut, membungkuk dalam-dalam, dan mengecup lutut putrinya “untuk mengusir rasa sakitnya”. Berhasil! Si gadis kecil bangkit, naik lagi ke sepedanya, lalu kembali mengayuh. Tidakkah kita semua berharap penderitaan kita bisa pergi semudah itu?

Rasul Paulus menerima penghiburan dari Allah dalam berbagai pergumulan yang tidak henti-henti dialaminya, dan itulah yang membuatnya terus melangkah. Ia menyebutkan sebagian pergumulannya dalam 2 Korintus 11:23-29: ia didera, dipukuli, dirajam, kurang tidur, kelaparan, dan prihatin memikirkan semua jemaat Allah. Paulus sungguh-sungguh mengalami bagaimana Allah adalah “Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan” (1:3) atau dalam versi terjemahan lain: “Ia Bapa yang sangat baik hati” (BIS). Seperti seorang ibu menenangkan anaknya, Allah membungkuk dalam-dalam untuk menghibur kita yang tengah menderita dengan penuh kelembutan.

Banyak sekali cara yang digunakan Allah untuk menenangkan kita. Dia mungkin memberikan sepenggal ayat Alkitab untuk menguatkan kita agar terus maju, menggerakkan seseorang untuk mengirimkan pesan yang khusus bagi kita, atau menyentuh hati seorang teman untuk menelepon dan menyemangati kita. Mungkin saja penderitaan kita tidak langsung sirna, tetapi karena Allah membungkuk dalam-dalam untuk menolong kita, kita sanggup bangkit kembali dan terus melangkah - Anne Cetas.

Renungkan dan Doakan
Bagaimana Allah pernah menghibur Anda? Bagaimana hal itu dapat mendorong Anda untuk menghibur orang lain juga?

Bapa yang penuh belas kasihan, mendekatlah padaku, dekaplah aku, agar aku dapat menemukan kelegaan dan kekuatan dalam tangan-Mu.

Sumber: Our Daily Bread

Senin, 09 Januari 2023

Efek Dahsyat Pergaulan

Bacaan: Amsal 13

Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang - Amsal 13:20.

Marina Chapman punya kisah unik di dalam hidupnya. Pada usia lima tahun ia diculik kemudian dilepaskan begitu saja di hutan belantara Kolombia. Di situlah ia bertemu dengan gerombolan monyet yang mengasuhnya layaknya anak sendiri. Kisah hidupnya panjang, sampai pada usia sepuluh tahun ia ditemukan pemburu. Di dalam bukunya Marina menceritakan bahwa saat ditemukan, ia sudah kehilangan kemampuan berbahasa manusia dan lebih ingat bahasa kera. Kehidupan bersama dengan para monyet, mengubahkan Marina. Kehidupan di sekitar kita pun pasti berpengaruh besar pada kehidupan diri kita, begitu juga dengan pergaulan kita. Pergaulan tidak bisa diremehkan.

Bergaul artinya ada perjumpaan-perjumpaan yang cukup intens, dengan pembicaraan berbobot, juga pastinya ada praktik-praktik kehidupan yang disaksikan. Bergaul membutuhkan proses yang cukup panjang, bukan sesekali saja, dan memberikan dampak yang besar. Kita bisa menjadi bijak ketika bergaul dengan orang yang bijak. Orang bijak tentu saja bukan hanya orang yang banyak pengetahuannya, tetapi orang yang hidup dalam kebenaran dan mengambil keputusan dengan benar.

Sebaliknya, ada efek negatif juga dari sebuah pergaulan. Dikatakan pada ayat di atas, siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang. Orang bebal bukan orang yang bodoh secara pengetahuan. Secara sederhana, orang yang tahu apa yang salah tetapi tetap melakukannya. Orang bebal biasanya tidak mau berubah. Ia tidak bisa dinasihati apalagi ditegur. Orang-orang seperti ini tidak memedulikan apa yang dikatakan firman Tuhan.

Semua ini bukan berarti kita hanya boleh berteman dengan orang-orang yang baik saja, bukan itu poinnya. Yang perlu diingat, pergaulan buruk mempunyai potensi berbahaya yang bisa menyeret kita jatuh. Pergaulan menentukan kita akan menjadi seperti apa karena kita biasanya menyesuaikan diri dengan teman-teman pergaulan kita. Jadi, kita perlu punya lingkungan pertemanan yang bisa saling bertumbuh dan semakin serupa Kristus. Kristus telah menyelamatkan kita, yaitu memindahkan kita dari kehidupan gelap penuh dosa ke dalam terang. Saat kita berteman dengan siapa pun, biarlah kita memberikan terang, bukannya dipengaruhi dosa. Mari membawa pengaruh terang firman Tuhan dalam pergaulan kita.

Refleksi diri:
Apakah Anda sudah memiliki kelompok pergaulan tempat bertumbuh bersama di dalam Kristus?

Apa godaan di dalam pergaulan yang tidak mengenal Tuhan? Apa yang berpotensi menjauhkan Anda dari Kristus?

Sumber: Renungan GII Hok Im Tong

Minggu, 08 Januari 2023

Lemparan Batu di Mobil

Seorang eksekutif muda sukses suatu hari berjalan-jalan di lingkungan sekitar rumahnya dengan mobil mewah barunya. Ketika hendak memasuki sebuah lapangan parkir, dilihatnya ada anak-anak kecil di trotoar dan dia memperlambat laju mobilnya karena ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Namun beberapa detik kemudian, sebuah batu bata mendarat di pintu samping mobil hitam yang masih mengkilap tersebut.

Dengan kemarahan yang meluap-luap, pria itu mundur ke arah anak yang melemparkan batu bata tersebut. Ia melompat keluar dari mobilnya, dan menarik anak tersebut. "Kenapa kamu lempar batu bata itu! Siapa kamu? Kamu tahu apa yang telah kamu lakukan?!"

Sambil mengepalkan tangannya, pria itu melanjutkan, "Itu adalah mobil baruku, dan karena batu bata yang kamu lemparkan itu, perlu banyak uang untuk memperbaikinya. Mengapa kamu melakukannya?!"

"Tolong, tuan... tolong maafkan saya! Saya lakukan karena terpaksa!" demikian ujar anak itu sambil menangis. "Saya melemparkan batu bata itu karena tidak seorang pun yang mau berhenti!"

Air mata anak tersebut mengalir di pipinya, lalu anak tersebut menunjuk ke arah sebuah kursi roda yang tidak jauh darinya. "Dia adalah kakak saya, tuan," jelasnya. "Dia terjatuh dari kursi rodanya dan karena dia terlalu berat, saya tidak bisa mengangkatnya kembali ke kursi roda. Maukah Anda menolongnya kembali duduk di kursi roda? Dia terluka, tapi dia terlalu berat untuk saya angkat.."

Pria itu terdiam dan melepaskan anak tersebut. Dia menelan ludahnya untuk membasahi tenggorokannya yang seperti tercekik. Diambilnya sapu tangannya dan dihapusnya air mata anak tersebut. Pria itu kemudian mendekati anak yang terjatuh dari kursi roda tersebut, lalu menolongnya untuk kembali duduk di kursi roda. Kedua anak tersebut kemudian diantarnya pulang ke rumah mereka.

Tetapi, mobil mewah hitam miliknya yang rusak karena lemparan batu tersebut tidak pernah diperbaikinya. Dia sengaja melakukannya, agar selalu ingat ketika ada orang yang melempar batu bata ke arahnya, itu adalah untuk mendapatkan perhatiannya.

Hari-hari ini, banyak orang menjadi putus asa karena tidak ada yang mau berhenti sejenak dari kesibukan dan memberikan pertolongan yang mereka butuhkan. Mereka terabaikan, terbuang dan tanpa harapan, sama seperti kisah seorang yang dirampok oleh penyamun yang Yesus ceritakan dalam Lukas 10: 30-35. Namun dalam kisah tersebut, orang Samaria yang baik hati sangat peka akan keadaan sekelilingnya sehingga tidak perlu menunggu dilempar batu untuk memberikan pertolongan.

Hari ini, jika seseorang membuat kita kesal jangan terburu emosi dan langsung marah-marah. Mungkin kita menjalani keseharian kita dengan begitu cepat, sehingga tidak memperhatikannya. Orang tersebut mungkin membutuhkan pertolongan kita, dan melakukannya karena ingin menarik perhatian kita.

Luangkanlah waktu untuk sesama. Jangan menunggu "lemparan batu" untuk membuat kita peduli!

"Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik." (Ibrani 10:24)

Sumber: Renungan Kristen

Sabtu, 07 Januari 2023

Curhat Kepada Tuhan

Bacaan: 1 Raja-raja 19:9-18

Maka firman Tuhan datang kepadanya, demikian: “Apa kerjamu disini, hai Elia?”
- 1 Raja-Raja 19:9

Mari bayangkan seandainya Anda sedang dalam kondisi kelelahan fisik dan emosi karena kerja sendirian. Dan saat Anda sedang “ngaso”, eeh.. datang pertanyaan seperti ayat di atas, “Sedang apa kamu? Apa kerjamu di sini?”

Emosi nggak sih?! Aku ini sedang kelelahan, dibiarkan kerja sendirian. Aku sudah setia, rajin, dan sungguh-sungguh bekerja (atau pelayanan). Apa nggak lihat hasilnya?! Kok enak, main tanya, “Apa kerjamu di sini?” Kerjaku banyaaaak…! Mungkin respons sebagian besar kita seperti demikian.

Di ayat 9 Tuhan bertanya kepada Elia, eeh di ayat 13, diulangi lagi pertanyaan yang sama. Kok sampai dua kali tanya? Apa maksud Tuhan? Katanya Tuhan Mahatahu, Mahakuasa? Masak sampai dua kali nanya. Dia bertanya ulang-ulang karena tahu Elia baru hadapi tekanan berat dan masa-masa sulit.

Dalam ruang konseling, kami para konselor terbiasa meminta klien untuk menceritakan kisah mereka. Sewaktu bercerita, kadang klien bisa tiga sampai empat kali menceritakan hal yang sama. Kami membiarkan mereka berulang-ulang bercerita. Karena umumnya, hal yang berat, sakit, dan pahit menyerap ruang yang besar dalam memori. Memori yang sarat akan emosi perlu dikeluarkan. Hal ini baik bagi kesehatan fisik dan mental.

Tuhan Yesus adalah Konselor Agung. Dia tahu hal ini jauh sebelum ilmu konseling ada. Dengan bercerita emosi kita keluar. Dengan mencurahkan perasaan yang terpendam maka rasa bersalah, marah, dan gelisah tersalurkan. Menceritakan ulang itu meredakan stres. Curhat-lah kepada Tuhan, curahkan hati yang berat, lakukan melalui doa.

Jadi, jangan sensi kalau ada yang bertanya berulang-ulang. Apalagi kalau yang tanya Tuhan, itu adalah panggilan atau ajakan untuk curhat. Tuhan tahu hidup Anda berat, ekonomi sekarat, sebentar lagi melarat, dan sudah tak kuat. Yuk, curhat ke Tuhan atau hamba Tuhan. Jangan curhat ke mantan, ke ajudan, ke orang di jalanan. Ingat saja, curhat ke Tuhan Yesus yang selalu siap mendengar.

Refleksi diri:
Bagaimana respons Anda saat harus bekerja (atau pelayanan) sendirian di tengah masa sulit?

Apakah Anda sudah curhat kepada orang yang tepat? Curhat kepada Tuhan Yesus melalui doa?

Sumber: Renungan GII Hok Im Tong

Jumat, 06 Januari 2023

PERTARUNGAN TERBAIK

Terhormatlah seseorang, jika ia menjauhi perbantahan, tetapi setiap orang bodoh membiarkan amarahnya meledak (Amsal 20:3).

Suatu ketika saya menyaksikan sebuah film lama yang berjudul Karate Kid. Film ini mengisahkan bagaimana seorang guru yang diperankan oleh Jackie Chan mengajar karate seorang anak berkulit hitam yang diperankan oleh Jaden Smith. Dalam suatu percakapan, sang murid bertanya kepada sang guru tentang pertarungan terbaik yang pernah terjadi di dalam hidupnya. Sang guru yang tentu saja sudah sangat berpengalaman bertarung itu terdiam sejenak, lalu menjawab, “Pertarungan terbaik adalah pertarungan yang dihindari untuk terjadi.”

“Terhormatlah seseorang, jika ia menjauhi perbantahan, tetapi setiap orang bodoh membiarkan amarahnya meledak” (Amsal 20:3). Senada dengan jawaban guru tadi, penulis Amsal juga memuji tindakan menjauhi perbantahan. Tindakan menjauhi perbantahan yang tidak perlu disebut terhormat. Sementara orang yang tidak mampu mengendalikan amarahnya disebut bodoh. Amarah yang memicu perbantahan tidak akan melahirkan sesuatu yang baik. Kalaupun kita menang dalam perbantahan, orang lain akan terluka dan konflik pun bertambah panjang. Lebih baik menjauhi daripada terlibat perbantahan yang tidak perlu.

Menjauhi perbantahan adalah nasihat Amsal agar kita mengambil langkah proaktif dan bukan sekadar merespons situasi yang ada. Orang bisa saja menyebut kita pengecut karena tidak mau berbantah atau berkonflik, tetapi kita mengerti bahwa seorang pemberani bukanlah orang yang asal main hantam, tetapi orang yang mampu mengendalikan diri, bahkan di tengah provokasi pihak lain.

Jauhilah konflik yang tidak produktif agar hidup makin efektif (Wahyu Pramudya).

Sumber: Amsal Hari Ini 

Kamis, 05 Januari 2023

Iri Hati: Sumber Konflik

Baca: 2 Korintus 12:11-21

"Aku kuatir akan adanya perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, fitnah, bisik-bisikan, keangkuhan, dan kerusuhan." (2 Korintus 12:20b)

Jika kita memperhatikan keadaan dunia saat ini banyak terjadi kekacauan, termasuk di Indonesia. Konflik, permusuhan, sengketa, baku hantam hampir setiap hari menghiasi layar kaca kita. Mengapa hal ini sering terjadi? Banyak faktor yang menyebabkan hal-hal tersebut di atas terjadi, salah satu penyebabnya adalah iri hati. Iri hati sering kali menjadi penyebab tercabiknya kerukunan dan persatuan suatu komunitas.

Karena iri hati, saudara bisa menjadi musuh. Kain tega membunuh adiknya sendiri (Habel) karena tersulut rasa iri hati, di mana persembahan Habel diterima oleh Tuhan, sedangkan persembahannya tidak (baca Kejadian 4:1-16). Karena orang lain lebih berhasil dalam pekerjaannya, seseorang menjadi panas hati sehingga ia merancang kejahatan untuk menghancurkannya; orang yang tekun bekerja di kantor dicap sebagai orang yang suka "cari muka" pada pimpinannya. Jangan katakan kalau rasa iri hati itu hanya dilakukan oleh orang-orang dunia, banyak juga orang Kristen yang belum terbebas dari roh iri hati. Melihat rekan sepelayanan lebih dipakai Tuhan kita pun menjadi berang dan berusaha untuk menghasut orang lain dengan gosip-gosip miring tentang dia.

Dalam suratnya, Yakobus menulis: "Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat." (Yakobus 3:16). Itulah kenyataan yang terjadi dan sedang melanda kehidupan manusia. Tidak sepatutnya di antara umat Tuhan saling iri hati karena itu hanya akan mendatangkan segala macam perbuatan jahat. Siapa yang akan berjingkrak kegirangan jika di antara orang Kristen saling iri hati? Pastinya Iblis! Kita harus sadar, ditinjau dari sudut mana pun iri hati sama sekali tidak mendatangkan kebaikan, sebaliknya hanya akan merusak dan menghancurkan diri kita, juga orang lain.

Masih iri hatikah kita? Tidak ada jalan lain, harus segera bertobat, mohon pertolongan Roh Kudus dan milikilah penyerahan diri kepada Tuhan.

"Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?" (1 Korintus 3:3b)

Sumber: Renungan Kristen

Rabu, 04 Januari 2023

Stop Saling Menyalahkan!

Baca: Yakobus 5:7-11

"Saudara-saudara, janganlah kamu bersungut-sungut dan saling mempersalahkan, supaya kamu jangan dihukum."
(Yakobus 5:9a)

Bersungut-sungut dan saling menyalahkan adalah sifat yang sangat menonjol dari bangsa Israel. Setiap menghadapi kesulitan atau masalah mereka tidak pernah mengoreksi diri terlebih dahulu sebab musababnya, melainkan langsung menyalahkan orang lain dan bersungut-sungut. "Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan TUHAN ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang! Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh seluruh jemaah ini dengan kelaparan." (Keluaran 16:3). Mereka menyalahkan Musa, menyalahkan keadaan, dan selalu membanding-bandingkan dengan keadaan sebelumnya. Melihat apa yang diperbuat oleh bangsa Israel ini Tuhan menjadi sangat marah sehingga mereka harus langsung menanggung akibatnya: mati dipagut ular, dibinasakan oleh malaikat maut, dan puncaknya gagal memasuki tanah perjanjian, kecuali Yosua dan Kaleb.

Bukankah tindakan ini juga sering dilakukan oleh banyak orang Kristen? Memang lebih mudah menyalahkan orang lain daripada melihat keberadaan diri sendiri. Kita cenderung tidak mau dipersalahkan. Kita merasa paling benar! Suami istri saling menyalahkan, orang tua dan anak saling menyalahkan, bahkan tidak jarang kita juga menyalahkan Tuhan. Yakobus menasihati, "Saudara-saudara, turutilah teladan penderitaan dan kesabaran para nabi yang telah berbicara demi nama Tuhan. Sesungguhnya kami menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yang telah bertekun; kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan." (ayat 10-11).

Mari belajar dari Ayub, ketika dalam ujian dan penderitaan ia dipersalahkan oleh istrinya, "Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!" (Ayun 2:9), namun ia mampu menjaga hatinya dan tidak menyalahkan Tuhan karena ia sadar itu adalah proses yang diijinkan Tuhan terjadi.

Bersungut-sungut dan suka menyalahkan orang lain adalah tanda ketidakdewasaan rohani seseorang!

Sumber: Renungan Kristen

Selasa, 03 Januari 2023

Obat Semangat Yang Patah

Bacaan: Amsal 17

Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang - Amsal 17:22.

Siapakah yang tidak ingin memiliki fisik yang sehat? Banyak orang demi memperoleh kesehatan fisik melakukan olahraga rutin, mengatur pola makan, dan rajin makan suplemen. Sayangnya, beberapa orang hanya memperhatikan kesehatan fisik tetapi melalaikan kesehatan pikiran/hatinya. Seseorang yang kurang baik dalam mengelola suasana hati dan membiarkan pikirannya dicengkeram oleh hal-hal negatif dapat menyebabkan turunnya kesehatan fisik.

Ribuan tahun lalu, Salomo sudah sejak awal mengetahui bahwa pikiran/suasana hati dapat memengaruhi kesehatan fisik. Tiada seorang pun di dunia ini yang bisa menghindar dari persoalan hidup. Masalah keuangan, pekerjaan, rumah tangga, sakit-penyakit dapat menjadi beban yang membuat pikiran semrawut dan hati tidak tenang. Bila dibiarkan dapat membuat seseorang seperti yang dikatakan Amsal, “Semangat yang patah mengeringkan tulang.” Orang yang semangatnya patah dapat diartikan memiliki jiwa yang hancur, biasanya tak bergairah, lesu, stres, hidup dalam keluhan, dll. Sementara “mengeringkan tulang” memberi pengertian dapat menimbulkan penyakit.

Mengapa seseorang dapat patah semangatnya? (1) Terlalu fokus dengan masalah yang dihadapinya. (2) Tidak memiliki pengharapan. (3) Membiarkan dirinya tenggelam di dalam masalah. (4) Terlalu mengasihi diri sendiri. (5) Tidak memiliki daya juang. Bagaimana mengobatinya? Obat-obatan yang dijual di apotik takkan manjur untuk menyembuhkannya. Salomo memberitahukan bahwa obat paling manjur adalah berasal dari dalam, yakni hati yang gembira. Kegembiraan hati akan memengaruhi pikiran dan suasana hati yang otomatis akan mendukung fisik yang sehat.

Hati yang gembira tak perlu diperoleh dengan pencapaian duniawi yang sifatnya sementara, seperti prestasi, kekayaan, atau pun kedudukan. Hati yang gembira didapat dari Allah dan firman-Nya yang tertulis di dalam Alkitab. Melalui pembacaan dan perenungan firman Tuhan, seseorang dapat disegarkan sebab di dalam Tuhan ada pengharapan, kekuatan, penghiburan, dan pengampunan.

Firman Tuhan adalah bahan baku obat paling manjur untuk memperoleh hati yang gembira. Ketika hati menjadi gembira, bukan hanya kesehatan fisik yang terberkati, tetapi juga orang-orang yang berada di sekitar Anda. Senyuman, keramahan, dan semangat Anda dapat menular dan menyemangati orang lain. Tuhan Yesus memberkati.

Refleksi diri:
Coba renungkan, semangat hidup Anda saat ini sedang lesu atau sedang bergelora? Mengapa?

Bagaimana Anda akan membangun kebiasaaan mencintai Tuhan dan firman-Nya agar hidup Anda diliputi kegembiraan di dalam situasi apa pun?

Sumber: Renungan GII Hok Im Tong

Senin, 02 Januari 2023

BERKELAHI ATAU BERDOA?

Bacaan: Lukas 18:1-8

NATS: Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu jemu (Lukas 18:1)

Ketika anak saya, Ben, masih berusia enam tahun, ia bermusuhan dengan seorang anak di tempat bermainnya. Menurut Ben, anak itu sudah keterlaluan, dan satu-satunya cara untuk menyelesaikan hal itu,pikirnya,adalah dengan berkelahi. Karena itu saya mengajaknya berbicara tentang cara Kristus mengatasi situasi semacam itu.

Saya bertanya, "Apakah kamu sudah berdoa kepada Tuhan untuk meminta pengertian dan pertolongan dariNya untuk menghindari perkelahian?" la tidak menjawab,sehingga saya bertanya sekali lagi. Kali ini dengan kejujuran seorang anak ia berseru, "Tidak, saya tidak mau berdoa. Saya lebih suka memukulnya."

Betapa jujurnya! Masalahnya terletak pada: ia tidak merasa lemah, sehingga tidak merasa perlu meminta pertolongan Tuhan.

Seringkali kita ragu-ragu untuk berdoa meminta pimpinan Tuhan dalam situasi sulit karena kita berpikir bahwa kita dapat mengatasinya sendiri. Namun jika itu yang menjadi sikap kita, kita belum berada dalam kondisi di mana Tuhan akan memberikan pertolongan. Dia ingin agar kita benar-benar merasakan bahwa kita sungguh tak berdaya.

Yesus menceritakan perumpamaan tentang janda dan hakim yang tidak benar untuk mendorong kita agar terus membawa kekuatiran kita kepada Bapa. "Jika kita tidak tekun dalam mencari pertolongan Tuhan, kita dapat menjadi jemu" (Luk 18:1). Karena usaha kita sendiri tidaklah cukup. Dan Allah, tidak seperti si hakim yang tidak benar,rindu untuk menolong kita.

Masalah apa yang sedang Anda hadapi? Anda memilih berkelahi atau berdoa? -- MRD II

CARA TERBAIK UNTUK TETAP TEGAK ADALAH BERLUTUT

Sumber: Renungan Harian

Minggu, 01 Januari 2023

Mengolah Pikiran 

Bacaan: Filipi 4:8-9 

Riset membuktikan bahwa sumber penyakit yang paling besar berasal dari pikiran. Oleh karena itu, para psikolog selalu menganjurkan agar kita selalu berpikir positif.

Rasul Paulus pernah menasihati dengan hal yang serupa, tetapi tak sama. Dia menasihati jemaat di Filipi agar mereka selalu memikirkan hal-hal yang benar, mulia, adil, suci, manis, sedap didengar, kebajikan, dan yang patut dipuji (8). Nasihat itu diawali dengan sebuah perkataan yang sangat terkenal, yakni "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan" (lih. 4:4). Jadi, nasihat untuk memikirkan semua hal yang baik bertujuan agar jemaat di Filipi dapat hidup dengan penuh sukacita. Artinya, kemampuan mengolah pikiran menentukan kebahagiaan seseorang.

Selain itu, Rasul Paulus juga menasihati jemaat di Filipi agar melakukan semua yang telah mereka pelajari, terima, dengar, dan lihat darinya (9). Semua itu menjadi sebuah kerangka untuk memperoleh kehidupan yang bersukacita dalam Tuhan. Rasul Paulus yang telah mempelajari dan melakukan firman Allah pasti mengajarkan kehidupan yang bermakna.

Rasul Paulus tidak dalam keadaan yang baik-baik saja ketika menulis surat ini. Karena faktanya, dia sedang berada di dalam penjara. Alasan yang membuatnya tetap bisa bersukacita dalam keadaan sulit adalah karena dia mampu mengolah pikirannya. Dia tidak menyalahkan Tuhan atas keadaan yang dialaminya. Sebaliknya, dalam keadaan sulit sekalipun, dia mampu memikirkan kebaikan-kebaikan Tuhan yang telah dia alami.

Kita melewati tahun demi tahun dengan berbagai suka dan duka. Tidak semua berjalan mulus. Ada banyak hal yang bisa menjadi dalih kita untuk mengeluh dan marah kepada Tuhan. Akan tetapi, ada banyak sisi lain yang dapat kita tinjau, yakni kebaikan-kebaikan yang Tuhan sudah kerjakan bagi kita.

Menapaki waktu-waktu ke depan, kita perlu selalu ingat kebaikan Tuhan pada masa lalu. Pikirkan dan jadikanlah itu disiplin rohani untuk melakukan firman Tuhan dengan setia, niscaya kita akan melangkah dengan penuh harapan dan menjalani hidup dengan penuh makna. [YGM]

Sumber: Santapan Harian