Minggu, 31 Juli 2022

RASA SAKIT

[[Kamu tahu, bahwa aku pertama kali telah memberitakan Injil kepa-damu oleh karena aku sakit pada tubuhku.]] (Galatia 4:13) 

Film Warm Bodies mengisahkan bahwa di masa depan, manusia hidup dalam situasi perang dengan para zombie. Namun R adalah zombie yang berbeda. Setelah memakan otak seorang pria, ia menyerap memori orang tersebut dan malah jatuh cinta kepada Julie, pacar mangsanya. Hubungan R dan Julie perlahan mengubahnya kembali menjadi manusia. Di pengujung film, ayah Julie menembak R di dada, dan refleks R ialah kesakitan. Namun, ia justru gembira pada rasa sakit dan darah yang mengaliri tubuhnya sebab itu berarti bahwa ia telah menjadi manusia kembali. 

Warm Bodies menghadirkan perspektif segar tentang rasa sakit. Siapa yang tidak pernah mengalami rasa sakit? Tidak hanya meriang, tetapi juga penyakit menahun. Paulus pun hidup dengan “duri dalam dagingnya” (2 Korintus 12:7-10), yakni penyakit kronis yang menetap dan kerap kambuh. Apa yang kurang dari diri Paulus? Bukankah ia pelayan Tuhan yang luar biasa? Bukankah ironis jika ia menolong kesembuhan orang lain, tetapi dirinya sendiri didera penyakit? Namun, Paulus memandang rasa sakitnya sebagai sumber kekuatan dan bukti kemuliaan Tuhan dalam hidupnya. 

Ketika kaki kita sakit karena arthritis saat menaiki tangga, atau ketika kepala terasa berputar karena vertigo, memang tidak mudah memandangnya sebagai kemuliaan Tuhan. Namun ingatlah bahwa hal itu membuktikan bahwa kita masih hidup. Tuhan masih mempunyai rencana indah bagi kita. Temukanlah kekuatan di balik kelemahan kita.
 (Olivia Elena Hakim)

Sumber: Amsal Hari Ini 

Sabtu, 30 Juli 2022

Mengapa Marah?

Berfirmanlah Allah kepada Yunus: "Layakkah engkau marah?" [Yunus 4:9]

Kemarahan tidak selalu merupakan dosa, tetapi cenderung berjalan dengan liar kapanpun kemarahan terjadi. Kita harusnya cepat bertanya mengenai karakter kemarahan ini, dengan mempertanyakan “Apakah Anda layak marah?” Mungkin kita bisa menjawab, “YA”. 

Kita melakukannya dengan benar ketika kita marah terhadap dosa, karena kesalahan yang melawan Allah kita yang baik dan murah hati; atau terhadap diri kita sendiri, karena kita tetap bebal padahal sudah menerima banyak instruksi Ilahi; atau ketika kita marah terhadap orang-orang lain ketika satu-satunya penyebab kemarahan adalah kejahatan yang mereka lakukan. Barangsiapa tidak marah terhadap pelanggaran, berbagian dalam pelanggaran. 

Dosa adalah hal yang menjijikkan dan hal yang penuh kebencian, dan tidak ada hati yang sudah diperbarui dapat sabar bertahan terhadap dosa. Allah sendiri marah kepada orang jahat setiap hari, dan itu tertulis dalam Firman-Nya, “Hai orang-orang yang mengasihi TUHAN, bencilah kejahatan!” [Mazmur 97:10].  

Kenapa kita harus kesal kepada anak-anak, mudah membentak kepada pembantu, dan murka kepada teman? Apakah kemarahan merupakan hal yang terhormat sebagai orang Kristen, ataukah memuliakan Allah? Apa itu bukan merupakan hati jahat yang lama, yang berusaha untuk mendapatkan kekuasaan, dan bukankah kita harus menolaknya dengan seluruh kekuatan dari sifat manusia baru kita? Banyak profesor memberi usul seolah-olah percuma kemarahan dilawan, tetapi biarlah orang percaya mengingat bahwa ia harus menjadi orang yang menang di dalam setiap hal, atau dia tidak dimahkotai kemenangan. Jika kita tidak dapat mengendalikan emosi kita, apa yang telah anugerah lakukan bagi kita? 

Kita tidak boleh membuat kelemahan alami kita menjadi alasan untuk berbuat dosa, melainkan kita harus melarikan diri ke salib dan meminta Tuhan menyalibkan emosi kita, dan memperbaharui kita di dalam kelembutan dan kesabaran menurut gambar Allah sendiri.

Sumber: Renungan Pagi (diterjemahkan dari Morning and Evening: Daily Readings, Charles H. Spurgeon).

Jumat, 29 Juli 2022

Mengelola Kekayaan

Bacaan: 1 RAJA-RAJA 10:14-29

Adapun emas, yang dibawa kepada Salomo dalam satu tahun ialah seberat enam ratus enam puluh enam talenta. (1 Raja-raja 10:14)

Salomo mewarisi takhta yang kokoh dari ayahnya, Daud, serta berbagai kelimpahan materi. Saat itu, musuh-musuh Israel telah takluk dan mereka harus membayar upeti. Tak ada ancaman berarti, sehingga ia dapat membangun Bait Allah. Selain itu, ia juga menjalankan berbagai bisnis, khususnya di bidang perdagangan dan perkapalan. Pendapatannya per tahun ialah sebesar 666 talenta emas, yakni sekitar 22, 6 ton. Itu belum hasil usaha lainnya. Tak heran bahwa saat itu "banyaknya perak di Yerusalem sama seperti batu" (ay. 27).

Lalu, bagaimana Salomo mengelola kekayaan itu? Selain digunakan untuk kepentingan pribadi dan untuk istananya, emas-emas itu digunakan untuk membangun Bait Allah serta berbagai perkakasnya. Juga digunakan untuk kesejahteraan seluruh penduduk Israel (1Raj 4:25). Namun sayangnya, sikap hati yang lurus itu tidak berlangsung seterusnya. Ketika ia menyimpang dari ketetapan Allah dengan mengawini banyak perempuan asing, kekayaannya juga terkuras untuk membiayai hidup seribu istri (1Raj 11:3). Nantinya, ia hanya mewariskan kerajaan yang keropos kepada anaknya, beserta pajak tinggi yang dibebankan kepada rakyat. Itulah penyebab pecahnya kerajaan Israel menjadi dua.

Harta kekayaan-seberapa pun banyaknya-pasti akan habis jika tidak dikelola secara bijak, yakni jika hidup boros, berfoya-foya, serta tidak memikirkan masa depan. Semuanya bermula di saat hidup kita tak lagi selaras dengan firman Tuhan. Karenanya, hendaknya kita terus berpaut kepada-Nya, agar kita melangkah dengan benar, termasuk dalam mengelola harta milik kita. --HT/www.renunganharian.net

BAHKAN GUNUNG EMAS PUN AKAN TANDAS TANPA BEKAS, JIKA KITA TIDAK MENGELOLANYA DENGAN CERDAS.

Kamis, 28 Juli 2022

Membandingkan atau Menjadi Puas?

Bacaan Hari ini:
Pengkhotbah 6:9 “Lebih baik melihat saja dari pada menuruti nafsu. Inipun kesia-siaan dan usaha menjaring angin.”

Langkah pertama untuk menjadi orang yang puas ialah dengan berhenti membandingkan diri Anda dengan orang lain. Tetapi masalahnya membandingkan adalah hobi favorit kita! Kita melakukannya setiap saat.

Ketika Anda masuk ke rumah seseorang, hal pertama yang Anda lakukan ialah membuat perbandingan: “Saya suka lantai marmer ini! Lihat gorden itu! Wow, televisi yang canggih!” Anda berpikir, “Kenapa rumah saya tidak seperti ini!” Atau Anda berpapasan dengan seseorang dan berpikir, “Saya suka tatanan rambutnya; rambut saya terlihat jelek sekali hari ini.”

Anda terus-menerus membandingkan, dan itu membuat Anda frustrasi. Anda harus menghentikannya!

Anda juga harus belajar mengagumi tanpa harus memiliki. Anda perlu belajar untuk bersukacita atas kemakmuran orang lain tanpa harus merasa iri dan merasa membutuhkannya juga.

Inilah prinsip hebat yang tidak dipahami banyak orang: Anda tidak harus memilikinya untuk menikmatinya! Mungkin Anda suka berlibur ke pegunungan. Mengapa Anda harus punya sebuah vila di atas gunung apabila Anda hanya perlu menyewa atau bahkan meminjam vila teman Anda sekali setahun ketika Anda berlibur ke sana? Kepemilikan bukanlah satu-satunya cara untuk menikmati sesuatu.

Tidak membuat perbandingan bukan hanya sebuah ide yang bagus—itu perintah Tuhan. Keluaran 20:17 mengatakan, “Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apapun yang dipunyai sesamamu."

Iri hati adalah kehendak yang tidak terkendali untuk mendapatkan. Ini merupakan dosa yang sangat perlu dihindari, karena termasuk dalam Sepuluh Perintah Allah. Kata “iri” dalam bahasa Yunani berarti menggenggam sesuatu dengan teramat erat sehingga Anda tidak bisa melepaskannya. Jika Tuhan  memberikan Anda sesuatu dan Dia menyuruh Anda untuk memberikannya tetapi Anda tidak mau, berarti Anda tidak memilikinya—benda itulah yang menjadi tuan Anda.

Itu bukan berarti Tuhan menyuruh Anda untuk tidak boleh mengingini apapun. Keinginan itu tidak salah. Faktanya, banyak keinginan Anda berasal dari Tuhan. Tetapi ketika keinginan itu menjadi tidak terkendali, itu menjadi iri hati; Anda membandingkan diri Anda dengan orang lain dan berpikir Anda harus punya lebih banyak. Keinginan yang tidak terkendali akan sesuatu yang bukan milik Anda adalah dosa dan akar dari segala macam masalah.

Sejatinya keinginan tidak selalu negatif. Malah, tidak akan terjadi apa-apa apabila Anda tidak punya keinginan untuk berbuat sesuatu. Anda tidak bisa semakin seperti Kristus tanpa ada keinginan untuk menjadi semakin seperti Kristus. Anda tidak bisa menjadi orang yang lebih mengasihi tanpa ada keinginan untuk mengasihi. Anda tidak bisa menjadi orang yang lebih dermawan tanpa keinginan untuk menjadi orang yang lebih murah hati.

Kehidupan yang seperti Kristus ini, kepuasan hidup ini hanya akan terwujud apabila Anda belajar untuk tidak membandingkan. Ketika Anda membandingkan, itu membuat Anda iri hati, dan ketika Anda menjadi iri, Anda tidak bisa puas dengan apa pun.

Kitab Pengkhotbah menyimpulkan ini dengan baik: “Lebih baik melihat saja dari pada menuruti nafsu. Inipun kesia-siaan dan usaha menjaring angin” (Pengkhotbah 6:9).

Renungkan hal ini:
- Bagaimana cara Anda untuk mengubah perspektif Anda tentang harta Anda supaya Anda dapat bersukacita melihat kemakmuran orang lain?
- Menurut Anda apa yang Tuhan ingin Anda isi ke dalam hidup Anda ketimbang harta?
- Orang Kristen banyak membahas tentang Tuhan memberikan apa yang menjadi kehendak-Nya atas mereka. Menurut Anda, kehendak seperti apa yang Tuhan ingin berikan kepada Anda?

Jika Anda ingin belajar untuk puas dalam hidup, maka Anda harus berhenti membandingkan hidup Anda dengan orang lain.

(Diterjemahkan dari Daily Devotional by Rick Warren)



Rabu, 27 Juli 2022

Pertukaran yang Sangat Berharga

Bacaan: MATIUS 13:44-46

"Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, ia pun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu." (Matius 13:46)

Seorang anak tetangga saya yang berumur 5 tahun menyukai permen cokelat. Suatu hari saya menawarkan permen jeli dengan bentuk binatang yang lucu. Sebelum ia meraihnya di telapak tangan saya, saya memintanya untuk menukarkan dengan permen cokelat di tangan kirinya. Semula ia keberatan, setelah sekian menit ia memandangi terus permen jeli yang lucu, akhirnya ia memutuskan dengan gembira untuk menukarkan permen cokelatnya dengan permen jeli dengan berbagai macam bentuk binatang lucu.

Pertukaran adalah prinsip mencari Kerajaan Allah. Pedagang bersedia menjual seluruh miliknya demi mutiara yang berharga (ay. 46). Kerajaan Allah ibarat seperti mutiara berharga. Semua hal yang kita anggap berharga dalam hidup kita, harus rela ditukarkan demi Kerajaan Allah. Nilai-nilai hidup dalam Kerajaan Allah yang membuat sangat berharga dari apa pun yang selama ini kita anggap berharga. Jika pedagang tadi enggan menjual seluruh miliknya, mustahil ia memperoleh mutiara berharga.

Seperti pedagang di atas, kita pun harus rela menukarkan semua hal yang selama ini kita anggap paling berharga demi mendapatkan Kerajaan Allah. Banyak hal yang selama ini kita anggap berharga seperti kekayaan, status sosial, ego, prestasi, kepandaian, kegagalan, dan sebagainya yang membuat kita enggan menukarkannya dengan Kerajaan Allah. Penyangkalan diri, memikul salib dan mengikut Yesus adalah panggilan Kerajaan Allah (Mat 16:24). Bersediakah kita menukarkan semua yang kita anggap berharga dengan panggilan Kerajaan Allah tadi? --AWS/www.renunganharian.net

PERLU KERELAAN MENUKARKAN SEMUA YANG KITA ANGGAP BERHARGA, DEMI MENDAPATKAN KERAJAAN ALLAH.

Selasa, 26 Juli 2022

PERAWATAN "JANTUNG" ROHANI

Bacaan: Mazmur 139:1-12, 23-24

NATS: Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan (Amsal 4:23)

Anda bangun dari tidur saat fajar menyingsing untuk berolah raga karena Anda tidak ingin membiarkan jantung Anda menjadi lemah. Anda mengurangi makanan yang berlemak dan memeriksa kadar kolesterol secara teratur. Selain itu, Anda berlatih empat kali seminggu untuk menjaga sistem pembuluh darah agar tetap berada dalam kondisi prima.

Namun, ironisnya, Anda sering membiarkan "jantung" rohani Anda melemah karena disibukkan oleh berbagai hal yang bersifat sementara, dan melupakan apa yang bernilai kekal. Anda jarang membaca Alkitab lagi. Doa-doa Anda hanya berisi permohonan-permohonan kepada Allah agar hidup menjadi menyenangkan dan bebas dari kesulitan. Begitu tiba di pintu gereja setelah kebaktian usai, Anda tidak dapat mengingat lagi apa yang telah dikhotbahkan oleh pendeta karena sibuk memikirkan hal-hal lain.

Jika hal di atas merupakan gambaran tentang diri Anda, sekaranglah saatnya bagi Anda untuk masuk dalam program perawatan "jantung" rohani. Program itu dimulai seperti apa yang dilakukan oleh Daud (orang yang dekat di hati Allah) dalam Mazmur 139:1-24 -- mengakui bahwa Allah mengetahui segala isi hati kita. Kemudian dilanjutkan dengan Mazmur 51:12, "Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah." Dan hasilnya terdapat dalam doa pada Mazmur 19:14, "Mudah-mudahan Engkau berkenan akan...renungan hatiku, ya TUHAN!"

Menjaga kesehatan tubuh memang penting, tetapi yang jauh lebih penting adalah memperoleh kesehatan rohani dengan cara berjalan bersama Allah. Itu adalah program latihan yang bernilai kekal -- DCE

UNTUK MENJAGA KESEHATAN ROHANI TETAPLAH BERJALAN BERSAMA ALLAH

Sumber: Renungan Harian

Senin, 25 Juli 2022

"HAI, PAP!"

Bacaan: Roma 8:12-17

NATS: Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah (Roma 8:15)

Saya tiba di lapangan terbang dari perjalanan ke luar kota, dan sebagaimana biasanya, saya menelepon keluarga saya untuk menjemput. Saya memutar nomor telepon rumah dan berharap untuk mendengar orang berkata "Hallo." Namun ternyata anak saya Stevie yang berusia enam tahun yang mengangkat telepon dan berkata, "Hai, Ayah!" Setelah diberitahu kapan pesawat saya akan tiba, Stevie sangat yakin bahwa saya akan menelepon.

Sikap percayanya terhadap sang ayah merupakan sebuah contoh sederhana tentang iman kita kepada Allah bahwa Dia ada pada setiap doa kita. Kepastian bahwa Allah akan mendengar dan menjawab doa kita dinyatakan dengan jelas dalam firmanNya, seperti dalam Roma 8:1-39. Pada bagian ini Paulus berbicara kepada kita bahwa orang yang telah percaya kepada Kristus sebagai Juruselamat, telah menjadi anak-anak Allah. Dan karena hubungan ini kita dapat datang kepadaNya dengan jaminan bahwa Dia akan mendengarkan kita. Paulus berkata bahwa kita dapat berseru, "Ya Abba, ya Bapa!" (Roma 8:15). Abba adalah sebuah kata dari bahasa Aram yang menggambarkan keintiman. Padanan kata tersebut saat ini adalah "Papa."

Apakah Anda ingin berbicara dengan seseorang dengan akrab? Untuk berbagi kesusahan dan beban hidup Anda? Jika Anda adalah orang yang percaya kepada Yesus, Anda memiliki Bapa yang mengasihi dan sedang menunggu untuk mendengarkan Anda. Ketika tiba saatnya untuk berdoa, Anda dapat meyakini bahwa Bapa Anda mendengarkan Anda -- JDB

KITA TIDAK AKAN PERNAH MENDAPATI TANDA SIBUK PADA SALURAN DOA KE SURGA

Sumber: Renungan Harian

Minggu, 24 Juli 2022

"ITULAH GAJIKU!"

Bacaan: 1 Tesalonika 2:13-20

NATS: Sebab siapakah pengharapan kami atau sukacita kami atau mahkota kemegahan kami di hadapan Yesus, Tuhan kita, pada waktu kedatanganNya, kalau bukan kamu? (1 Tesalonika 2:19)

Suatu ketika seorang utusan Injil ditanya tentang gajinya. Orang yang bertanya itu tahu dengan pasti bahwa gaji seorang utusan Injil tidaklah banyak, tetapi ia ingin tahu mengapa ada orang yang mau memberi diri untuk menolong orang-orang asing dengan bayaran yang sangat minim.

Utusan Injil itu mengambil sepucuk surat dan membacakan kalimat-kalimat ini: "Jika aku bukan untukmu, aku tidak akan tahu bahwa Yesus Kristus adalah Juruselamatku. Setiap pagi aku berlutut untuk berdoa, mengucap syukur kepada Allah atas apa yang telah engkau perbuat padaku."

"Itulah gajiku!" seru hamba Tuhan yang setia itu.

Rasul Paulus pasti memikirkan hal yang sama ketika ia menulis surat kepada jemaat di Tesalonika. Dengan memusatkan perhatian pada mereka yang telah ia bawa kepada sang Juruselamat, ia berkata, "Sebab siapakah pengharapan kami, atau sukacita kami atau mahkota kami di hadapan Yesus, Tuhan kita, pada waktu kedatangannya, kalau bukan kamu?" (1Tesalonika 2:16)

Suatu saat, tatkala demikian banyak dan berat tekanan untuk mencari kelimpahan materi, alangkah sejuk hati kita saat mendengar masih ada orang-orang Kristen yang menerima "gaji" terbesar dalam hidupnya berupa membimbing orang yang belum percaya untuk menerima Kristus dan bertumbuh dalam kedewasaan rohani.

Apakah Anda sedang mempraktekkannya, yakni membagikan Injil kepada orang lain? Jika demikian, Anda akan menerima "gaji" yang terbaik. Anda akan menikmati kepuasan dalam hidup di dunia ini, dan Anda akan melihat ke depan, kepada upah yang lebih besar di sorga -- RWD

ORANG YANG SUNGGUH-SUNGGUH BEKERJA BAGI TUHAN TIDAK AKAN BERGANTUNG PADA IMBALAN YANG DITERIMANYA DI DUNIA

Sumber: Renungan Harian

Sabtu, 23 Juli 2022

Atas Nama Cinta

Bacaan: ROMA 12:9-21

Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan. (Roma 12:11)

Bagi sebagian ibu bekerja, pulang kerja bukan berarti saatnya istirahat. Mereka masih harus memasak, membereskan rumah, juga mengasuh anak. Bukan karena belum lelah, melainkan cinta terhadap keluarga. Cinta membuahkan kesadaran akan hakikat sebagai istri dan ibu yang bertanggung jawab. Melihat tingkah polah anak yang super aktif pun mereka sebut sebagai pengobat lelah.

Sebagai orang Kristen, hakikat diri kita adalah bait, imam, sekaligus persembahan bagi Allah. Hidup kita adalah sarana menyenangkan hati Allah. Inilah alasan kita harus mengisi hidup dengan kesalehan. Bukan sekadar menjauhi dosa, melainkan juga hidup di dalam kasih dan kekudusan, serupa dengan sifat dan kehendak Allah. Memperbarui budi, sehingga mampu membedakan kebenaran dari kejahatan. Rajin bekerja, bukan sekadar untuk memperkaya diri. Melayani Allah, karena kepada-Nyalah kita menghamba.

Selama ini, bagaimanakah perjuangan kita menghidupi hakikat sebagai orang Kristen? Mungkin kita telah mengusahakan kesalehan. Meninggalkan dosa dan melayani Tuhan. Namun, sungguhkah semuanya itu kita lakukan atas dasar cinta kepada Tuhan? Apakah kita melayani Dia dengan sehat, setia dan efektif? Berguna untuk membangun jemaat, bukan kebanggaan diri. Dilakukan dengan penuh kerinduan, bukan kepura-puraan. Tanpa paksaan, sekaligus tanpa batasan. Tetap semangat melayani, meski banyak merugi. Sebab persembahan diri yang murni bagi Tuhan bukanlah umpan untuk mendapat keuntungan, melainkan dengan rela karena cinta demi menyenangkan-Nya. --EBL/www.renunganharian.net

KETULUSAN CINTA KITA KEPADA TUHAN TAMPAK MELALUI KESETIAAN KITA DALAM MELAYANI-NYA.

Jumat, 22 Juli 2022

Manajemen Stres Dimulai dari Pikiran Anda

Bacaan Hari ini:
Filipi 4:8 “Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.”

Pergumulan dengan stres dalam hidup Anda dimulai di kepala Anda. Itu ada dalam pikiran Anda. Jika Anda menginginkan pikiran yang tenang, Anda harus mengendalikan apa yang Anda izinkan masuk ke dalam pikiran Anda.

Bagi kebanyakan orang, pikiran itu layaknya jalan bebas hambatan. Mereka membiarkan apa pun melewatinya. Mereka menonton tayangan yang penuh sampah dan omong kosong, menelusuri situs media sosial yang kerap menggiring opini, dan mendengarkan gosip-gosip yang membuat mereka iri. Tapi kemudian mereka terkejut ketika jalan bebas hambatan pikiran mereka itu tercemar dengan semua hal itu dan bertanya-tanta mengapa tingkat stres mereka sangat tinggi.

Alkitab memberikan cara untuk mengatasinya. Filipi 4:8 berkata, “Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.”

Untuk menurunkan stres Anda, ubahlah apa yang Anda pikirkan. Dalam ayat ini, Alkitab memberi Anda delapan pertanyaan yang akan membantu Anda menentukan apa saja yang perlu Anda izinkan masuk ke dalam pikiran Anda. Tanyakan ini pada diri Anda:
- Apakah itu benar?
- Apakah itu mulia?
- Apakah itu adil?
- Apakah itu suci?
- Apakah itu manis?
- Apakah itu sedap didengar?
- Apakah itu penuh kebajikan?
- Apakah itu patut dipuji?

Lihat kembali perjalanan Anda minggu ini—percakapan yang Anda lakukan, buku yang Anda baca, lagu yang Anda dengarkan, situs web yang Anda lihat, acara TV dan film yang Anda tonton, serta hal-hal yang Anda lakukan dengan waktu luang Anda. Apakah semua hal tersebut lolos tes delapan pertanyaan di atas? Apakah hal-hal yang Anda pikirkan sepanjang minggu ini benar, mulia, adil, suci, manis, sedap didengar, penuh kebajikan, dan patut dipuji?

Jika tidak, inilah saatnya untuk mulai mengisi pikiran Anda dengan hal-hal yang berbeda.

Masing-masing dari kedelapan atribut di atas mendeskripsikan Tuhan. Jadi ketika Anda berpikir tentang hal-hal yang benar, mulia, adil, suci, manis, sedap didengar, penuh kebajikan, dan patut dipuji, Anda sedang memikirkan Tuhan.

Yesaya 26:3 mengatakan, “Yang hatinya teguh Kaujagai dengan damai sejahtera, sebab kepada-Mulah ia percaya.”

Corrie ten Boom—tokoh Kristen berkebangsaan Belanda dalam Perang Dunia II—kenal sekali dengan kebenaran ayat ini. Dia dan keluarganya menyembunyikan orang Yahudi dari pembantaian pasukan Nazi. Akibatnya ia beserta keluarganya dikirim ke kamp konsentrasi Nazi, di mana di situ saudara perempuan dan ayahnya meninggal. Akan tetapi, melalui masa yang mengerikan itulah, dia menemukan rahasia hidup dengan pikiran yang damai. Dia menuliskannya seperti ini: “Jika kau melihat dunia ini, kau akan tertekan. Jika kau memusingkannya, kau akan tertekan. Tetapi jika kau melihat Kristus, kau akan merasa tenang.”

Apa pun yang sedang terjadi di sekeliling Anda, dan apa pun yang Anda pilih untuk Anda pikirkan akan menentukan seberapa besar stres yang Anda rasakan. Sebaliknya, bila Anda memusatkan pikiran Anda pada Tuhan, Dia akan menjaga Anda dalam damai sejahtera yang sempurna.

Renungkan hal ini:
- Bagaimana kabar Anda dengan pertempuran melawan stres dalam hidup Anda? Kapan Anda merasa mudah untuk mengarahkan pikiran Anda pada Tuhan? Kapan hal itu terasa sulit?
- Pikirkan tentang pilihan hiburan kesukaan Anda. Apakah itu lolos atau gagal tes delapan pertanyaan di atas?
- Bagaimana cara Anda untuk mengarahkan pikiran Anda kepada Tuhan lebih sering, sepanjang hari?

Apa yang Anda isi ke dalam pikiran Anda akan menentukan tingkat stres Anda

(Diterjemahkan dari Daily Devotional by Rick Warren)



Kamis, 21 Juli 2022

HANYA PERCAYA!

Bacaan: Markus 5:21-43

NATS: Tetapi Yesus tidak menghiraukan perkataan mereka dan berkata kepada kepala rumah ibadat: "Jangan takut, percaya saja!" (Markus 5:36)

Suatu hari, ketika Yesus dikerumuni oleh orang banyak, datanglah seorang kepala rumah ibadat yang bernama Yairus menerobos kerumunan orang banyak, kemudian tersungkur di depan kaki Yesus. Dengan desakan ia memohon kepada Tuhan untuk datang ke rumahnya. Anak perempuannya hampir mati dan ia tahu bahwa Tuhan dapat menyembuhkannya.

Yesus, yang dipenuhi dengan belas kasihan, segera pergi dengan orang itu. Namun di tengah perjalanan, seorang wanita dengan penyakit yang parah menghampiri kerumunan orang banyak yang mengikuti Yesus. "Ia mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jubahNya" (Markus 5:27). Karena wanita itu menjamah dengan iman, Yesus berhenti untuk menyembuhkannya. Pada saat itu juga, Yairus menerima kabar bahwa anaknya telah meninggal. Yesus, yang ikut merasakan kekecewaan yang begitu dalam, berkata kepadanya, "Jangan takut, percaya saja!" (Markus 5:36).

Dalam menghadapi berbagai pencobaan iman, kadang-kadang kita mengalami kekecewaan dan keputusasaan. Tampaknya sia-sia saja untuk tetap percaya. Kita mungkin merasakan keinginan untuk menangani sendiri segala sesuatu. Kita mulai berpikir, Apa gunanya percaya lebih lama lagi? Hal inilah yang menyebabkan kita seringkali dikalahkan. Padahal mungkin saja kita telah berada di ambang pintu kemenangan.

Apakah Anda sedang berkecil hati saat ini dan bersiap untuk menyerah? Yesus berkata kepada Anda, "Jangan putus asa. Aku tidak akan meninggalkan engkau. Percaya saja!" Iman Anda akan dikuatkan -- HGB

PENGHARAPAN DI DALAM ALLAH MELEBIHI SEGALA PENGHARAPAN

Sumber: Renungan Harian

Rabu, 20 Juli 2022

Bunuhlah Monster Itu! 

Roma 7:13-25 

Sesosok monster telah mengambil alih tubuh seorang manusia. Ia sangat kuat dan dapat memaksa orang tersebut melakukan hal-hal buruk. Itu bukan cerita tentang alien atau Venom. Itu cerita tentang dosa.

Natur dosa telah membajak semua manusia dan memaksanya melakukan hal-hal yang jahat (19, 23). Meski kita tahu apa yang baik dan ingin melakukan apa yang baik, tetapi karena dosa itu jauh lebih kuat, ujung-ujungnya kita melakukan yang jahat (15, 18). Jikalau "upah dosa adalah maut", maka semua manusia terjerat dalam hukuman maut (24).

Realitas itu tidak sulit untuk dibuktikan. Ada orang-orang tertentu yang terobsesi melakukan kejahatan-kejahatan yang keji. Kita menyebutnya pembunuh berantai, pemerkosa, atau tukang sodomi. Mereka sering kali tidak tahu mengapa mereka melakukannya.

Namun, sesungguhnya kita semua juga terobsesi dengan dosa-dosa tertentu, entah itu pornografi, mengutil, suka marah, kecanduan alkohol, dan kecanduan game. Banyak orang tidak dapat melepaskan diri dari dosa-dosa itu, meski mereka tahu bahwa itu salah. Semua itu mengindikasikan betapa kuatnya kuasa dosa yang mencengkeram umat manusia.

Namun, ada berita baik bagi dunia. Yesus Kristus telah mati menanggung hukuman maut di kayu salib. Yesus berjanji bahwa semua yang percaya kepada-Nya tidak akan lagi menanggung maut (lih. Yoh 3:16). Kuasa dosa telah dihancurkan. Itu berarti orang-orang yang dahulu terikat dengan dosa sekarang dapat dilepaskan dari kuasa dosa.

Apakah Anda salah satunya? Apakah Anda kerap jatuh pada dosa yang sama? Apakah dosa begitu berkuasa seperti monster yang memperbudak Anda? Bila kita beriman kepada Yesus, Roh Kudus berdiam di dalam kita. Bila Roh Kudus ada di dalam kita, maka kita dimampukan untuk mengatasi natur dosa. Jadi, bunuhlah monster itu!

Kita bersyukur sebab Allah membebaskan kita dan tidak membiarkan kita diperbudak oleh dosa selamanya. Inilah waktunya untuk memuji Allah. Ia telah mengalahkan maut. Ia memberi kekuatan kepada yang dahulu lemah. Haleluya, Tuhan berkuasa! [PHM]

Sumber: Santapan Harian

Selasa, 19 Juli 2022

Yang Baik Menjadi Buruk 

Roma 7:1-12 

Awalnya, dinamit diciptakan untuk menolong pekerjaan di pertambangan. Namun, di kemudian hari, orang-orang memakainya dalam perang untuk mengadakan banyak kehancuran. Sesuatu yang baik menjadi sarana maut.

Begitulah fungsi hukum Taurat berkaitan dengan dosa menurut Rasul Paulus. Taurat pada dasarnya baik dan kudus (12). Namun, karena manusia dikuasai natur dosa, hukum yang baik itu justru merangsang manusia untuk makin berdosa (5, 8). Hukuman maut menjadi tak terelakkan (10). Namun, oleh karya salib Yesus, Allah melepaskan kita dari belenggu Taurat dan dosa. Kita telah putus hubungan dari Taurat dan dosa, dan dipersatukan dengan Anak Allah yang hidup (2, 4).

Pemaparan di atas menyingkapkan kengerian dosa kepada kita. Dosa tidak hanya jahat, tetapi juga dapat mengubah yang baik menjadi jahat. Dosa membuat manusia menyalahgunakan kebaikan Allah. Uang itu baik, mempunyai keturunan itu baik, tetapi dosa membuat orang-orang memberhalakan uang atau anak-anaknya.

Oleh karena dosa, manusia selalu mencurigai Allah. Segala hal yang diizinkan terjadi di dalam hidup manusia dianggap sebagai kutuk atau cobaan dari Allah. Bagi orang berdosa, semua yang dilakukan Allah selalu dipersepsikan salah.

Kiranya kenyataan itu menjadi peringatan bagi kita. Betapa malangnya nasib orang yang dikuasai dosa; hal yang baik menjadi buruk baginya. Segala kekayaannya menjadi kutuk, segala pencapaiannya sia-sia. Orang yang menikmati dosa biasanya sulit untuk menerima anugerah keselamatan, sebab ia sudah terjebak dalam lubang maut. Maka, bersyukurlah bila kita dilepaskan dari perangkap yang mematikan itu.

Tuhan Yesus membebaskan kita dari belenggu dosa dan memberi kita hidup baru. Mari kita hidup sesuai status dan keadaan kita yang baru, yaitu sebagai orang-orang yang tidak lagi dikuasai dosa. Bersyukurlah sebab Allah memberi kita kuasa untuk melawan natur dosa.

Kita telah menjadi milik Kristus. Dialah Kepala dan Tuan kita. Bagi Kristuslah seluruh hidup kita. [PHM]

Sumber: Santapan Harian

Senin, 18 Juli 2022

KEBENARAN VERSUS HARGA DIRII

[[“Berikanlah aku di sini kepala Yohanes Pembaptis ….” Lalu ... karena sumpahnya ... diperintahkannya juga untuk memberikannya. ]] (Matius 14:8b-9)

Ketika Pak Chandra pulang dari Cisarua, ia membawa sesisir pisang Ambon yang dibelinya seharga Rp25.000,00 dari harga Rp35.000,00 yang ditawarkan. Sesampai di rumah, istrinya menerima pisang itu sambil berkata, “Wah, kamu pintar memilih! Berapa harganya? Lima belas ribu ya?” Pak Chandra berpikir cepat antara jujur atau mendapat pujian, dan akhirnya menjawab, “Iya, lima belas ribu!” “Hebat deh, suamiku pintar menawar!” puji istrinya. Namun, kebohongan itu membuat Pak Chandra tidak tenang. Akhirnya ia mengaku, dan minta maaf kepada istrinya karena sudah berbohong.

Kita kerap berada dalam suatu momen yang mengharuskan kita berpikir cepat. Tidak cukup waktu untuk mempertimbangkan risikonya. Tetapi, momen-momen ini dapat membekas seumur hidup! Lihat saja Herodes. Dengan spontan ia menawarkan kepada putrinya untuk meminta hadiah apa pun darinya. Ia tidak menyangka bahwa kesempatan itu akan tercatat dalam sejarah sebagai ketidakmampuannya untuk menyatakan keinginan hati yang sesungguhnya. Ia tidak ingin membunuh Yohanes Pembaptis. Namun, ia terlanjur bersumpah dan disaksikan oleh para tamunya. Akhirnya, kepala Yohanes Pembaptis dipenggal.

Milikilah keberanian dalam menyatakan kebenaran melebihi pertimbangan akan harga diri. Tuhan tidak menciptakan kita untuk mengumpulkan pujian dan kebanggaan diri, tetapi untuk menyatakan kebenaran-Nya! Jangan anggap sepele setiap kebohongan “kecil”. Mulailah menyatakan kebenaran sekalipun tidak mudah, sebab untuk itulah kita dipanggil dan diutus. (Helen Aramada)

Sumber: Amsal Hari Ini

Minggu, 17 Juli 2022

SAYA BERSALAH !

Bacaan: Lukas 6:37-42

NATS: Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu (Lukas 6:42)

Sebagian dari kita selalu cepat dalam mencari kesalahan saudara seiman kita. Dengan kedok ingin "memberi dorongan" atau "menegur," kita menunjuk dosa dan kelemahan saudara-saudara kita dalam Kristus tanpa melihat kegagalan dan kesalahan kita sendiri (Lukas 6:37-42).

Saya diingatkan akan hal itu ketika mendengar apa yang terjadi pada Denise Mc Kinney. Pada suatu malam ia sedang mengendarai mobil melewati jalan-jalan di Broken Arrow, Oklahoma. Tiba-tiba saja sebuah mobil di depannya secara mendadak membelok ke kiri. Ia membunyikan klaksonnya agar pengemudi mobil tersebut tahu bahwa hampir saja ia menyebabkan sebuah kecelakaan karena kelalaiannya.

Ketika Denise memarkir mobilnya beberapa menit kemudian, mobil yang sama berhenti di sampingnya dan sang pengemudi pun keluar menghampirinya.

"Lain kali bila Anda membunyikan klakson pada seseorang," kata laki-laki itu, "pastikanlah dulu bahwa Anda sudah menghidupkan lampu mobil." Sudah dapat dipastikan, dalam ketergesa-gesaannya ternyata Denise lupa menyalakan lampu mobil. Ia telah begitu yakin bahwa lelaki itu yang bersalah sehingga ia tidak melihat kesalahannya sendiri. Bahwa justru dirinyalah yang hampir menyebabkan kecelakaan.

Kita sering bertindak seperti itu. Dengan cepat kita menilai perilaku orang lain dan menunjuk kesalahan mereka. Yesus lebih suka bila kita memeriksa kehidupan kita sendiri dan dengan cepat mengatakan, "Saya bersalah. Maafkan saya" [DCE]

HENDAKLAH ANDA CEPAT MENILAI DIRI SENDIRI DAN LAMBAT MENILAI ORANG LAIN

Sumber: Renungan Harian

Sabtu, 16 Juli 2022

Serahkan Pekerjaan Kita kepada Allah

Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan. – Kolose 3:23

Ayat Bacaan & Wawasan:
Kolose 3:22-25

Saat hendak menulis artikel untuk sebuah majalah yang “bergengsi”, saya bergumul untuk menyajikan artikel terbaik yang dapat diterima oleh redaksinya. Karena tekanan untuk memenuhi standar yang ada, berkali-kali saya menulis ulang isi pikiran dan gagasan saya. Namun, apa masalah saya sebenarnya? Apakah memang soal topik yang menantang? Ataukah kecemasan saya bersifat pribadi? Saya bertanya-tanya dalam hati, akankah redaksi majalah bergengsi itu menyukai saya dan bukan hanya tulisan saya?

Untuk menjawab kecemasan kita mengenai pekerjaan, Paulus memberikan perintah yang dapat dipercaya. Dalam surat kepada jemaat di Kolose, ia mendorong orang percaya untuk tidak bekerja demi diakui orang, melainkan demi Allah saja. Sang rasul berkata, “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya” (Kol. 3:23-24).

Perkataan Paulus yang bijaksana itu mengajarkan kita agar berhenti berjuang untuk dipandang baik oleh atasan duniawi kita. Tentu saja, kita menghargai mereka sebagai sesama manusia dan berusaha memberikan yang terbaik bagi mereka. Namun, jika kita bekerja “seperti untuk Tuhan”—dengan meminta-Nya untuk memimpin dan mengurapi pekerjaan kita bagi-Nya—Dia akan memberkati usaha kita. Lalu, apa upah kita? Tekanan pekerjaan kita dapat menjadi ringan dan tugas-tugas kita bisa dituntaskan. Lebih dari itu, suatu hari nanti kita akan mendengar Dia berkata, “Baik sekali perbuatanmu itu!” (Patricia Raybon)

Renungkan dan Doakan
Dalam bekerja, tekanan apa yang Anda rasakan, untuk menyenangkan orang lain atau diri Anda sendiri? Dalam hal apa saja pekerjaan Anda menjadi lebih baik, ketika Anda melakukannya “seperti untuk Tuhan”?

Bapa Surgawi, dalam menghadapi tekanan pekerjaan, gampang sekali aku lupa bahwa aku bekerja bagi-Mu. Arahkanlah kembali hati dan pikiranku, supaya aku mendahulukan Engkau dalam segala hal yang kulakukan.

Sumber: Our Daily Bread

Jumat, 15 Juli 2022

ANEKA RAGAM CARA ALLAH

Bacaan: Ibrani 11:30-40

NATS: Aku tahu, ya Tuhan, bahwa manusia tidak berkuasa untuk menentukan jalannya dan orang yang berjalan tidak berkuasa untuk menetapkan langkahnya (Yeremia 10:23)

Seorang wanita memberi kesaksian: "Saya telah didiagnosa mengidap penyakit kanker yang tak dapat disembuhkan, tetapi saya percaya Allah akan menyembuhkan saya, dan memang Dia telah menyembuhkan saya." Namun, ada banyak orang dalam situasi yang sama yang telah meminta kesembuhan dan telah berdoa dengan penuh iman, malah meninggal dunia.

Dalam usia menjelang tujuh belas tahun, saya merasa kuat, aktif dan sehat. Namun saya mengenal orang-orang Kristen seusia saya yang mengalami banyak masalah dengan fisiknya. Apakah Allah hanya menyembuhkan orang-orang yang kuat imannya? Apakah kesehatan yang baik merupakan tanda bahwa Allah mengasihi, dan yang kurang sehat menandakan ia kurang dikasihi?

Ibrani 11:1-40 menjawab pertanyaan ini dengan tegas, "Tidak!" Banyak orang Kristen yang taat harus mengalami kesukaran yang hebat. Beberapa di antara mereka dilepaskan dengan ajaib, sementara lainnya dipenjara, disiksa dan dibunuh. Orang-orang ini dianiaya karena iman mereka kepada Kristus. Dalam hal ini yang utama bukanlah apakah Allah mengasihi atau tidak, atau kuat-lemahnya iman seseorang, melainkan masalah kuasa dan kebijaksanaan Allah.

Sahabat saya Archie harus berjalan dengan susah payah karena cacat kaki, tetapi ia mengaku justru karena keadaan inilah ia dapat mengenal Allah lebih baik daripada bila ia tidak cacat. Ia telah menyaksikan banyak berkat sehari demi sehari dan ia begitu merindukan saat ketika ia akan mendapat tubuh yang baru.

Ya, cara Allah memang beraneka ragam. Menerima kenyataan ini adalah langkah pertama untuk menjadi kuat di dalam iman kepadaNya -- HVL

ALLAH MENGUJI IMAN AGAR KITA DAPAT MERASAKAN KESETIAANNYA

Sumber: Renungan Harian

Kamis, 14 Juli 2022

KITA TIDAK DAPAT MENIPU ALLAH

Bacaan: Matius 23:13-28

NATS: Sesungguhnya, Engkau berkenan akan kebenaran dalam batin (Mazmur 51:8)

Dosa apakah yang paling tidak disukai Yesus dari semua dosa yang lain? Kemunafikan--khususnya dalam bentuk mencari muka, dan kesombongan, seperti yang dilakukan para pemuka agama pada zaman-Nya.

Kemunafikan dalam keagamaan adalah kepura-puraan orang yang tak rohani. Mereka berusaha mencapai sebuah reputasi dalam kerohanian dengan memainkan peran sebagai orang-orang yang mengasihi Allah dan tekun mematuhi hukum-hukum-Nya. Mereka adalah penipupenipu berdosa yang mencoba mengelabui manusia -- tapi tidak dapat menipu Allah.

Dalam pidatonya pada sebuah pertemuan, Luther Smith, seorang profesor di Sekolah Teologi Candler Universitas Emory, memperingatkan bahaya "penipuan"--berpura-pura menjadi sesuatu yang bukan diri kita. Ia berkata bahwa ia pernah melihat sebuah gambar tempel pada bemper mobil yang berbunyi, "Yesus segera datang, berusahalah agar tampak sibuk."

Meski tampak sibuk, kita tidak dapat menipu Allah tentang iman, karakter, atau pelayanan kita. Seperti orang-orang Farisi yang dicela Yesus (Matius 23:13-28), bisa saja kita kelihatan seakan benar-benar beragama. Tapi Tuhan selalu mengetahui setiap kepura-puraan yang tidak disertai kepercayaan atau kesetiaan yang sungguh.

Apakah Anda seorang munafik yang suka pergi ke gereja, yang bergantung pada pekerjaan baik Anda sendiri untuk masuk ke dalam surga ? Atau adakah Anda mempercayai anugerah Allah dan menyandarkan diri pada Kristus?

Anda tidak dapat menipu Allah. Terlihat sibuk saja tidaklah cukup [VCG]

ORANG MUNAFIK ADALAH SESEORANG YANG BUKAN DIRINYA SENDIRI PADA HARI MINGGU

Sumber: Renungan Harian

Rabu, 13 Juli 2022

APAKAH ALLAH ADA?

Bacaan: Ibrani 11:1-7

NATS: Barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia (Ibrani 11:6)

Seorang ateis berkata kepada seorang Kristen, "Pernahkah Anda melihat Allah? Pernahkah Anda menyentuh Dia? Pernahkah Anda mencium bauNya? Bagaimana Anda dapat berkata bahwa Anda memiliki Allah!"

Setelah termenung sejenak, orang Kristen itu menjawab, "Pernahkah Anda melihat pikiran Anda? Pernahkah Anda menyentuh pikiran Anda? Pernahkah Anda menciumnya? Bagaimana Anda berani berkata Anda memiliki pikiran!"

Mungkin tak terlalu banyak orang seperti ini yang telah berpikir terlalu serius tentang hidup dan akhirnya menyimpulkan bahwa Allah tidak ada. Ada lebih banyak orang-orang agnostik, orang-orang yang berkata: "Saya tidak tahu!" Tetapi kebanyakan orang, meskipun tidak secara mendalam, mengakui bahwa Allah itu ada.

Ibrani 11:6 mengatakan kepada kita bahwa menyadari Allah ada adalah langkah pertama untuk mengenal Allah lebih dalam. Setelah itu kita harus mencari Dia dan percaya bahwa Allah yang Ada tidak akan membiarkan usaha kita mencariNya menjadi sia-sia.

Akhirnya, pencarian kita akan Allah akan menolong kita untuk percaya kepada Yesus. Dia berkata, "Aku dan Bapa adalah satu" (Yohanes 10:30). Dia juga mengatakan bahwa barangsiapa mau melakukan kehendakNya, ia akan tahu bahwa Yesus mengatakan Kebenaran (Yohanes 7:17).

Mungkin Anda atau seseorang yang Anda kenal saat ini baru berada pada tahap ini: menyadari bahwa Allah ada. Ingatlah, Allah akan memberi upah kepada orang-orang yang sungguh-sungguh mencari untuk mengenal Dia. Dan, hubungan pribadi dengan Allah hanya dapat dicapai melalui iman di dalam Yesus Kristus -- DJD

JIKA ANDA MENCARI ALLAH ANDA AKAN MENDAPATKANNYA DI DALAM YESUS

Sumber: Renungan Harian

Selasa, 12 Juli 2022

SAMPAI KAPAN ANDA HIDUP?

Bacaan: Yakobus 4:13-17

NATS: Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap (Yakobus 4:14)

J.I. Rodale, penerbit majalah yang juga adalah penganut ketat makanan bergizi, menyatakan pada usianya yang ke-72 bahwa ia akan hidup hingga usia 100 tahun. Pada minggu yang sama, tatkala ramalannya muncul di suratkabar The New York Times, ia juga diwawancarai dalam sebuah acara televisi dan kembali Rodale menyatakan bahwa otot-otot tubuhnya masih sekuat seperti ketika ia masih muda. Namun, beberapa waktu setelah menyatakan bualannya, Rodale meninggal dunia karena serangan jantung.

Dr. Stuart Berger, seorang ahli gizi, menyatakan bahwa ia memiliki resep untuk hidup melebihi usia satu abad. Sekalipun Berger mengira bahwa ia telah menemukan rahasia untuk awet muda dan berhasil meyakinkan banyak orang untuk mengikuti nasehatnya, ia meninggal dunia dalam tidurnya, pada usia yang ke-40, karena kelebihan berat badan.

Kemudian Jim Fixx, seorang penulis yang menganjurkan olahraga lari untuk mencegah penyakit jantung koroner. Namun pada usia 52 tahun, ia meninggal dunia karena serangan jantung. Dan, ironisnya, serangan jantung ini dialaminya tatkala ia sedang berolahraga lari.

Kemampuan intelektual mendorong kita untuk mengusahakan segala cara agar dapat hidup sehat. Namun, dalam analisa tahap akhir, setiap kita harus berdoa, "KepadaMu aku percaya, ya TUHAN...masa hidupku ada dalam tanganMu (Mazmur 31:15-16).

Karena suatu hari kelak, bahkan mungkin hari ini, kita akan mengakhiri kehidupan di dunia ini, kita perlu diyakinkan bahwa kita selalu berada dalam keadaan siap untuk menghadapi saat itu. Bagaimana dengan Anda? -- VCG

JIKA KITA SIAP UNTUK MATI, KITA SIAP UNTUK HIDUP

Sumber: Renungan Harian

Senin, 11 Juli 2022

Orang yang dapat Dipercaya adalah Orang yang Bahagia

Bacaan Hari ini:
Amsal 25:13 “Seperti sejuk salju di musim panen, demikianlah pesuruh yang setia bagi orang-orang yang menyuruhnya. Ia menyegarkan hati tuan-tuannya.”

Jika Anda ingin bahagia, jadilah orang yang dapat dipercaya.

Paulus menganggap Timotius sebagai seseorang yang dapat dipercaya, konsisten, dan dapat diandalkan: “Kamu tahu bahwa kesetiaannya telah teruji dan bahwa ia telah menolong aku dalam pelayanan Injil sama seperti seorang anak menolong bapanya” (Filipi 2:22). Paulus telah melihat bagaimana Timotius bertindak dalam segala macam keadaan, dan menganggapnya sebagai seseorang yang setia dan dapat dipercaya. Timotius telah membuktikan kepada Paulus bahwa ia adalah seseorang yang bisa diandalkan.

Apakah orang-orang mengenal Anda sebagaimana Anda sebenarnya? Apakah Anda telah terbukti dapat dipercaya seperti Timotius?

Setiap kali Anda pergi ke bank untuk mengajukan pinjaman, mereka akan melakukan pemeriksaan kartu kredit. Mereka ingin tahu apakah Anda layak dipercaya dengan kartu kredit Anda. Apakah Anda membayar tagihan tepat waktu? Apakah Anda punya rekam jejak yang terbukti baik? Bisakah Anda diandalkan untuk mengembalikan uang itu? Apakah Anda layak menerima pinjaman?

Tetapi masalahnya, semua orang di sekeliling Anda melakukan pemeriksaan kredit atas hidup Anda, setiap saat. Mereka ingin tahu apakah Anda memegang kata-kata Anda. Apakah selama ini Anda memperlihatkan warna asli Anda? Bisakah Anda dipercaya?

Ketika Anda membuktikan bahwa Anda adalah orang yang bisa dipercaya, Anda akan menjadi orang yang lebih bahagia. Orang-orang akan tahu bahwa Anda dapat diandalkan, dan hasilnya, hubungan Anda akan lebih erat dengan mereka.

Bagaimana Anda membangun reputasi sebagai orang yang dapat dipercaya?

Pertama, hiduplah dengan integritas. Berintegritas bukan berarti Anda harus sempurna. Artinya apa yang dilihat orang adalah yang sebenar-benarnya. Apa yang Anda katakan sesuai dengan perbuatan Anda.

Amsal 25:13 mengatakan, “Seperti sejuk salju di musim panen, demikianlah pesuruh yang setia bagi orang-orang yang menyuruhnya. Ia menyegarkan hati tuan-tuannya.”

Kedua, tepatilah janji Anda. Bahkan apabila Anda tahu itu akan membebani Anda lebih dari yang Anda kira, tetaplah tepati janji Anda.

Mazmur 15:4 mengatakan, "Yang berpegang pada sumpah, walaupun rugi” tidak akan goyah selama-lamanya.

Renungkan hal ini:
- Menurut Anda mengapa Alkitab mengumpamakan teman yang dapat diandalkan dengan sejuk salju di musim panen? Apa arti dari teman yang dapat dipercaya buat Anda?
- Apakah Anda menganggap diri Anda sebagai orang yang berintegritas? Kapan Anda pernah tergoda untuk hidup tanpanya—di mana tingkah laku Anda berbeda dengan apa yang Anda tunjukkan ke publik?
- Kapan Anda pernah mengalami di mana menepati janji ternyata membebani Anda lebih dari yang Anda bayangkan? Apakah itu sepadan?

Belajar hidup dengan kejujuran dan menepati janji akan membuktikan kepada orang lain bahwa Anda dapat dipercaya dan pada akhirnya akan membuat Anda menjadi orang yang jauh lebih bahagia.

(Diterjemahkan dari Daily Devotional by Rick Warren)



Minggu, 10 Juli 2022

MANUSIA BATINIAH

Bacaan: 2 Korintus 4:8-18

NATS: meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari (2 Korintus 4:16)

Kebaktian Minggu sore itu adalah kebaktian biasa. Jemaat duduk tersebar di 500 kursi dalam gedung itu. Pada waktu acara kesaksian, beberapa orang bergantian membagikan pengalamannya dan menceritakan perbuatan Allah dalam hidup mereka.

Kemudian, Buddy berdiri dan berbicara. Ia sangat bersyukur dapat hadir di gereja. Ketika ia mengatakan bahwa meskipun ia tak memiliki sepeda tetapi ia bersukacita telah menempuh perjalanan sekian kilometer ke gereja itu dengan berjalan kaki, betapa terkejutnya semua orang yang mendengar. Pada Minggu malam seperti itu, ketika banyak orang mencari-cari alasan untuk tidak ke gereja, Buddy berusaha hadir dengan susah payah, selangkah demi selangkah, karena ia seorang tunanetra.

Kita dapat belajar banyak darinya. Ia harus berjuang untuk melakukan sesuatu yang dapat kita lakukan dengan mudah, tetapi malah sering kita abaikan. Ia mungkin lebih mengerti daripada kita yang tidak mengalami cacat fisik tentang manusia lahiriah yang semakin merosot (2Korintus 4:16), sehingga ia bekerja keras untuk "memberi makan" manusia batiniahnya melalui persekutuan dengan orang-orang percaya di gereja. Ia tahu apa yang diketahui Rasul Paulus: Hanya dengan bersandar sepenuhnya kepada Tuhan kita dapat berhasil dalam kehidupan kekristenan kita.

Buddy tidak kehilangan kesabarannya meski ia harus berjalan kaki ke gereja dalam keadaan buta. Biarlah teladan yang diberikannya menolong kita agar tidak membiarkan hal-hal yang menyangkut manusia lahiriah kita menghentikan pertumbuhan manusia batiniah kita -- JDB

UNTUK MENJADI SEORANG MURID DIBUTUHKAN KEDISIPLINAN

Sumber: Renungan Harian

Sabtu, 09 Juli 2022

Di Balik Kata-Kata

Bacaan: AMSAL 18

Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya. (Amsal 18:21)

Dilansir dari Psychology Today bahwa kata-kata yang diterima oleh tubuh akan memengaruhi otak hanya dalam hitungan detik. Akibatnya, struktur kunci di dalam otak yang mengatur memori dan perasaan akan terkena dampaknya seperti dirundung pikiran negatif terus-menerus dan menjadi cepat emosi. Artikel hasil penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa jika seseorang berbicara dengan sembrono, mengucapkan kata-kata negatif atau melakukan kritik yang didorong oleh kebencian akan menimbulkan stres yang sangat berat bagi tubuh, sekalipun kata-kata itu hanya diucapkan secara verbal dalam hati.

Salomo berucap, "Hidup dan mati dikuasai oleh lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya." Kita harus menyadari bahwa kata-kata yang kita ucapkan mempunyai kemampuan yang sangat besar menimbulkan dan menghilangkan stres bagi tubuh kita. Bukan hanya diri kita tetapi juga orang lain. Kata-kata positif berfaedah membangkitkan semangat, sukacita bahkan kesehatan dan kehidupan, sedangkan kata-kata negatif berdampak buruk, mematikan semangat dan memperburuk tubuh.

Sering kali, kita di hadapkan pada pilihan untuk berkata-kata yang menghibur, mendorong, lemah lembut, positif dan penuh perhatian atau kata-kata yang mengkritik, mengeluh, tidak sopan, menyakitkan dan lain-lain. Namun ketahuilah bahwa tidak ada kata-kata yang kita ucapkan yang tidak diperhatikan oleh Tuhan. Segala sesuatu yang kita katakan akan memberi kontribusi untuk memajukan kehidupan atau mendatangkan kematian. --PRB/www.renunganharian.net

KITA ADALAH PENDENGAR PERTAMA DARI KATA-KATA KITA.
KITA PULA YANG PERTAMA KALI MENIKMATI DAMPAKNYA.

Jumat, 08 Juli 2022

ENGKAU MENDENGARKAN?

Bacaan: 1 Samuel 3:1-10

NATS: Lalu datanglah TUHAN, berdiri di sana dan memanggil seperti yang sudah-sudah: "Samuel! Samuel!" Dan Samuel menjawab: "Berbicaralah, sebab hambaMu ini mendengar"
(1 Samuel 3:10)

Salah satu kenangan termanis yang saya miliki semasa kanak-kanak adalah saat ketika ibu membacakan cerita Alkitab untuk saya menjelang tidur pada malam hari. Banyak dari cerita-cerita tersebut yang meninggalkan kesan demikian mendalam dalam diri saya, terutama cerita tentang Samuel yang terdapat dalam 1 Samuel 3:1-21. Masih terngiang di telinga saya cerita ibu tentang tanggapan anak muda tersebut terhadap panggilan Allah: "Berbicaralah, sebab hambaMu ini mendengar" (1 Samuel 3:10).

Kita perlu meneladani sikap Samuel yang mau berhenti sejenak di tengah-tengah gejolak kehidupan untuk mendengarkan suara Tuhan. Dan kita memiliki kesempatan ini bila kita sungguh-sungguh membaca dan mempelajari Alkitab secara teratur. Anda akan menemukan bahwa Roh Kudus berbicara kepada kita melalui firmanNya.

Thomas a Kempis (1379-1471) menyimpulkan hal ini dengan baik. Ia menulis: "Diberkatilah mereka yang tidak memuaskan telinga mereka untuk hal yang sia-sia, melainkan senantiasa mendengarkan pengajaran yang benar. Diberkatilah mereka yang matanya tidak terpaku pada penampakan lahiriah, melainkan lebih melihat hal-hal batiniah. Diberkatilah mereka yang suka meluangkan waktu untuk bersama Allah dan mampu mengatasi segala rintangan dalam berkomunikasi dengan Dia. Renungkanlah semua ini, hai jiwaku, dan dengarkan apa yang Tuhan Allahmu katakan."

Telah berapa lama Anda tidak berkomunikasi dengannya sejak terakhir kali Anda meminta Tuhan membuka hati Anda agar menerima firmanNya? Dia rindu mendengar engkau berkata, "Berbicaralah Tuhan, sebab aku sedang mendengarkan" -- RWD

ALLAH BERBICARA KEPADA MEREKA YANG MAU MENYEDIAKAN WAKTU UNTUK MENDENGAR

Sumber: Renungan Harian

Kamis, 07 Juli 2022

Daripada Menggerutu, Bersyukurlah

Bacaan Hari ini:
1 Tesalonika 5:18 “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.”

Bersungut-sungut adalah satu kebiasaan yang sulit dihilangkan, sebab manusia pada dasarnya punya pemikiran negatif baik secara natural atau oleh karena keadaan dan pengaruh lingkungan. Semenjak Adam dan Hawa, kita membenarkan dan menyalahkan. Kita membenarkan diri kita sendiri atas kesalahan yang kita buat, tapi juga menyalahkan orang lain atas kesalahan kita tersebut. 

Kita berkata, “Jika saja saya tidak menikah dengan pasangan saya, pasti sekarang saya bahagia. Jika saja saya tidak menikah, pasti sekarang saya bahagia. Jika saja saya tidak memiliki anak, saya pasti akan bahagia. Jika saja anak-anak saya keluar dari rumah ini, pasti sekarang saya bahagia.”

Itulah pemikiran “pengandaian.” Namun, Anda bisa memilih untuk bahagia! Anda tidak boleh menyalahkan orang lain atas ketidakbahagiaan Anda karena kebahagiaan adalah pilihan. Anda harus berhenti membenarkan dan menyalahkan; Anda harus berhenti menggerutu dan mempermasalahkan perkara-perkara kecil.

Alkitab berkata, “Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan, supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia” (Filipi 2:14-15).

Itu mungkin beberapa ayat Alkitab yang paling sulit dilakukan. Tetapi buat saya, ayat yang paling menakutkan dalam Alkitab  adalah Matius 12:36, di mana Yesus berkata, "Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman.”

Sungguh kata-kata yang membuat bulu kuduk berdiri. Sudah berapa kali Anda mengeluh, menggerutu, atau memperdebatkan sesuatu yang seharusnya bisa Anda maklumi dan pahami? Hukum kehidupan adalah berikut: Jangan memusingkan perkara-perkara kecil.

Alkitab berkata dalam 1 Tesalonika 5:18, “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.”

Penelitian demi penelitian telah menunjukkan bahwa bersyukur adalah sikap yang paling sehat.

Apa yang harus Anda syukuri? Ingatlah, apa pun yang sedang terjadi dalam hidup Anda, Tuhan selalu menyertai Anda, Tuhan selalu ada di dalam Anda, dan Tuhan selalu ada buat Anda.

Itulah alasan untuk kita bersyukur, ketimbang bersungut-sungut.

Renungkan hal ini:
- Menurut Anda, apakah Anda kelak harus memberi pertanggungjawaban kepada Tuhan atas hal-hal "kecil" yang pernah Anda keluhkan? Mengapa atau mengapa tidak?
- Menurut 1 Tesalonika 5:18, apa kehendak Allah untuk hidup Anda?
- Apa saja cara mudah yang bisa Anda lakukan untuk mempraktikkan rasa syukur sepanjang hari?

Bersungut-sungut dan mempermasalahkan hal-hal kecil akan selalu membuat Anda kehilangan sukacita Anda.

(Diterjemahkan dari Daily Devotional by Rick Warren)



Rabu, 06 Juli 2022

"APA LAGI?"

Bacaan: Roma 16:1-16
NATS: Layanilah seorang akan yang lain oleh kasih (Galatia 5:13)

Pemimpin Kristen itu terkenal sebagai orang yang selalu bersedia menolong orang lain yang sedang dalam kesulitan sosial-ekonomi. Ketika ditanya apa yang menyebabkan ia rela melakukan hal ini, padahal jadwal kegiatannya sendiri sudah cukup padat, ia menjawab, "Ketika saya masih kecil, saya membantu orangtua saya berjualan di toko. Untuk hal ini saya telah diajarkan untuk tidak mengatakan 'Sudah cukup?' kepada pembeli. Sebaliknya, saya diajarkan untuk bertanya, 'Apa lagi?' Nah, prinsip inilah yang terus saya bawa dalam kehidupan saya sebagai orang Kristen."

Orang tersebut demikian penuh dengan cinta kasih terhadap sesama sehingga ia menginginkan orang lain juga berkembang dalam seluruh aspek kehidupan mereka.

Dalam Roma 16:1-27 Rasul Paulus menyebutkan bahwa banyak saudara dalam jemaat yang seperti orang tersebut. Di antaranya adalah Priskila, Akwila, Maria, Febe dan masih beberapa lagi yang lain yang telah bekerja bagi Tuhan dengan tangan dan hati terbuka. Mereka bukanlah orang yang cukup fasih untuk berkhotbah, tetapi mereka selalu sibuk bekerja untuk melayani orang-orang percaya yang membutuhkan.

Jika kita mau merenungkan berkat-berkat Allah yang tak terhitung banyaknya, hati kita tentu akan dipenuhi dengan belas kasihan terhadap saudara-saudara kita di dalam Kristus. Ulurkanlah tangan dan lakukan apa yang dapat kita perbuat sambil berkata, "Allah telah mengaruniakan begitu banyak hal kepada saya. Apa lagi yang dapat saya kerjakan bagi orang lain?" -- HGB

ANDA DAPAT MELAYANI ALLAH TANPA MENGASIHINYA TETAPI ANDA TIDAK DAPAT MENGASIHI ALLAH TANPA MELAYANINYA

Sumber: Renungan Harian

Selasa, 05 Juli 2022

MABUK LAUT

[[Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi. ]] (Kolose 3:2)

Keringat dingin membasahi sekujur tubuh saya. Dengan susah payah, saya berusaha keras agar tidak mabuk, apalagi sampai pingsan. Di dalam perahu yang pengap, ditambah empasan ombak besar melawan perahu kami yang sedang menuju Nusa Lembongan, perut saya terasa sangat mual dan mata saya mulai berkunang-kunang. 

Sekonyong-konyong saya teringat pada sebuah nasihat yang mengatakan bahwa jika kita mulai mabuk laut, maka kita harus memusatkan pandangan mata pada satu titik jauh. Segera saya tujukan pandangan saya pada gumpalan awan di atas. Saya bayangkan bentuknya seperti pintu surga yang dilihat Yakub di dalam mimpinya. Perlahan-lahan rasa mual dan pening saya mereda walaupun guncangan ombak masih menghantam. Kini saya sudah bisa mengikuti irama empasan ombak itu. Tidak lama kemudian, saya selamat sampai ke tempat tujuan tanpa mabuk. 

Bukankah hidup kita juga demikian? Masalah, tantangan, kekhawatiran, kekecewaan, dan kepahitan bertubi-tubi menghantam dan mengguncang kita sampai kita berjalan terhuyung-huyung. Oleh karena itu, seperti ayat mas yang menasihatkan kita untuk memikirkan perkara di atas, kita harus menujukan pandangan kita kepada Tuhan. Dengan demikian, manusia baru kita akan terus-menerus diperbarui. Kita takkan “mabuk laut” lagi dalam perjalanan hidup kita, dan seperti dikatakan di ayat 15-17, hidup kita akan diperintah oleh damai sejahtera, hati kita penuh dengan nyanyian, dan bibir kita melimpah dengan ucapan syukur.
(Henry Sujaya Lie)

Sumber: Amsal Hari Ini

Senin, 04 Juli 2022

TELADAN YANG SEMPURNA

[[Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu. ]] (Yohanes 13:15) 

Seorang hamba Tuhan mengeluh tentang keuangan gerejanya. Ada ratusan orang yang beribadah setiap hari Minggu, tetapi uang kolekte yang diterima tidak banyak. Padahal seharusnya gerejanya sudah mandiri dan tidak lagi disubsidi oleh gereja induk. Ia sudah sering berkhotbah tentang persembahan syukur kepada jemaatnya, tetapi kurang ditanggapi. Suatu hari seorang rekannya mengusulkan agar selaku hamba Tuhan, ia memberi contoh dengan memberi persembahan melalui kantong kolekte yang diedarkan sehingga jemaat melihatnya. Hamba Tuhan ini menerima usul tersebut. Benar, sejak saat itu, perlahan tapi pasti persembahan syukur jemaat meningkat pesat. 

Yesus selalu mencontohkan hal yang baik kepada murid-murid-Nya, seperti membasuh kaki yang pada zaman itu biasa dilakukan oleh seorang hamba kepada tuannya. Pembasuhan kaki yang dilakukan oleh Yesus melambangkan sebuah tindakan yang agung sekaligus rendah hati dalam melayani orang lain. Teladan tersebut diberikan-Nya agar kelak murid-murid-Nya juga mau melayani sesama mereka (ayat 15). 

Saat ini sebagai kepala rumah tangga, pemimpin di tempat kerja atau di tempat pelayanan kita, dan di mana pun Tuhan menempatkan kita, kita mungkin mengalami kesulitan menghadapi anggota keluarga, rekan, atau karyawan, karena nasihat atau permintaan kita kurang mendapatkan respons positif. Sekaranglah waktunya untuk memperlihatkan contoh yang baik dalam tindakan kita. Yesus adalah teladan yang sempurna dan kita sebagai murid-Nya patut meniru-Nya.
(Tjetjep Gunawan)

Sumber: Amsal Hari Ini 

Minggu, 03 Juli 2022

Peganglah Firman Tuhan dengan Erat

Bacaan Hari ini:
Filipi 2:16 “Sambil berpegang pada firman kehidupan, agar aku dapat bermegah pada hari Kristus, bahwa aku tidak percuma berlomba dan tidak percuma bersusah-susah.”

Ketika Anda memilih untuk berkutat pada kekhawatiran, maka kekhawatiran itu akan selalu bertambah besar dalam pikiran Anda. Namun, jika Anda ingin mengubah cara pikir serta memperbarui pikiran Anda, maka Anda harus berhenti tenggelam dalam kekhawatiran untuk sebaliknya, mulai merenungkan Firman Tuhan.

Bagaimana caranya merenungkan Firman Tuhan? Nah, bila Anda tahu bagaimana caranya khawatir, tentunya Anda tahu bagaimana caranya merenung. Kekhawatiran ialah ketika Anda mengambil sebuah pikiran negatif dan memikirkannya berulang-ulang. Sama halnya ketika Anda mengambil sebuah ayat Alkitab dan memikirkannya berulang-ulang, itulah yang disebut merenung atau bermeditasi.  

Jika satu-satunya kontak Anda dengan Firman Tuhan yaitu di gereja, maka Anda akan memiliki pegangan yang lemah akan Firman Tuhan dan Firman itu bisa dengan mudah keluar dari pikiran Anda.

Akan tetapi, jika Anda mendengar dan juga membaca Firman Tuhan setiap hari, Anda akan mulai memahaminya dengan lebih baik. Kemudian, jika Anda mendengarnya dan membacanya dan mempelajarinya, Anda akan semakin memahaminya lebih lagi. Dan kemudian, jika Anda mendengarnya, membacanya, mempelajarinya, dan mulai menghafal serta merenungkannya, Anda akan memiliki pegangan yang kuat pada Firman Tuhan.

Mazmur 119:16 mengatakan, “Aku akan bergemar dalam ketetapan-ketetapan-Mu; firman-Mu tidak akan kulupakan.”

Apakah Anda ingin bahagia? Mengikuti petunjuk dan perintah Tuhan akan berbuah kebahagiaan. Maka, ingatlah itu dengan mendengarnya, membacanya, mempelajarinya, menghafalnya, merenungkannya, dan kemudian menerapkannya dalam kehidupan Anda sehari-hari.

Alkitab juga mengatakan dalam Mazmur 119:35, “Biarlah aku hidup menurut petunjuk perintah-perintah-Mu, sebab aku menyukainya.”

Jika selama ini Anda mencari kebahagiaan di tempat yang salah, maka berbaliklah sebab Tuhan berfirman bahwa kebahagiaan ditemukan di jalan yang seturut dengan perintah-Nya.

Renungkan hal ini:
- Gangguan apa saja yang menghalangi Anda untuk merenungkan Firman Tuhan?
- Siapa dalam hidup Anda yang dapat membantu Anda menghafal ayat-ayat Alkitab? Bagaimana Anda dapat saling bantu mengembangkan kebiasaan sehat ini?
- Anda menemukan kebahagiaan ketika Anda menaati perintah Tuhan. Apa yang Anda pelajari dari kebenaran itu tentang Tuhan?

Anda tidak akan pernah bisa menggenggam Firman Tuhan dengan erat apabila Anda tidak melakukan semua langkah penting dalam mempelajari Alkitab.

(Diterjemahkan dari Daily Devotional by Rick Warren)



Sabtu, 02 Juli 2022

Bagaimana Keadaanmu?

Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat. –Lukas 23:34

Ayat Bacaan & Wawasan:
Lukas 23:32-43

Sisa hidup Charla tidak lama lagi, dan ia menyadarinya. Suatu kali, saat Charla terbaring di rumah sakit, dokter bedah dan para dokter magang masuk ke kamarnya. Selama beberapa menit, si dokter mengabaikan Charla ketika menerangkan kondisinya yang sudah tidak tersembuhkan itu kepada para dokter magang. Akhirnya, ia menoleh ke Charla dan bertanya, “Bagaimana keadaanmu?” Charla tersenyum lemah, lalu dengan hangat bercerita tentang harapan dan kedamaiannya di dalam Yesus.

Sekitar dua ribu tahun lalu, tubuh Yesus yang telanjang dan penuh luka tergantung hina di atas kayu salib di depan orang banyak. Marahkah Dia kepada orang-orang yang telah menyiksa-Nya? Tidak. “Yesus berkata, ‘Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat’” (Luk. 23:34). Meski dihukum secara tidak adil dan disalibkan, Yesus tetap mendoakan musuh-musuh-Nya. Kemudian, Yesus menyatakan kepada salah seorang penjahat yang juga tersalib bahwa ia akan segera bersama-Nya “di dalam Firdaus” karena imannya (ay. 43). Di tengah rasa sakit dan malu, Yesus memilih untuk membagikan kata-kata yang membawa pengharapan dan kehidupan karena kasih-Nya kepada orang lain.

Setelah Charla selesai bercerita tentang Kristus, ia balas bertanya kepada dokternya. Ia menatap lembut mata sang dokter yang berkaca-kaca, dan bertanya, “Bagaimana keadaan dokter sendiri?” Oleh kasih karunia dan kuasa Kristus, Charla telah membagikan kata-kata yang membawa kehidupan, dengan menunjukkan kasih dan kepedulian kepada sang dokter dan orang-orang yang hadir di kamarnya. Dalam situasi seberat apa pun yang kita hadapi hari ini maupun di hari esok, percayalah Allah akan memberikan keberanian untuk membagikan kata-kata pembawa kehidupan dengan penuh kasih (Tom Felten).

Renungkan dan Doakan
Kesulitan dan kelemahan apa yang Anda hadapi akhir-akhir ini? Bagaimana Anda dapat bersandar kepada Yesus dalam masa-masa sulit tersebut?

Tuhan Yesus, aku memuji-Mu atas teladan kasih dan kerendahan hati-Mu. Tolonglah aku mencerminkan sifat-sifat-Mu dalam tutur kataku.

Sumber: Our Daily Bread

Jumat, 01 Juli 2022

BERKAT SETIAP HARI

Bacaan: Kisah 16:16-29

NATS: Mengucap syukurlah dalam segala hal (1 Tesalonika 5:18)

Seorang utusan Injil bernama Benjamin Weir disandera di Libanon dan dipenjara dalam keadaan yang menyedihkan selama 16 bulan. Dalam wawancaranya yang pertama setelah pembebasannya, seorang wartawan bertanya bagaimana ia dapat menghabiskan waktu serta mengatasi kebosanan dan keputusasaan yang harus ia hadapi. Jawaban yang diberikannya sungguh mengejutkan para wartawan. Ia hanya berkata, "Menghitung berkat-berkatku."

"Berkat?" tanya mereka.

"Ya," jelasnya. "Berterima kasih atas hari-hari ketika saya bisa mandi. Atau ketika saya bisa menikmati sayur-sayuran. Saya juga selalu berterima kasih atas cinta kasih dalam keluarga saya."

Kita dapat mengerti mengapa para wartawan itu terkejut mendengar jawaban yang diberikan oleh Benjamin. Sangat sulit bagi kebanyakan dari kita untuk selalu berterima kasih atas berkat sehari-hari yang membuat hidup menjadi enak dan menyenangkan--melimpahnya kebutuhan sehari-hari, tersedianya makanan dan tempat perlindungan, atau kebersamaan dengan teman-teman dan seluruh keluarga. Pada saat-saat tertentu kita bahkan lupa akan kemurahan hati Allah yang menakjubkan lewat anugerah penebusan-Nya.

Paulus dan Silas, meskipun dipukuli, dimasukkan ke dalam penjara, dan dipasung, masih dapat "menyanyikan pujian-pujian kepada Allah" (Kisah 16:25).

Mari kita belajar dari mereka, dan dari Benjamin Weir, untuk menghitung berkat-berkat kita apapun yang sedang kita hadapi. Kita memiliki banyak alasan untuk bersukacita [VCG]

PUJIAN KEPADA ALLAH AKAN KELUAR DENGAN SENDIRINYA
BILA ANDA MENGHITUNG BERKAT-BERKAT ANDA

Sumber: Renungan Harian