Minggu, 31 Januari 2021

Jangan Terpecah!

”Lihat, saatnya datang, bahkan sudah datang, bahwa kamu diceraiberaikan masing-masing ke tempatnya sendiri dan kamu meninggalkan Aku seorang diri. Namun Aku tidak seorang diri, sebab Bapa menyertai Aku.”
(Yohanes 16:32)

Sejak dahulu setan itu senang memecah-belah. Ketika Allah menciptakan manusia pertama, ia sudah iri melihat keintiman mereka. Jadi ia berusaha memutuskan hubungan manis itu. Dan terjadilah ketika ia menyamar sebagai ular, ia berhasil memperdaya Hawa.

Memang setan senang memecah-belah manusia. la akan membawa manusia yang berhasil ditipunya ke dalam neraka. Dan tempat penderitaan kekal itu adalah suatu tempat yang sangat terisolasi. Di sana manusia akan tinggal dalam kesepian yang abadi. Setan terus-menerus memecah-belah, mengasingkan dan mengadu domba dari permulaan kejatuhan dunia ini. Ia memisahkan dirinya sendiri dari Allah. Ia memisahkan para malaikatnya dari Allah. la memisahkan manusia dari Allah. Dan ia memisahkan manusia dari manusia lainnya, suami dari istrinya, dan memecah belah bangsa-bangsa, dan memisahkan dunia dari sorga.

Dan itu pula yang terjadi dengan Yesus. Ketika itu Setan mencoba memisahkan Yesus dari murid-muridNya yang menjadi pendukung setiaNya. la pikir dengan mudah ia bisa kalahkan Anak Allah jika Ia ditinggalkan oleh murid-muridNya. Namun ia lupa satu hal, bahwa Allah Bapa menyertaiNya.

Sampai kini setan paling senang kalau melihat gereja terpecah-pecah. la senang melihat kita sendirian dan tidak ada teman di samping kita. Namun ada berita gembira buat kita, bahwa Allah tidak pernah meninggalkan kita seorang diri. Meskipun untuk saat-saat tertentu sepertinya kita ditinggalkan sendiri, namun yakinlah bahwa Dia senantiasa bersama dengan kita. Sebab janjiNya, ".....Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Matius 28:20).

Renungan :
Tuhan tidak pernah menciptakan kita seorang diri. Kita harus berada dalam komunitas ilahi yang akan dapat mengangkat kerohanian kita. Itulah yang akan membuat kita kuat. 

Setan memecah belah; Tuhan menyatukan.

Sumber: Renungan Bethany Graha

#Hari ini bacaan dari Ibrani pasal 8#

Sabtu, 30 Januari 2021

LAMPU MERAH ALLAH

NATS: Sekiranya hidupku tentu untuk berpegang pada ketetapan-Mu! (Mazmur 119:5)

Pengemudi yang tidak memperhatikan lampu lalu lintas seolah "mengundang kecelakaan bagi dirinya." Siapa pun yang melanggar lampu merah atau tetap berhenti ketika lampu sudah hijau, dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain. Walaupun lampu merah dapat menghambat laju kendaraan Anda, terutama bila sedang terburu-buru agar segera sampai di tempat tujuan, namun sebuah kecelakaan akan lebih menghambat perjalanan Anda.

Beberapa tahun lalu saya sangat gembira ketika akhirnya di suatu pojok jalan yang sering macet dipasang lampu lalu lintas. Lalu lintas ruwet yang dulu menjadi sarapan sehari-hari kini berubah menjadi ketertiban yang menyenangkan. Semua tampak lebih teratur. Kini menunggu lampu merah merupakan sesuatu yang menyenangkan--setidaknya di persimpangan jalan yang penuh dengan kenangan yang tidak enak itu.

Kitab Suci juga memiliki banyak "lampu merah" yang berfungsi untuk mengontrol kehidupan kita sebagai orang Kristen. Lampu-lampu merah itu berupa larangan untuk cemburu, sombong, benci, tidak sopan, mementingkan hawa nafsu, dan egois. Tatkala Roh Kudus menyuruh kita waspada terhadap hal-hal tersebut, kita harus segera menginjak rem. Sebaliknya, ketika kita "berkendaraan di jalanan yang ramai" dalam kehidupan sehari-hari, kita juga harus cepat tanggap terhadap "lampu hijau" kebaikan, kerendahan hati, kasih, penyembahan, dan ketulusan hati.

Lampu merah dan lampu hijau dari Allah dirancang untuk menolong kita. Semestinya kita takut mengabaikan perintah Allah dalam Kitab Suci, karena itu berarti kita menerobos lampu merah Allah -MRD II

"LAMPU-LAMPU MERAH" DALAM ALKITAB DIBERIKAN UNTUK MELINDUNGI, MEMPERBAIKI DAN MENGARAHKAN HIDUP KITA

Sumber: Renungan Hariani Ani 

#Bacaan hari ini Ibrani pasal 7#

Jumat, 29 Januari 2021

MABUK LAUT

[[Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi. ]] (Kolose 3:2) 

Keringat dingin membasahi sekujur tubuh saya. Dengan susah payah, saya berusaha keras agar tidak mabuk, apalagi sampai pingsan. Di dalam perahu yang pengap, ditambah empasan ombak besar melawan perahu kami yang sedang menuju Nusa Lembongan, perut saya terasa sangat mual dan mata saya mulai berkunang-kunang. 

Sekonyong-konyong saya teringat pada sebuah nasihat yang mengatakan bahwa jika kita mulai mabuk laut, maka kita harus memusatkan pandangan mata pada satu titik jauh. Segera saya tujukan pandangan saya pada gumpalan awan di atas. Saya bayangkan bentuknya seperti pintu surga yang dilihat Yakub di dalam mimpinya. Perlahan-lahan rasa mual dan pening saya mereda walaupun guncangan ombak masih menghantam. Kini saya sudah bisa mengikuti irama empasan ombak itu. Tidak lama kemudian, saya selamat sampai ke tempat tujuan tanpa mabuk. 

Bukankah hidup kita juga demikian? Masalah, tantangan, kekhawatiran, kekecewaan, dan kepahitan bertubi-tubi menghantam dan mengguncang kita sampai kita berjalan terhuyung-huyung. Oleh karena itu, seperti ayat mas yang menasihatkan kita untuk memikirkan perkara di atas, kita harus menujukan pandangan kita kepada Tuhan. Dengan demikian, manusia baru kita akan terus-menerus diperbarui. Kita takkan “mabuk laut” lagi dalam perjalanan hidup kita, dan seperti dikatakan di Kolose 3:15-17, hidup kita akan diperintah oleh damai sejahtera, hati kita penuh dengan nyanyian, dan bibir kita melimpah dengan ucapan syukur.
(Henry Sujaya Lie)

Sumber: Amsal Hari Ini 

#Bacaan hari ini Ibrani pasal 6#

Kamis, 28 Januari 2021

Benci Tanpa Alasan

”Tetapi firman yang ada tertulis dalam kitab Taurat mereka harus digenapi: Mereka membenci Aku tanpa alasan.”  (Yohanes 15:25)

Ada seorang ibu pernah berkata di dalam kegalauannya, "Saya sudah berusaha untuk selalu berbuat baik, tetapi mengapa dia tetap membenci saya?” Seorang lainnya berkata, "Saya sudah berusaha menyelesaikan masalah dengan dia, dan sepertinya sudah beres. Tetapi, mengapa dia tetap bersikap tidak bersahabat terhadap saya?” Pertanyaan-pertanyaan seperti itu seringkali dialami banyak orang. Mereka merasa sudah berusaha melakukan yang terbaik, tetapi hasil yang diharapkan, tetap tidak baik.

Ada satu kenyataan yang tidak dapat dihindari di dalam hidup ini. Kenyataan tersebut adalah, tidak semua orang bisa senang dengan engkau. Adalah menjadi tugas dan tanggungjawab kita untuk berbuat baik kepada semua orang. Tetapi, tidak menjadi tugas kita untuk memaksa semua orang berbuat baik kepada kita.

Seringkali demi ingin mendapatkan perlakuan menyenangkan dari semua orang, kita berpikir keras untuk melakukan apa yang orang suka. Anak-anak muda, akhirnya terjerumus ke dalam pergaulan yang tidak baik, demi menyenangkan semua pihak. Para ibu, akhirnya terjebak dalam kumpulan pencemooh. Demi menyenangkan kaum pencemooh di dalam gereja. Para bapak, akhirnya royal dalam pemberian, demi mendapatkan pengakuan dari sekitarnya. Jadi, bukan karena kebaikan yang tulus.

Satu waktu seorang yang bernama Bill Cosby pernah berkata begini, "Aku sebenarnya tidak tahu, apakah kunci kesuksesan itu. Tetapi rahasia dari kegagalan adalah, berusaha untuk menyenangkan setiap orang."

Betapa sulitnya, untuk hidup dengan berusaha menyenangkan semua orang. Prinsip "ingin menyenangkan semua orang" membuat orang tidak mampu lagi berkata "tidak". Bahkan untuk hal yang sebenarnya dia tidak suka untuk mengerjakannya. Dan kebiasaan ingin menyenangkan semua pihak ini juga merugikan. Para ibu akhirnya tidak bisa menolak tawaran sebuah produk dari ibu lainnya. Padahal, dia tidak butuh, dan membeli barang itu bisa mengganggu pengeluaran untuk belanja bulanannya. Jadi, enggak perlu takut, kalau engkau tidak mampu menyenangkan semua orang.

Renungan :
Ada saja orang di dunia ini yang selalu membenci tanpa alasan. Jangan membuang energi untuk memikirkan mereka. Yang penting engkau sudah berusaha berbuat kebaikan.

Sumber: Renungan Bethany Graha
 
#Bacaan hari ini Ibrani pasal 5#

Rabu, 27 Januari 2021

KEBUTUHAN UTAMA KITA

NATS: Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi (Yohanes 6:35)

Panglima tertinggi William Slim memimpin angkatan perang Inggris dalam penyerangan ke Birma pada Perang Dunia II. Ketika memperhatikan para tentaranya, ia mendapati salah seorang tentaranya sangat sedih karena kabar buruk yang diterimanya dari rumah. Maka dari itu, sang komandan meminta agar pemimpin pendeta di angkatan itu mengutus seorang anggota stafnya untuk berbicara kepada tentara ini.

Tak lama kemudian, panglima itu memanggil sang pemimpin pendeta. Dengan sangat tidak puas dan jengkel, ia berkata, "Salah satu staf Anda sudah menemui tentara itu. Ia memang sangat ramah dan mereka minum teh bersama, tetapi ia tidak membagikan kepada tentara itu apa yang sesungguhnya menjadi kebutuhan utamanya." "Apakah kebutuhan utama tentara itu?" sang pendeta kaget dan bertanya. Slim menjawab, "Dia yang di atas kayu salib."

Yesus berkata, "Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi" (Yohanes 6:35). Ketika kita berhubungan dengan orang yang membutuhkan, sangatlah penting untuk mengingat bahwa Yesus adalah jawaban dari kesepian, depresi, dan sakit hati mereka. Memang kita harus ramah dan suka bergaul, tetapi kita juga harus menunjukkan kepada mereka tentang Dia yang di atas kayu salib itu, sang Juruselamat yang menanggung dosa kita, yang oleh-Nya kita mendapat pengampunan, kekuatan, anugerah, dan pengharapan.

Ya, Yesuslah satu-satunya jawaban atas kebutuhan utama kita --VCG

YESUSLAH SATU-SATUNYA ROTI HIDUP YANG SANGGUP MEMUASKAN KELAPARAN ROHANI KITA

Sumber: Renungan Harian

#Bacaan hari ini dari Ibrani pasal 4#

Selasa, 26 Januari 2021

Inaugurasi Carter

Pada waktu itu datanglah Yesus dari Nazaret di tanah Galilea, dan Ia dibaptis di Sungai Yordan oleh Yohanes. (Markus 1:9)

Kamis, 20 Januari 1977, Jimmy Carter dilantik menjadi presiden Amerika Serikat ke-39. Lazimnya, sesudah pengambilan sumpah jabatan, dalam arak-arakan menuju ke Gedung Putih, sang presiden berada di dalam mobil dinas kepresidenan yang anggun. Tetapi, untuk pertama kalinya dalam sejarah Amerika, Jimmy Carter memilih untuk berjalan kaki beserta seluruh anggota keluarganya-mobilnya mengikuti dari belakang. Pemimpin rendah hati ini hendak mengatakan bahwa ia tidak istimewa, sama dengan semua orang.

Yohanes Pembaptis berperan selaku perintis bagi kedatangan Mesias yang dinubuatkan nabi (ay. 2-3). Andaikan parade beriringan, ia mendahului di depan untuk membuka jalan, sementara Pembesar yang menjadi pusat perhatian menyusul di belakangnya. Ia begitu membesarkan Yesus (ay. 7-8). Tapi, yang mengejutkan, Dia yang di belakangnya itu tampil bersahaja, bahkan dari luar sama dengan banyak orang, sama-sama dibaptis oleh Yohanes (ay. 9). Meskipun tujuannya berbeda, yaitu peneguhan statusnya sebagai Anak Allah, namun yang tahu hanya Diri-Nya sendiri (ay. 10-11). Sedangkan dari luar, Dia serupa benar dengan semua orang.

Kebanyakan orang haus dipandang istimewa di mata orang lain. Rupanya itu memberi kepuasan tersendiri. Tak heran manusia suka mengemas diri dengan apa yang dianggap bisa mempertontonkan keistimewaannya itu. Barang bermerek. Busana mahal. Perhiasan eksklusif. Mobil mewah. Setumpuk penghargaan, pameran harta, dan seterusnya. Mengapa kerendahan hati langka? Sebab kerendahan hati tak menonjolkan sebuah keistimewaan-walaupun sejatinya itu benar-benar ada. --PAD/www.renunganharian.net

TUHAN MEMBERI KEISTIMEWAAN BUKAN UNTUK DIPAMERKAN MELAINKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS YANG KITA EMBAN.

Sumber: Renungan Harian

#Bacaan hari ini Ibrani pasal 3#

Senin, 25 Januari 2021

MENGENDALIKAN ATAU DIKENDALIKAN

NATS: Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan ... kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon (Lukas16:13)

Seorang warga Illinois meminta agar sang atasan memotong 2/3 dari gajinya supaya ia berpenghasilan di bawah garis kemiskinan. Alasannya adalah dengan menjadi miskin ia tidak perlu membayar pajak pendapatan, dan juga tidak akan diwajibkan menyokong pelaksanaan beberapa kebijakan militer yang tidak disetujuinya. Hal ini membuatnya lebih konsisten dalam mempraktekkan keyakinannya. Seorang teman dekat berkomentar, "Ia memiliki komitmen yang kuat atas keadilan dan perdamaian. Saya pikir itulah cara ia mewujudkan komitmennya."

Saya tidak menyarankan agar Anda mengikuti langkahnya, saya hanya ingin menunjukkan bahwa orang itu tidak mau idealismenya dibelokkan oleh uang. Ia mengingatkan saya pada Agur, penulis Amsal 30 yang bijaksana. Agur mengungkapkan bahwa terlalu banyak atau terlalu sedikit kekayaan bisa mempengaruhi komitmen seseorang kepada Tuhan.

Kita diminta untuk merenung tentang uang. Warga Illinois itu menyerahkan sebagian uangnya. Agur tidak meminta terlalu banyak ataupun terlalu sedikit uang (Amsal 30:7-9). Yesus menggunakan uang untuk apa yang perlu (Yohanes 13:29). Paulus tidak meminta atau menolaknya (Filipi 4:11-12). Seorang pengusaha muda yang kaya terikat pada uang (Lukas 18:23). Ananias dan Safira mati karena mereka membohongi Allah dalam hal uang (Kisah Para Rasul 5).

Bagaimana sikap kita terhadap uang? Apakah kita menggunakannya dengan bijak, atau sebaliknya uang itu justru menguasai kita? Mampukah kita mengendalikan uang, atau sebaliknya uang itu justru memperbudak kita? Kita tidak dapat mengabdi kepada Tuhan sekaligus kepada uang [Mamon] (Lukas 16:13) -MRD II

UANG ADALAH HAMBA YANG BAIK, TETAPI BUKAN MAJIKAN YANG BAIK

Sumber: Renungan Harian

#Bacaan hari ini Ibrani pasal 2#

Minggu, 24 Januari 2021

Status Murid Kristus

Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-muridKu, yaitu jikalau kamu saling mengasihi. (Yohanes 13:35)

Dalam bacaan tersebut, Tuhan Yesus memberi perintah kepada murid-muridNya, yang mana hal itu juga berlaku bagi kita, sebagai orang yang percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Perintah itu sebenarnya menjadi identitas kita sebagai orang Kristen, yaitu agar kita hidup saling mengasihi.

Kekristenan mengajarkan tentang kasih, sebab karakter Allah adalah kasih. Mazmur 133 menerangkan, ada berkat yang besar di balik kerukunan, yaitu segala janji Tuhan dicurahkan bagi kita yang hidup dengan saling mengasihi. 

Dari awal, iblis ingin menggagalkan rencana Tuhan dalam kehidupan kita, khususnya anak-anak Tuhan, yaitu dengan cara merusak hubungan yang dibangun atas dasar kasih. Misalnya, keluarga Kristen dipecah-belah, hubungan antara orang tua dengan anak dikacaukan, bisnis berantakan karena antara karyawan dengan pimpinan terus berselisih, bahkan dari kalangan gereja juga mengalami hal yang sama, yaitu antar gereja saling mencurigai, sehingga tubuh Kristus sulit untuk bersatu. Bahkan kita seringkali mendengar, banyak terjadi perpecahan di dalam kehidupan gereja.

Seharusnya hal tersebut menjadi peringatan buat anak-anak Tuhan, agar kita jangan tertipu dan dibodohi oleh siasat iblis. Firman Tuhan di dalam Yakobus 4: 7 mengatakan: “Karena itu tunduklah kepada Allah, lawanlah iblis, maka ia akan lari dari padamu.” Yang perlu kita perhatikan adalah supaya kita hidup dengan saling mengasihi, dan itu akan sangat membahayakan kerajaan iblis. Iblis sangat ketakutan kalau anak-anak Tuhan hidup saling mengasihi. Jika setiap individu itu berkepribadian yang kuat, dan keluarga menjadi keluarga yang kokoh, maka iblis tidak akan memiliki daya untuk menghancurkan anak Tuhan.

Sebagai murid Kristus, mari kita hidup saling mengasihi tanpa memandang suku, agama, dan status sosial, karena Yesus mengasihi manusia bukan untuk satu golongan, namun untuk semua orang. Sehingga melalui kehidupan kita yang demikian, maka dunia akan melihat dan mengakui, bahwa kita mencerminkan kasih Yesus dan Tuhan kita akan dimuliakan.

Kerukunan adalah senjata pamungkas mengalahkan setan dan tipu muslihatnya.

Sumber: Renungan Bethany Graha

#Hari ini kita akan mulai membaca kitab Ibrani pasal 1#

Sabtu, 23 Januari 2021

Buah Rohani Tidak Bisa Dituai Jika Kita Menabur Kedagingan

Galatia 6: 8 "Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu."

Tujuan spiritual tidak akan pernah bisa dicapai dengan cara duniawi. Ingat kisah Musa di tanah Mesir? Ia membunuh orang Mesir dan menguburnya di pasir.  Musa mungkin mengira bahwa dia mengikuti rencana Tuhan, tetapi dia tidak pernah bersusah payah mencari perkataan Tuhan terlebih dahulu.

Dia pasti tidak pernah berdoa sebelum melakukan hal itu. Kami tidak memiliki catatan bahwa Musa mencari wajah Tuhan sebelum mengambil langkah penting itu. Akibatnya, Musa terjatuh. Itu adalah kemunduran terbesar dalam hidupnya.

Faktanya adalah, kamu tidak bisa menabur benih daging untuk menuai tanaman rohani. Kamu tidak bisa menanam perbuatan duniawi dan menumbuhkan buah rohani. Jika kamu melakukan manipulasi, kecurangan, dan kebohongan untuk mencapai puncak, jangan bersyukur kepada Tuhan!

Tuhan tahu bahwa kamu mengubur bangkai duniawi itu ke dalam tanah agar kamu mendapatkan promosi. Jadi, ketika kamu mendapatkan jabatan yang lebih besar serta fasilitas eksklusif, jangan berikan pujian kepada-Nya! Dia tidak menginginkannya karena itu adalah hasil pekerjaanmu, bukan pekerjaan-Nya.

Kadang kita berkata kepada Tuhan, “Tuhan terimakasih.” Kemudian Tuhan menjawab “Siapa? Aku? Aku tidak melakukannya. Itu perbuatanmu.” Kamu menyontek saat ujian, mendapatkan nilai yang bagus, dan bersyukur atas nilai sempurna yang kamu dapatkan. Kamu memalsukan pajak penghasilanmu, kemudian mendapatkan uang yang seharusnya kamu berikan, dan berterimakasih kepada-Nya atas uang tersebut yang harusnya kamu berikan untuk dana pembangunan.

Tidak seperti itu. Dia berkata kepadamu, “Ini bukan perbuatan-Ku. Ini adalah rencanamu.”

Saat Musa duduk tepi sumur, bisa kita bayangkan suara kecil yang memotong perenungannya saat itu. “Jangan berterimakasih kepada-Ku mengenai orang Mesir yang tekubur di pasir itu, Musa. Kau yang melakukannya. Kedagingan seperti itu tidak akan pernah bisa melakukan rencana-Ku. Itu kedagingan Musa. Dari awal sampai akhir. Kau tahu itu.”

Dia tahu itu. Dia sangat menyadarinya ketika dia kembali kepada orang Ibrani keesokan harinya dan mencoba untuk mengambil kepemimpinan hanya untuk diejek dan ditolak. Kemudian seluruh rencananya gagal, dan dia harus mengambil tindakan. Syukurlah, Musa mempelajari pelajaran itu dengan baik.

Terkadang kita sama seperti Musa. Melakukan kedagingan untuk mendapatkan buah rohani. Tetapi Tuhan tidak menghendaki hal seperti itu. Mari kita kembali mendekat kepada-Nya, dan mendengar apa yang Ia ingin perbuat dalam kehidupan kita sehingga kita dapat berbuah di dalam Dia.

Hak Cipta oleh Charles R. Swindoll. Disadurkan dari crosswalk.com

#Hari ini kita akan membaca surat Paulus kepada Filemon. Dan kitab ini hanya terdiri dari 1 pasal saja#

Jumat, 22 Januari 2021

RENUNGKAN DAN BERSYUKURLAH

NATS: Adalah baik untuk menyanyikan syukur kepada Tuhan, dan untuk menyanyikan mazmur bagi nama-Mu, ya Yang Mahatinggi (Mazmur 92:2)

Sifat apakah yang dengan jelas dapat menggambarkan kondisi kesehatan moral dan rohani seseorang? Apakah itu kasih? Integritas? Kebaikan, kegembiraan, atau keyakinan? Pendapat tiap-tiap orang bisa berbeda, itu pasti.

Otto Friedrich Bollnow, dalam eseinya Who Really Gives Thanks? (Siapakah yang Benar-benar Bersyukur?) mengungkapkan, "Mungkin tak ada sifat lain yang lebih dapat menggambarkan kesehatan moral dan rohani seseorang selain kemampuannya untuk bersyukur."

Sekalipun kita tidak sependapat dengannya, pendapat Bollnow tetap dapat dijadikan bahan pemikiran. Bagaimanapun juga, Kitab Suci menekankan pentingnya memuji Allah atas kebaikan dan belaskasihan-Nya. Ada banyak ayat dalam kitab Mazmur yang melukiskan ungkapan hati yang penuh syukur. Sebagai contoh, "Kiranya bangsa-bangsa bersyukur kepada-Mu, ya Allah; kiranya bangsa-bangsa semuanya bersyukur kepada-Mu" (Mazmur 67:4). "Bersyukurlah kepada-Nya dan pujilah nama-Nya!" (100:4). Rasul Paulus pun mendorong rekan-rekannya yang seiman agar mengucap syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa di surga (Efesus 5:20).

Berdasarkan hal di atas, luangkanlah waktu untuk merenung dan mengingat akan pengampunan Allah, perlindungan-Nya yang tak pernah berubah, kesetiaan-Nya dalam memelihara kita, serta penyertaan-Nya yang kekal. Dengan selalu ingat untuk bersyukur, Anda akan berada dalam kondisi sehat secara rohani dan memuliakan nama-Nya.

Oleh karena itu, renungkanlah-dan bersyukurlah! -VCG

BELAJAR BERSYUKUR MERUPAKAN PROSES YANG TAK ADA HABISNYA

Sumber: Renungan Harian

#Bacaan hari ini adalah Titus pasal 3 dan ini adalah pasal terakhir dari surat Paulus kepada Titus#

Kamis, 21 Januari 2021

Perlombaan Kera dan Kancil

Alkisah di sebuah hutan hiduplah dua hewan yang saling bersaing, yaitu seekor kera dan seekor kancil. Si kera mengajak si kancil berlomba membuktikan diri siapa yang lebih hebat di antara mereka berdua. Karena merasa tertantang akhirnya si kancil pun menerima tantangan itu.

Si kera yang merasa lebih hebat dalam memanjat langsung mengajak si kancil menemui seekor tupai yang tinggal di sebuah pohon dan berniat menjadikannya sebagai juri. Begitu tiba di tempat tupai, mereka menyampaikan maksud kedatangan mereka untuk menjadikannya sebagai juri dalam perlombaan yang mereka rencanakan.

"Baiklah, siapa yang lebih dulu mencapai puncak pohon ini akan diakui sebagai yang terhebat," kata si tupai.

Si kera langsung melompat, dan tidak lama dia melambai-lambai ke bawah dengan tatapan mengejek. Si kancil yang tidak bisa memanjat pohon langsung protes dan mengajak si kera untuk mangadakan pertandingan ulang dengan menjadikan kuda sebagai jurinya.

Si kuda yang tinggal di lereng gunung mendengar maksud kedatangan mereka. "Baiklah, siapa yang lebih dulu mencapai puncak gunung ini, akan diakui sebagai yang terhebat," ucap si kuda.

Tanpa pikir panjang si kancil berlari secepat-cepatnya. Setiba di atas dia berteriak ke bawah dan melambaikan kakinya dengan tatapan yang tak kalah mengejek.

Seekor beruang yang sedari tadi memperhatikan tingkah dua warga hutan itu mendekat dan bicara pada mereka berdua. "Kalian sedang apa sih?" tanyanya.

Si kera yang merasa dikalahkan menjawab, "Si kancil tuh, masa mengajak saya lari ke puncak gunung. Mana kuat saya mengejarnya?"

Si kancil pun protes, "Bukan begitu, si kera yang mengajak lomba. Tadi dia mengajak saya lomba memanjat pohon. Ya jelas saya kalah lah!"

Si beruang langsung mengerti duduk masalahnya. Ia pun berkata, "Kalian lihat pohon di seberang sungai itu? Bagaimana jika kalian berdua berlomba mencapai pohon itu dan siapa yang bisa mengambil buah di pohon itu, dia yang menang! Setuju?"

Setelah keduanya setuju, mereka pun segera berlari untuk mencapai pohon di seberang sungai itu dan memetik buahnya. Si kancil dengan gesit menyeberangi sungau itu dengan melompat-lompat kecil. Sementara itu si kera tertinggal karena tidak ada dahan yang bisa dijadikan ayunan untuk menyeberang.

Sesampainya di seberang, si kancil malah bingung sendiri. Bagaimana caranya memetik buah yang tergantung tinggi itu? Pada saat yang bersamaan si kera berteriak, "Kancil, jemput aku di sini! Dan aku akan mengambilkan buah itu untuk kamu!"

Si kancil berpikir sejenak. Setelah yakin untuk menjemput si kera dia pun melompat dan menjemputnya di seberang. Si kera menaiki punggung si kancil dan mereka berdua pun sampai di seberang. Sesuai janjinya si kera pun memanjat pohon itu dan mengambil buahnya.

Di kejauhan si beruang bertepuk riang menyaksikan kerja sama mereka berdua. "Kalian sudah liat sendiri? Kalian berdua berbeda dan masing-masing memiliki peran yang berbeda. Kita tidak bicara siapa yang terhebat di antara kita, tapi bagaimana kita memanfaatkan semua kelebihan kita masing-masing dan saling bekerja sama untuk menjadikan sebuah kekuatan yang tidak terkalahkan!"

Demikian juga dalam kehidupan ini. Setiap orang dipercayakan Tuhan dengan talentanya masing-masing. Tidak usah iri dengan kelebihan orang lain. Tidak usah saling menjatuhkan. Fokus saja untuk mengembangkan talenta yang kita miliki. Begitu juga dengan yang merasa "lebih" tidak usah sombong apalagi memandang rendah orang lain. Marilah kita saling bekerja sama dengan memanfaatkan kelebihan kita masing-masing untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.

1 Korintus 12:14-22
14 Karena tubuh juga tidak terdiri dari satu anggota, tetapi atas banyak anggota.
15 Andaikata kaki berkata: "Karena aku bukan tangan, aku tidak termasuk tubuh", jadi benarkah ia tidak termasuk tubuh?
16 Dan andaikata telinga berkata: "Karena aku bukan mata, aku tidak termasuk tubuh", jadi benarkah ia tidak termasuk tubuh?
17 Andaikata tubuh seluruhnya adalah mata, di manakah pendengaran? Andaikata seluruhnya adalah telinga, di manakah penciuman?
18 Tetapi Allah telah memberikan kepada anggota, masing-masing secara khusus, suatu tempat pada tubuh, seperti yang dikehendaki-Nya.
19 Andaikata semuanya adalah satu anggota, di manakah tubuh?
20 Memang ada banyak anggota, tetapi hanya satu tubuh.
21 Jadi mata tidak dapat berkata kepada tangan: "Aku tidak membutuhkan engkau." Dan kepala tidak dapat berkata kepada kaki: "Aku tidak membutuhkan engkau."
22 Malahan justru anggota-anggota tubuh yang nampaknya paling lemah, yang paling dibutuhkan.

Sumber: Renungan Kristen

#Bacaan hari ini Titus pasal 2#

Rabu, 20 Januari 2021

HATI NURANI DAN KONSEKUENSI

NATS: Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, ... kami tidak akan memuja dewa tuanku (Daniel 3:17-18)

Hampir setiap hari kita menghadapi pertanyaan yang berkaitan dengan suara hati nurani. Kita harus memilih antara melakukan sesuatu yang menyenangkan hati Allah atau sesuatu yang memenuhi hasrat kita yang mementingkan diri sendiri.

Para pejabat pemerintah bisa saja tergoda untuk menerima suap atau membuat keputusan yang tercela. Para karyawan terkadang diminta untuk merekayasa angka-angka atau mengarsip laporan palsu. Para pelajar sering menghadapi godaan untuk berbuat curang atau menyontek.

Sebagai orang Kristen, kita menghadapi berbagai situasi dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan ujian bagi hati nurani kita. Ujian tersebut menolong kita untuk mengetahui apakah kita sungguh-sungguh menjaga integritas yang diharapkan Allah. Kita tahu bahwa pilihan kita dapat menimbulkan konsekuensi yang baik atau buruk, tetapi ujian yang sebenarnya datang ketika kita harus memutuskan dengan cepat apa yang harus kita lakukan.

Apa yang dapat menjadi pelindung terbaik agar kita tidak salah mengambil keputusan? Kita harus percaya bahwa Allah akan menjaga tatkala kita memilih untuk melakukan yang benar, apa pun akibatnya.

Dalam Daniel 3, Sadrakh dan teman-temannya mengambil keputusan untuk tidak menyembah patung emas itu. Mereka berani menentang sang raja karena mereka mempercayai Allah. Mereka berkata bahwa seandainya Tuhan tidak melepaskan mereka sekalipun, mereka akan tetap mempercayai-Nya (ayat 17-18).

Ketika kita menghadapi masalah yang berkaitan dengan hati nurani, kita juga bisa melakukan hal yang benar--dan menyerahkan segala konsekuensinya kepada Allah --JDB

Let the road be rough and dreary,
And its end far out of sight;
Foot it bravely, strong or weary --
Trust in God and do the right --Macleod

JIKA FIRMAN ALLAH MEMIMPIN HATI NURANI ANDA, BIARKAN HATI NURANI ITU MEMIMPIN ANDA

Sumber: Renungan Harian

#Hari ini kita akan mulai membaca surat Paulus kepada Titus#

Selasa, 19 Januari 2021

DOA YANG BERBAHAYA

[[Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah ... dan kamu akan menerimanya. ]] (Yohanes 15:7) 

Banyak orang salah menafsirkan ayat ini dan menganggap bahwa apa yang mereka doakan, pasti akan dikabulkan. Padahal justru sangat berbahaya jika Tuhan meluluskan setiap permintaan kita. Mengapa? Karena keterbatasan kita membuat kita tidak tahu apa yang akan terjadi seandainya doa-doa kita dikabulkan. Dosa telah mencemari keinginan-keinginan kita sehingga apa yang kita minta kerap kali hanya untuk memuaskan hawa nafsu kita.

Oleh karena itu, ayat ini harus dibaca dengan lengkap sesuai konteksnya sehingga kita mengerti bahwa Tuhan mengabulkan doa kita jikalau kita hidup benar, meminta sesuai kehendak-Nya, dan menghasilkan banyak buah bagi kemuliaan Allah. 

Sejak kecil Frank Slazak sudah berdoa agar suatu hari kelak ia dapat terbang ke ruang angkasa. Ketika NASA membuka kesempatan itu, ia mendaftarkan diri dan lolos dalam dua seleksi yang sangat ketat. Ia sangat yakin Tuhan mengabulkan doanya. Namun, betapa kecewanya dirinya ketika ternyata pada akhirnya yang terpilih adalah Christa McAuliffe. Pada tanggal 28 Januari 1986, Challenger meledak 70 detik sesudah diluncurkan. Saat itu barulah Frank sadar bahwa seandainya ia ikut dalam penerbangan itu, ia sudah mati. Tuhan tidak mengabulkan doanya karena Dia memiliki rencana yang jauh lebih indah baginya. 

Jika saat ini doa-doa kita tidak dikabulkan, jangan marah atau putus asa. Tetaplah memandang kepada-Nya karena Dia tahu apa yang terbaik bagi kita. (Ruth Retno Nuswantari)

Sumber: Amsal Hari Ini

#Bacaan hari ini 2 Timotius pasal 4 dan ini adalah pasal yang terakhir#

Senin, 18 Januari 2021

Allah Memurnikan Melalui Penderitaan

Bahan renungan: Yesaya 48

Allah mengasihi umat-Nya walaupun sebenarnya kehidupan iman umat Israel itu tidak tulus (48:1). Allah mengatakan bahwa mereka itu tegar tengkuk, keras kepala, kepala batu. (48:4) Melalui para nabi, Allah menyampaikan nubuat tentang hal-hal yang baru, yang belum pernah ada sebelumnya untuk menegaskan bahwa nubuat itu benar-benar berasal dari Allah karena tidak ada berhala yang bisa melakukan hal seperti itu (48:3-7). Nubuat tersebut jelas menunjuk kepada hukuman pembuangan umat Yehuda ke Babel dan pemulangan ke Yerusalem yang bersifat memurnikan iman melalui ujian dalam dapur kesengsaraan (48:10). Selain menubuatkan hal-hal yang akan terjadi di masa depan, Allah juga memberi tahu apa yang Ia lakukan pada masa lampau (48:13). Oleh karena itu, wajar bila Allah mengatakan, “Akulah yang tetap sama, Akulah yang terdahulu, Akulah juga yang terkemudian!” (48:12). Allah itu tidak berubah karena Ia itu kekal, selalu ada. Oleh karena itu, Allah bukan hanya mencipta pada masa lalu, tetapi Ia juga merancang masa depan, sehingga masa depan bukanlah suatu kebetulan! Masa depan dirancang oleh Allah dan Allah telah merancang masa depan untuk memurnikan iman umat-Nya. Pada masa kini, kita perlu peka terhadap petunjuk Allah tentang jalan yang harus kita tempuh. Kepekaan terhadap tuntunan Allah dan ketaatan terhadap pimpinan Allah itulah yang akan membuat kita bisa selalu memiliki damai sejahtera (48:17-18). Sebaliknya, orang fasik—yang tidak peduli terhadap kehendak Allah—tidak akan memiliki damai sejahtera (48:22).

Bila Anda menghadapi kesulitan ekonomi atau menghadapi masalah apa pun, jangan kecil hati. Tetaplah waspada agar Anda tidak kehilangan iman! Sampai masa kini pun, Allah tetap bisa memakai penderitaan sebagai sarana untuk memurnikan iman kita atau menuntun kita menuju kepada  keadaan yang lebih baik. Saat menghadapi masalah atau penderitaan, kita harus berusaha memahami kehendak Allah bagi diri kita serta mengikuti pimpinan Tuhan. Bila kita hidup dalam ketaatan kepada Tuhan, kita akan memiliki damai sejahtera yang akan memberi kita kekuatan dalam menghadapi masalah atau penderitaan yang sedang kita hadapi. Sebaliknya, bila kita menjauh dari Tuhan, kita akan kehilangan sumber kekuatan dalam menghadapi masalah. Apakah saat ini Anda sedang mendekat kepada Tuhan? [GI Purnama]

Sumber: Renungan GKY

#Hari ini kita membaca 2 Timotius pasal 3#

Minggu, 17 Januari 2021

Belajar Seperti Kristus

”Lalu imam-imam kepala dan orang-orang Farisi memanggil Mahkamah Agama untuk berkumpul dan mereka berkata : Apakah yang harus kita buat? Sebab orang itu membuat banyak mujizat. . . . . Mulai dari hari itu mereka sepakat untuk membunuh Dia.” 
(Yohanes 11:47, 53)

Tuhan adalah hakim yang adil. Setiap kali kita disakiti dan diperlakukan tidak adil, pasti keadilan Allah akan ditegakkan. Itu sebabnya, ketika kita merasa disakiti dan diperlakukan tidak adil, Tuhan lebih tertarik melihat reaksi kita, daripada ketidakadilan itu sendiri. Masalah keadilan, itu adalah hak Tuhan untuk melakukannya. Tetapi masalah reaksi terhadap ketidakadilan, itu adalah hak kita untuk menyikapinya.

Problem yang sesungguhnya, sebenarnya tidak berasal dari luar diri kita. Problem tidak berasal dari apa yang dikatakan atau dilakukan orang terhadap kita. Problem berasal dari dalam, dari hati dan pikiran manusia. Dari, bagaimana reaksi kita menghadapi penolakan dan omongan yang menyakitkan perasaan.

Problemnya adalah, kita tidak cukup kuat untuk tidak bereaksi terhadap tindakan yang tidak bersahabat itu. Hal ini tidak bermaksud, bahwa kita harus menjadi manusia robot yang tidak berperasaan. Tetapi, bagaimana kita meresponinya dengan cara seperti yang Tuhan inginkan.

Seseorang yang memiliki buah Roh Kudus di dalam dirinya, akan menggunakan kesempatan itu, untuk menghasilkan buah Roh Kudus. Bagaimana kita menghadapinya dengan kasih, sukacita, panjang sabar, kelemahlembutan, penguasaan diri, dan sebagainya. Itu adalah PR yang senantiasa harus dikerjakan sepanjang hidup ini.

Seringkali kita menyanyikan lagu, “Ku mau seperti Mu Yesus, disempurnakan selalu". Tahukah saudara, bahwa perlakuan tidak menyenangkan yang dilakukan orang lain terhadap diri kita adalah bagian dari proses untuk menjadi seperti Yesus ? Yesus dimusuhi oleh sebagian besar tokoh masyarakat dan pemuka agama. Mereka bahkan bersepakat hendak membunuh Yesus. Bagaimana reaksi Yesus menghadapinya? Yesus memilih menghindar dan pergi ke Efraim.
 
Renungan :
Manusia batiniah akan memunculkan sikap, melabrak dan meminta pertanggungjawaban, ketika diperlakukan secara tidak menyenangkan. Manusia rohaniah yang dipimpin Roh Kudus, akan menyerahkan semuanya pada keadilan Tuhan. Akhirnya, kita dibentuk menjadi seperti Yesus.

Penguasaan diri timbul dari sikap yang senantiasa berusaha memunculkan karakter Kristus.

Sumber: Renungan Bethany Graha

#Bacaan hari ini 2 Timotius pasal 2#

Sabtu, 16 Januari 2021

Proses Pematangan

Apabila aku bertemu dengan perkataan-perkataan-Mu, maka aku menikmatinya; firman-Mu itu menjadi kegirangan bagiku, dan menjadi kesukaan hatiku. –Yeremia 15:16

Pada awal pelayanannya yang akhirnya berlangsung lima puluh tahun di Cambridge, Inggris, Charles Simeon (1759–1836) pernah bertemu dengan gembala gereja tetangga, Henry Venn, dan anak-anak perempuannya. Setelah kunjungan itu, anak-anak perempuan Venn mengomentari sikap Simeon muda yang menurut mereka kasar dan terlalu percaya diri. Venn menanggapi dengan menyuruh anak-anak perempuannya memetik sebutir buah persik dari pohon. Ketika anak-anaknya bingung mengapa sang ayah menyuruh mereka memetik buah yang belum matang, Venn menjawab, “Ya, anak-anakku, buah ini sekarang masih hijau, jadi kita harus menunggu; tetapi dengan bantuan sinar matahari, dan jika rajin disiram, persik ini akan menjadi matang dan manis. Demikian juga dengan Tn. Simeon.”

Seiring berlalunya waktu, Simeon memang semakin lemah lembut oleh kasih karunia Allah yang mengubahkan dirinya. Salah satu penyebabnya adalah komitmen Simeon untuk membaca Alkitab dan berdoa setiap hari. Seorang teman yang pernah tinggal dengannya selama beberapa bulan menyaksikan sendiri kebiasaan Simeon dan berkomentar, “Itulah rahasia dari kebaikan hati dan kekuatan rohaninya yang luar biasa.”

Kita dapat memercayai Allah untuk melembutkan hati kita oleh Roh-Nya.

Dalam waktu pribadinya bersama Allah setiap hari, Simeon meneladani Nabi Yeremia yang setia mendengarkan firman Allah. Yeremia begitu bergantung pada firman itu hingga ia berkata, “Apabila aku bertemu dengan perkataan-perkataan-Mu, maka aku menikmatinya.” Ia merenungkan dan mencerna firman Allah yang menjadi “kegirangan” dan “kesukaan” bagi hatinya (Yer. 15:16).

Bila saat ini kita juga menyerupai buah yang masih hijau dan masam, kita dapat memercayai Allah untuk melembutkan hati kita oleh Roh-Nya seiring dengan pengenalan kita yang semakin mendalam akan Dia lewat ketekunan kita membaca dan menaati firman-Nya.

Bagaimana Anda telah diubahkan lewat kebiasaan Anda membaca Alkitab? Jika Anda belum terbiasa, apa alasannya?

Ya Allah, Kitab Suci memberikan santapan bagi jiwaku dan menjaga aku dari dosa. Tolonglah aku untuk tekun membacanya setiap hari.

Sumber: Santapan Rohani

#Hari ini kita mulai membaca 2 Timotius pasal 1#

Jumat, 15 Januari 2021

Berfokus dan Bergantung pada Allah

Bacaan renungan: Matius 4:1-11

Berpuasa dalam jangka waktu cukup lama tentu dapat membuat kondisi fisik manusia menurun. Tidak terkecuali dengan Tuhan Yesus. Dalam kondisi yang demikian, Ia diperhadapkan pada serangan Iblis.

Iblis mencobai Yesus dengan meminta Yesus mengubah batu menjadi roti. Iblis tahu itulah yang dibutuhkan oleh Yesus setelah 40 hari 40 malam berpuasa, yaitu memenuhi kebutuhan fisik-Nya (2). Melalui pencobaan ini Iblis ingin mengalihkan Yesus dari hal-hal rohani kepada hal-hal jasmani. Iblis juga ingin agar Yesus berusaha memenuhi kebutuhan-Nya dengan bergantung pada kekuatan-Nya sendiri dan bukan pada Allah.

Namun, Tuhan Yesus tidak terkecoh dengan semua itu. Ia tetap bergantung pada Bapa-Nya dan tidak menuruti perkataan Iblis. Ia menjawab tantangan dan mematahkan serangan Iblis dengan firman Tuhan. Ia menegaskan kepada Iblis bahwa hidup dan mati manusia tidak ditentukan oleh kebutuhan fisik, melainkan oleh Allah, Sang Pemberi dan Pemelihara Hidup.

Melalui perikop ini, kita belajar bahwa Iblis selalu berusaha menjauhkan kita dari Allah. Iblis mengalihkan pikiran kita dari hal-hal rohani kepada hal-hal jasmani. Iblis memanfaatkan materi dan kekhawatiran hidup.

Iblis sering mengacau ketika kita sedang menyenangkan Allah. Misalnya, Iblis membujuk kita untuk mengikuti pertemuan bisnis ketimbang beribadah, menonton acara televisi ketimbang mendengarkan firman Tuhan, dugem sampai pagi ketimbang melakukan saat teduh. Pada akhirnya, kita kehilangan momen bersama Tuhan. Kita tidak bisa menikmati firman-Nya, sehingga tidak lagi peka mendengar suara-Nya.

Kita sering bertindak salah karena memakai cara kita sendiri. Kita mengambil jalan pintas agar bisa lepas dari kekhawatiran dan menyelesaikan persoalan hidup dengan cara kita sendiri. Kita makin menjauh sehingga tidak lagi bergantung pada Dia. Mari kita mengarahkan pikiran dan hati kita kepada Allah dan tetap bergantung pada-Nya dalam menghadapi segala tantangan. [ABL]

Sumber: Santapan Harian

#Hari ini kita membaca dari 1 Timotius pasal 6. Dan ini adalah pasal terakhir. Besok kita akan lanjutkan dengan membaca surat Paulus yang kedua kepada Timotius#

Kamis, 14 Januari 2021

Kristen Indekos

Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa. Dan hamba tidak tetap tinggal dalam rumah, tetapi anak tetap tinggal dalam rumah. (Yohanes 8:34-35)

Orang yang telah menerima keselamatan di dalam Tuhan akan tetap selamat. Namun, manusia juga diberi kehendak bebas oleh Tuhan untuk menentukan, apakah tetap di jalan keselamatan, atau menyiakan-nyiakan keselamatan yang telah diperolehnya. Cara untuk tetap berada di jalan keselamatan adalah, dengan tidak berbuat dosa lagi.

Pemahaman untuk tidak berbuat dosa lagi, seringkali ditafsirkan secara kurang tepat oleh sebagian orang. Mereka mengidentikkan berbuat dosa dengan hukum: boleh atau tidak boleh dan halal atau haram. Misalnya, mereka bertanya, boleh tidak merokok? Boleh tidak minum bir? Boleh tidak menonton film ke bioskop?

Kekristenan adalah hubungan (relationship). Keintiman hubungan seseorang dengan Tuhan, akan membawa yang bersangkutan kepada kekudusan yang semakin berkualitas. Keintiman hubungan itu didapatkan, bila kita berada di dalam hadiratNya. HadiratNya hadir di saat kita berkomunikasi dengan Dia di dalam doa, pujian dan penyembahan.

Jadi, yang terpenting bukan dalil-dalil hukum, ketika kita berbicara tentang kekudusan. Bahkan, kecenderungan yang ada di dalam diri manusia adalah, semakin dilarang, akan semakin penasaran. Semakin dia berpikir untuk tidak boleh melakukan, semakin dia tergoda untuk melakukannya. Contoh sederhana, pada saat tidak berpuasa, mungkin kita terbiasa melewati pagi hari tanpa sempat sarapan. Tetapi, begitu kita berniat untuk berpuasa, baru jam enam pagi, mungkin perut sudah keroncongan luar biasa. Ya itulah, kekuatan dosa di dalam pikiran.

Orang yang berbuat dosa, dia menjadi hamba dosa. Dan hamba tidak tetap tinggal di dalam rumah tuannya. Satu saat dia akan keluar. Hanya anak yang tinggal selamanya di rumah Bapa. Untuk dapat melawan dosa, tidak bisa dilakukan dengan kekuatan pikiran. Gunakan kekuatan roh. Di saat roh kita senantiasa berpadu dengan Roh Kudus, maka kita menjadi orang Kristen yang tidak bisa berbuat dosa.

Mengapa ada orang Kristen indekos? Sebentar merdeka, sebentar jadi hamba dosa lagi? Ya, karena dia tidak tetap dalam hadirat Tuhan. Coba dia senantiasa hidup dalam keintiman dengan Tuhan. Pasti lain ceritanya. Jangan jadi Kristen indekos!

Renungan :Kekuatan pikiran sangat terbatas untuk melawan dosa. Aktifkan senantiasa kuasa Roh Kudus di dalam diri kita. Dia adalah kekuatan dahsyat yang dapat membawa kita muak dengan dosa.

Dosa tidak dapat dilawan dengan kekuatan pikiran; lawanlah dengan kekuatan Roh Kudus.

Sumber: Renungan Bethany Graha

#Bacaan hari ini dari 1 Timotius pasal 5#

Rabu, 13 Januari 2021

Bacaan: 1 Timotius 4

Bertekunlah:

1. Dalam membaca Kitab Suci 

2. Dalam membangun 

3. Dalam mengajar 

Terus bertumbuh dalam aspek:

1. Pengajaran (doktrin)

2. Kerohanian (hub dgn Tuhan)

3. Karakter 

4. Pelayanan

Mari kita masing2 melihat diri kita msg2, bagian mana dalam "bertekun" dan "bertumbuh" yg msh kurang dan mari kita saling mendoakan spy kita bs terus "bertekun" dan "bertumbuh" sesuai dgn kehendak Tuhan shg nama Tuhan dimuliakan. Amin. 

Roma 12:11 Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan. 


MIMPI SENIMAN

NATS: Karena Engkau telah disembelih dan dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa (Wahyu 5:9)

Rita Snowden, pada tahun 1937, menulis sebuah buku berjudul If I Open My Door. Di dalamnya ia menceritakan tentang sebuah jemaat yang merencanakan untuk membangun tempat ibadah yang baru. Di bagian tengah gereja tersebut akan dipasangi jendela kaca berwarna dengan gambar anak-anak yang sedang menyembah Yesus.

Jemaat tersebut mempekerjakan seorang seniman untuk melukis sebuah gambar pada jendela yang sudah disiapkan. Ia memenuhi tugasnya, dan malam itu ia bermimpi mendengar suara gaduh di studionya. Ketika menyelidiki, ia melihat orang asing sedang mengubah lukisannya. Ia berteriak, "Hentikan! Anda merusak lukisan itu." Namun orang asing itu menjawab, "Kamulah yang telah merusakkannya." Sang penyusup itu kemudian menjelaskan bahwa wajah anak-anak itu semula hanya satu warna, tetapi ia membuatnya menjadi beragam warna. Ketika penyusup itu berkata bahwa ia menginginkan anak-anak dari seluruh bangsa dan ras dapat datang kepadanya, seniman itu akhirnya menyadari bahwa ia sedang berbicara dengan Yesus sendiri.

Di dalam dunia di mana perbedaan ras sering menyulut perpisahan dan konflik, orang-orang kristiani perlu mengusahakan kesatuan dan kedamaian. Yesus memanggul salib untuk membawa keselamatan bagi orang-orang dari setiap bangsa (Wahyu 5:9). Kesaksian dan persekutuan kita harus melampaui hambatan yang secara historis telah memisahkan keluarga umat manusia (Roma 1:16; Galatia 3:28).

Apakah kita menyatakan kasih Yesus kepada semua orang? --Vernon Grounds

YESUS MENGASIHI SEMUA ORANG TIDAK HANYA ORANG YANG SERUPA DENGAN ANDA

Sumber: Renungan Harian

#Bacaan Alkitab hari ini 1 Timotius pasal 4#

Selasa, 12 Januari 2021

SAAT ALLAH MENGGUNTUR

NATS: Dalam kesesakan engkau berseru, maka Aku meluputkan engkau; Aku menjawab engkau dalam persembunyian guntur (Mazmur 81:8)

Guntur menggelegar di pegunungan Sawtooth, berdentam, serta bergema di puncak-puncak dan ngarainya, menggetarkan tanah dengan ledakan suaranya. Anjing tua saya segera lari ketakutan. Saya berdiri terpana dan merasa gembira.

Badai itu mengingatkan saya akan “persembunyian guntur” di mana Allah menjawab umat-Nya (Mazmur 81:8). Bangsa Israel berseru dari parit-parit jerami dan dapur batu bata Mesir. Tepat pada waktunya, Allah menimpakan badai guntur pada seluruh tanah itu (Keluaran 9:13-34).

Bagian lain dari Mazmur berbicara mengenai badai yang melindungi bangsa Israel ketika mereka menyeberangi Laut Merah (Mazmur 77:17-21). Guntur itu menjadi malapetaka bagi bangsa Mesir, tetapi membawa pembebasan bagi umat Allah. Setiap sambarannya yang bergemuruh merupakan suara penghiburan dari Bapa bagi anak-anak-Nya.

Ketika Yesus meramalkan kematian-Nya dalam Yohanes 12:28,29, Dia meminta Bapa-Nya untuk memuliakan nama-Nya. Terdengarlah suara dari surga, “Aku telah memuliakan-Nya, dan Aku akan memuliakan-Nya lagi.” Bagi orang banyak, suara itu terdengar seperti guntur.

Apakah Anda sedang dalam kesusahan? Berserulah kepada Allah dalam kesesakan dan kesusahan Anda. Anda mungkin tidak akan mendengar guntur yang menggelegar, tetapi suaranya akan bergema lagi dari surga ketika Dia menjawab Anda dalam “persembunyian guntur”. Allah akan menghibur dan membebaskan Anda dari rasa takut --David Roper

ORANG YANG MENARUH KEPERCAYAAN KEPADA ALLAH AKAN MENEMUKAN PENGHIBURAN DALAM KEKUATAN-NYA

Sumber: Renungan Harian

#Bacaan firman Tuhan hari ini dari 1 Timotius pasal 3#

Senin, 11 Januari 2021

DAMAI SEJAHTERA ALLAH

[[Kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus.]] (Roma 5:1)

Allah menghendaki kita memiliki damai sejahtera. Sayangnya, kita kerap kali tidak mengalami damai sejahtera itu. Apalagi kita sebagai orang-orang percaya, kita seharusnya memiliki damai sejahtera itu. Namun, apakah ada damai? Apakah ada sejahtera? Bukankah kenyataannya banyak orang Kristen sendiri saling bermusuhan karena harta, takhta, dan wanita? Bahkan bukankah sekarang banyak juga gereja yang tidak damai dan terpecah-pecah?

Di manakah damai sejahtera itu sebenarnya? Jangan mencari damai sejahtera di dunia ini. Hal itu tidak akan ditemukan di dalam masyarakat, bahkan di dalam gedung gereja. Perlu kita ketahui bahwa yang sesungguhnya pertama-tama harus merasakan damai dan sejahtera adalah hati kita. Oleh sebab itu, Roma 5:1-11 menyatakan bahwa kita mengalami damai sejahtera (ayat 1 dan 11) karena Tuhan kita Yesus Kristus yang memberikan anugerah keselamatan (ayat 2), menguatkan (ayat 3-5), dan mengasihi kita (ayat 6-10). Ketika Yesus menjadi Tuhan dalam hidup kita, damai sejahtera itu hadir. Hanya Tuhan Yesus yang bisa memberikan damai sejahtera sejati, bukan dunia ataupun manusia.

Masih adakah sesuatu yang mengikat dalam hati kita sehingga hidup kita ini tidak ada damai sejahtera? Masihkah kita juga mencari-cari sesuatu yang kita anggap bisa memberi kita damai sejahtera? Jangan biarkan semua itu terus menggandoli hidup kita. Lepaskanlah itu dan berikanlah kepada Tuhan. Berimanlah kepada Yesus dan lihatlah betapa hati kita bisa mengalami damai sejahtera itu. (Amos Winarto Oei)

Sumber: Amsal Hari Ini 

#Bacaan hari ini 1 Timotius pasal 2#

Minggu, 10 Januari 2021

Jangan Menghakimi

Dan ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, Iapun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka : ”Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.” (Yohanes 8:7)

Jika kita membaca kisah dalam Injil Yohanes ini, kita akan diingatkan kembali kisah tentang seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah, yang dibawa oleh ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi di hadapan Tuhan Yesus. Dan jika kita lihat tujuan dari ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi ini hanyalah untuk mencobai Tuhan Yesus supaya mereka mempunyai alasan untuk menyalahkan Tuhan Yesus.

Akan tetapi Tuhan Yesus lewat kisah ini memberikan kita pelajaran agar supaya kita tidak mencari-cari kesalahan orang lain, seolah-olah kita adalah orang yang paling benar, dan semua orang itu salah. "Janganlah menghakimi!” Itulah kata yang mudah untuk kita ingat dalam menggambarkan Yohanes 8:7 ini. Kita harus senantiasa mengoreksi kehidupan kita supaya apabila ada kesalahan, kita jangan terburu-buru menuding atau menuduh orang lain yang salah. Semua manusia di dunia ini tidak ada yang sempurna, setiap kita pasti memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing, dan kita tidak bisa menuntut pada seseorang supaya tidak pernah berbuat suatu kesalahan sekalipun kesalahan kecil. Bahkan dalam Lukas 6:41-42, Tuhan Yesus mengatakan agar supaya kita mengeluarkan terlebih dahulu balok yang ada di dalam mata kita, sehingga kita dapat mengeluarkan selumbar di mata orang lain.

Adalah sifat manusia untuk tidak mau mengakui kesalahan sendiri dan cenderung menyalahkan orang lain. Lihat saja bagaimana Adam dan Hawa melakukan hal yang sama. Ketika mereka berbuat dosa, Adam menuding Hawa, dan Hawa menuding ular. Begitu juga ketika anaknya, Kain, yang membunuh Habel, juga melakukan hal yang sama. la tidak mau mengakuinya ketika Tuhan bertanya kepadanya mengenai keberadaan adiknya (Kejadian 4:9).

Renungan :

Melalui renungan kita hari ini, biarlah kita saling mengintropeksi kehidupan kita sehingga kita tidak mengeluarkan perkataan-perkataan yang menghakimi orang lain. Biarlah kita selalu mengeluarkan perkataan-perkataan yang membangun orang lain, yang membuat orang lain tidak tersandung. Karena penghakiman itu adalah hak Tuhan, kita tidak mempunyai hak untuk menjadi hakim atas sesama kita.

Kita adalah penopang saudara kita, bukanlah hakim yang menjatuhkan.

Sumber: Renungan Bethany Graha

#Bacaan hari ini 1 Timotius pasal 1#

Sabtu, 09 Januari 2021

Proses Menjadi Serupa dengan Kristus

"Hai anak-anakku, karena kamu akan menderita sakit bersalin lagi, sampai rupa Kristus menjadi nyata di dalam kamu." (Galatia 4:19)

Setiap orang Kristen adalah murid Yesus, wajib hidup sebagaimana Kristus hidup. Hidup kita harus mencerminkan Kristus sebagaimana tertulis: "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1Yohanes 2:6). Menjadi serupa dengan Kristus adalah tujuan terbesar setiap orang percaya. Rasul Paulus menegaskan bahwa kita harus diubah menjadi sama dengan citra dan gambar Yesus Kristus, Anak Allah. Itu berarti kita harus diubah ke dalam karakter Kristus, memiliki karakter yang sama dengan karakter Kristus.

Pada awal penciptaan manusia berfirmanlah Allah, "Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita," (Kejadian 1:26), maka "Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka." (Kejadian 1:27). Kata "gambar" ini tidak mengacu pada kesamaan fisik, tetapi pada kesamaan karakter: manusia akan memiliki sifat-Nya dan karakter-Nya seperti yang terpancar pada Anak-Nya, Yesus Kristus, yang adalah "...gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan,... Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia," (Kolose 1:15,19).

Sebagai orang percaya kita harus diubah menjadi seperti gambar dan rupa-Nya: bagaimana kita berkata-kata dan berperilaku haruslah seperti Kristus. Pernahkah perkataan Yesus menyakiti orang lain? Pernahkah Ia mengucapkan kata-kata kutuk terhadap orang yang membenci-Nya? Perkataan Yesus selalu dipenuhi oleh kasih dan pengampunan. Juga ketika menghadapi setiap persoalan dan keadaan apa pun Yesus sealu bersikap dan berpikiran positif. Jadi, Tuhan Yesus harus menjadi teladan utama hidup kita. Menjadi serupa dengan Kristus juga berarti ada buah-buah Roh yang kita hasilkan (baca Galatia 5:22-23). Namun proses untuk menjadi serupa dengan Kristus itu akan sangat menyakitkan bila kita terus memberontak. Ingatlah bahwa Tuhan adalah Sang Penjunan, dan kita hanyalah tanah liat. 

Dia akan terus membentuk dan memproses kita sesuai yang Dia kehendaki, mengikis dan menghancurkan karakter-karakter hidup kita yang tidak berkenan sampai kita menjadi sama dengan gambar-Nya!

Sumber: Renungan Kristen

#Bacaan hari ini 2 Tesalonika pasal 3. Dan pasal ini adalah pasal terakhir. Besok kita akan mulai membaca surat Paulus yang pertama kepada Timotius#

Jumat, 08 Januari 2021

DIAM

Biarlah kamu marah, tetapi jangan berbuat dosa; berkata-katalah dalam hatimu di tempat tidurmu, tetapi tetaplah diam. (Mazmur 4:5)

Kemarahan dapat menghinggapi siapa saja. Pemicunya pun dapat dari mana saja. Mulai dari masalah diri sendiri, sampai pada fitnah yang keluar dari mulut orang-orang yang dengki. Di tengah kemarahan tak jarang muncul keinginan untuk segera memuaskan hati dengan melampiaskannya. Membela diri, mengumpat, mengutuk, membeberkan keburukan orang lain, hingga mengutip ayat dengan maksud menghakimi sesama. Terlebih di masa kini kita dimudahkan dengan sarana yang sangat praktis yakni melalui media sosial.

Namun demikian sang pemazmur dengan bijak menasihatkan supaya ketika marah, kita tetap diam. Berdiam diri untuk mengambil waktu merenung, menyelidiki hati supaya kita dapat mengoreksi diri sendiri serta bertobat jika ternyata telah melakukan tindakan yang melenceng dari kehendak Tuhan. Mengambil waktu untuk diam juga memberi kesempatan supaya hati kita menjadi lebih tenang. Menghindarkan kita dari emosi yang meledak-ledak serta pengambilan keputusan yang salah, yang dapat semakin memperburuk keadaan. Diam menjadi sarana yang baik untuk menghindari dosa. Menahan diri untuk tidak mengumbar emosi negatif tentu akan membuahkan hasil yang lebih baik daripada sekadar mendapatkan kepuasan sesaat.

Mungkin dengan diam kita tampak lemah, salah dan kalah. Dengan diam kemarahan kita seakan tak tersalurkan. Namun memilih diam akan menjadi lebih bijak daripada membela diri dengan menjatuhkan orang lain. Bukankah Yesus pun memberi teladan demikian? Jika kita merasa harus berbicara, bicara saja pada Tuhan. --EBL/www.renunganharian.net

DIAM BUKAN BERARTI TIDAK MELAKUKAN APA-APA. DALAM DIAM KITA BISA SEMAKIN JELAS MENDENGAR SUARA BAPA.

#Bacaan hari ini 2 Tesalonika pasal 2#

Kamis, 07 Januari 2021

DIUJI DENGAN API

NATS: Engkau telah menguji kami, ya Allah, telah memurnikan kami, seperti orang memurnikan perak (Mazmur 66:10)

“Tujuan akhir dari kehidupan bukanlah untuk melakukan, melainkan untuk menjadi,” demikian yang diungkapkan oleh F.B. Meyer. Dan demi tujuan ini kita sedang disiapkan setiap hari. Seperti perak dimurnikan dengan api, hati sering dimurnikan dalam tungku kesedihan. Dalam kesedihannya pemazmur berkata, “Kami telah menempuh api” (Mazmur 66:12).

Proses pemurnian memang dapat sangat menyakitkan, tetapi tidak akan menghancurkan. Sang Pemurni duduk di dekat tungku untuk menjaga nyala api. Dia tidak akan membiarkan kita dicobai melebihi kemampuan kita; hal itu terjadi demi kebaikan kita.

Kita barangkali tidak dapat mengerti mengapa kita harus menanggung kesengsaraan tahun demi tahun. Cobaan seakan-akan tidak akan pernah berakhir dan tidak ada tujuannya. Hari-hari yang kita jalani tampaknya berlalu dengan sia-sia. Kita merasa seakan-akan tidak melakukan sesuatu hal yang berarti.

Akan tetapi, Allah tidak pernah mengerjakan sesuatu yang sia-sia--kita sedang dimurnikan. Dia menempatkan kita ke dalam tungku pencobaan supaya kita memperoleh kesabaran, ketaatan, kerendahan hati, belas kasih, dan juga keunggulan lain yang belum kita miliki.

Jadi, janganlah takut dan jangan menggerutu. Pencobaan Anda saat ini, betapa pun pedihnya, sudah disaring melalui hikmat dan kasih Allah. Sang Pemurni duduk di samping tungku, menjaga nyala api, mengamati prosesnya, menunggu dengan sabar sampai wajah-Nya terpantul di permukaan --David Roper

API PEMURNIAN DAPAT MENGHASILKANK KESAKSIAN YANG GEMILANG

Sumber: Renungan Harian

#Hari ini kita akan mulai membaca surat Paulus yang kedua kepada jemaat di Tesalonika#

Rabu, 06 Januari 2021

MENGAPA KE GEREJA?

NATS: Marilah kita saling memerhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita (Ibrani 10:24,25)

Dalam surat kepada editor sebuah surat kabar Inggris, seseorang mengeluh bahwa ia tidak menemukan alasan untuk pergi ke gereja setiap Minggu. "Selama 30 tahun terakhir ini, saya telah menghadiri kebaktian cukup teratur," tulisnya, "dan selama itu ... saya telah mendengarkan tidak kurang dari 3.000 khotbah. Namun, yang mengejutkan, saya tidak dapat mengingat satu pun dari khotbah-khotbah itu. Saya berpikir mungkin lebih bermanfaat bila waktu sang pendeta digunakan untuk mengerjakan hal lain saja."

Surat itu menimbulkan reaksi dari banyak orang. Berikut ini adalah sebuah tanggapan yang paling mengena: "Saya telah menikah selama 30 tahun. Selama itu saya telah makan sebanyak 32.850 kali -- sebagian besar hasil masakan istri saya. Tiba-tiba saya menyadari bahwa saya tidak dapat mengingat satu pun dari menu makanan itu. Namun, saya memperoleh gizi dari setiap hidangan tersebut. Saya pikir, tanpa makanan-makanan tersebut, mungkin saya telah mati kelaparan sejak dahulu."

Alkitab menegaskan pentingnya pergi ke gereja, dan satu-satunya nasihat untuk melakukan hal ini muncul dalam topik tentang bahaya yang timbul apabila menjauhkan diri dari pertemuan ibadah (Ibrani 10:25). Kita memerlukan bantuan untuk menjaga iman dan pengharapan kita dari keguncangan (ayat 23), dan untuk mengasihi serta melakukan pekerjaan baik (ayat 24). Sebagaimana makanan jasmani membuat kita tetap hidup dan kuat, demikian juga makanan rohani yang bergizi dari pengajaran dan persekutuan, sangat penting bagi kita untuk tetap hidup --Dennis De Haan

AGAR TETAP BERTUMBUH DALAM KRISTUS

TETAPLAH PERGI KE GEREJA

Sumber: Renungan Harian

#Hari ini kita membaca pasal terakhir dari 1 Tesalonika yaitu pasal 5#

Selasa, 05 Januari 2021

Ibadah Harus Disertai Ketulusan!

2 Timotius 3:5 (FAYH)  Memang, mereka akan pergi ke gereja, tetapi sebenarnya tidak mempercayai apa yang mereka dengar. Janganlah tertipu oleh orang-orang semacam itu.

Tahun 2011, seorang anggota DPR yang didakwa melakukan tindak pidana korupsi berkata, “Sumpah mati saja saya siap.” Selama sidang berlangsung, ia sering menampilkan diri sebagai sosok yang religius. Akan tetapi, akhirnya, pengadilan memutuskan bahwa sang anggota dewan itu terbukti melakukan tindakan pidana korupsi dan hakim menjatuhkan vonis hukuman penjara dan denda.

Modus menampilkan diri sebagai seorang yang religius demi mendapat keuntungan bukan hal yang baru di dunia ini. Beberapa tahun lalu, polisi anti kejahatan cyber Filipina menangkap Maria Cecilia Caparas yang dikenal sebagai “cybersex queen” karena memiliki usaha pemerasan cybersex lintas negara yang sangat masif. Di antara korbannya, ada yang begitu stress sehingga bunuh diri. Ketika ditangkap, Maria sedang mengenakan sehelai kaus bertuliskan “In the happy moments praise God, in the difficult moments seek God” (Di waktu senang memuji Allah, di waktu susah mencari Allah).

Dalam surat 2 Timotius, Rasul Paulus menunjukkan bahwa sejak dekade pertama kekristenan, sudah banyak orang yang secara lahiriah menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakikatnya memungkiri kekuatannya (3:5). Mereka mengenakan topeng religiositas untuk menutupi sifat dan karakter mereka yang sesungguhnya. Mereka menjalankan ritual agamawi sebagai kedok kejahatan mereka. Di mata Rasul Paulus, pada dasarnya, mereka menuruti hawa nafsu, bukan menuruti Allah. Rasul Paulus memerintahkan agar Timotius menjauhi orang-orang seperti itu.

Sayangnya, orang-orang seperti itu tidak hanya ada di abad pertama. Saat Kaisar Constantine menjadi Kristen dan memberi hak istimewa kepada orang Kristen, banyak orang berbondong-bondong menjadi Kristen tanpa memahami apa arti menjadi Kristen yang sesungguhnya. Di kemudian hari, di abad pertengahan, Gereja banyak dinodai oleh orang-orang yang melakukan “simony”, yaitu memperjualbelikan jabatan gerejawi. Sayangnya, orang-orang yang melakukan ibadah untuk mencari keuntungan masih terus ada hingga saat ini. Pertanyaannya, apakah ibadah yang kita lakukan saat ini sungguh-sungguh kita lakukan dengan tulus ikhlas di hadapan TUHAN? Marilah kita mengintrospeksi diri secara jujur di hadapan TUHAN! [GI Hendro Lim]

Sumber: Renungan GKY

#Bacaan hari ini 1 Tesalonika pasal 4#

Senin, 04 Januari 2021

PERCAYA ITU YAKIN PENUH

NATS: Aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya (Roma 1:16)

Terkadang saya bertemu orang-orang yang sadar bahwa mereka memiliki kebutuhan rohani, namun enggan berkomitmen secara pribadi kepada Kristus. Meski telah menyaksikan betapa iman di dalam Kristus telah bekerja pada diri orang lain, mereka dibingungkan oleh nasihat yang mereka terima dari beberapa jemaat yang baik.

Seorang pria mengatakan bahwa ia mendapat nasihat untuk bergabung dengan sebuah gereja tertentu supaya diselamatkan. Ia diberi tahu seorang yang lain lagi bahwa ia harus dibaptis di sebuah gereja tertentu. Ada lagi yang mengatakan secara samar mengenai perlunya usaha untuk menaati Khotbah di Bukit. Salah seorang temannya menyatakan ia perlu mengalami suatu periode penderitaan yang mendalam karena dosa sebelum mengharapkan Allah menyelamatkannya.

Sebenarnya, saya tidak menyalahkan bila pria bingung itu berkata kepada saya, “Saya tidak mau membaca pamflet atau traktat apa pun. Tunjukkan kepada saya melalui Alkitab bagaimana saya dapat diselamatkan.” Kami pun mulai membaca bacaan Alkitab di surat Roma dan mendiskusikannya. Ketika kami membaca pasal lima, ia berkata, “Sekarang saya mengerti. Yang saya butuhkan hanyalah menaruh keyakinan saya sepenuhnya kepada Yesus Kristus.” Ia menerima Kristus dan memperoleh damai sejahtera.

Kita memiliki iman yang menyelamatkan bila memercayai apa kata Alkitab tentang kita dan tentang Yesus Kristus. Lalu kita merespons kebenaran itu dengan menaruh keyakinan penuh kepada-Nya.

Jika Anda belum melakukannya, letakkanlah keyakinan Anda sepenuhnya kepada Yesus sekarang --Herb Vander Lugt

KITA DISELAMATKAN BUKAN KARENA PERBUATAN KITA MELAINKAN KARENA MENGIMANI APA YANG KRISTUS PERBUAT BAGI KITA

Sumber: Renungan Harian

#Bacaan hari ini 1 Tesalonika pasal 3#

Minggu, 03 Januari 2021

Sampah Tak Kasatmata

Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan. (Efesus 4:31)

Sebuah benda yang pasti ada di rumah kita adalah tempat sampah. Setiap hari kita membuang ke dalamnya pelbagai kotoran rumah tangga, seperti plastik pembungkus makanan, kulit buah-buahan, sobekan kertas, tisu dan lain sebagainya. Adanya tempat sampah membuat rumah kita bersih. Kotoran tidak mengendap, tetapi dibawa keluar.

Tahukah kita di kehidupan ini ada sampah tak kasatmata? Wujudnya dapat berupa kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah (ay. 31). Namanya "sampah", sudah seharusnya kita buang! Herannya banyak di antara kita malah menyimpannya di dalam hati. Untunglah Daud tidak termasuk orang-orang yang demikian! Selama hidupnya, Daud tidak melakukan kesalahan terhadap Saul, pula memperlakukannya dengan hormat. Kenyataannya Saul justru sangat membencinya, bahkan ia memburu Daud untuk membunuhnya. Saat itu Iblis melemparkan pada Daud "sampah", yaitu kepahitan, kegeraman dan kemarahan. Apa yang dilakukan Daud? Ia membuangnya! Daud tetap bersikap baik kepada Saul. Dua kali ia beroleh kesempatan membunuh Saul, tetapi hal itu tidak dilakukannya. (1Sam 24; 1Sam 26). Daud menyingkirkan semua sampah sehingga kehidupannya dapat tetap berbau harum di hadapan Tuhan.

Adakah sampah tak kasatmata tertimbun dalam diri kita? Sekiranya ya, sekarang ini saatnya kita membuangnya! Singkirkan hawa nafsu (ay. 22), dan buanglah dusta (ay. 25). Jangan lagi menyimpan kemarahan, tetapi berikanlah pengampunan (ay. 26). Lepaskan diri dari kebiasaan buruk, lalu sebaliknya kenakan kebiasaan baik (ay. 28). Hasilnya, kehidupan kita menjadi bersih dan berbau harum di hadapan Tuhan. --LIN/www.renunganharian.net

JANGAN SIMPAN SAMPAH DALAM DIRI KITA, BUANGLAH ITU SEGERA!

#Bacaan hari ini dari 1 Tesalonika pasal 2#

Sabtu, 02 Januari 2021

Menganggap Diri Pandai

Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama; janganlah kamu memikirkan hal-hal yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada hal-hal yang sederhana. Janganlah menganggap dirimu pandai! (Roma 12:16)

Semasa masih sekolah, berbekal nilai matematika yang cenderung bagus, di atas 7, saya pernah merasa cukup pandai. Alhasil, saya lengah dan tidak belajar serius menghadapi ujian nasional saat kelas 3 SMA. Hasilnya, nilai ujian nasional saya jeblok hingga di bawah 5! Ketika itulah, saya baru menyadari kesalahan fatal yang saya perbuat, yang dimulai dari sikap hati yang sepele ... merasa diri pandai. Pelajaran yang sungguh berharga yang sedapat mungkin saya berusaha agar tidak mengulanginya.

Dalam godaan merasa diri pandai, sebenarnya terdapat semacam jebakan. Jika seseorang terkena jebakannya, minimal ada dua hal yang akan dialami: Pertama, perkembangan dalam dirinya akan mulai stagnan, lalu berjalan mundur. Ya, orang yang merasa diri pandai biasanya tak lagi mau belajar, enggan menerima koreksi, bahkan bisa melawan ketika ada yang mengkritik dan memberinya masukan. Kedua, mulai tertinggal dari orang lain. Ketika hidup kita mengalami stagnasi, orang lain akan lebih mudah mengungguli dan menjadi lebih baik. Kita pun akan sukar mengejar ketertinggalan, sebelum berhenti merasa diri pandai, mulai belajar lagi, dan berusaha mengejar ketertinggalan itu.

Sejatinya manusia perlu terus berkembang dalam banyak hal, supaya grafik hidupnya tidak bergerak mundur dan ia mulai tertinggal oleh laju perubahan dan perkembangan zaman. Merasa diri pandai adalah "cara tercepat" untuk mengawali ketertinggalan dan keterpurukan dalam hidup kita, yang sebaiknya dijauhkan dari dalam diri kita, sampai kapan pun! --GHJ/www.renunganharian.net

MERASA DIRI PANDAI ADALAH AWAL DARI KEGAGALAN DAN KEMUNDURAN DALAM HIDUP.

#Hari ini kita mulai membaca surat Paulus yg pertama kepada jemaat di Tesalonika#

Jumat, 01 Januari 2021

TUNTUNAN TUHAN DI TAHUN 2021

"Jika Engkau sendiri tidak membimbing kami, janganlah suruh kami berangkat dari sini."  Keluaran 33:15

Segudang rencana, harapan dan keinginan kita bawa memasuki hari baru di tahun yang baru ini.  Kita berharap semua kegagalan di hari-hari yang lalu takkan terulang lagi.  Hari ini adalah waktu yang tepat untuk berefleksi dan melakukan kontemplasi:  mengapa aku gagal?  Mengapa rencanaku berantakan?  Mengapa keinginanku belum juga terwujud?  Mungkin selama ini kita menjalani hidup dengan mengandalkan kekuatan sendiri, merasa mampu tanpa perlu bimbingan Tuhan, merasa tak membutuhkan campur tangan Tuhan.

     Memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir menuju ke tanah Kanaan adalah tugas yang tak mudah bagi Musa.  Karena itu Musa sangat membutuhkan bimbingan dan penyertaan Tuhan, dan sejak awal penyertaan Tuhan atas mereka sungguh nyata.  Namun di tengah perjalanan, bangsa Israel berubah tidak setia terhadap Tuhan dengan membuat patung anak lembu emas untuk disembah  (Keluaran 32:1-4);  mereka lupa dengan pertolongan Tuhan, penyertaan-Nya, kasih-Nya dan perbuatan ajaib-Nya.  Perbuatan mereka benar-benar menyakitkan hati Tuhan dan menimbulkan kemarahan-Nya!  "...Aku tidak akan berjalan di tengah-tengahmu, karena engkau ini bangsa yang tegar tengkuk, supaya Aku jangan membinasakan engkau di jalan."  (Keluaran 33:3).  Akhirnya Tuhan menyuruh Musa untuk tetap berangkat membawa bangsa Israel ke negeri yang Ia janjikan dengan mengutus malaikat-Nya berjalan di depan mereka.  Ini menyedihkan hati Musa!  Musa keberatan bila harus berjalan tanpa penyertaan Tuhan,  "...jika aku kiranya mendapat kasih karunia di hadapan-Mu, beritahukanlah kiranya jalan-Mu kepadaku, sehingga aku mengenal Engkau, supaya aku tetap mendapat kasih karunia di hadapan-Mu."  (Keluaran 33:13).  Musa menyadari keterbatasan dan ketidakberdayaannya, karena itu ia sangat membutuhkan penyertaan Tuhan.

     Kita tak tahu apa yang terjadi esok, yang pasti tantangan yang akan kita hadapi di tahun 2021 ini semakin berat.  Setiap hari adalah perjalanan hidup yang baru, karena itu kita membutuhkan uluran tangan Tuhan untuk menuntun langkah kita!

Penyertaan Tuhan adalah yang terutama dalam hidup ini, tanpa-Nya kita takkan mampu.

Sumber: Air Hidup Blog 

#Hari ini bacaan dari Kolose pasal 4 yaitu pasal terakhir dari surat Paulus kepada jemaat di Kolose#