Senin, 31 Juli 2023

CARILAH ...

Bacaan: Mazmur 55:2-8,23

NATS: Sekiranya aku diberi sayap seperti merpati, aku akan terbang dan mencari tempat yang tenang (Mazmur 55:7)

Sebuah iklan televisi berbunyi, "Apa yang Anda cari ketika stres?" Kemudian iklan itu menyarankan, "Carilah [produk kami]." 

Banyaknya cara yang dicoba orang untuk mengatasi stres yang serius dalam hidup ini adalah sebanyak jumlah orang yang ada. Mabuk-mabukan. Menyalahkan Allah. Makan banyak. Memendam perasaan. Menyalahkan orang lain. Berbagai respons ini bisa menenangkan kita, tetapi itu hanyalah cara sementara untuk melarikan diri dari masalah. Tak satu pun produk yang kita cari dapat menyingkirkan masalah-masalah itu. 

Dalam Mazmur 55, Raja Daud menggambarkan hasratnya untuk melarikan diri dari kesulitan, "Hatiku gelisah .... 'Sekiranya aku diberi sayap seperti merpati, aku akan terbang dan mencari tempat yang tenang'" (ayat 5,7). Setelah pengkhianatan Ahitofel, teman sekaligus penasihatnya, yang meninggalkannya untuk membantu musuhnya, Daud ingin menyingkir (ayat 13,14; baca 2Samuel 15). Dalam mazmur ini ia menyatakan betapa ia mencari Allah dalam kepedihannya (ayat 5,6,17). 

Apakah yang sedang kita cari? Seorang penulis bernama Susan Lenzkes menyarankan agar kita mencari Tuhan dan mencurahkan isi hati kita kepada-Nya. Ia menulis, "Tidak ada salahnya apabila kita mencurahkan segala keraguan, kepedihan, dan kemarahan yang mendalam kepada Pribadi Yang Tidak Terbatas itu, Dia tidak akan terluka .... Karena kita memukul dada-Nya dari dalam pelukan-Nya" --AMC 

Umat kristiani, saat jalanmu gelap gulita, 
Saat pandanganmu tergenang air mata, 
Datanglah segera kepada Allah Bapamu, 
Curahkanlah kepada-Nya segala masalahmu. --Anon. 

SAAT KITA MENYERAHKAN MASALAH KITA DI DALAM TANGAN-NYA DIA AKAN MENEMPATKAN DAMAI SEJAHTERA DI DALAM HATI KITA

Sumber: Renungan Harian

Minggu, 30 Juli 2023

MENJAGA KATA-KATA

Bacaan: Yakobus 3:1-12

NATS: Dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi (Yakobus 3:10)

Saya sangat memerhatikan tatabahasa yang baik. Sebagai seorang penulis dan mantan guru bahasa, saya merasa terganggu saat mendengar seseorang memakai kata yang salah, padahal saya rasa ia seharusnya tahu mana yang benar. Sebagai contoh, penggunaan kata "kami" atau "kita", atau penggunaan kata "daripada" dan "dari". Kita sudah memiliki kaidah penggunaan bahasa yang tepat sehingga kuping saya geli saat mendengar kata-kata yang melanggar kaidah. 

Ada penggunaan kata lain yang salah kaprah, dan ini jauh lebih parah. Ini terjadi ketika kata yang diucapkan orang kristiani tidak sesuai dengan standar yang diharapkan Allah. Setiap kali kita mengucapkan kata-kata kasar, kotor, atau jorok, berarti kita melanggar kaidah Allah yang jelas. 

Apabila kita menyebut nama Allah dalam bentuk apa pun secara tidak hormat atau dengan cara yang tidak memuliakan-Nya, berarti kita mendukakan Dia (Keluaran 20:7). Jika kita membuat lelucon mengenai perbuatan dosa, berarti kita telah mengucapkan kata-kata yang tidak seharusnya (Efesus 5:12). Atau jika kita terlibat dalam percakapan yang tidak pantas (5:4), berarti kita telah mempermalukan nama Kristus. 

Yakobus berkata, "Dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi" (Yakobus 3:10). Cara bicara seperti ini adalah suatu kemunafikan. 

Mengendalikan lidah kita memang hal yang sulit karena lidah adalah "sesuatu yang buas" (ayat 8). Karena itu, demi kemuliaan Allah dan dengan menghormati kaidah-Nya, marilah kita menjaga ucapan kita —JDB 

SETIAP KALI ANDA BERBICARA 
BENAK ANDA SEDANG DIPERTONTONKAN

Sumber: Renungan Harian

Sabtu, 29 Juli 2023

Langkah Sederhana untuk Saat Teduh Anda

Bacaan Hari ini:
Amsal 21:5 “Rancangan orang rajin semata-mata mendatangkan kelimpahan, tetapi setiap orang yang tergesa-gesa hanya akan mengalami kekurangan.”

Melakukan saat teduh sama seperti banyak aktivitas lain yang Anda lakukan dalam hidup, setidaknya dalam satu hal. Alkitab mengatakan, “Rancangan orang rajin semata-mata mendatangkan kelimpahan, tetapi setiap orang yang tergesa-gesa hanya akan mengalami kekurangan” (Amsal 21:5).

Jika Anda belum pernah melakukan saat teduh sebelumnya, kemungkinan besar Anda tidak tahu langkah yang tepat dan mudah untuk melakukannya. Kesederhanaan itu penting dalam rencana apa pun yang Anda upayakan. Bila Anda membuatnya rumit, kemungkinan besar Anda akan keluar jalur. Yang sangat Anda perlukan untuk saat teduh yang efektif ialah Alkitab dan buku catatan.

Jadi, seperti apakah langkah saat teduh yang efektif itu?

Berdiam diri di hadapan Tuhan. Alkitab menyebutnya "menantikan Tuhan.” Mulailah dengan sesederhana duduk dan diam.

Berdoa singkat. Mulailah dengan doa. Mintalah Tuhan untuk memberikan Anda kejelasan, fokus penuh, serta ketajaman saat Anda membaca firman-Nya.

Baca perlahan-lahan. Di sinilah percakapan Anda dengan Tuhan dimulai. Dia mulai berbicara kepada Anda melalui firman-Nya, dan kemudian Anda membalasnya melalui doa. Baca Alkitab secara perlahan. Jangan membaca terlalu cepat atau terlalu banyak. Semakin lambat Anda membaca, semakin Anda didorong untuk memikirkan apa yang sedang Anda baca.

Renungkan firman-Nya. Luangkan waktu untuk mencerna apa yang sedang Tuhan sampaikan. Lakukanlah layaknya sapi yang sedang mengunyah makanan. Renungkanlah berulang kali dalam pikiran Anda.

Tulis apa yang Anda pelajari. Ketika Tuhan berbicara pada Anda lewat firman-Nya, berfokuslah hanya pada apa yang Dia ingin Anda catat. Menuliskan hasil pembelajaran Anda akan membantu Anda mengingat apa yang telah Tuhan ungkapkan.

Berdoa kembali. Tetaplah fokus. Bersyukurlah pada Tuhan atas apa yang telah Dia tunjukkan pada Anda di dalam firman-Nya. Bicarakanlah dengan Tuhan apa yang telah Dia nyatakan kepada Anda. Beri tahu Dia apa yang Anda pikirkan akan hal itu. Sampaikan juga tentang hal-hal lain yang ada di pikiran Anda.

Tidak hanya ada satu metode untuk melakukan saat teduh. Akan tetapi, mulailah dengan rencana yang serupa dengan yang kita pelajari ini, dan Anda akan segera mendapati, seperti yang dijanjikan Amsal 21 bahwa rancangan orang rajin akan mendatangkan kelimpahan!

Renungkan hal ini:
- Pernahkah Anda menganggap waktu saat teduh Anda sebagai suatu percakapan yang intim dengan Tuhan? Mengapa atau mengapa tidak?
- Gangguan-gangguan apa yang perlu Anda singkirkan agar dapat berdiam diri di hadapan Tuhan?
- Mengapa terkadang sulit untuk membaca Alkitab secara perlahan dan merenungkan apa yang dikatakan-Nya?

Luangkan waktu untuk sungguh-sungguh fokus dan mendapatkan pengenalan pribadi Anda dengan Tuhan.

(Diterjemahkan dari Daily Devotional by Rick Warren)

Jumat, 28 Juli 2023

Hanya Masalah Kecil?

Bacaan: BILANGAN 33:50-56

"Tetapi jika kamu tidak menghalau penduduk negeri itu dari depanmu, maka orang-orang yang kamu tinggalkan hidup dari mereka akan menjadi seperti selumbar di matamu dan seperti duri yang menusuk lambungmu, dan mereka akan menyesatkan kamu di negeri yang ka (Bilangan 33:55)

Setelah membeli beberapa potong ayam penyet sesuai pesanan istri, saya langsung pulang. Hari itu saya lembur, sehingga sampai di rumah sudah malam. Karena lapar, saya langsung makan ayam penyet dan nasi hangat. "Cuci tangan dulu, " kata istri mengingatkan. Ucapannya tidak saya hiraukan. Saya cenderung tergesa-gesa untuk bertindak, enggan cuci tangan. Subuh, sekitar pukul dua, saya diare. Tidak cuci tangan yang saya anggap hanya masalah kecil, jadi masalah serius. Hari itu saya ijin tidak masuk kerja karena kelalaian saya sendiri.

"Haruslah kamu menghalau semua penduduk negeri itu dari depanmu dan membinasakan segala batu berukir kepunyaan mereka; juga haruslah kamu membinasakan segala patung tuangan mereka dan memusnahkan segala bukit pengorbanan mereka" (ay. 52). Kenapa Tuhan serius terhadap masalah yang sepertinya kecil, yaitu menghalau semua penduduk negeri Kanaan? Bukankah secara fisik mereka tidak berbahaya setelah daerahnya ditaklukkan? Karena Tuhan tahu, penduduk Kanaan kalau dibiarkan bergaul dengan bangsa Israel, pasti menyesatkan bangsa Israel yang mendiami tanah perjanjian. Hal ini terbukti. Kalau kita baca kitab Hakim-hakim, bangsa Israel disesatkan karena menolak menghalau penduduk negeri itu (Hak 2:12).

Jangan pernah menganggap kecil nasihat sesederhana apa pun, dan jangan pernah mengecilkan masalah yang kita tahu itu salah atau dosa. Ingat, hal-hal kecil berdampak besar pada masa kini dan masa depan kita. Marilah kita belajar taat kepada Firman Tuhan dan kepada nasihat orang-orang yang mengasihi kita. --RTG/www.renunganharian.net

JANGAN PERNAH MENGECILKAN MASALAH
YANG KITA TAHU ITU SALAH ATAU DOSA.

Kamis, 27 Juli 2023

Menerima Diri Sendiri dalam Api Duka dan Sengsara

... apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini. Bapa, muliakanlah nama-Mu! — Yohanes 12:27-28

Sebagai seorang yang dikuduskan Allah, tidaklah sepatutnya untuk meminta agar duka dan sengsara serta kesulitan dijauhkan dari kehidupan saya. Seharusnya saya meminta agar Allah melindungi saya sehingga saya tetap menjadi untuk apa Dia menciptakan saya, walaupun di dalam api duka dan sengsara.

Tuhan kita menerima diri-Nya sendiri, menerima tugas pekerjaan-Nya dan menyadari maksud tujuan-Nya, di tengah-tengah api duka dan sengsara. Dia diselamatkan bukan dari saat itu, melainkan keluar dari saat itu.

Kita berkata bahwa seharusnya tidak ada duka dan sengsara, tetapi nyatanya ada, dan kita harus menyambut dan menerima diri kita sendiri di dalam apinya. Jika kita berusaha mengelak dari duka dan sengsara, menolak berurusan dengannya, maka kita bodoh. Duka dan sengsara adalah salah satu fakta terbesar dalam kehidupan, dan tidak ada gunanya untuk mengatakan bahwa tidak seharusnya demikian. Dosa, duka, sengsara dan penderitaan itu ada, dan kita tidak berhak untuk berkata bahwa Allah telah berbuat salah dalam mengizinkan keberadaan dari ketiga hal itu.

Duka dan sengsara menyingkirkan kedangkalan seseorang, tetapi tidak selalu membuat orang tersebut menjadi lebih baik. Penderitaan membuat saya mengenali atau menemukan diri sendiri atau sebaliknya, dapat menghancurkan saya. Anda tidak dapat menemukan atau menerima diri sendiri melalui keberhasilan, karena Anda akan terbius oleh kesombongan. Dan, Anda tidak dapat menerima diri sendiri melalui keadaan hidup sehari-hari yang monoton karena telah terbiasa dengan keadaan Anda. Satu-satunya cara untuk menemukan diri sendiri ialah di dalam api duka dan sengsara. Mengapa harus demikian tidaklah penting. Faktanya adalah hal yang benar di dalam Alkitab dan dalam pengalaman manusia.

Anda dapat mengenali orang yang telah mengalami api duka dan sengsara, dan telah menerima dirinya sendiri. Anda tahu bahwa Anda dapat pergi kepadanya pada saat kesukaran dan mendapati bahwa dia terbuka meluangkan waktunya bagi Anda.

Akan tetapi, jika seseorang belum mengalami api duka dan sengsara, dia cenderung bersikap memandang rendah orang lain, tidak menaruh hormat, atau tidak punya waktu bagi orang lain. Jika Anda mau menemukan dan menerima diri sendiri di dalam api duka dan sengsara, Allah akan menjadikan Anda berkat bagi orang lain.

Sumber: My Utmost (Oswald Chambers)

Rabu, 26 Juli 2023

Renungan Pagi

Naiklah ke atas gunung yang tinggi! [Yesaya 40:9]

Pengetahuan kita tentang Kristus mirip dengan mendaki salah satu gunung Wales. Engkau dapat melihat [gunung] saat di dasar, tetapi hanya sebagian kecil: gunung itu terlihat hanya setengah dari tinggi sebenarnya. Di perbatasan sebuah lembah kecil, engkau menemukan semua yang langka kecuali anak sungai beriak terbawa arus dibawah kaki gunung. Panjat bukit yang pertama, dan lembah pun semakin panjang dan lebar dibawah kakimu. Semakin tinggi, dan engkau melihat negeri sekitar empat atau lima mil jauhnya, dan engkau akan sangat gembira dengan pemandangan yang meluas.

Semakin naik, dan pemandangan semakin luas; sampai akhirnya, ketika engkau berada di puncak, dan melihat ke timur, barat, utara, dan selatan, engkau melihat hampir seluruh Inggris terbentang di hadapan engkau. Di sebelah sana adalah hutan di beberapa negeri jauh, mungkin sekitar dua ratus mil jauhnya, dan ada laut, dan ada sungai bersinar dan cerobong asap dari pabrik manufaktur, atau tiang-tiang dari kapal di pelabuhan yang sibuk. Semua hal ini menyenangkan dan menggembirakan engkau, dan engkau berkata, "Aku tidak dapat membayangkan bahwa begitu banyak yang dapat dilihat dari ketinggian ini." 

Nah, begitu pula kehidupan orang Kristen. Ketika kita pertama percaya dalam Kristus, kita dapat melihat [keindahan-Nya] tetapi hanya sedikit. Semakin tinggi kita mendaki, semakin banyak kita temukan keindahan-Nya. Tetapi siapa yang pernah mencapai puncak? Siapa yang mengenal tinggi dan dalamnya kasih Kristus, yang melampaui segala pengetahuan? [Ef 3:19] Paulus, ketika tua, duduk dengan berambut putih, menggigil dalam penjara bawah tanah di Roma, dapat berkata dengan penekanan lebih baik daripada kita, "Karena aku tahu kepada siapa aku percaya," [2 Tim 1:12] sebab setiap pengalaman sama seperti mendaki bukit, setiap pencobaan sama seperti memanjat puncak lain, dan kematiannya sama seperti mencapai puncak gunung, di mana dia dapat melihat seluruh kesetiaan dan kasih-Nya, yang kepada-Nya seluruh hidupnya sudah diserahkan. Naiklah, hai teman tersayang, ke gunung yang tinggi.

Sumber: Renungan Pagi (diterjemahkan dari Morning and Evening: Daily Readings, Charles H. Spurgeon).

Selasa, 25 Juli 2023

Filsuf dan Filosofinya

Ada seorang filsuf yang menaiki sebuah perahu kecil ke suatu tempat. Karena merasa bosan dalam perahu, kemudian dia pun mencari pelaut untuk berdiskusi.

Filsuf menanyakan kepada pelaut itu: “Apakah Anda mengerti filosofi?”

“Tidak mengerti,” jawab pelaut.

“Wah, sayang sekali, Anda telah kehilangan setengah dari seluruh kehidupan Anda. Apakah Anda mengerti matematika?” filsuf tersebut bertanya lagi.

“Tidak mengerti juga,” jawab pelaut tersebut.

Filsuf itu menggelengkan kepalanya seraya berkata, “Sayang sekali, bahkan Anda tidak mengerti akan matematika. Berarti Anda telah kehilangan lagi setengah dari kehidupan Anda.”

Tiba-tiba ada ombak besar, membuat perahu tersebut terombang-ambing. Ada beberapa tempat telah kemasukan air.

Perahu tersebut akan tenggelam, filsuf tersebut ketakutan. Seketika, pelaut pun bertanya pada filsuf, “Tuan, apakah Anda bisa berenang?”

Filsuf dengan cepat menggelengkan kepalanya dan berkata, “Saya tidak bisa, cepat tolonglah saya.”

Pelaut menertawakannya dan berkata, “Berenang Anda tidak bisa, apa arti dari kehidupan Anda? Berarti Anda akan kehilangan seluruh kehidupan Anda.”

Semua orang sebenarnya memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Bangga atas prestasi itu wajar saja, tetapi jangan sampai membuat diri sendiri menjadi sombong maupun angkuh akan prestasi tersebut. Ingatlah, selalu ada yang lebih pintar dari kita. Dan kita juga masih perlu belajar dari kelebihan orang lain.

"Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan." (Amsal 16:18)

Sumber: Renungan Kristen

Senin, 24 Juli 2023

Tetapi Jangan Sekarang!

Bacaan: Zakharia 5:5-11

sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita.
- Mazmur 103:12

Sebagaimana penglihatan keempat paralel dengan penglihatan kelima, dan penglihatan ketiga dengan keenam, demikian pula penglihatan yang kita baca hari ini paralel dengan penglihatan kedua. Jika penglihatan kedua berbicara tentang lingkaran dosa yang akan Tuhan putuskan, penglihatan ini seolah melanjutkan dengan mengisahkan bahwa dosa-dosa ini akan dibuang jauh-jauh dari umat-Nya.

Perempuan dalam gantang menggambarkan kejahatan dan kefasikan umat Tuhan. Ia dibawa ke tanah Sinear, yakni salah satu kota besar di Babel. Para ahli biblika berbeda pendapat soal bagaimana menafsirkan penglihatan ini. Ada yang mengatakan bahwa untuk menghilangkan kefasikan, Tuhan harus menghukum umat-Nya dahulu dengan cara membuang mereka ke tanah Babel. Yang lain mengatakan bahwa karena Sinear adalah tempat penyembahan berhala, dan berhala-berhala adalah setan-setan, maka penglihatan ini mengenai Tuhan yang mengembalikan dosa kepada sumbernya. Ada pula yang menafsirkan bahwa Tuhan membuang dosa dan kejahatan jauh-jauh dari umat-Nya secara permanen, oleh karena itulah perempuan tersebut diberi rumah.

Apa pun penafsirannya, poinnya adalah bahwa Tuhan tidak ingin umat-Nya hidup berdampingan dengan dosa. Sayang sekali, seringkali yang ingin hidup berdampingan dengan dosa adalah umat-Nya sendiri! Saya jadi ingat doa Bapa Gereja Agustinus ketika masih bergumul dengan dosa seksualnya, berikan kepadaku kesucian seksual dan penguasaan diri, tetapi jangan sekarang! (give me chastity and continence, but not yet!)

Kita semua punya dosa-dosa favorit yang tidak rela kita lepaskan. Apakah itu dosa seksual, seperti Bapa Gereja Agustinus, atau hal-hal lain yang membawa nikmat kini tetapi laknat di masa depan. Berjudi, hidup foya-foya, menghabis-habiskan waktu, kemalasan, memeras mereka yang secara status berada di bawah kita, menghina orang, berbohong, menipu rekan bisnis, bersungut-sungut, dan sebagainya. Tuhan rindu menjauhkan semua ini dari hidup kita. Namun, kita sendiri harus mau berubah dan berhenti mengatakan, “Tetapi jangan sekarang, Tuhan!”

Mintalah kekuatan dari Penebus kita, Tuhan Yesus, untuk mengambil komitmen tidak melakukan dosa favorit Anda hari ini. Jika Anda berhasil, bersyukurlah dan lanjutkan komitmen Anda seterusnya mulai esok hari. Jika Anda gagal, mohon ampun kepada-Nya dan jangan putus asa. Tuhan pasti akan menjauhkan Anda dari dosa Anda.

Refleksi Diri:

Apa dosa-dosa favorit yang Anda nikmati ketika melakukannya? Apakah Anda sudah meminta Tuhan untuk menjauhkan dosa-dosa tersebut?

Apa komitmen yang bisa Anda lakukan untuk berhenti melakukannya?

Sumber: Renungan GII Hok Im Tong

Minggu, 23 Juli 2023

Kisah 2 Ekor Kambing

Suatu ketika 2 ekor kambing gunung bertemu di suatu lorong yang sempit yang hanya dapat dilewati salah satu di antara mereka. Di sebelah kiri mereka terdapat jurang yang dalam dan di sebelah kanan ada sebuah danau. Kedua binatang itu saling berpandangan. Apa yang harus mereka lakukan? Mereka tak dapat berjalan balik karena terlalu berbahaya. Mereka tak dapat berputar karena lorong terlalu sempit.

Setelah beberapa saat, seekor kambing berbaring pada jalan yang kecil itu, dan mengembik memberi tanda kepada kambing yang satunya supaya berjalan di atasnya. Dan selamatlah keduanya dari kecelakaan.

Dalam kehidupan sehari-hari terkadang kita memiliki ego yang besar, tidak mau saling mengalah dan mempertahankan pendapat sendiri yang benar. Bahkan berdebat sesuatu yang tidak penting, hingga akhirnya persahabatan berakhir. Apabila salah satu mengalah dan memberikan ruang untuk orang lain maka pertemanan tentu bisa lebih lama. Selain itu juga menghemat energi dan waktu kita.

Kambing-kambing itu tidak saling menanduk dan berkelahi untuk mempertahankan jalannya supaya selamat. Manusia justru kadang-kadang tidak lebih bijak dari kedua kambing di atas, saling merendahkan diri untuk "memberi jalan" ketika "papasan" dengan yang lain!

"...hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga." (Filipi 2:3-4)

Sumber: Renungan Kristen

Sabtu, 22 Juli 2023

Pencuri Dalam Rumah

Bacaan: Zakharia 5:1-4

Karena sekarang telah tiba saatnya penghakiman dimulai, dan pada rumah Allah sendiri yang harus pertama-tama dihakimi - 1 Petrus 4:17a

Beberapa hari yang lalu, kita merenungkan penglihatan tentang Yerusalem yang tidak bertembok (Zak. 2:1-5). Seolah menjadi kelanjutan bagian tersebut, penglihatan yang keenam ini paralel dengan bagian tersebut.

Jika pada penglihatan ketiga kita belajar mengenai Tuhan yang akan melindungi umat-Nya dari luar, kini kita membaca mengenai Tuhan yang akan melindungi umat-Nya dari dalam. Gulungan kitab menggambarkan firman dan ketetapan-ketetapan yang Tuhan telah berikan bagi umat-Nya, sekaligus peringatan akan hukuman yang akan menimpa mereka yang sudah mengetahui kebenaran, tetapi tetap melanggar. Mengapa masih perlu ada peringatan akan penghukuman? Karena rupanya di dalam kumpulan orang-orang yang mengaku percaya pada Tuhan pun, masih ada musuh dalam selimut! Mereka digambarkan dalam penglihatan ini sebagai pencuri.

Ahh, yang benar? Mana mungkin ada orang-orang seperti ini di gereja? Jangan terlalu naif. Sekadar peringatan saja, banyak orang yang berada di dalam gereja, tetapi sebenarnya membenci gereja, entah secara sadar maupun tidak. Mereka yang memecah-belah gereja, yang bisanya hanya mengkritik dan menjelek-jelekkan gereja, bahkan yang merasa gereja tidak akan berjalan jika mereka tidak ada. Mereka-mereka inilah yang dikatakan “pencuri”.

Seorang hamba Tuhan pernah mengatakan kepada saya bahwa ia berencana menulis buku berjudul “dibohongi gereja” yang berisi kesaksian tentang kepahitan-kepahitan yang dialaminya selama berjemaat dan melayani sebagai hamba Tuhan gereja. Saya tahu ia tidak sedang bercanda. Kebodohan saya pada waktu itu adalah tidak menegurnya. Saya hanya mengatakan, “Tidak semua gereja seperti itu.” Seharusnya saya mengingatkan bahwa ia adalah hamba Tuhan yang harus mencintai gereja. Jika melihat ada kekurangan dalam gereja, kita seharusnya mempelajari lebih dalam mengapa kekurangan tersebut terjadi, sekaligus berusaha memperbaikinya.

Tidak ada gereja yang sempurna. Inilah mengapa penglihatan keenam ini diberikan. Selama masih di bumi, lalang masih tumbuh bersama gandum (Mat. 13:24-30). Jangan-jangan kita yang merasa dikelilingi terlalu banyak lalang di gereja, lantas menjelek-jelekkan dan memecah-belah tubuh Kristus yang dikasihi-Nya, justru adalah lalang-lalang itu sendiri. Jika iya, segeralah bertobat. Penglihatan ini berbicara tentang kita, para “pencuri” di rumah Tuhan yang masih bebas dari hukuman.

Refleksi Diri:

Apakah Anda memiliki pengalaman-pengalaman pahit selama bergereja? Mengapa pengalaman tersebut terjadi? Apakah semata-mata karena kesalahan orang lain ataukah Anda memiliki andil di dalamnya?

Bagaimana selama ini cara Anda mengkritik gereja tempat Anda berjemaat? Apakah Anda sudah memberikan andil membangun gereja dari kritikan Anda?

Sumber: Renungan GII Hok Im Tong

Jumat, 21 Juli 2023

Dia Menjadikan Kita Baru

Kumpulkanlah potongan-potongan yang lebih supaya tidak ada yang terbuang. –Yohanes 6:12

Ayat Bacaan & Wawasan:
Yohanes 6:5-13

Sebagai seorang pegawai yang sering bepergian, Shawn Seipler berkutat dengan sebuah pertanyaan yang janggal. Akan dikemanakan sisa sabun batangan di kamar hotel? Seipler berpikir, daripada menjadi sampah dan dibuang, jutaan sisa sabun batangan itu dapat dijadikan sabun baru. Ia pun meluncurkan Clean The World, sebuah usaha daur ulang yang telah membantu lebih dari delapan ribu hotel, kapal pesiar, dan resor untuk mengolah berton-ton sisa sabun menjadi sabun batangan baru yang telah dibentuk ulang dan disterilisasi. Sabun-sabun hasil daur ulang itu kemudian dikirimkan ke orang-orang yang membutuhkannya di lebih dari seratus negara, untuk membantu mencegah berbagai penyakit bahkan kematian yang terkait dengan kebersihan.

Seipler berkata, “Saya tahu kedengarannya lucu, tetapi sabun batangan kecil di kamar hotel kita benar-benar dapat menyelamatkan nyawa.”

Mengumpulkan sesuatu yang kotor atau bekas pakai lalu menjadikannya baru adalah salah satu bentuk kasih Juruselamat kita, Yesus Kristus. Bahkan setelah memberi makan lima ribu orang dengan lima potong roti dan dua ekor ikan, Dia masih berkata kepada murid-murid-Nya, “Kumpulkanlah potongan-potongan yang lebih supaya tidak ada yang terbuang” (Yoh. 6:12).

Dalam hidup ini, ketika kita tidak lagi merasa berguna, Allah justru melihat yang sebaliknya. Bagi Dia, diri kita bukanlah sesuatu yang sia-sia melainkan karya-Nya yang ajaib. Di mata-Nya, kita tidak pernah dianggap sebagai buangan, melainkan pribadi dengan potensi ilahi yang berguna bagi pekerjaan-Nya. “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang” (2 Kor. 5:17). Siapa yang menjadikan kita baru? Kristus, yang berdiam di dalam kita (Patricia Raybon).

Renungkan dan Doakan
Kapan Anda pernah merasa kurang berharga? Bagaimana Yesus telah memberi Anda hidup baru?

Ya Bapa, saat aku merasa tidak berharga, mampukanlah aku untuk melihat hidupku yang baru di dalam-Mu.

Sumber: Our Daily Bread

Kamis, 20 Juli 2023

MENGENDALIKAN NAFSU

[[Taruhlah sebuah pisau pada lehermu, bila besar nafsumu!]] (Amsal 23:2)

Seorang ibu menasihati anak remajanya yang mulai terlihat mengalami obesitas [kegemukan], “Jangan malas berolahraga, Nak, agar berat badanmu ideal. Berenanglah dengan teratur agar kamu menjadi lebih kurus. Kamu khan bisa berenang. Kalau kamu tidak bisa mengendalikan nafsu makanmu, imbangi dengan berenang agar menjadi kurus.”

Anak itu pun menjawab, “Kalau berenang teratur bisa membuat badan menjadi kurus, mengapa ikan Paus tetap saja besar badannya, Bu?”

Salah satu pergumulan manusia modern adalah mengendalikan berat badan. Di tengah pesatnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya daya beli, maka konsumsi pun mengalami peningkatan drastis. Dulu restoran hanya buka pada jam-jam tertentu saja, kini ada beberapa tempat yang buka 24 jam. Tidak mungkin kita hanya duduk-duduk dan berbicang-bincang, bukan? Minuman dan makanan berkalori tinggi pun tak jarang kita santap pada jam yang tidak tepat. Akibatnya, kita mengalami obesitas. Apalagi kalau kita juga malas berolahraga.

“Taruhlah sebuah pisau pada lehermu, bila besar nafsumu!” (Amsal 23:2). Amsal ini tentu saja menggunakan gaya bahasa hiperbola yang ingin menegaskan suatu makna tertentu. Menaruh pisau di leher adalah gambaran tindakan “mengancam” diri sendiri ketika hasrat untuk makan itu menjadi besar. Keinginan untuk menikmati makanan selalu ada, sementara tawaran atau godaan selalu tersedia. Dengan demikian, pengendalian diri menjadi satu hal yang hakiki.

Kendalikanlah nafsu makan sebelum ia mengendalikan diri kita (Wahyu Pramudya).

Sumber: Amsal Hari Ini 

Rabu, 19 Juli 2023

Ibadah Sejati

Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka. –Yakobus 1:27

Ayat Bacaan & Wawasan:
Yakobus 1:19-27

Pada musim panas setelah tahun kedua saya di bangku kuliah, seorang teman sekelas tiba-tiba meninggal dunia. Padahal baru beberapa hari sebelumnya kami bertemu dan ia terlihat baik-baik saja. Kami masih muda dan merasakan hidup sedang jaya-jayanya. Kami bahkan baru saja mengikat janji persaudaraan dalam komunitas mahasiswa di kampus.

Namun, yang paling saya ingat mengenai kematian teman saya ini adalah menyaksikan bagaimana teman-teman sepersaudaraan kami menerapkan apa yang disebut Yakobus sebagai “ibadah yang murni” (Yak. 1:27). Teman-teman dalam komunitas mahasiswa tadi berlaku seperti saudara laki-laki bagi adik perempuan teman kami. Mereka menghadiri pesta pernikahannya, bahkan datang jauh-jauh untuk menghadiri acara tujuh bulanan kehamilannya, bertahun-tahun setelah teman kami meninggal. Salah seorang dari mereka bahkan memberikan ponsel kepada sang adik supaya ia dapat menghubunginya jika membutuhkan sesuatu.

Ibadah sejati, menurut Yakobus, adalah “mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka” (ay. 27). Meski adik teman kami bukan yatim piatu secara harfiah, ia sudah tidak memiliki saudara laki-laki. “Saudara-saudara” barunya itulah yang mengisi kekosongan itu.

Inilah yang dapat dilakukan oleh kita semua yang ingin mempraktikkan kehidupan yang sejati dan murni di dalam Yesus, yakni “menjadi pelaku firman” (ay. 22), termasuk memperhatikan mereka yang membutuhkan (2:14-17). Iman kita kepada Allah memanggil kita untuk menolong yang lemah sambil tetap menjaga diri dari pengaruh buruk dunia dengan pertolongan-Nya. Itulah ibadah sejati yang berkenan kepada Allah (Katara Patton)

Renungkan dan Doakan
Pernahkah Anda melihat ibadah sejati diterapkan? Bagaimana Anda dapat menunjukkan iman yang murni itu kepada sesama?

Bapa Surgawi, tuntunlah aku dan celikkan mataku untuk melihat siapa saja yang paling membutuhkan pertolonganku.

Sumber: Our Daily Bread

Selasa, 18 Juli 2023

Merenungkan Firman Tuhan

Bacaan Hari ini:
Yosua 1:8 “Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung.”

Jika saya mengingat kembali khotbah-khotbah luar biasa dan pengajaran Alkitab yang mendalam, saya jadi bertanya-tanya bagaimana para pengajar ini menemukan makna dan hikmat yang luar biasa dari kebenaran firman Tuhan. Itulah alasan saya menulis buku pertama saya lebih dari 40 tahun yang lalu: untuk membantu orang-orang seperti saya. Metode Belajar Alkitab Rick Warren membagikan 12 metode belajar Alkitab, seperti metode meringkas, metode topikal, dan metode ayat demi ayat.

Salah satu favorit saya ialah metode pembelajaran Alkitab dengan meringkas. Bila Anda melakukan metode meringkas ke dalam satu kata, mungkin yang terlintas di benak Anda ialah kata “bermeditasi.” Namun, bagi banyak orang, kata "bermeditasi" adalah sebuah kata yang berkonotasi negatif. Mereka mengaitkannya dengan agama-agama dari Timur atau Zaman Baru. Ketika beberapa orang Kristen berpikir tentang meditasi, mereka membayangkan orang-orang yang melipat tubuh mereka menjadi bentuk pretzel, lalu merenung di atas matras mereka.

Itu mungkin meditasi Timur atau Buddha, tetapi itu bukan meditasi Kristen. Alkitab menggunakan kata “bermeditasi ” sebanyak 29 kali menurut New International Version buat menggambarkan kehidupan orang percaya. Oleh karena itu, Allah ingin Anda bermeditasi.

Dia berjanji bahwa jika Anda merenungkan firman-Nya, Dia akan memberkati Anda. Yosua 1:8 mengatakan “Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung.”

Jadi, bagaimana cara melakukannya? Jika Anda mencari sinonim dari kata "meditasi,” Anda mungkin akan menemukan kata "ruminansia.” Bila Anda bukan seorang peternak, Anda mungkin tidak tahu kata itu. Ruminansia adalah hewan memamah, seperti sapi, yang mengunyak makanananya, kemudian mengeluarkan makanan yang sudah setengah dicerna dari perutnya, kemudian mengunyahnya kembali.

Begini cara kerjanya: Sapi memakan rumput, mengunyahnya, dan mengirimkannya ke perut mereka dengan cepat. Saat tiba di perut, usus akan menyerap semua asam dan bahan kimia lain. Kemudian, setelah beberapa saat, sapi itu memuntahkannya kembali dengan rasa yang baru dan yang telah diperbarui, lalu mengunyah kembali rumput itu dan kemudian melakukan seluruh proses itu lagi. Sapi mengulangi proses ini beberapa kali. Hewan ini mendapatkan setiap ons nutrisi dari rumput.

Begitu pula dengan bermeditasi firman Tuhan; itu adalah pencerahan pikiran.

Cobalah hari ini. Jangan hanya membaca firman Tuhan, tetapi luangkan waktu untuk mengunyahnya—bermeditasi.

Renungkan hal ini:
- Apakah Anda punya tempat, waktu, atau proses bagaimana Anda akan menghabiskan waktu bersama Tuhan? Bagaimana bermeditasi dapat meningkatkan waktu saat teduh Anda bersama Tuhan?
- Apa artinya menjadi “sejahtera” atau "berhasil" bagi Anda seperti yang dikatakan dalam Yosua 1:8? Menurut Anda apa yang Tuhan samakan dengan kesuksesan?
- Pasal mana dalam Alkitab yang akan Anda renungkan hari ini?

Allah ingin Anda mengunyah Firman Tuhan, mencernaNya, dan kemudian mengunyahNya lagi.

(Diterjemahkan dari Daily Devotional by Rick Warren)

Senin, 17 Juli 2023

Di Sinilah Tempat Mencari Dorongan

Bacaan Hari ini:
Roma 15:4 "Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci."

Apakah Anda sedang merasa sedih? Apakah Anda butuh penyemangat hari ini?

Tinggalkan cokelat Anda. Jangan mengasihani diri sendiri. Alih-alih, ambil Alkitab Anda, dan bacalah. Ketika Anda berkecil hati, Anda tak memerlukan rehat untuk minum kopi. Anda memerlukan rehat untuk membaca firman Tuhan.

Allah menganugerahkan kita Alkitab untuk memberikan kita dorongan. Anggaplah Alkitab sebagai peningkat suasana hati Anda.

Alkitab mengatakan dalam Roma 15:4, "Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci."

Perhatikan lagi ayat tersebut. Ada empat kata yang menonjol bagi saya: "segala sesuatu," "Kitab Suci," "penghiburan," dan "pengharapan." Apakah artinya? Segala sesuatu di dalam Alkitab ialah untuk memberikan Anda pengharapan dan penghiburan.

Itu terdengar seperti sebuah pernyataan yang luar biasa—tetapi itu benar adanya! Bahkan bagian-bagian sulit dari firman Tuhan pada akhirnya bertujuan untuk mendorong hidup Anda ke arah yang benar.

Itulah mengapa Anda perlu menghabiskan waktu teduh bersama Tuhan setiap hari. Apa pun sebutan Anda—renungan harian, saat teduh, studi Alkitab—Anda perlu memiliki waktu sendiri dengan-Nya, membaca Firman-Nya, dan berbicara dengan-Nya.

Alkitab mengatakan dalam Mazmur 119:114, “Engkaulah persembunyianku dan perisaiku; aku berharap kepada firman-Mu." 

Jika Anda merasa putus asa dan hilang harapan, saya bisa beri tahu Anda satu hal yang benar, tanpa perlu bertemu dengan Anda: Anda harus menghabiskan waktu di dalam firman Tuhan. Semakin banyak Anda membaca firman-Nya ketika terpuruk, semakin Ia akan mengangkat Anda. Bagaimanapun yang Anda rasakan, bacalah firman Tuhan. Itu penting buat hidup Anda!

Oleh karena itu, lain kali Anda merasa putus asa, begitu Anda pulang, janganlah mencari penghiburan dengan menyalakan televisi, tetapi buka Alkitab Anda dan bacalah.

Renungkan hal ini: 
-  Apa yang Anda tuju saat merasa berkecil hati? Apakah hal-hal tersebut benar-benar memberikan Anda dorongan dan pengharapan?
-  Kita dapat menyelipkan apa pun ke dalam jadwal kita apabila itu penting buat kita. Pernahkah Anda menyelipkan waktu saat teduh ke dalam jadwal harian Anda agar Tuhan dapat mengubahkan Anda?
- Apa ayat-ayat Alkitab yang mendorong Anda ketika Anda merasa putus asa atau bersedih? Jika Anda tidak mempunyainya, pilihlah satu ayat untuk Anda hafalkan hari ini.

Firman Tuhan akan memberi Anda dorongan dan pengharapan yang sejati karena ada kuasa Tuhan di dalamnya. Itulah satu-satunya hal yang punya kuasa untuk mengubah hidup Anda!

(Diterjemahkan dari Daily Devotional by Rick Warren)


Minggu, 16 Juli 2023

SAMPAH HATI

Seorang laki-laki yang berbeda paham dengan seorang guru mengeluarkan kecaman dan kata-kata kasar, meluapkan kebenciannya kepada sang guru.

Sang guru hanya diam, mendengarkannya dengan sabar, tenang dan tidak berkata apa pun. Setelah lelaki tersebut pergi, si murid yang melihat peristiwa itu dengan penasaran bertanya, “Mengapa Guru diam saja tidak membalas makian lelaki tersebut?"

Sang guru pun bertanya kepada si murid, “Jika seseorang memberimu sesuatu, tapi kamu tidak mau menerimanya, lalu menjadi milik siapa kah pemberian itu?”

“Tentu saja menjadi milik si pemberi,” jawab si murid.

“Begitu pula dengan kata-kata kasar itu,” tukas sang guru. “Karena aku tidak mau menerima kata-kata itu, maka kata-kata tadi akan kembali menjadi miliknya. Dia harus menyimpannya sendiri. Dia tidak menyadari, karena nanti dia harus menanggung akibatnya, karena energi negatif yang muncul dari pikiran, perasaan, perkataan, dan perbuatan hanya akan membuahkan penderitaan hidup.”

Sang guru melanjutkan, “Sama seperti orang yang ingin mengotori langit dengan meludahinya. Ludah itu hanya akan jatuh mengotori wajahnya sendiri. Demikian halnya, jika di luar sana ada orang yang marah-marah kepadamu, biarkan saja, karena mereka sedang membuang sampah hati mereka. Jika engkau diam saja, maka sampah itu akan kembali kepada diri mereka sendiri, tetapi kalau engkau tanggapi, berarti engkau menerima sampah itu.

“Hari ini begitu banyak orang di jalanan yang hidup dengan membawa sampah di hatinya, sampah kekesalan, sampah amarah, sampah kebencian, egois dan lainnya, maka jadilah kita orang yang bijak.”

Jika engkau terlalu sulit untuk mengasihi, janganlah membenci.

Jika engkau tak dapat menghibur orang lain, janganlah membuatnya sedih.

Jika engkau tak bisa memuji, janganlah menghujat.

Jika engkau tak dapat menghargai, janganlah menghina.

Saudaraku...

Inilah saatnya kita melatih diri untuk membuang semua sampah/ego yang ada di hati kita.

Sumber: Renungan Kristen

Sabtu, 15 Juli 2023

Meninggikan Diri

Bacaan: ESTER 6

Kata Haman dalam hatinya: "Kepada siapa lagi raja berkenan menganugerahkan kehormatan lebih dari kepadaku?" (Ester 6:6)

Tidak sedikit dalam olahraga, seorang atlet atau sebuah tim yang begitu diunggulkan pada suatu pertandingan ternyata kalah dari lawan yang tidak diunggulkan. Mereka terlalu percaya diri bahwa merasa pasti akan menang karena kemampuan dan rekor bertandingnya, sehingga terkadang memandang remeh lawannya. Itulah yang justru menjatuhkan mereka.

Mordekhai tercatat dalam kitab pencatatan sejarah di mana ia telah melaporkan dua orang yang berikhtiar membunuh Raja Ahasyweros. Karena ternyata Mordekhai tidak dianugerahkan suatu apapun atas perbuatannya, maka raja ingin memberikan penghormatan dan kebesaran kepadanya.

Rencana ini tidak diketahui oleh Haman yang baru saja datang di pelataran istana. Ketika raja bertanya kepadanya, apakah yang harus dilakukan kepada orang yang raja berkenan menghormatinya, maka ia merasa dan berpikir bahwa orang yang dimaksud raja adalah dirinya, kepada siapa lagi? Pastilah Haman sangat terkejut ketika ternyata orang yang dimaksud raja adalah Mordekhai, seorang Yahudi yang begitu ia benci dan akan disulakannya di tiang. Haman bahkan harus mengarak Mordekhai dan menyerukan bahwa Mordekhai dihormati oleh raja. Akhirnya Haman pulang dengan sedihnya.

Sering kali dalam keseharian, kita bertemu dan berelasi dengan orang-orang yang kelihatannya biasa-biasa saja. Dari penampilan dan kemampuan, kita mungkin merasa lebih baik, lebih layak, dan lebih hebat dari mereka. Tetapi biarlah kita belajar dari Haman, untuk tidak meninggikan diri dan merendahkan orang lain, karena mungkin saja mereka adalah orang-orang hebat yang rendah hati. --ANT/www.renunganharian.net

ORANG HEBAT YANG BENAR-BENAR HEBAT ADALAH ORANG HEBAT YANG RENDAH HATI.

Jumat, 14 Juli 2023

Pamer

Bacaan: Zefanya 3:11-15

Tetapi kasih karunia, yang dianugerahkan-Nya kepada kita, lebih besar dari pada itu. Karena itu Ia katakan: “Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.”
- Yakobus 4:6

Kita hidup di zaman pamer. Orang-orang memakai topeng tebal untuk menggembar-gemborkan pencapaiannya atau menampilkan gambaran ideal tentang dirinya sendiri. Padahal zaman ini penuh dengan stres, depresi, dan berbagai isu kesehatan mental lainnya. Hal-hal ini bukannya membuat orang menjadi rendah hati, tetapi makin pamer.

Rupanya, keadaan ini tidak jauh berbeda dari keadaan umat Tuhan yang kita baca. Tidak banyak orang yang rendah hati, oleh sebab itulah mereka dikatakan “sisa Israel” (ay. 12-13a). Mengapa kerendahan hati dikaitkan dengan berbicara jujur dan lidah yang tidak menipu (ay. 13b)? Tentu saja karena orang-orang sombong dianggap sebagai penipu! Lihat saja foto-foto pamer yang ada media sosial. Apakah itu kenyataan yang sebenarnya dari mereka yang mengunggah foto? Seringkali tidak. Mereka ingin menampilkan keadaan yang lebih baik daripada yang sebenarnya. Entah berapa banyak orang yang sampai pinjam uang sana-sini untuk bisa membeli barang-barang branded atau jalan-jalan ke tempat-tempat wisata yang kemudian dipamerkan di akun media sosial mereka. Entah berapa banyak gadis (bahkan para pria) yang menggunakan filter untuk merubah wajah mereka agar kelihatan lebih cantik/ganteng sebelum ditampilkan di internet. Apa ini bukannya penipuan?

Sebaliknya, orang-orang yang rendah hati tidak perlu melakukan hal ini. Untuk apa? Mereka memang tidak merasa butuh memamerkan apa pun kepada orang lain. Mereka tahu keadaan mereka, baik kelebihan maupun keterbatasan, dan tidak masalah kalau orang lain mengenal mereka yang sesungguhnya.

Apakah ini berarti, kita tidak boleh mengunggah foto kita sedang berbahagia dan menggunakan filter? Tentu saja bukan itu maksudnya. Kita ingin membagikan kebahagiaan dan kenangan manis dengan cara mengunggah foto di media sosial. Kita bermain-main dengan filter untuk tujuan iseng saja. Jika memang hanya ini, tidak masalah. Namun acap kali, apa yang berawal dengan tujuan yang positif akan berubah menjadi negatif. Ada keinginan untuk menampilkan yang baik saja, yang berujung kepada menciptakan gambaran diri yang palsu.

Tidak ada gunanya menjadi congkak. Orang lain bahkan diri sendiri bisa ditipu. Tetapi Tuhan Yesus tahu keadaan kita sesungguhnya.

Refleksi Diri:

Apa gambaran diri yang ingin orang lain lihat tentang Anda? Apakah gambaran ini akurat dengan diri Anda yang sesungguhnya?

Apa motivasi Anda ketika mengunggah foto di media sosial? Apakah berbagi pengalaman atau menceritakan kebaikan Tuhan atau hanya untuk pamer?

Sumber: Renungan GII Hok Im Tong

Kamis, 13 Juli 2023

Iman Sejati

Bacaan: KEJADIAN 39

Lalu Yusuf ditangkap oleh tuannya dan dimasukkan ke dalam penjara, tempat tahanan-tahanan raja dikurung. Demikianlah Yusuf dipenjarakan di sana. (Kejadian 39:20)

Seperti apakah iman sejati itu? Kata-kata yang tertulis pada dinding sebuah sel penjara di Eropa memuat jawabannya. "Saya percaya adanya matahari walaupun ia tidak bersinar. Saya percaya adanya cinta walaupun saya tidak merasakannya. Saya percaya kepada Allah walaupun Dia diam." Ya, iman sejati ditunjukkan dengan kesediaan untuk tetap memercayai Tuhan walaupun tidak menerima tanggapan.

Yusuf ialah gambaran dari seorang yang memiliki iman sejati kepada Tuhan. Dalam kesesakan, Yusuf berseru kepada Tuhan. Namun kenyataannya, Tuhan diam. Tuhan diam saat Yusuf dilemparkan dalam sumur kosong (Kej 37:24). Tuhan diam saat Yusuf dijual kepada orang asing seharga 20 syikal perak (Kej 37:28). Tuhan diam saat Yusuf bekerja sebagai budak. Bahkan Tuhan diam saat Yusuf difitnah, lalu dimasukkan ke dalam penjara (ay. 13-20). Walaupun tidak menerima tanggapan atas semua seruannya, Yusuf percaya kepada Allah. Hal itu tersirat dari cara hidupnya. Yusuf tidak tawar hati, mau semangat bekerja, pula teguh memegang perintah Tuhan.

Diam bukan berarti Tuhan mengabaikan atau meninggalkan kita. Tengok kembali pengalaman kehidupan Yusuf. Walaupun seolah Tuhan tidak berbuat apa-apa, tetapi penyertaan tidak berhenti Dia curahkan. Di mana pun Yusuf berada, ia dapat menjadi orang kepercayaan (ay. 4, 22). Sampai akhirnya Yusuf diangkat menjadi penguasa (Kej 41:41). Diam maksudnya ialah Tuhan bekerja dengan cara-cara di luar pengetahuan kita. Semoga kebenaran ini menolong kita untuk memiliki iman sejati. Mari tetap percaya kepada Tuhan walaupun belum menerima tanggapan atas seruan doa. Mari tetap percaya kepada Tuhan walaupun ketika kita rasakan seolah Dia diam. --LIN/www.renunganharian.net

IMAN SEJATI TIDAK DIGERAKKAN OLEH TANGGAPAN, NAMUN KEYAKINAN BAHWA
TUHAN SELALU TURUT BEKERJA UNTUK MENDATANGKAN KEBAIKAN BAGI KITA.

Rabu, 12 Juli 2023

Mengubah Luka Menjadi Obat

Ayat Renungan: Roma 12:17, "Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!"

Luka yang kita alami bisa Tuhan ubahkan menjadi obat bagi orang yang membutuhkan kesembuhan. Kita akan meneladani pengampunan yang dilakukan oleh Yusuf terhadap saudara-saudaranya dalam Kejadian 50: 15-22.

Setelah ayahnya Yakub meninggal, saudara-saudara Yusuf berprasangka bahwa Yusuf akan menyimpan dendam kepada mereka atas perbuatan yang sudah mereka lakukan saat mencoba membunuh Yusuf dan memasukkannya ke dalam sumur. Lewat pesan yang dikirimkan oleh saudara-saudaranya, Yusuf menyadari bahwa ia harus mengampuni kejahatan saudara-saudaranya.

"Ampunilah kiranya kesalahan saudara-saudaramu dan dosa mereka, sebab mereka telah berbuat jahat kepadamu. Maka sekarang, ampunilah kiranya kesalahan yang dibuat hamba-hamba Allah ayahmu." (Kejadian 50: 17) Saat itu Yusuf menangis dan timbul belas kasihan di dalam hatinya. Dia memandang saudara-saudaranya dengan cara yang berbeda. Tak lagi ada kemarahan, rasa benci dan dendam selain pengampunan.

Sebagai penguasa di Mesir, Yusuf bisa saja melakukan apapun, termasuk memenjarakan saudara-saudaranya atau mengusir mereka dan membiarkan mereka kelaparan. Karena wajar jika orang-orang yang melakukan kejahatan mendapat hukuman yang setimpal. Tetapi Yusuf memilih melakukan sesuatu yang berbeda.Apa yang dia lakukan? Yusuf "Janganlah takut, sebab aku inikah pengganti Allah?" ayat 19. Dia menyadari bahwa hanya Tuhan sedniri yang pantas menghakimi.

Dia memilih untuk memberikan perlindungan kepada saudara-saudaranya. Dia memberi ketenangan kepada saudara-saudaranya. Apalagi saat itu Yusuf melihat ketakutan mendalam dari saudara-saudaranya akibat dari kesalahan yang mereka lakukan. Luka yang dialami Yusuf tidak dia jadikan sebagai alasan untuk mengasihani diri sendiri. Tetapi dia memilih untuk mengampuni dengan ekstra miles, dan tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Seperti dituliskan dalam Roma 12:1, "Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!"

Dari Yusuf, kita bisa belajar hari ini untuk mengambil langkah yang sama. Mungkin kita masih punya dendam atau sakit hati yang belum selesai terhadap saudara, teman, keluarga, bos atau tetangga. Ambil kesempatan ini untuk melakukan tindakan ekstra miles dan menjadikannya sebagai obat yang menyembuhkan orang lain.

Action: Ambil langkah berani untuk mengampuni seseorang yang sudah melukaimu hari ini. Minta Roh Kudus untuk memberikanmu hati yang penuh belas kasihan sehingga kamu bisa mengampuni dengan tulus.

Hak Cipta @Maria Kaesmetan

Sumber: Jawaban.com

Selasa, 11 Juli 2023

Belas Kasihan Menang Atas Penghakiman

Ayat Renungan: Yakobus 2: 13, “Sebab penghakiman yang tak berbelas kasihan akan berlaku atas orang yang tidak berbelas kasihan. Tetapi belas kasihan akan menang atas penghakiman.”

Ketika orang lain memunculkan persoalan dalam hidup kita, seringkali kita cepat mengambil kesimpulan bahwa mereka salah. Pikiran kita pun mudah menghakimi dan melabeli mereka sebagai orang jahat, meskipun perbuatannya sebenarnya tidak begitu besar. Kita cenderung menghitung kesalahan mereka dan bersiap untuk menghakimi.

Mengapa kita begitu mudah menghakimi orang lain? Salah satu alasannya adalah fokus kita yang hanya pada kesalahan mereka, dan kita merasa bahwa mereka yang bersalah pantas dihakimi.

Namun, Yakobus 2:13 mengingatkan kita, "Sebab penghakiman yang tak berbelas kasihan akan berlaku atas orang yang tidak berbelas kasihan. Tetapi belas kasihan akan menang atas penghakiman." Ketika kasih hadir dalam hati kita, sumbernya adalah kasih dari Kristus sendiri. Kita menyadari bahwa kita adalah orang berdosa dan telah menerima pengampunan-Nya, meskipun kita sebenarnya tidak layak. Ketika kita menerima belas kasih Tuhan, Dia menerima kita sepenuhnya apa adanya. Dia tidak melihat kesalahan dan amarah yang kita pernah lakukan pada-Nya. Tuhan mengampuni, menerima, dan memberkati kita.

Ingatlah kisah anak yang hilang. Dia memboroskan semua harta bapanya dan hidup dalam keserakahan. Namun, saat kehabisan segalanya, dia memilih untuk kembali kepada sang bapa. Akhir kisah ini adalah sang bapa menyambutnya dengan sukacita, tanpa menghakimi atau menolak anaknya yang telah melakukan kesalahan.

Bayangkan betapa banyak orang yang dengan mudahnya menghakimi orang lain. Kita perlu memiliki belas kasihan terhadap mereka yang telah melukai atau merugikan kita. Karena saat kita melakukannya, berkat-berkat melimpah kepada kita. Banyak orang, keluarga, dan generasi dapat dipulihkan hanya karena kita memilih untuk berbelas kasihan.

Mari mengubah perspektif kita dan mengalami transformasi melalui belas kasihan. Saat kita mengampuni dan memperlihatkan belas kasihan, kita menjadi saluran berkat bagi orang lain dan hidup kita dipenuhi dengan berkat yang melimpah.

Action: Berdoalah untuk dirimu sendiri supaya memiliki hati yang berbelas kasihan dan tidak menghakimi. Pilihlah satu sosok teladan iman yang ada di Alkitab yang memiliki belas kasihan seperti Tuhan Yesus dan pacu dirimu untuk meneladaninya dalam proses menjadi serupa dengan Kristus.

Hak cipta @Maria Kaesmetan

Sumber: Jawaban.com

Senin, 10 Juli 2023

KETAATAN, BUKAN PENGALAMAN

Bacaan: Lukas 5:1-11

"Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga." (Lukas 5:5)

Acapkali manusia berpegang pada pengalaman masa lalu sebagai pedoman mengerjakan sesuatu atau menyelesaikan permasalahan yang ada. Sering pula orang berpikir menurut pengalamannya, contoh: jika seseorang menderita sakit parah yang didiagnosa dokter tak dapat sembuh, maka si penderita dalam waktu dekat pasti akan mati; seseorang yang ekonominya bangkrut tentu tak mungkin dapat bangkit kembali.

Ketahuilah, Tuhan tidak membutuhkan pengalaman manusia untuk melakukan suatu perkara, "Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil." (Lukas 1:37). Contoh: Sara yang sudah tua pun sanggup dibuka rahimnya oleh Tuhan sehingga ia dapat memberikan keturunan; wanita yang mengalami pendarahan 12 tahun, dan menurut pengalaman tidak dapat disembuhkan, menjadi sembuh ketika bertemu Yesus dan menjamah jumbai jubah-Nya. Jadi, janganlah sekali-kali mengukur segala sesuatu berdasarkan pengalaman kita. Dalam segala hal arahkan mata dan pengharapan sepenuhnya kepada Allah yang hidup dalam nama Tuhan Yesus Kristus yang sanggup melakukan segala sesuatu.

Adapun Petrus dan Andreas adalah nelayan ulung. Keduanya sudah tentu kenyang pengalaman menangkap ikan, tetapi suatu malam mereka gagal sama sekali. Yesus memperhatikan mereka yang tampak lelah dan kecewa itu, dan ingin menunjukkan bahwa apa yang tak dapat diperbuat manusia dapat dilakukan oleh-Nya. Ia berkata kepada Petrus, "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan." (ayat 4). Petrus tak membanggakan pengalamannya, dia taat perintah Yesus: "...karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga." (ayat nas). Karena ketaatannya ia "...menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak." (ayat 6).

Ketaatan akan firman-Nya membuat segala perkara terjadi, bukan karena pengalaman manusia.

Sumber: Renungan Kristen

Minggu, 09 Juli 2023

Pelempar Cakram

Seorang atlet Skotlandia pada abad ke-19 membuat sebuah cakram besi berdasarkan penjelasan yang dibacanya dalam sebuah buku. Ia tidak tahu bahwa cakram yang digunakan pada pertandingan resmi sebenarnya terbuat dari kayu dan hanya pinggiran luarnya yang terbuat dari besi. Cakram buatannya sepenuhnya terbuat dari besi, dan 3 atau 4 kali lebih berat daripada cakram yang digunakan oleh pelempar lainnya.

Menurut penulis John Eldredge, pria tersebut menandai jarak rekor dunia pada sebuah lapangan di dekat rumahnya, dan berlatih siang malam untuk mencapainya. Setelah bertahun-tahun berlatih, akhirnya lemparannya dapat melampaui rekor tersebut. Kemudian ia membawa cakram besinya ke Inggris untuk mengikuti pertandingan pertamanya.

Setibanya di sana, ia diberi cakram resmi dan dengan mudah menciptakan rekor baru dengan jarak yang jauh melampaui lawan-lawannya. Ia menjadi juara yang tak tertandingi selama bertahun-tahun. Pria ini telah melatih dirinya dengan menggunakan beban yang berat, sehingga ia menjadi lebih baik.

Beban dapat membentuk kita menjadi lebih baik daripada yang dapat kita bayangkan, lebih kuat, sabar, bersemangat, lembut, dan mengasihi. Beban-beban kita hari ini dapat menguatkan kita esok hari

Saat kita harus menanggung beban yang berat, kita perlu belajar untuk memikulnya di dalam kekuatan Yesus dan demi Dia. Apa pun beban atau penderitaan itu, Allah akan menggunakannya untuk "...melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya." (1 Petrus 5:10).

Sumber: Renungan Kristen

Sabtu, 08 Juli 2023

Orang Bebal

Bacaan: Zefanya 3:5-8

Seperti anjing kembali ke muntahnya, demikianlah orang bebal yang mengulangi kebodohannya - Amsal 26:11

Judul di atas berasal dari ungkapan yang sering kali papa saya tuturkan kepada anak- anaknya yang makin dilarang melakukan sesuatu, makin keras keinginannya untuk melakukannya. Sebaliknya, makin disuruh, makin enggan.

Sebagai pembelaan saya, tidakkah kebanyakan manusia seperti itu? Punya psikologi babi? Lihat saja tingkah bangsa Yehuda dari bagian yang kita baca! Setiap hari Tuhan mengingatkan mereka akan hukum-hukum-Nya (ay. 5). Tidak hanya itu, Tuhan memperingatkan mereka dengan cara menghukum bangsa-bangsa yang sudah berlarut-larut tenggelam dalam kelaliman (ay. 6). Seharusnya mereka akan menaati-Nya, bukan? Namun ternyata, tidak hanya mereka tetap hidup dalam dosa, kejahatan mereka makin menjadi-jadi (ay. 7)!

Inilah sebabnya Tuhan mengatakan “tunggulah Aku” (ay. 8). Pada umumnya, kata “menunggu Tuhan” bermakna positif. Namun kini, frasa ini mengandung konotasi negatif, yakni menunggu keadilan Tuhan. Sebagaimana Kerajaan Yehuda bertingkah tidak ada bedanya dengan bangsa-bangsa lain, Tuhan pun akan mengumpulkan mereka di antara bangsa-bangsa itu untuk menghukumnya.

Menghadapi orang-orang seperti ini memang serba salah. Kalau tidak dilarang, pasti akan melakukan. Tapi kalau dilarang, justru malah akan ingin melakukan.

Sebelum kita menunjuk orang lain yang kita anggap punya mentalitas seperti ini, bagaimana dengan kita sendiri? Adakah kita pun memiliki sikap bebal? Mungkin tidak ditunjukkan kepada Tuhan, tetapi kepada orang lain. Mungkin bukan di dalam hal-hal besar, tetapi dalam hal-hal kecil. Sudah dibilang jangan mengonsumsi makanan-makanan yang tidak sehat, melanggar peraturan jalan raya, main gawai selama kebaktian, dan sebagainya. Tapi tetap saja dilakukan! “Tidak apa-apa! Tinggal minum obat!” “Biarin lah! Nggak ada polisi ini!” “Gapapa! Yang penting di-silent!” Tidak peduli berapa kali kita melihat orang-orang yang kesehatannya jadi buruk akibat pola makan tidak sehat, kecelakaan karena pelanggaran peraturan jalan raya, dan gawai yang mendadak bunyi selama kebaktian, tetap saja kita melakukannya.

Baik dalam hal kecil maupun hal besar, kebebalan bisa muncul. Kitab Amsal menggunakan gambaran anjing yang kembali ke muntahannya untuk orang-orang bebal. Anjing... gambaran yang tidak mengenakkan, bukan? Oleh karena itu, janganlah kita menjadi orang bebal.

Refleksi Diri:

Adakah hal-hal yang Anda tahu seharusnya tidak boleh dilanggar, tetapi tetap saja Anda lakukan, baik hal kecil maupun hal besar? Mengapa Anda melakukannya?

Apakah Anda memiliki niat untuk menghentikan hal-hal ini? Jika ya dan sulit, apakah Anda sudah meminta pertolongan Tuhan Yesus?

Sumber: Renungan GII Hok Im Tong

Jumat, 07 Juli 2023

SIAPA TAHU YANG TERBAIK?

Bacaan: 2 Tawarikh 36:15-21

NATS: Mereka mengolok-olok utusan-utusan Allah itu, menghina segala firman-Nya, dan mengejek nabi-nabi-Nya (2 Tawarikh 36:16)

"Saya mencintai pekerjaan saya," kata Maggie, seorang perawat yang masih muda, "namun ketika saya memberi tahu orang apa yang perlu dilakukan agar ia tetap sehat, tetapi nasihat saya tidak dituruti, saya pun menjadi sangat frustrasi." 

Saya tersenyum dengan penuh pengertian. "Saya pun merasa demikian saat memulai karier editorial saya," kata saya kepadanya. "Saat pengarang tidak memedulikan nasihat saya agar naskah mereka menjadi lebih baik, saya pun merasa frustrasi." 

Kemudian saya menyadari bahwa hal ini mirip dengan masalah kerohanian. "Jika kita merasa frustrasi saat orang tidak menuruti nasihat profesional kita," kata saya, "coba bayangkanlah perasaan Allah apabila kita mengabaikan nasihat-Nya." Dia adalah Pribadi yang paling mengetahui hal terbaik bagi kita. Akan tetapi, kita kerap kali justru bersikap seakan-akan kita sudah mengetahui yang lebih baik. 

Begitulah kasus bangsa Israel dahulu. Karena berpikir mereka tahu lebih banyak daripada Allah, mereka pun menuruti jalan mereka sendiri (2 Tawarikh 36:15,16). Akibatnya, Yerusalem dan Bait Allah jatuh ke tangan orang-orang Babel. 

Kita pun menghadapi kasus yang sama saat perintah-perintah Allah terlihat sulit. Kita menyimpulkan bahwa Dia melakukan pengecualian terhadap situasi kita. 

Allah dengan murah hati mengajarkan hal yang terbaik (Yesaya 48:17,18) namun tidak memaksa kita untuk melakukannya. Dia dengan sabar menawarkan sesuatu yang benar dan baik, dan mengizinkan kita untuk memilihnya --JAL 

PENGAJARAN ALLAH TIDAK SELALU MASUK AKAL TETAPI SUNGGUH BODOH JIKA KITA MERASA TAHU YANG LEBIH BAIK

Sumber: Renungan Harian

Kamis, 06 Juli 2023

Ada dalam Diriku

Bacaan: YAKOBUS 4:1-10

Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari hadapanmu! (Yakobus 4:7)

Saat berkeliling keluar kota selama tiga hari, saya mendapat "uang dinas" dari perusahaan. Segala biaya selama berkeliling, saya buat laporannya lalu dilaporkan ke bagian keuangan. Sering terlintas godaan untuk memanipulasi biaya. Misal, biaya hotel seratus ribu rupiah, saya tulis seratus lima puluh ribu rupiah. Saya bisa minta nota kosong ke hotel. Atau, parkir hanya sepuluh ribu, saya tulis dua puluh ribu. Tetapi saya menolak godaan licik dan memilih jujur.

Iblis mungkin menggoda kita, namun kita tidak berdosa sebelum terseret oleh hawa nafsu kita sendiri (ay. 1). Iblis tidak punya kuasa untuk membuat kita berdosa, kita sendiri yang punya kuasa untuk mengalahkan hawa nafsu, atau dikalahkan hawa nafsu. Apa yang dilawan menjadi lebih lemah. Agar mampu menundukkan hawa nafsu, kita harus lebih dulu tunduk kepada Allah, dan lawanlah iblis. Kalau kita mendekatkan diri kepada Allah, maka Allah akan mendekat pada kita. Kita harus merendahkan diri dan merendahkan hati di hadapan Allah. Kalau kita tidak mau menundukkan diri kepada Allah, melakukan segala upaya dengan mengandalkan diri sendiri, tidak heran kita sering jatuh dalam dosa dan menuruti hawa nafsu.

Kita punya kuasa mengalahkan hawa nafsu saat tunduk kepada Allah dan menjadi sahabat Allah. Mari koreksi hati. Kalau kita sadari ada congkak, mendua hati, atau iri hati, segeralah merendahkan diri dan merendahkan hati kepada Allah. Pilihlah untuk tunduk kepada Allah, sehingga kita mampu menundukkan hawa nafsu yang kerap muncul dan mampu melawan iblis. --RTG/www.renunganharian.net

KITA PUNYA KUASA MENGALAHKAN HAWA NAFSU SAAT TUNDUK KEPADA ALLAH DAN MENJADI SAHABAT-NYA.

Rabu, 05 Juli 2023

"SI KERBAU DUNGU"

Bacaan: 1 Samuel 16:1-7

NATS: Manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati (1 Samuel 16:7)

Ketika Thomas Aquinas mulai duduk di bangku kuliah di University of Paris pada abad ke-13, ia jarang mengungkapkan pendapatnya di dalam kelas. Teman-teman sekelasnya menafsirkan sikap diamnya tersebut sebagai tanda bahwa ia murid yang tidak terlalu pintar. Akibatnya, mereka menjuluki Aquinas "si kerbau dungu". 

Akan tetapi, teman-temannya pasti terkejut ketika melihat bahwa ternyata ia menonjol di dalam pelajaran dan kemudian menulis karya besar dalam bidang teologi yang masih digunakan hingga saat ini. Thomas Aquinas adalah seorang jenius yang mendapat penilaian yang keliru dari orang lain. 

Bagaimana mungkin teman-teman sekelasnya memiliki penilaian yang begitu keliru terhadap dirinya? Hal itu terjadi karena mereka menilai Aquinas hanya dari penampilan luarnya. Mereka tidak benar-benar mengetahui seperti apa hati Aquinas yang sebenarnya. 

Allah telah meminta Nabi Samuel untuk menobatkan seorang raja baru yang akan memerintah umat-Nya, Israel. Daud si gembala tampaknya tidak memiliki ciri-ciri seorang raja. Kemudaannya tidak sebanding dengan usia dan perawakan kakaknya, Eliab (1 Samuel 16:6). Namun, Tuhan memperbaiki persepsi Samuel yang semula (1 Samuel 16:7). Daud terus melaju menjadi prajurit besar dan menjadi penguasa yang dipilih Tuhan atas umat-Nya (1 Samuel 13:14; 18:8; 2 Samuel 7:1-17). 

Apabila Anda tergoda untuk menilai seseorang dari penampilan luarnya, ingatlah Thomas Aquinas dan Raja Daud. Yang dianggap penting oleh Allah adalah hati —HDF 

UKURAN SEJATI SESEORANG ADALAH APA YANG ADA DI DALAM HATINYA

Sumber: Renungan Harian

Selasa, 04 Juli 2023

MASALAH DENGAN ORANG

Bacaan: Roma 12:14-21

NATS: Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam damai dengan semua orang! (Roma 12:18)

Tetangga saya tampaknya jengkel terhadap saya. Kelihatannya saya telah melakukan sesuatu yang menjengkelkannya. Saat saya bertanya apakah saya telah menyinggung perasaannya, ia menanggapi dengan kasar, "Tidak!" Lalu saya berkata, "Saya tidak ingin ada perasaan tidak enak di antara kita. Jika saya telah melakukan sesuatu yang menyinggung perasaanmu, saya minta maaf." Sejak saat itu iklim di antara kami menjadi sejuk. 

Seseorang mengatakan, "Semakin saya memahami manusia, saya semakin mencintai anjing saya." Ya, anjing itu setia, dapat diandalkan, selalu ingin menyenangkan, cepat memaafkan, dan melupakan. Tidakkah Anda berharap bahwa manusia pun seperti itu? Tetapi kadang kala, betapa pun kerasnya kita berusaha untuk memiliki hubungan yang baik dengan seseorang, usaha itu gagal. 

Rasul Paulus mengacu pada situasi tersebut dalam Roma 12:18. Perhatikanlah kata-kata "kalau hal itu bergantung padamu". Ia tahu bahwa beberapa masalah dengan orang lain mungkin tidak pernah terselesaikan. Jika ada dua orang yang bertengkar, maka ada dua orang yang perlu berdamai. Jika Anda telah melakukan bagian Anda, tetapi masalah itu tidak selesai, maka ada sebuah rencana yang dapat diikuti. Jangan menyimpan amarah atau membalas dendam dengan tidak berbicara. Lakukanlah semua hal yang dapat Anda lakukan untuk mengalahkan kejahatan dengan kebaikan (ayat 21), dan izinkanlah Allah mencari penyelesaian masalahnya. 

Kita perlu terus mengikuti langkah-langkah di dalam Roma 12 sampai masalah-masalah kita dengan orang terselesaikan - DJD 

CARA TERBAIK UNTUK MENGALAHKAN MUSUH
ADALAH DENGAN MENGGUNAKAN SENJATA KASIH

Sumber: Renungan Harian

Senin, 03 Juli 2023

Membela Tuhan? 

Bacan: Ayub 34 

Dalam perdebatan bertema agama atau teologi, kerap kali kita melihat adanya upaya-upaya untuk membela Tuhan. Ini jugalah yang dilakukan Elihu di hadapan Ayub.

Elihu kini tampil sebagai pembela Allah (10-15). Ia menunjukkan bahwa Allah adalah Allah yang adil, yang menegakkan keadilan-Nya atas orang-orang fasik (16-30).

Atas dasar ini, Elihu dengan tegas menyatakan tuduhannya kepada Ayub. Ia menggugat pembelaan diri Ayub (5-6). Bahkan ia menyimpulkan bahwa perbuatan Ayub tidak lagi menghormati Allah (7-9).

Elihu telah dikuasai oleh kemarahannya. Kemarahan membuat Elihu menjadi makin arogan (2). Ia kelihatan sedang melakukan pembelaan terhadap Tuhan, tetapi sebetulnya ia tidak memiliki konsep yang baru. Elihu kembali mengulangi konsep Tuhan yang transaksional: jika seseorang berlaku baik, Tuhan akan baik kepadanya; sebaliknya, jika seseorang berlaku jahat, Tuhan akan jahat kepadanya.

Keadilan Allah memang tidak terbantahkan, tetapi konsep keadilan Allah telah digunakan Elihu untuk menyatakan Ayub sebagai orang yang jahat dan lebih berdosa (36-37). Tanpa disadari, kemarahan membuat Elihu menempatkan dirinya sebagai tuhan dan hakim atas Ayub. Ia dengan sombong memandang dirinya sebagai orang yang harus didengar oleh orang-orang berhikmat (34).

Saat kita berupaya membela Tuhan, kita bisa terjebak dengan anggapan sesat bahwa kita bisa menjadi tuhan dan hakim yang memutuskan apakah seseorang berdosa atau tidak. Dalam suasana hati yang marah, kita bisa salah langkah menggunakan nama Tuhan untuk menyerang orang lain.

Kita tidak dipanggil untuk menjadi pembela Tuhan. Kita dipanggil untuk menjadi orang benar yang hidup takut akan Tuhan. Bukan karena upaya kita membela Tuhan, orang-orang akan mengenal dan menghormati Tuhan. Kita harus memiliki kesadaran diri sebagai sesama manusia di hadapan Tuhan.

Mari belajar untuk menjadi sesama bagi orang-orang yang mengalami kesulitan dan berbeban berat, bukan menjadi pembela yang sombong. [RGD]

Sumber: Santapan Harian

Minggu, 02 Juli 2023

Berhenti Menyalahkan Tuhan

Roma 8:28 “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.”

Pernahkah kamu mengalami sesuatu yang tak terduga dalam hidupmu? Seperti sebuah bom yang jatuh tepat di tengah keadaan yang baik-baik saja dan membuatmu menjadi terpuruk dan traumatis.

Bagi sebagian orang, keadaan buruk yang tiba-tiba terjadi ini bisa membuat mereka menyalahkan Tuhan, menganggap Dia tidak adil dan sudah melakukan kesalahan besar. Pagi ini, kita bisa merefleksikan keadaan yang kita alami dengan yang dialami oleh Ayub. Di dalam Alkitab, Ayub dikisahkan mengalami keadaan yang sangat sulit. Dia harus kehilangan harta benda, anak-anak dan dia harus menanggung penyakit kusta yang membuatnya harus hidup terasing. Beratnya penderitaan yang dipikul Ayub bahkan membuat istrinya membujuk Ayub untuk meninggalkan Tuhan.

Ayub bahkan sempat berkeluh kesah kepada Tuhan, katanya “Tangan-Mulah yang membentuk dan membuat aku, tetapi kemudian Engkau berpaling dan hendak membinasakan aku?” (Ayub 10: 8). Dan di ayat 18, Ayub juga menyampaikan komplain kepada Tuhan yang mengizinkan keadaan buruk menimpa hidupnya dan mulai mengutuki keberadaannya.

Hari-hari ini, mungkin kita sama seperti Ayub. Keadaan buruk yang menimpa hidup kita membuat kita komplain kepada Tuhan. Kita mulai bertanya, “Kenapa aku harus lahir ke dunia ini? Kenapa aku harus punya anak-anak yang sulit diatur? Kenapa suamiku selingkuh?” Kita menganggap bahwa Tuhan adalah dalang dari masalah yang kita alami dalam hidup.

Tuhan mungkin mengizinkan keadaan yang kita alami. Tapi Dia tidak akan pernah membiarkan kita begitu saja. Di Roma 8: 28 berkata, “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” Jadi, setiap keadaan sulit yang kita alami justru dipakai Tuhan untuk melatih iman kita supaya kita menjadi kuat, sabar, berkualitas dan memiliki keteguhan.

Kita diberikan dua pilihan: menyalahkan Tuhan atau meresponi keadaan yang kita alami sebagai kesempatan untuk kita melatih iman. Hari ini mari mengubah pandangan kita atas masalah sebagai kesempatan untuk melatih kita menjadi kuat dan tidak komplain dan menyalahkan Tuhan.

Action: Mari baca kisah Ayub dan renungkan penderitaan yang dia alami. Setelah itu tanyakan kepada dirimu sendiri, “Apakah penderitaanku jauh lebih besar dari Ayub?” Ambil beberapa menit untuk berdamai dengan keadaanmu.

Hak cipta @Maria Kaesmetan

Sumber: Jawaban.com

Putri Ariani, seorang tunanetra yang meraih Golden Buzzer dalam America,s Gots Talent
https://youtu.be/Wyb0ExKOE4w

Roma 8: 28: “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.”

Sabtu, 01 Juli 2023

BERSYUKUR SEPANJANG MASA

Bacaan: 1Tawarikh 16:8-13,23-36

NATS: Bersyukurlah kepada Tuhan, sebab Ia baik! (1Tawarikh 16:34)

Kidung pujian yang indah ini, "We Plow the Fields [Kita Membajak Sawah]," kerap dinyanyikan di Amerika Serikat selama hari Pengucapan Syukur pada bulan November. Bagi saya, kidung pujian itu mengingatkan kita pada banyak keluarga yang berbagi hidangan tradisional selama musim panen. 

Namun, saya terkejut ketika mendengar lagu itu dinyanyikan di gereja selama bulan Juni, melenceng dari konteks hari besar tradisional itu. Saya jadi sadar bahwa bersyukur kepada Allah atas kebaikan dan pemeliharaan-Nya harus menjadi perayaan yang berkelanjutan bagi umat-Nya. 

Untuk sebuah acara perayaan nasional yang istimewa, Raja Daud menulis sebuah lagu untuk memimpin bangsanya memuji Allah pada masa itu, "Bersyukurlah kepada Tuhan, panggillah nama-Nya, perkenalkanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa! ... Biarlah bersukahati orang-orang yang mencari Tuhan!" (1Tawarikh 16:8,10). Hingga kini lagu ini bertahan menjadi bagian dalam buku kidung pujian di Israel yang tak henti-hentinya dinyanyikan (Mazmur 105:1-15).  

Ada banyak hal yang bisa kita syukuri setiap hari. Allah senantiasa menyediakan segala kebutuhan kita. Dengan demikian, mari kita merayakan hari Pengucapan Syukur sepanjang masa --DCM 

BAGI ORANG KRISTIANI, MENGUCAP SYUKUR BUKAN SEKADAR PERINGATAN 
MELAINKAN SEBUAH CARA HIDUP 

Sumber: Renungan Harian